Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah  berkata :
مسألة: هل الأضحية مشروعة عن الأموات أو عن الأحياء؟
Permasalahan : Ibadah kurban itu di syariatkan untuk orang yang masih hidup atau untuk orang yang sudah meninggal
الجواب: مشروعة عن الأحياء، إذ لم يرد عن النبي صلّى الله عليه وسلّم ولا عن الصحابة فيما أعلم أنهم ضحوا عن الأموات استقلالاً، فإن رسول الله صلّى الله عليه وسلّم مات له أولاد من بنين أو بنات في حياته، ومات له زوجات وأقارب يحبهم، ولم يضح عن واحد منهم، فلم يضح عن عمه حمزة ولا عن زوجته خديجة، ولا عن زوجته زينب بنت خزيمة، ولا عن بناته الثلاث، ولا عن أولاده ـ رضي الله عنهم ـ، ولو كان هذا من الأمور المشروعة لبيَّنه الرسول صلّى الله عليه وسلّم في سنته قولاً أو فعلاً، وإنما يضحي الإنسان عنه وعن أهل بيته.

Jawaban : Ibadah kurban disyariatkan bagi orang yang masih hidup. Karena tidak pernah ada riwayat dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya -sebatas pengetahuan saya- bahwa mereka berkurban untuk orang yang sudah meninggal secara khusus. Sesungguhnya anak-anak rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggal dunia, baik  laki-laki maupun perempuan, demikian juga istri dan orang terdekat beliau meninggal dunia namun demikian, nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah berkurban untuk salah seorang diantara mereka. Beliau tidak berkurban untuk istrinya yang sudah meninggal, Khadijah dan Zainab bintu Khazimah radhiyallahu anhuma . Beliau tidak berkuraban untuk ketiga anak perempuannya yang sudah meninggal dunia, demikian juga untuk anak laki-lakinya radhiyallahu ‘anhum. Seandainya perkara ini disyariatkan tentunya nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah menjelaskan kepada kita melalui sunnahnya baik berupa perkataan maupun perbuatan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hanya saja kurban seseorang itu berlaku untuk dirinya dan semua keluarganya
وأما إدخال الميت تبعاً فهذا قد يستدل له بأن النبي صلّى الله عليه وسلّم «ضحى عنه وعن أهل بيته»[(460)] ، وأهل بيته يشمل زوجاته اللاتي مِتْنَ واللاتي على قيد الحياة، وكذلك ضحى عن أمته، وفيهم من هو ميت، وفيهم من لم يوجد، لكن الأضحية عليهم استقلالاً لا أعلم لذلك أصلاً في السنة.
Adapun menyertakan orang yang sudah meninggal dalam kurban maka boleh, karena nabi  shallallahu ‘alaihi wa sallam ” berkurban untuk dirinya dan seluruh ahlul baitnya” (HR. Ahmad). Ahlul bait dalam hadits ini mencakup semua istri-istri beliau, baik yang sudah meninggal dunia maupun yang masih hidup, demikian juga nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkurban untuk umatnya, tercakup di dalamnya umat beliau yang sudah meninggal dunia. Namun kami tidak mengetahui dalil dari sunnah yang menunjukkan berkurban khusus untuk orang yang sudah meninggal
ولهذا قال بعض العلماء: إن الأضحية عنهم استقلالاً بدعة ينهى عنها، ولكن القول بالبدعة قول صعب؛ لأن أدنى ما نقول فيها: إنها من جنس الصدقة، وقد ثبت جواز الصدقة عن الميت، وإن كانت الأضحية في الواقع لا يراد بها مجرد الصدقة بلحمها، أو الانتفاع به لقول الله تعالى: {{لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلاَ دِمَاؤُهَا}} [الحج: 37] ، ولكن أهم شيء فيها هو التقرب إلى الله بالذبح
 Oleh karena itu sebagian ulama’ berkata : berkurban secara khusus untuk orang yang sudah meninggal adalah bid’ah, dilarang oleh syariat. Namun menghukumi perbuatan ini sebagai perbuatan bid’ah merupakan perkataan yang berat. Karena perkataan yang paling dekat untuk kita katakan tentang perbuatan ini adalah bahwa perbuatan tersebut termasuk salah satu jenis shadaqah. Dan telah ada dalil yang menunjukkan bolehnya shadaqah untuk orang yang sudah meninggal. Demikian juga, kenyataannya bahwa maksud ibadah kurban bukan hanya shadaqah daging hewannya atau mengambil manfaat darinya, berdasarkan firman-Nya : ” Tidak sampai kepada Allah daging-daging dan darah hewan kurban” Akan tetapi perkara yang paling penting dari ibadah kurban adalah mendekatkan diri kepada Allah dengan menyembelih hewan kurban


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

0 Komentar:

Post a Comment

Copyright © 2020.Junedi Ubaidilllah. Powered by Blogger.

Jumlah Pengunjung

Blog Archive

Anda Pengunjung Online

Followers