Sore kali ini, Rumaysho.Com membahas masalah niat. Di mana orang yang sudah punya rutinitas beramal sholih, maka ia akan mendapatkan pahala sempurna ketika ia ada uzur melakukan amalan tersebut. Sedangkan jika amalan tersebut bukan kebiasaan, namun sudah diniatkan lantas ada halangan untuk dilakukan, maka akan diperoleh pahala niat amalan tersebut.
Beberapa dalil berikut sebagai bukti.
عَنْ جَابِرٍ قَالَ كُنَّا مَعَ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- فِى غَزَاةٍ فَقَالَ « إِنَّ بِالْمَدِينَةِ لَرِجَالاً مَا سِرْتُمْ مَسِيرًا وَلاَ قَطَعْتُمْ وَادِيًا إِلاَّ كَانُوا مَعَكُمْ حَبَسَهُمُ الْمَرَضُ »
Dari Jabir, ia berkata, dalam suatu peperangan (perang tabuk) kami pernah bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu beliau bersabda, “Sesungguhnya di Madinah ada beberapa orang yang tidak ikut melakukan perjalanan perang, juga tidak menyeberangi suatu lembah, namun mereka bersama kalian (dalam pahala). Padahal mereka tidak ikut berperang karena kedapatan uzur sakit.” (HR. Muslim no. 1911).
Dalam lafazh lain disebutkan,
إِلاَّ شَرِكُوكُمْ فِى الأَجْرِ
Melainkan mereka yang terhalang sakit akan dicatat ikut serta bersama kalian dalam pahala.”
Juga ada hadits dari Anas bin Malik,
عَنْ أَنَسٍ - رضى الله عنه - أَنَّ النَّبِىَّ - صلى الله عليه وسلم - كَانَ فِى غَزَاةٍ فَقَالَ « إِنَّ أَقْوَامًا بِالْمَدِينَةِ خَلْفَنَا ، مَا سَلَكْنَا شِعْبًا وَلاَ وَادِيًا إِلاَّ وَهُمْ مَعَنَا فِيهِ ، حَبَسَهُمُ الْعُذْرُ »
Dari Anas radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam suatu peperangan berkata, “Sesungguhnya ada beberapa orang di Madinah yang ditinggalkan tidak ikut peperangan. Namun mereka bersama kita ketika melewati suatu lereng dan lembah. Padahal mereka terhalang uzur sakit ketika itu.” (HR. Bukhari no. 2839).
Orang yang berniat melakukan amalan sholih namun terhalang melakukannya bisa kita bagi menjadi dua:
1- Amalan yang dilakukan sudah menjadi kebiasaan atau rutinitas (rajin untuk dijaga). Lalu amalan ini ditinggalkan karena ada uzur, maka orang seperti ini dicatat mendapat pahala amalan itu secara sempurna. Sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sabdakan,
إِذَا مَرِضَ الْعَبْدُ أَوْ سَافَرَ ، كُتِبَ لَهُ مِثْلُ مَا كَانَ يَعْمَلُ مُقِيمًا صَحِيحًا
Jika salah seorang sakit atau bersafar, maka ia dicatat mendapat pahala seperti ketika ia dalam keadaan mukim (tidak bersafar) atau ketika sehat.” (HR. Bukhari no. 2996).
Contoh dalam hal ini adalah orang yang sudah punya kebiasaan shalat jama’ah di masjid akan tetapi ia memiliki uzur atau halangan seperti karena tertidur atau sakit, maka ia dicatat mendapatkan pahala shalat berjama’ah secara sempurna dan tidak berkurang. Demikian contoh yang diutarakan Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin rahimahullah.
2- Jika amalan tersebut bukan menjadi kebiasaan, maka jika sudah berniat mengamalkannya namun terhalang, akan diperoleh pahala niatnya (saja). Dalilnya adalah seperti hadits yang kita bahas kali ini. Begitu pula hadits  mengenai seseorang yang  diberikan harta lantas ia gunakan dalam hal kebaikan, di mana ada seorang miskin yang berkeinginan yang sama jika ia diberi harta. Orang miskin ini berkata bahwa jika ia diberi harta seperti si fulan, maka ia akan beramal baik semisal dia. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
فَهُوَ بِنِيَّتِهِ فَأَجْرُهُمَا سَوَاءٌ
Ia sesuai niatannya dan akan sama dalam pahala niatnya.” (HR. Tirmidzi no. 2325. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).  (Lihat pembahasan Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin dalam Syarh Riyadhis Sholihin, 1: 36-37).
Beberapa faedah dari hadits di atas:
1- Orang yang pergi berjihad lebih utama dari orang yang sekedar duduk dan tidak pergi berjihad.
2- Orang yang buta, sakit dan pincang ada uzur untuk tidak pergi berjihad.
3- Orang yang punya uzur tidak pergi berjihad, maka ia akan mendapatkan pahala seperti orang yang berjihad, yaitu pahala dalam hal niat.
4- Hadits ini menunjukkan kasih sayang Allah dan Islam yang selalu membawa rahmat.
Semoga kajian di sore ini bermanfaat. Inilah beberapa faedah yang kami dapatkan dari salah satu hadits kitab Riyadhus Sholihin karya Imam Nawawi. Semoga manfaat.

Referensi:
Bahjatun Nazhirin Syarh Riyadhish Sholihin, Abu Usamah Salim bin ‘Ied Al Hilaliy, terbitan Dar Ibnul Jauzi, cetakan pertama, tahun 1430 H.
Syarh Riyadhish Sholihin, Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin, terbitan Madarul Wathon, cetakan tahun 1426 H.
---
@ Pesantren Darush Sholihin, Warak, Girisekar, Panggang, Gunungkidul, sore hari, 8 Sya’ban 1434 H


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

0 Komentar:

Post a Comment

Copyright © 2020.Junedi Ubaidilllah. Powered by Blogger.

Jumlah Pengunjung

Blog Archive

Anda Pengunjung Online

Followers