Jujur saja bahwa kaum muslimin berada dalam kehinaan dan kerendahan. Sesungguhnya kehinaan dan kerendahan yang menimpa kaum muslimin pada hari ini adalah perkara yang tak samar lagi bagi setia orang yang berakal. Cukuplah sebagai pengingat, musibah yang menimpa kaum muslimin berupa penjajahan kaum Yahudi atas Negeri Palestina. Belum lagi Negeri Syam yang senantiasa problema dan kasus merongrong negeri itu. Perlu diketahui bahwa negeri Syam mencakup Yordania (Urdun), Suriah, Lebanon, Palestina, dan sebagian negeri Mesir (seperti, Asqolan).
 
Muncul berbagai macam pertanyaan, “Bagaimanakah cara mengatasi problema kelemahan dan kehinaan kaum muslimin di hari ini?!”
 
Banyak pendapat dan saran dalam mengatasi segala permasalahan itu. Namun semuanya hanyalah saran yang kurang tepat. Sebab, saran itu bukanlah terapi yang sampai ke akar permasalahan. Ketahuilah bahwa kehinaan dan kelemahan kaum muslimin di hadapan kaum kafir, bukanlah disebabkan oleh apapun, kecuali karena kezhaliman kita sendiri. Sebab kaum muslimin telah melanggar tiga hal: Berjual-beli dengan cara haram, rakus terhadap dunia dan meninggalkan jihad fi sabilillah.

Tak ada kewibawaan bagi kita, kecuali dengan rujuk (kembali) kepada agama Allah -Azza wa Jalla-. Tak ada musibah yang turun, kecuali karena dosa. Sementara musibah itu tak akan hilang, kecuali dengan tobat. Jika kita meninggalkan agama dan itu adalah kezholiman, maka tobatnya kita adalah rujuk (kembali) kepada tuntunan agama. Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- bersabda:
 
“Jika kalian berjual beli dengan cara inah (riba), memegang ekor-ekor sapi, ridho dengan bercocok tanam, dan meninggalkan jihad, maka Allah akan menimpakan atas kalian suatu kehinaan yang tidak akan dicabut (dihilangkan) oleh Allah sampai kalian kembali kepada agama kalian”. [HR. Abu Dawud dalam Sunan-nya (no. 3642). Hadits ini dinilai shohih oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Ash-Shohihah (no. 11)]
 
Muhaddits Negeri Syam, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Abaniy -rahimahullah-, “Sesungguhnya diantara perkara sudah dimaklumi bahwa berlebihan dalam berusaha di balik pekerjaan akan melalaikan pelakunya dari kewajiban serta akan mengantarkan pelakunya kepada sikap rakus terhadap dunia, condong kepadanya dan berpaling dari jihad sebagaimana yang telah disaksikan pada kebanyakan orang-orang kaya”. [Lihat Silsilah Al-Ahadits Ash-Shohihah (1/42), cet. Maktabah Al-Ma'arif, 1415 H]
 
Al-Imam Syamsul Haqq Al-Azhim Abadiy -rahimahullah-, “Sebab kehinaan ini –wallahu a’lam- bahwa mereka tatkala meninggalkan jihad di jalan Allah yang di dalamnya terdapat kejayaan Islam dan kemenangannya atas segala agama, maka Allah memperlakukan mereka dengan (balasan) yang sebaliknya, yaitu turunnya kehinaan pada mereka. Akhirnya, mereka berjalan (membebek) di belakang ekor-ekor sapi, dimana sebelumnya mereka menunggangi punggung-punggung kuda yang merupakan semulia-mulianya tempat”.[Lihat Auwnul Ma'bud (9/242)]
 
Para pembaca yang budiman, inilah yang kita saksikan di hari ini!! Syariat jihad hampir saja punah disebabkan kaum muslimin meninggalkan jihad dengan berbagai macamnya, lalu sibuk dengan dunia. Mereka pun sibuk dengan perdagangan yang melalaikan sampai mereka pun terjerumus dalam dunia riba. Mereka sibuk dengan peternakan dengan berbagai macam hewan, mulai dari kambing, onta, sampai sapi. Mereka juga sibuk perkebunan dan pertanian dengan berbagai macam jenis tanaman dan pepohonan. Segala macam kesibukan ini memang menghasilkan harta benda. Namun seringnya melalaikan pencarinya dari mengerjakan kewajiban agama, seperti sholat, haji, puasa, menghadiri majelis ilmu, jihad fi sabilillah, berdakwah di jalan Allah serta kewajiban-kewajiban lain dalam agama.
 
Dahulu Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- dan para sahabat menguasai dunia untuk kepentingan akhiratnya. Kini dunia menguasai kaum muslimin, bahkan memperbudak mereka. Lebih celakanya lagi, diantara mereka ada yang menjual agamanya demi kepentingan dunia!! Na’udzu billah minal kudzlan!!!
 
Mengumpulkan dunia beserta kenikmatannya telah memperbudak banyak manusia muslim di hari ini. Sehingga pekerjaan lebih ia utamakan daripada kewajiban di saat bertabrakannya dua kepentingan: antara kepentingan dunia dan akhirat. Misalnya, banyaknya pembeli dan nasabah di waktu sholat. Para budak dunia di saat seperti ini lebih memilih melayani pembeli dan nasabah dibanding mendatangi masjid-masjid untuk menghambakan diri kepada Allah!! Mereka lebih memilih memperbudak diri kepada dunia dan pekerjaan dibanding memperbudak diri kepada Allah -Azza wa Jalla-!!!
 
Ketika mengumpulkan harta benda; kebanyakan diantara mereka tidak memperhatikan halal-haramnya harta benda yang ia usahakan. Kadang juga hartanya halal, namun dilakukan dengan cara haram!! Usaha haram seperti ini mereka lakukan, karena dunia sudah merasuk dalam hatinya dan selanjutnya menguasai diri dan pikirannya. Agama dan kewajiban syariat pun sudah disepelekan dan ditingalkan.
 
Ketika dunia sudah menguat dalam hati dan raga seseorang dibandingkan agama, maka Allah balas dengan kehinaan di dunia dengan berkuasanya kaum kafir atas mereka. Semua hal dikuasai oleh mereka, mulai dari ekonomi, pendidikan, keamanan, budaya dan lainnya!! Semua ini lahir karena cinta dunia yang mewariskan takut mati. Lantaran itu, orang seperti ini selalu berkhayal ingin hidup seribu tahun lagi!!
 
Dari Tsauban -radhiyallahu anhu-, ia berkata, “Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- bersabda,
 
“Hampir saja umat-umat saling memanggil (untuk menguasai dan menyerang) kalian sebagaimana halnya orang-orang yang makan saling memanggil menuju hidangannya”.
 
Ada yang bertanya, “Apakah karena kita sedikit pada hari itu?”
 
Beliau bersabda, “Bahkan kalian pada hari itu banyak. Akan tetapi kalian buih, seperti buih banjir. Sungguh Allah akan mencabut dari dada musuh kalian rasa gentar kepada kalian dan Dia akan memasukkan dalam hati kalian “kelemahan”". Ada yang bilang, “Apa “kelemahan” itu?”.
 
Beliau bersabda, “Dia adalah cinta dunia dan benci kematian”. [HR. Abu Dawud dalam Sunan-nya (4297). Hadits ini di-shohih-kan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Takhrij Misykah Al-Mashobih (no. 5369)]
 
Al-Allamah Muhammad Thohir Al-Hindiy -rahimahullah- berkata dalam Majma’ Bihar Al-Anwar saat menerangkan hadits ini, “Maksudnya, hampir saja kelompok-kelompok kekafiran dan umat-umat sesat akan saling memanggil atas kalian, yakni sebagian mengajak yang lain untuk bersatu memerangi kalian dan mematahkan kekuatan kalian agar mereka dapat berkuasa atas semua (negeri) yang kalian telah kuasai, sebagaimana halnya kelompok orang-orang yang makan sebagiannya memanggil yang lain menuju hidangan yang mereka akan santap, tanpa ada penghalang. Akhirnya, mereka makan dengan senang, tanpa ada rasa lelah”. [Lihat Awnul Ma'bud (11/272-273)]
 
Inilah yang kita saksikan sejak agama ditinggalkan dan dikesampingkan oleh kaum muslimin serta syariat jihad dilalaikan sampai hari ini. Akibatnya, kaum muslimin menjadi bulan-bulanan negara kafir dari barat, maupun timur. Terpuruknya kaum muslimin akibat dosa dan kezhaliman mereka. Mereka tertinggal dan tertindas, karena mereka menjauh dari petunjuk Islam. Sehingga pada gilirannya merekapun lebih mencintai dunia. Ketika dunia lebih berkuasa, maka mereka akhirnya tak ingin berpisah dengan segala harta benda dunianya dengan kematian.
 
Syaikh Abdul Aziz bin Baaz An-Najdiy -rahimahullah- berkata ketika menerangkan faedah dari hadits ini, “Hadits ini menjelaskan kepada kita bahwa sebab mundurnya kaum muslimin dan semangatnya musuh (untuk menguasai mereka) serta tercabutnya rasa gentar kepada kaum muslimin dari hati orang-orang kafir adalah cinta dunia dan benci kematian; mencintai kehidupan dunia, segala kelezatan dan nikmatnya cepat lagi maya serta benci mati. Karena inilah, kita pensiun (berhenti) dari jihad, karena takut mati. Padahal kematian itu pasti adanya. Kematian itu bila datang waktunya, maka ia akan pergi bersama orangnya, baik berjihad, ataukah tidak!!” [Lihat Duruus li Asy-Syaikh Abdil Aziz bin Baaz (5/7)-Syamilah]
 
Demikianlah realita nyata yang menimpa kaum muslimin hari ini. Sadar atau tidak, kaum kafir barat –misalnya- telah menindas dan melumpuhkan kekuatan kaum muslimin dari segala sisi: ekonomi, pendidikan, budaya, sosial, politik dan lain sebagainya.
 
Katika kaum muslimin pun tidak menyuarakan jihad dan mengangkat benderanya dengan berbagai macam bentuk jihad, maka di saat inilah kelumpuhan menimpa kubu Islam dan kaum muslimin. Marilah sadar dan segera pulang ke haribaan Islam yang murni dari segala penyimpangan, bukan Islam ala sekte-sekte sesat. Satukan agama dan keyakinan (aqidah), niscaya pertolongan Allah akan datang menjemput.
 
“Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kaki kalian”. (QS. Muhammad : 7 )
 
Al-Allamah Abdur Rahman bin Nashir As-Sa’diy -rahimahullah- berkata, “Ini merupakan perintah dari Allah -Ta’ala- kepada orang-orang beriman agar menolong Allah dengan menegakkan agama-Nya, mengajak kepadanya, berjihad melawan musuh-musuhnya dan menginginkan wajah Allah dengan semua itu. Karena, kalau mereka melakukan hal itu, maka Allah akan menolong mereka dan meneguhkan kaki-kaki mereka, yakni Allah akan menguatkan hati mereka dengan kesabaran, ketenangan serta kekokohan. Allah akan memberikan kesabaran bagi jasad mereka atas hal itu dan menolong mereka atas musuh-musuhnya. Ini merupakan janji dari Yang Maha Mulia lagi Memenuhi janji bahwa orang yang menolong agama-Nya dengan ucapan dan perbuatan, maka Allah akan menolongnya dan akan memudahkan sebab-sebab kemenangan berupa keteguhan dan lainnya. Adapun orang-orang kafir, maka sesungguhnya mereka akan berada dalam kecelakaan, yakni dalam kegagalan urusan mereka dan kehinaan”. [Lihat Taisir Al-Karim Ar-Rahman (hal. 785)]
 
“Dan orang-orang yang kafir, maka kecelakaanlah bagi mereka dan Allah menghancurkan amal-amal mereka”. (QS. Muhammad : 8 )
 
Tapi kapankah kaum kafir diberi kehancuran dan kekalahan, dan sebaliknya kaum muslimin diberi kemenangan atas mereka?
 
Jawabnya, ketika kaum muslimin mau kembali kepada agama mereka dan berpegang teguh dengannya, tanpa dilalaikan oleh dunia dalam menegakkan agama dan jihad fi sabilillah!!! Dengan kata lain, mereka harus kembali kepada agama dengan keimanan dan taqwa.
 
Allah -Azza wa Jalla- berfirman,
 
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi. Akan tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya”. (QS. Al-A’raaf : 96)
 
Allah -Azza wa Jalla- berfirman dalam ayat lain,
 
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kalian dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia (Allah) sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa. Dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik”. (QS. An-Nuur : 55)
 
Jika anda ingin melihat realisasi ayat ini, maka tengoklah dan simaklah sejarah Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- dan para sahabatnya yang telah menghiasi kehidupan mereka dengan keimanan, ketaqwaan dan amal sholih. Sehingga Allah pun mewariskan bumi kepada mereka sedikit demi sedikit, mulai dari runtuhnya kebengisan Quraisy dengan perebutan Kota Makkah, Persia, Iraq, Yaman, Negeri Syam sampai kaum muslim menguasai banyak negeri. [Lihat Al-Fataawa Al-Kubro (1/194) karya Ibnu Taimiyyah, cet. Darul Ma'rifah, 1386 H]
 
Satu hal yang perlu kita pahami bahwa keimanan, ketaqwaan dan amal sholih tak mungkin akan tercapai, kecuali dengan ilmu wahyu, yakni ilmu tentang Al-Qur’an dan Sunnah berdasarkan pemahaman para As-Salaf Ash-Sholih (pendahulu yang Sholih) dari kalangan sahabat, tabi’in dan para tabi’in serta para ulama yang menapaki jalan hidup mereka.
 
Seorang yang ingin meraih kemenangan di dunia dan di akhirat, maka ia harus mengikuti jalan Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- dalam beragama yang sudah tertuang jelas dalam Al-Qur’an dan dijelaskan oleh Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- dalam hadits-haditsnya.
 
Allah -Ta’ala- berfirman,
 
"Dan Sesungguhnya telah tetap janji kami kepada hamba-hamba kami yang menjadi rasul, (yaitu) sesungguhnya mereka itulah yang pasti mendapat pertolongan (kemenangan). Dan Sesungguhnya tentara Kami itulah yang pasti menang. Maka berpalinglah kamu (Muhammad) dari mereka sampai suatu ketika".
 
Yang dimaksud dengan "…tentara Kami…" disini ialah Rasul beserta pengikut-pengikutnya yang telah merealisasikan iman dan taqwa dalam kehidupan mereka. Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- dan para sahabat diperintahkan bersabar sampai mempunyai kekuatan. [Lihat Fathul Qodir (6/224)]
 
Jika kita jujur menginginkan kemenangan Islam dan kaum muslimin, maka kita harus jujur dalam mengikuti manhaj Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- dan para sahabatnya dalam beragama, bukan mengikuti manhaj (jalan hidup) setiap tokoh.
 
Salah satu diantara manhaj beragama Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-, beliau memerintahkan kaum muslimin bersatu di atas kebenaran, baik dalam beraqidah, ibadah, akhlaq dan lainnya.
 
Allah -Ta’ala- berfirman dalam memerintahkan kita bersatu di atas agama-Nya,
 
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu Karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu Telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk”. (QS. Ali Imran: 103).
 
Al-Hafizh Ibnu Katsir -rahimahullah- berkata saat menafsiri ayat ini, “Allah -Ta’ala- memerintahkan mereka berjama’ah (bersatu), dan melarang mereka dari perpecahan. Berbagai macam hadits telah datang membawa larangan berpecah (bercerai-berai), dan perintah berkumpul, dan bersatu”. [Lihat Tafsir Ibnu Katsir (1/514)]
 
Allah -Ta’ala- berfirman,
 
“Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. mereka Itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat”. (QS. Ali Imran: 105).
 
Al-Imam Ath-Thobariy -rahimahullah- berkata memaknai ayat ini, “Allah –Jalla Tsana’uh- berfirman, “Janganlah kalian berpecah-belah –wahai orang-orang beriman- dalam hal agama kalian, seperti berpecahnya mereka itu dalam agamanya; janganlah kalian melakukan perbuatan mereka, dan (jangan pula) mencontoh jalan hidup mereka dalam agama kalian. Lantaran itu kalian mendapatkan siksa Allah yang besar, seperti yang mereka dapatkan”. [Lihat Jami' Al-Bayan (3/385)]
 
Berangkat dari ayat semisal ini, Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- dalam segala kesempatan dan waktunya berusaha memerintahkan agar menjaga jama’ah, dan persatuan, serta melarang perpecahan, dan segala wasilah dan sebab yang mengantarkan kepada perpecahan. Larangan berpecah belah dalam ayat-ayat ini dan selainnya adalah perpecahan dan perselisihan dalam prinsip-prinsip agama sehingga lahirlah sekte dan aliran sesat yang menyimpang dari prinsip agama yang pernah diajarkan oleh Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-!!!
 
Adapun perselisihan para ulama dalam perkara ijtihad dan fikih, tanpa dilatari kesengajaan, tapi berselisih karena sebab-sebab yang dibenarkan, maka ini bukanlah perkara yang tercela. Walaupun mereka tetap dituntut untuk menyatukan pendapat sedapat mungkin.
 
Jadi, perpecahan yang tercela adalah perpecahan dalam manhaj dan prinsip beragama. Adapun perselisihan diantara sekte-sekte Islam, dimana setiap sekte memiliki aqidah, manhaj dan prinsip beragama yang berbeda antara satu dengan yang lainnya, maka inilah perpecahan dan perselisihan yang tercela!! Misalnya, antara Ahlus Sunnah dengan Syi’ah-Rofidhoh. Nah, Syi’ah dalam hal ini telah meninggalkan keyakinan (aqidah), manhaj dan prinsip para sahabat yang dikenal dengan sebutan “Ahlus Sunnah wal Jama’ah”. Dengan sebab ini, Syi’ah adalah sekte sesat dan tercela, karena telah meninggalkan prinsip agama yang benar yang pernah dipegangi oleh para sahabat dan seluruh kaum muslimin. Padahal prinsip agama para sahabat dan kaum muslimin di kala itu mereka ambil dan terima langsung dari pembawa syariat, yakni Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-!!! Nah, inilah perpecahan dan perselisihan yang tercela!!!!
 
Para pembaca yang budiman, kalau kita ingin kembali jaya, menang dan diberi pertolongan oleh Allah -Azza wa Jalla-, maka kembalilah kepada agama Islam yang pernah diajarkan oleh Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- kepada para sahabatnya. Tapi kalau kita justru menjauh dari agama Allah, maka itulah ambang kehancuran. Itulah sebab kehancuran!!!
 
Ketahuilah bahwa tidak ada akibat yang terjadi, kecuali pasti ada sebabnya. Suatu kaum yang dibinasakan oleh Allah -Azza wa Jalla-, maka pasti ada sebabnya. Sebabnya, mereka zhalim dengan menjauhnya mereka dari agama dan jihad!!!! Karena, Allah tak mungkin akan men-zhalimi para hamba-Nya.
Jika kekalahan demi kekalahan mendera kita; jika penindasan demi penindasan menimpa kaum muslimin di berbagai belahan dunia, maka ketahuilah semua itu lahir karena jauhnya kaum muslimin dari petunjuk agamanya.
 
Ibnu Jawziy -rahimahullah- berkata, ”Pernah terbetik dalam pikiranku tentang sesuatu yang terjadi pada kebanyakan alam semesta berupa musibah yang kuat dan bala’ yang besar. Musibah dan bala’ itu tak pernah berhenti sampai pada batas kesusahan. Aku pun katakan, “Subhanallah, sesungguhnya Allah adalah dzat yang paling mulia. Kemuliaan dan kemurahan itu mengharuskan pemaafan. Lantas apa sisi hukuman ini?! Aku pun berpikir. Kemudian aku melihat kebanyakan orang dalam hal keberadaannya sama saja jika ia tak ada. Mereka tidak memperhatikan keesaan Allah, perintah-perintah Allah dan larangan-larangan-Nya. Bahkan mereka hidup di atas kebiasaan mereka laksana hewan. Jika syariat mencocoki keinginan mereka, maka itulah yang mereka harapkan. Jika tidak cocok, maka ukurannya adalah tujuan-tujuan mereka. Usai mendapatkan dinar, maka mereka tidak peduli, apakah dinar itu berasal dari sesuatu yang halal atau haram. Jika sholat enak (santai) bagi mereka, maka mereka melakukannya. Jika tidak enak, maka mereka pun meninggalkannya. Diantara mereka, ada yang menampakkan dosa-dosa yang besar. Padahal ia memiliki sedikit pengetahuan tentang beberapa larangan (dari dosa-dosa itu). Terkadang seorang yang berilmu diantara mereka amat kuat ilmunya, namun dosa-dosanya juga gawat!!
 
Nah, kini aku tahu bahwa hukuman-hukuman Allah –walaupun besar-, maka hukuman itu masih tetap di bawah dibandingkan pelanggaran mereka. Jika hukuman terjadi untuk membersihkan dosa mereka, maka berteriaklah si pendoa diantara mereka, “Anda melihat hukuman ini, karena sebab apa?!”
Si Pendoa ini lupa terhadap sesuatu menyebabkan gempa bagi sebagian orang.
 
Terkadang seorang bapak tua dihinakan di masa tuanya sampai hati iba kepadanya. Sementara ia tak sadar bahwa hal itu terjadi karena keteledorannya terhadap hak Allah -Ta’ala- di masa mudanya. Kapan pun anda melihat orang yang diberi kutukan, maka ketahuilah bahwa semua itu karena dosa-dosanya”. [Lihat Shoidhul Khothir (hal. 29-30) karya Ibnul Jawziy]
 
Inilah sekelumit renungan yang harus kita pikirkan bersama dalam mengembalikan kejayaan dan kemenangan Islam dan kaum muslimin.
 
Semoga tulisan ini menjadi titian menuju kemenangan Islam dan kaum muslimin yang selama ini tertindas.
 
Sumber: http://pesantren-alihsan.org/meniti-kemuliaan-dengan-kembali-kepada-ajaran-islam.html



Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

0 Komentar:

Post a Comment

Copyright © 2020.Junedi Ubaidilllah. Powered by Blogger.

Jumlah Pengunjung

Blog Archive

Anda Pengunjung Online

Followers