Setiap insan mengharapkan keberuntungan di dunia, terlebih lagi di akhirat. Setiap orang berusaha keras mencari jalan dan bekal menuju keberuntungan menurut ilmu dan pengetahuannya.Ada yang sampai kepada tujuan dan ada yang tersesat oleh kejahilan dan angan-angannya.
 
Jika anda bertanya, “Makanakah bekal dan jalan yang mengantarkan kita kepada keberuntungan?” Ini dapat dijawab dengan sebuah hadits yang shohih dari Abdullah bin Amer bin Al-Ash bahwa Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- bersabda,
 
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ أَسْلَمَ وَرُزِقَ كَفَافًا وَقَنَّعَهُ اللَّهُ بِمَا آتَاهُ
 
“Sungguh beruntunglah orang yang masuk Islam, diberikan rezki yang pas-pasan dan Allah memberikannya qona’ah (rasa cukup dan puas) terhadap sesuatu yang Allah berikan kepadanya”. [HR. Muslim dalam Shohih-nya (1054) dan At-Tirmidziy dalam Sunan-nya (2348)]
Tiga perkara ini merupakan keutamaan besar yang akan di dapatkan oleh seorang. Keutamaan besar yang menghimpun banyak kebaikan bagi hamba yang tersifati dengannya.
 
Al-Imam Abu Zakariyya An-Nawawiy -rahimahullah- berkata,
 
وَفِيهِ فَضِيلَة هَذِهِ الْأَوْصَاف ، وَقَدْ يُحْتَجّ بِهِ لِمَذْهَبِ مَنْ يَقُول : الْكَفَاف أَفْضَل مِنْ الْفَقْر وَمِنْ الْغِنَى
 
“Di dalamnya terdapat keutamaan sifat-sifat ini. Terkadang hadits ini dijadikan hujjah bagi madzhab (pendapat) orang yang berkata, “Kehidupan pas-pasan lebih afdhol (utama) dibandingkan kefaqiran dan kekayaan”. [Lihat Al-Minhaj (7/145-146)]
 
Bekal Pertama : Hidayah Islam
 
Sungguh keutamaan bagi seorang hamba jika ia diberi hidayah kepada Islam, diberikan harta yang pas-pasan, dan diberikan sifat qona’ah (merasa cukup) dengan pemberian Allah.
 
Bukankah sebuah keutamaan dan nikmat yang tak ternilai harganya jika seseorang ber-Islam. Dengan keislaman itu, ia diselamatkan dari api neraka yang menyala-nyala, diberikan petunjuk kepada jalan-jalan surga yang membuat Allah mencintai dirinya serta menyelamatkannya dari jalan-jalan keburukan yang membuat-Nya murka.
 
إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ وَمَا اخْتَلَفَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ إِلَّا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًا بَيْنَهُمْ وَمَنْ يَكْفُرْ بِآَيَاتِ اللَّهِ فَإِنَّ اللَّهَ سَرِيعُ الْحِسَابِ (19) فَإِنْ حَاجُّوكَ فَقُلْ أَسْلَمْتُ وَجْهِيَ لِلَّهِ وَمَنِ اتَّبَعَنِ وَقُلْ لِلَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ وَالْأُمِّيِّينَ أَأَسْلَمْتُمْ فَإِنْ أَسْلَمُوا فَقَدِ اهْتَدَوْا وَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّمَا عَلَيْكَ الْبَلَاغُ وَاللَّهُ بَصِيرٌ بِالْعِبَادِ (20) [آل عمران/19، 20]
 
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al-Kitab, kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah, maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya.  Kemudian jika mereka mendebat kamu (tentang kebenaran Islam), maka katakanlah, “Aku menyerahkan diriku kepada Allah dan (demikian pula) orang-orang yang mengikutiku”. Dan katakanlah kepada orang-orang yang telah diberi Al-Kitab dan kepada orang-orang yang ummi[1] , “Apakah kamu (mau) masuk Islam”. Jika mereka masuk islam, Sesungguhnya mereka telah mendapat petunjuk, dan jika mereka berpaling, maka kewajiban kamu hanyalah menyampaikan (ayat-ayat Allah). dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya”. (QS. Ali Imraan : 19-20)
 
Islam memberikan petunjuk yang sangat jelas tentang jalan yang terbaik menuju Allah, jalan yang lurus, singkat, cepat, selamat dan terang. Adapun agama-agama lain, seperti Yahudi, Nashrani (Kristen), Buddha, Hindu, Koghuchu, Sinto dan lainnya, maka semua itu adalah jalan-jalan yang menjerumuskan manusia ke dalam lembah Jahannam!!
 
Jika seorang hamba diberi hidayah memeluk Islam, maka hendaknya ia bersyukur kepada Allah dengan sungguh-sungguh, serta mempelajari dan mengamalkannya serta tidak menyia-nyiakannya. Sebab, ini adalah keberuntungan!!!
 
Dari Fadholah bin Ubaid bahwa Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- bersabda,
 
طُوبَى لِمَنْ هُدِيَ إِلَى الإِسْلاَمِ ، وَكَانَ عَيْشُهُ كَفَافًا وَقَنَعَ
 
“Keberuntungan bagi orang yang diberi hidayah (petunjuk) kepada Islam, kehidupannya pas-pasan dan qona’ah (merasa cukup dengan pemberian Allah)”. [HR. Ahmad dalam Al-Musnad (6/19), At-Tirmidziy (2349), Ibnu Hibban dalam shohih-nya (705), Ath-Thobroniy dalam Al-Mu'jam Al-Kabir (786), dan Al-Hakim dalam Al-Mustadrok (1/34-35)]
 
Bila memeluk Islam merupakan keberuntungan besar bagi seorang hamba, maka meninggalkan Islam merupakan kerugian besar bagi seorang hamba. Sebab, ia telah meluputkan dirinya dari surga dan segala kenikmatan di dalamnya. Sungguh ini merupakan sikap zhalim. Allah telah membimbingnya agar memeluk Isam, namun ia mengambil agama lain. Ingatlah jangan sampai kalian meninggalkan Islam, sebuah nikmat terbesar dari Allah!!
 
Allah -Azza wa Jalla- berfirman,
 
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآَخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ (85) كَيْفَ يَهْدِي اللَّهُ قَوْمًا كَفَرُوا بَعْدَ إِيمَانِهِمْ وَشَهِدُوا أَنَّ الرَّسُولَ حَقٌّ وَجَاءَهُمُ الْبَيِّنَاتُ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ  [آل عمران/85، 86]
 
“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) darinya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.  Bagaimana Allah akan menunjuki suatu kaum yang kafir sesudah mereka beriman, serta mereka telah mengakui bahwa Rasul itu (Muhammad) benar-benar rasul, dan keterangan-keteranganpun telah datang kepada mereka? Allah tidak menunjuki orang-orang yang zhalim”.  (QS. Ali Imraan : 85-86)
 
Allah -Tabaroka wa Ta’ala- berfirman,
 
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا [المائدة/3]
 
“Pada hari ini telah kusempurnakan untuk kalian agama kalian, dan telah Ku-cukupkan kepada kalian nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagi kalian”. (QS. Al Ma’idah: 3)
Al-Imam Abul Fida` Ibnu Katsir -rahimahullah- berkata dalam Tafsir Ibnu Katsir (2/14),
 
“Ini adalah karunia Allah -Ta’ala- yang paling besar terhadap umat ini, di saat Allah telah menyempurnakan agama bagi mereka, maka mereka pun tidak butuh lagi kepada agama yang lain dan tidak pula kepada nabi yang lain selain Nabi mereka -Shollallahu ‘alaihi wasallam-. Oleh karena itu, Allah menjadikan beliau sebagai penutup para nabi. Dia telah mengutus beliau kepada bangsa manusia dan jin. Jadi, tidak ada perkara yang halal, selain yang beliau halalkan dan tidak ada perkara yang haram selain yang dia haramkan, serta tidak ada ajaran agama selain yang dia syariatkan“.
 
Orang-orang yang menolak Islam yang merupakan agama para nabi dan rasul, maka ia termasuk golongan kaum yang zhalim. Lebih parah lagi, jika si penolak Islam menentang Islam dan menciptakan ajaran dan agama lain yang menandingi Islam, seperti yang dilakukan oleh Paulus saat ia menolak agama Nabi Isa, yaitu Islam yang mengajak kepada tauhid, maka Paulus menciptakan agama baru yang mengajak kepada kemusyrikan dengan paham “Trinitas”-nya.
 
Inilah yang diisyaratkan oleh Allah -Azza wa Jalla- berfirman,
 
وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَى عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ وَهُوَ يُدْعَى إِلَى الْإِسْلَامِ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ  [الصف/7]
 
“Dan siapakah yang lebih zhalim daripada orang yang mengada-adakan dusta terhadap Allah, sedang dia diajak kepada Islam? Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang zhalim“. (QS. Ash-Shaff : 7)
 
Ahli Kitab telah diajak kepada Islam, namun mereka menolaknya. Padahal Islam bagi mereka telah jelas di dalam Taurat dan Injil. Nabi Muhammad -Shallallahu alaihi wa sallam- sebagai pembawa risalah Islam juga telah dijelaskan dalam kitab-kitab mereka. Bahkan kampung kelahiran beliau, sifat-sifatnya, para sahabat beliau dan segala hal yang berkaitan dengan beliau -Shallallahu alaihi wa sallam-. Tapi begitulah, mereka tetap berpaling dari kebenaran Islam.
 
Al-Imam Ibrahim bin Umar Al-Biqo’iy -rahimahullah- berkata,
 
“Cukuplah dalam mengajak kepada Islam dengan sedikit peringatan. Karena, Islam merupakan pengakuan terhadap kebenaran bagi orang yang akan memeluknya. Namun ia (yakni, orang tersebut) mengganti sambutan dengan pengada-adaan kedustaan dalam momen yang indah itu”. [Lihat Nazh Ad-Duror (8/489) oleh Al-Biqo'iy]
 
Inilah keutamaan Islam. Barangsiapa yang memeluknya serta menjaganya dan mengamalkannya, maka sungguh ia akan beruntung di dunia dan akhirat, insya Allah.
 
Bekal Kedua : Rezki yang Pas-pasan
 
Para pembaca yang budiman, adapun bekal kedua yang harus diusahakan dan diperhatikan oleh seorang muslim adalah kehidupan yang ditopang dengan rezki yang halal yang pas-pasan.
 
Kehidupan dunia seringkali mempengaruhi kehidupan akhirat seseorang, bahkan mencelakakan dirinya saat ia melalaikan kehidupan dunianya. Oleh karena itu, Islam mengajarkan pemeluknya agar mencari rezki yang halal.
 
Hanya saja dalam mencari rezki yang halal harus memperhatikan sebuah perkara yang urgen dan pokok, yaitu harta yang ia usahakan tidaklah menyebabkan kerusakan dan kemerosotan ibadah serta ketaatannya kepada Tuhannya (Allah) -Azza wa Jalla-.
 
Jika anda melihat ada orang yang diberikan harta yang berlimpah, namun ia semakin hari semakin merosot dalam kebaikan dan ibadah, maka ketahuilah bahwa ia bukanlah orang beruntung dalam pandangan Allah -Tabaroka wa Ta’ala-, bahkan ia adalah orang merugi.
 
Demikian pula jika anda melihat ada orang yang diberi rezki yang sedikit dan tidak mencukupi, lalu semakin hari semakin merosot dalam ketaatan dan agama, maka ini pun tergolong orang yang merugi!!
 
Disini perlu anda catat dengan baik bahwa banyaknya harta bukanlah tanda kebahagiaan dan keberuntungan hakiki. Bahkan boleh jadi merupakan sebab ia akan dijerumuskan dalam keburukan sebagaimana yang sering kita lihat dalam kehidupan orang-orang yang diberi harta benda yang berlebihan. Harta benda yang banyak telah mencelakakan dirinya, sehingga ia pun semakin banyak durhaka, bermaksiat dan melakukan berbagai macam dosa!!
 
Hendaknya orang-orang yang diberi harta benda yang melimpah, waspada dengan harta itu, sebab jangan sampai harta itu membuatnya kikir, sibuk dengannya dari melakukan berbagai ketaatan kepada Allah. Dia harus waspada jangan sampai harta itu membuat waktunya dalam perkara sia-sia, bahkan dalam maksiat!!
 
Itulah rahasianya kenapa Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- menyatakan bahwa bahwa rezki yang pas-pasan sebagai tanda keberuntungan.
 
Sungguh sebuah nikmat besar di kala Allah memberikan kepada kita harta pas-pasan yang mencukupi ala kadar kehidupan kita. Hati akan lebih tenang, kondisi akan istiqomah, pikiran bersih dan perjalanan akan lurus.
 
Al-Imam Al-Munawiy -rahimahullah- berkata,
 
من تمام النعمة عليك أن يرزقك الله ما يكفيك ويمنعك ما يطغيك
 
“Diantara kesempurnaan nikmat atas dirimu, Allah memberikanmu rezki yang mencukupimu dan menghalangimu dari sesuatu membuatmu durhaka”. [Lihat Faidhul Qodir (4/276)]
Jadi, harta benda yang pas-pasan akan membuat seseorang mampu bersyukur dan terjaga dari merendahkan diri dengan meminta-minta kepada manusia.
 
Bekal Ketiga : Sifat Qona’ah
 
Bekal ketiga yang harus dijaga dan dimiliki seorang yang melakukan perjalan ukhrawi menuju Rabb-nya, Allah -Azza wa Jalla-, yaitu bekal qona’ah (القَنَاعَةُ).
 
Qona’ah adalah kondisi hati yang mengantarkan seseorang untuk senantiasa merasa cukup dan puas dengan segala pemberian dari Allah. Jika diberi banyak, maka ia menganggapnya cukup, bahkan lebih, sehingga ia pun melebihkan rasa syukurnya kepada Allah. Sebaliknya, bila ia diberi kurang dari itu, maka ia tetap bersyukur dan puas dengan pemberian Allah. Orang yang qona’ah hanyalah berbolak-balik diantara dua kebaikan. Bila ia diberi, maka ia bersyukur, dan bila ia tak diberi sesuai keinginannya, maka ia bersabar dan lisannya senantiasa memuji Allah serta hatinya yakin bahwa semua itu adalah ketetapan Allah yang terbaik untuknya. Dia tak pernah berburuk sangka kepada Allah, hatinya bersih dari hasad dan  raganya lepas dari perkara yang membuat Allah jadi murka.
 
Orang yang qona’ah (merasa cukup dengan pemberian Allah) akan menjadi orang lapang dan kaya hati serta jauh dari menginginkan harta benda yang ada di tangan manusia. Qona’ah itu sendiri laksana perbendaharaan harta yang tak pernah pupus. Itulah sebabnya, telah masyhur di lisan manusia sebuah ungkapan yang indah,
 
القَنَاعَةُ كَنْزٌ لاَ يَفْنَى
 
“Qona’ah adalah perbendaharaan harta yang tak pernah habis”.[2]
 
Qona’ah ibarat perbendaharaan yang seluas samudera yang menyimpan banyak hal. Sudah diketahui bersama bahwa harta benda yang banyak jika tidak diiringi oleh qona’ah, maka anda akan melihat seorang yang tamak akan berusaha keras dalam mengumpulkan harta, tanpa peduli dari arah manakah harta itu datang kepadanya. Dia akan memandang ribuan dinar di tangan adalah sedikit, sedang ia memandang ratusan dinar di tangan orang sebagai sesuatu yang banyak. Dia mengira bahwa menginfakkan sebagian hartanya akan mengurangi harta bendanya, walapun yang ia infakkan jumlahnya sedikit.
 
Adapun orang yang kaya hati karena sifat qona’ah yang ia miliki, maka ia berada dalam rasa aman dari segala goncangan dan pandangan-pandangan hasad. [Lihat Al-Mukhtarot As-Salafiyyah 'an Al-Ahadits An-Nabawiyyah (hal. 15)]
 
Barangsiapa yang qona’ah, maka ia kaya, walaupun ia faqir. Barangsiapa yang yang tak memiliki qona’ah, maka ia hakikatnya adalah faqir, walau hartanya melimpah ruah. Sebab, hatinya akan selalu haus, bagaikan musafir di tengah padang pasir yang gersang!!
 
Orang-orang yang terhiasi dengan qona’ah akan terjaga harga dirinya dari pelecehan dan perendahan manusia. Oleh karena  itu, ada sebuah pepetah yang berbunyi,
 
الرضا بالكفاف يؤدي إلى العفاف ومن رضي بالمقدور قنع بالميسور
 
“Ridho terhadap harta yang pas-pasan akan mengantarkan kepada kesucian diri. Barangsiapa yang ridho dengan takdir, maka ia akan ridho dengan sesuatu sedikit”.
 
Sesuatu yang diusahakan bila disyukuri, maka akan melahirkan kesyukuran dan keyakinan yang kuat bahwa semua itu kembali kepada Allah -Azza wa Jalla- sebagai pemilik dan pengatur makhluk. Sebab, terkadang seorang hamba di datangi oleh dunia dalam keadaan ia lemah. Demikian pula seorang hamba terkadang dilanda musibah dan tak mampu membendungnya. Padahal ia mampu dan kuat. Jika seseorang memutuskan harapannya dari harta benda yang luput, maka badannya dan hatinya akan lapang. Sedang kelapangan itu tentunya terdapat dalam rasa ridho seorang hamba terhadap ketentuan dan pembagian Allah, setelah ia berusaha dengan sungguh-sungguh!!
 
Seorang yang bijak dari kalangan bangsa Arab dikenal dengan nama “Aktam bin Shoifiy Al-Asidiy” berkata,
 
من باع الحرص بالقناعة ظفر بالغنى والثروة ولو صدق الحريص نفسه واستنصح عقله علم أن من تمام السعادة وحسن التوفيق الرضا بالقضاء والقناعة بالقسم
 
“Barangsiapa yang menjual (mengganti) ketamakannya dengan qona’ah (merasa cukup dengan pemberian Allah), maka ia akan meraih kekayaan dan kecukupan. Andaikan orang yang tamak bersikap jujur kepada dirinya, dan meminta nasihat kepada akal pikirannya, maka ia akan mengetahui bahwa diantara kesempurnaan rasa bahagia seseorang dan baiknya taufiq adalah ridho dengan ketentuan Allah dan qona’ah (merasa cukup) dengan pemberian (dari Allah)”. [Lihat Faidhul Qodir Syarh Al-Jami' Ash-Shoghir (1/224)]
Kelapangan dan kekayaan hati tidaklah diukur dari banyak tidaknya harta seseorang, atau ada tidaknya hal itu. Tapi yang terpenting bahwa ia menyadari bahwa semua itu sudah terbagi, sehingga ia pun tidak bersedih dengan harta yang hilang dan luput. Tak sedih karena ia hanya mendapatkan sesuatu sedikit atau nihil.
 
Ali bin Sulthon Al-Qori -rahimahullah- berkata,
 
ومن كان له قلب قانع بالقوت وراض بعطية مالك الملك والملكوت فهو غني بقلبه مستغن عن الغير بربه سواء يكون في يده مال أو لا إذ لا يطلب الزيادة على القوت ولا يتعب نفسه في طلب الدنيا إلى أن يموت بل يستعين بالقليل من الدنيا لتحصيل الثواب الجميل في العقبى والثناء الجزيل من المولى رزقنا الله المقام الأعلى
 
“Barangsiapa yang memiliki hati yang qona’ah (puas) dengan makanan seadanya dan ridho dengan pemberian Pemilik kerajaan (yakni, Allah), maka ia akan menjadi kaya dengan hatinya dan tak butuh kepada yang lain, tapi merasa cukup dengan Robb-nya (yakni, Allah), baik ada harta di tangannya atau tidak. Sebab, ia tidak meminta sesuatu yang melebihi bahan pokoknya dan tidak melelahkan dirinya dalam mencari dunia sampai ia mati. Bahkan ia mencari pertolongan dengan sesuatu yang sedikit dari dunia demi meraih pahala indah di kampung akhirat dan pujian banyak dari Al-Maula (yakni, Allah). Semoga Allah memberikan kita kedudukan yang tinggi”. [Lihat Mirqoh Al-Mafatih (15/61)]
 
Demikianlah tiga bekal yang harus dimiliki seorang saat ingin meraih kebahagian dua alam : dunia dan akhirat. Washollallahu ala nabiyyina wa alihi wa shohbih.[3]
 
Catatan kaki:
[1] Ummi artinya ialah orang yang tidak tahu tulis baca. Menurut sebagian ahli tafsir yang dimaksud dengan ummi ialah orang musyrik Arab yang tidak tahu tulis baca. menurut sebagian yang lain ialah orang-orang yang tidak diberi Al Kitab.
[2] Ungkapan ini diriwayatkan secara marfu’ oleh Al-Imam Al-Baihaqiy dalam Az-Zuhdu Al-Kabir (1/88/no. 104). Namun  di dalam sanadnya terdapat rawi lemah, bahkan pendusta biasa meriwayatkan hadits-hadits palsu dari orang-orang yang lemah. Rawi itu adalah Abdullah bin Ibrahim Al-Ghifariy. [Lihat Tahdzib At-Tahdzib (5/138)]
[3] Tulisan ini rampung 19 sya’ban 1434 H di rumah kami, gowa. Semoga Allah memberkahinya dan penghuninya. amin
 


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

0 Komentar:

Post a Comment

Copyright © 2020.Junedi Ubaidilllah. Powered by Blogger.

Jumlah Pengunjung

Blog Archive

Anda Pengunjung Online

Followers