وَكُلٌّ يَعْمَلُ لِمَا قَدْ فُرِغَ لَهُ وَصَائِرٌ إِلَى مَا خُلِقَ لَهُ وَالْخَيْرُ وَكُلٌّ يَعْمَلُ لِمَا قَدْ فُرِغَ لَهُ وَصَائِرٌ إِلَى مَا خُلِقَ لَهُ وَالْخَيْرُ وَالشَّرُّ مُقَدَّرَانِ عَلَى الْعِبَادِ
(90) Semua manusia beramal sesuai dengan tempat yang disediakan baginya dan berproses menuju tempat yang diciptakan untuknya. Kebaikan dan keburukan telah ditakdirkan atas seluruh hamba.
Matan ke-90 ini masih berbicara tentang takdir Allah yang berjalan pada semua makhluk-Nya terutama
manusia. Seperti telah dibahas sebelumnya, Allah mengetahui secara tepat berapa jumlah manusia yang akan hidup di dunia dan berapa di antara mereka yang memilih jalan hidup dan membuat keputusan untuk menyusuri jalan menuju surga atau jalan menuju neraka. Allah menulis apa yang diketahui-Nya ini di Lauh Mahfuzh 50.000 tahun sebelum penciptaan langit dan bumi. Sampai akhirnya kiamat terjadi dan manusia terakhir meninggal dunia, semua ilmu Allah yang telah ditulis-Nya itu terjadi dengan tepat. Tak ada yang bergeser sedikit pun.
Keimanan tentang kesempurnaan ilmu Allah yang kemudian ditulis-Nya ini menjadi pondasi utama dari kebenaran iman kepada takdir: yang baik dan yang buruk. Takdir adalah ilmu Allah yang ditulis-Nya lalu terjadi tepat seperti yang diketahui-Nya. Tidak ada yang salah dengan ilmu Allah. Bukanlah kekurangan Allah—bahkan sebaliknya: menunjukkan kesempurnaan-Nya dan kesempurnaan ilmu-Nya—mengetahui siapa-siapa yang akan masuk surga dan akan masuk neraka.

Menjemput Takdir Baik

Rasulullah saw pernah ditanya oleh ‘Umar bin Khattab ra, “Wahai Rasulullah, apa menurutmu amalan kita ini? Apakah atas dasar sesuatu yang telah selesai (ditulis) ataukah belum pernah ada?” Beliau menjawab, “Atas dasar sesuatu yang telah selesai.” ‘Umar bertanya lagi, “Lantas, kenapa mesti beramal?” Rasulullah saw bersabda, “Beramallah, sesungguhnya setiap bagian tidak diraih kecuali dengan amal.” (HR. at-Tirmidzi)
Jabir bin ‘Abdullah ra meriwayatkan, “Suraqah bin Malik bin Ju’syum bertanya, ‘Wahai Rasulullah, terangkanlah kepada kami agama kami seolah-oleh kami baru diciptakan! Atas dasar apa kita beramal hari ini? Apakah atas dasar pena yang telah kering dan berlakunya takdir, atau atas dasar sesuatu yang akan datang (belum ditakdirkan)?’ Beliau bersabda, ‘Berdasarkan pena yang telah kering dan berlakunya takdir.’ Suraqah bertanya lagi, ‘Lalu, atas dasar apa amal dikerjakan?’ Rasulullah saw bersabda, ‘Beramallah, semua dimudahkan.’.” (HR. Muslim)
‘Ali bin Abu Thalib ra berkata, “Kami sedang bersama Rasulullah saw di Baqi’ Gharqad melayat jenazah. Beliau bersabda, ‘Setiap kalian telah ditulis tempatnya di neraka atau di surga.’ Para sahabat bertanya, ‘Wahai Rasulullah, kenapa kita tidak pasrah saja?’ Beliau menjawab, ‘Beramallah, setiap orang dimudahkan untuk tempat mana ia diciptakan.’ Kemudian beliau membaca ayat:
‘Sesungguhnya usaha kamu memang berbeda-beda. Orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (syurga), maka kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah. Sedangkan orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup, serta mendustakan pahala terbaik, maka kelak kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar.’ (Al-Lail: 4-10)” (HR. al-Bukhari)
Tiga hadits di atas dan hadits-hadits lain yang semakna menegaskan bahwa semua orang diciptakan oleh Allah sementara Allah sudah tahu, akan menjadipenghuni surga atau nerakakah ia. Namun apa yang diketahui oleh Allah ini tidak boleh dijadikan alasan untuk tidak beramal. Para sahabat pernah berkesimpulan seperti itu. Namun, Rasulullah saw mengingatkan mereka. Rasulullah saw memerintahkan mereka untuk tetap giat beramal. Sebab, Allah sudah berjanji untuk memudahkan jalan menuju surga bagi orang-orang yang mau menyusuri jalan ke sana. Allah tidak menghalangi jalan orang yang hendak menjemput takdirnya.
Setiap orang hendaklah beramal dan mencari berbagai sarana untuk mendapatkan hidayah serta berdoa kepada Allah agar memberikan rezki berupa keteguhan di jalan-Nya. Hendaklah dia tahu bahwa Allah menciptakan makhluk dan Dia tahu rezki, ajal, dan semua yang akan mereka kerjakan.
Sehubungan dengan hal ini, kita lihat banyak orang yang merasakan adanya problem memahami takdir jika itu berkenaan dengan kebahagiaan dan kesengsaraan ukhrawi. Tetapi aneh. Tidak ada yang merasakan adanya problem jika itu berkenaan dengan kebahagiaan dan kesengsaraan duniawi: masalah rezki. Padahal keduanya adalah dua hal yang sama, sama-sama tersembunyi dan sama-sama hanya diketahui oleh Allah. Mestinya, semangat di dalam mencari rezki dibawa ke semangat di dalam beramal untuk mencari kebahagiaan sejati.
Percaya penuh kepada hikmah dan keadilan Allah, bahwa tidak ada yang disiksa oleh Allah kecuali karena dosa yang telah dilakukannya, bahwa saat melakukan dosa tidak ada seorang pun yang merasa dipaksa oleh Allah untuk melakukannya melakukannya dengan senang hati adalah perkara yang sangat urgen di sini. Semua dimudahkan untuk melakukan berbagai amalan yang akan membuatnya sampai kepada takdirnya. Semua menjemput takdir masing-masing.

Menjemput Takdir Buruk

Orang-orang yang diketahui oleh Allah akan memilih jalan ke neraka dengan pilihannya sendiri—dan itu ditulis oleh Allah di Lauh Mahfuzh—akan dimudahkan untuk beramal amalan penghuni neraka, lalu mereka mati dalam keadaan kafir. Yang dimaksud dengan dimudahkan di sini adalah Allah membiarkan atau tidak menghalangi mereka dari jalan hidup yang mereka pilih.
“Kami biarkan mereka bergelimang dalam kesesatannya yang sangat.” (Al-An’am: 110)
“Allah membiarkan mereka terombang-ambing dalam kesesatan.” (Al-A’raf: 186)
Memang ada beberapa orang yang meskipun menempuh jalan kesesatan, ia—karena anugerah, rahmat dan hikmah Allah—mendapatkan hidayah dan taufik dari Allah. Tentang ini,
Allah tidak ditanya tentang apa yang dilakukan-Nya tetapi merekalah yang akan ditanya tentang apa yang mereka lakukan.” (Al-Anbiya`: 23)
Dengan dasar pemahaman seperti tersebut di atas pula mestinya kita memahami hadits berikut ini.
“Sesungguhnya proses penciptaan salah seorang di antara kalian di perut ibu kalian adalah: 40 hari…”

Maksud dari Allah menulis (sering diterjemahkan dengan menetapkan) adalah Allah mengetahui semuanya lalu menulisnya di Lauh Mahfuzh.

Aisyah ra diluruskan

Imam Muslim, Abu Dawud dan an-Nasa`i meriwayatkan dari ‘Aisyah ra bahwa suatu hari Rasulullah saw diminta untuk menyalati jenazah bayi salah seorang penduduk Madinah. ‘Aisyah berkata, “Wahai Rasulullah, beruntung sekali anak ini. Dia menjadi salah satu burung dari burung-burung surga. Dia belum mengamalkan keburukan, pun belum terpikir untuk itu.” Rasulullah saw menjawab, “Atau bukan begitu, wahai ‘Aisyah. Sesungguhnya Allah telah menciptakan para penghuni untuk surga. Allah menetapkan mereka sebagai penghuni surga ketika mereka masih berada di tulang sulbi bapak-bapak mereka. Allah telah menciptakan para penghuni untuk neraka. Allah menetapkan mereka sebagai penghuni neraka ketika mereka masih berada di tulang sulbi bapak-bapak mereka.” (HR. Muslim, Abu Dawud, dan an-Nasa`i)
Jika dipahami sekilas, hadits ‘Aisyah ini seakan-akan ditinggalkan oleh para ulama yang bersepakat bahwa anak-anak orang-orang yang beriman yang meninggal dunia sebelum baligh akan diikutkan dengan orang tua mereka di surga. Para ulama mendasari pernyataan mereka itu dengan keumuman firman Allah:
“Orang-orang yang beriman dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, kami sertakan anak cucu mereka dengan mereka.” (Ath-Thur: 21)
Sedangkan mengenai anak-anak orang-orang kafir, para ulama berbeda pendapat, apakah mereka akan dimasukkan ke dalam surga karena mereka masih belum mukallaf, ataukah mereka akan diuji di akhirat. Hasil ujian inilah yang menentukan apakah mereka termasuk penghuni surga atau neraka.
Sekilas terlihat kontroversi. Tetapi sebenarnya tidak demikian. Sebab meskipun yang berduka karena ditinggal mati anaknya adalah penduduk Madinah, dan zhahirnya adalah orang yang beriman, sejatinya belum tentu demikian. Bisa saja orang itu adalah orang munafik sehingga anaknya yang meninggal dunia itu belum tentu masuk surga. Karena itulah—wallahu a’lam—Rasulullah saw menegur ‘Aisyah, agar ia tidak memastikan nasib seseorang sebagai penghuni surga.[]
Wallahu a’lam.


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

0 Komentar:

Post a Comment

Copyright © 2020.Junedi Ubaidilllah. Powered by Blogger.

Jumlah Pengunjung

Blog Archive

Anda Pengunjung Online

Followers