Sesungguhnya Allah menciptakan makhlukNya tak lain untuk diberikan ujian dan cobaan, agar semakin berkualitas diri kita. Kualitas itu berupa kemampuan bersyukur ketika mengalami kesenangan dan bersabar disaat mengalami kesedihan.  Ini semua tidak akan terjadi jika Allah tidak membolak balikkan keadaan hambaNya sehingga nyata kesungguhan ketaatan kita kepada Allah.

Maka sesungguhnya beruntunglah kita sebagai orang yang beriman karena segalanya baik bagi dirinya. Sebagaimana Firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala. 'Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman.' (QS. al-Mu'minuun :1)

Keberuntungan seorang mukmin adalah cara bersikap, berpikir dan merasa bahwa semua yang terjadi dalam hidup ini adalah kebaikan bagi dirinya yang diberikan kepada Allah.  Yaitu kemampuan bersyukur dan bersabar dalam menghadapi suka dan duka, kebahagiaan dan penderitaan. Semuanya terasa indah dan membawa kebaikan bagi dirinya.

'Sungguh mengagumkan seorang mukmin, segala urusan baik baginya dan itu tidak terjadi kepada siapapun kecuali seorang mukmin. Jika dia mengalami kesenangan, dia bersyukur maka itu menjadi baik baginya dan jika dia terkena kesedihan, dia bersabar maka itu juga baik baginya.' (HR. Muslim)
http://tentarakecilku.blogspot.com/

Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
Oleh:Syaikh Abdul Adhim Badawi

وَما كانَ لِمُؤمِنٍ وَلا مُؤمِنَةٍ إِذا قَضَى اللَّهُ وَرَسولُهُ أَمرًا أَن يَكونَ لَهُمُ الخِيَرَةُ مِن أَمرِهِم ۗ وَمَن يَعصِ اللَّهَ وَرَسولَهُ فَقَد ضَلَّ ضَلٰلًا مُبينًا 

Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu’min dan tidak (pula) bagi per­em­puan yang mu’min, apabila Allah dan Rasul­Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) ten­tang urusan mereka. Dan barang­siapa men­dur­hakai Allah dan Rasul­Nya maka sung­guh­lah dia telah sesat, sesat yang nyata” [Al-Ahzab : 36]
Dari fenomena yang tam­pak pada saat ini, (kita menyak­sikan) khutbah-khutbah, nasehat-nasehat, pelajaran-pelajaran banyak sekali, melebihi pada zaman para sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, tabi’in (orang-orang yang ber­guru kepada para sahabat) serta tabiut tabiin (orang-orang yang ber­guru kepada tabi’in). Namun ber­samaan itu pula, amal per­buatan sedikit. Sering kali kita men­dengarkan (per­in­tah Allah dan Rasul­Nya) namun, sering juga kita tidak melihat ketaatan, dan sering kali kita meng­etahuinya, namun sering­kali juga kita tidak mengamalkan.
Inilah per­bedaan antara kita dan sahabat-sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tabiin dan tabiut tabiin yang mereka itu hidup pada masa yang mulia. Sung­guh pada masa mereka nasehat-nasehat, khutbah-khutbah dan pelajaran-pelajaran sedikit, hingga ber­kata salah seorang sahabat.
” Adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tat­kala mem­berikan nasehat men­cari keadaan dimana kita giat, lan­taran khawatir kita bosan” [Mut­tafaqun Alaihi]
Di zaman para sahabat dahulu sedikit per­kataan tetapi banyak per­buatan, mereka meng­etahui bahwa apa yang mereka dengar dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam wajib diamalkan, seba­gaimana keadaan ten­tara yang wajib melak­sanakan komando atasan­nya di medan per­tem­puran, dan kalau tidak dilak­sanakan kekalahan serta kehinaanlah yang akan dialami.


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
read more
Pertanyaan.
Syaikh Shalih bin Abdul Aziz Ali Syaikh ditanya, “Saya seorang yang mempunyai keinginan untuk menuntut ilmu dan ingin memberi manfaat kepada orang lain. Akan tetapi problem yang dihadapi adalah selalu lupa dan tidak teringat sedikitpun dalam pikiran saya akan ilmu yang saya dengar. Apakah nasehat Syaikh kepada saya ? Semoga subhanahu wa ta’ala membalas kebaikan antum ya Syaikh.


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
read more
Pertanyaan:
Apa yang harus kami lakukan terhadap daging yang diberikan kepada kami, tetapi kami tidak tahu apakah daging itu disembelih dengan nama Allah atau tidak?

Jawaban:
Aisyah pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sesungguhnya orang-orang memberikan daging kepadaku, yang kami tidak tahu apakah dia disembelih dengan menyebut nama Allah atau tidak.”
فَقَالَ: سَمُّوْا أَنْتُمْ وَكُلُوْا
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Sebutlah nama Allah dan makanlah!” (HR. al-Bukhari).
(*) Catatan:
- Bawang merah dan bawang putih halal dimakan, tetapi menjadi makruh untuk dimakan disebabkan karena baunya. Akan tetapi, jika sudah dimasak dan baunya hilang, maka hukumnya kembali kepada hukum asal. Demikian juga dengan biawak, ia termasuk binatang yang halal dimakan. Hanya saja, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memakannya karena beliau tidak suka.
- Mentega, keju, dan keledai hutan juga halal dimakan, karena termasuk makanan yang baik, sebagaimana firman Allah, yang artinya, “...Dan Allah menghalalkan bagi mereka segala sesuatu yang baik dan mengharamkan segala sesuatu yang jelek atas mereka.”
- Adapun tentang hiena dan serigala, jumhur ulama berpendapat bahwa dia haram dimakan, karena termasuk binatang yang bertaring. Namun Imam Syafi’i mangatakan bahwa serigala halal untuk dimakan.
- Adapun tentang binatang yang belum diketahui penyembelhannya, apakah disembelih dengan menyebut nama Allah atau tidak, maka hendaklah ketika seseorang memakannya, dia terlebih dahulu membaca basmalah.
Sumber: Fatawa Rasulullah: Anda Bertanya Rasulullah Menjawab, Tahqiq dan Ta’liq oleh Syaikh Qasim ar-Rifa’i, Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Pustaka As-Sunnah, Cetakan Ke-1, 2008.
(Dengan penataan bahasa oleh www.konsultasisyariah.com)


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
عَنِ ابْنِ الْمُنْكَدِرِ ، أَنَّ سَفِينَةَ مَوْلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَخْطَأَ الْجَيْشَ بِأَرْضِ الرُّومِ ، أَوْ أُسِرَ فِي أَرْضِ الرُّومِ ، فَانْطَلَقَ هَارِبًا يَلْتَمِسُ الْجَيْشَ ، فَإِذَا هُوَ بِالأَسَدِ ، فَقَالَ لَهُ : أَبَا الْحَارِثِ ، إِنِّي مَوْلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ مِنْ أَمْرِي كَيْتَ وَكَيْتَ ، فَأَقْبَلَ الأَسَدُ لَهُ بَصْبَصَةٌ حَتَّى قَامَ إِلَى جَنْبِهِ كُلَّمَا سَمِعَ صَوْتًا ، أَهْوَى إِلَيْهِ ، ثُمَّ أَقْبَلَ يَمْشِي إِلَى جَنْبِهِ ، فَلَمْ يَزَلْ كَذَلِكَ حَتَّى بَلَغَ الْجَيْشَ ، ثُمَّ رَجَعَ الأَسَدُ
Dari Ibnu al Munkadir, sesungguhnya Safinah-bekas budak Rasulullah-kehilangan jejak rombongan pasukannya ketika berada di negeri Romawi atau beliau tertawan di negeri Romawi lalu beliau kabur mencari rombongan pasukan tersebut. Tiba-tiba beliau bertemu dengan seekor singa. Beliau berkata kepada sang singa, “Wahai singa-dalam bahasa Arab singa disebut juga Abul Harits-, aku adalah bekas budak Rasulullah. Aku sedang mengalami kondisi demikian dan demikian. Sang singa pun mendekati Safinah sambil mengibas-ibaskan ekornya. Akhirnya sang singa berdiri di samping Safinah. Setiap kali mendengar suara, singa tersebut mendekat. Akhirnya singa tersebut berjalan bersebelahan dengan Safinah sampai berjumpa dengan rombongan pasukan. Setelah itu, sang singa pun kembali ke tempatnya [Syarh Sunnah karya al Baghawi jilid 13 hal 313 no hadits 3732].
Syaikh Syu’aib al Arnauth mengatakan, “Para perawinya adalah para perawi yang tsiqah (kredibel) akan tetapi Ibnul Munkadir tidaklah mendengar (riwayat) dari Safinah. Riwayat ini juga terdapat dalam al Mushannaf no 20544. Redaksi semisal juga diriwayatkan oleh al Hakim 3/606, dinilai shahih oleh al Hakim dan penilaian al Hakim disetujui oleh Dzahabi. Hadits ini juga disebutkan oleh Suyuthi dalam al Khashaish. Suyuthi mengatakan bahwa hadits ini juga diriwayatkan oleh Ibnu Saad, Abu Ya’la, al Bazzar, Ibnu Mandah, al Baihaqi dan Abu Nu’aim” [Syarh al Sunnah karya al Husain bin Mas’ud al Baghawi tahqiq Syu’aib al Arnauth jilid 13 hal 313, terbitan al Maktab al Islamy Beirut, cetakan kedua 1403 H].
Al Albani mengatakan, “Al Hakim dalam 3/606 juga meriwayatkan dengan redaksi yang semisal. Al Hakim mengatakan, “Shahih menurut kriteria Muslim”. Penilaian dari al Hakim ini juga disetujui oleh Dzahabi dan benarlah apa yang dikatakan oleh keduanya” [Misykah al Mashabih karya Muhammad bin Abdullah al Khatib al Tibrizi tahqiq al Albani jilid 3 hal 1676 no hadits 5949, terbitan al Maktab al Islamy, cetakan kedua tahun 1399].
Hadits di atas menceritakan sebuah kejadian yang dialami oleh Safinah-dalam bahasa Arab bermakna perahu-yang merupakan gelaran untuk seorang bernama Mahran, kun-yahnya adalah Abu Abdurrahman.
Dari Sa’id bin Jumhan dari Safinah, Ummu Salamah membeliku lalu membebaskan diriku dari perbudakan. Aku membuat perjanjian dengan Ummu Salamah bahwa aku mau merdeka asalkan aku tetap diperbolehkan untuk melayani Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam selama aku masih hidup. Aku katakan, “Aku tidak ingin berpisah dengan Nabi selama aku masih hidup” [Shifah al Shofwah karya Ibnul Jauzi jilid 1 hal 671, terbitan Dar Al Ma’rifah Beirut, cetakan ketiga 1405 H].


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
read more
Nukilan dari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berikut memberikan kita pelajaran agar tidak berlaku ujub. Sifat ujub membuat amalan yang kita lakukan seakan-akan sirna. Akibat itu, neraka pun yang bisa jadi ancaman. Sehingga beramal baik pun selamanya tidak berujung baik. Bisa jadi ujungnya adalah seperti ini karena rasa ujub dalam diri.
Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata:
Sebagian ulama salaf, di antaranya Sa’id bin Jubair berkata,
إنَّ الْعَبْدَ لَيَعْمَلُ الْحَسَنَةَ فَيَدْخُلُ بِهَا النَّارَ وَإِنَّ الْعَبْدَ لَيَعْمَلُ السَّيِّئَةَ فَيَدْخُلُ بِهَا الْجَنَّةَ يَعْمَلُ الْحَسَنَةَ فَيُعْجَبُ بِهَا وَيَفْتَخِرُ بِهَا حَتَّى تُدْخِلَهُ النَّارَ وَيَعْمَلُ السَّيِّئَةَ فَلَا يَزَالُ خَوْفُهُ مِنْهَا وَتَوْبَتُهُ مِنْهَا حَتَّى تُدْخِلَهُ الْجَنَّةَ
Sesungguhnya ada seorang hamba yang beramal kebaikan malah ia masuk neraka. Sebaliknya ada pula yang beramal kejelekan malah ia masuk surga. Yang beramal kebaikan tersebut, ia merasa ujub (bangga dengan amalnya), lantas ia pun berbangga diri, itulah yang mengakibatkan ia masuk neraka. Ada pula yang beramal kejelekan, namun ia senantiasa takut (akan adzab Allah) dan ia iringi dengan taubat, itulah yang membuatnya masuk surga.

Sumber: Majmu’ Al Fatawa, Ibnu Taimiyah, Darul Wafa', 10/294
Semoga jadi pelajaran berharga di pagi ini. Semoga Allah melindungi kita dari sifat ujub dalam beramal. Terhadap dosa, moga-moga Allah menerima taubat kita dengan kita isi hari-hari yang ada dengan amalan sholih.


www.rumaysho.com

Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
Segalah puji hanyalah milik Allah yang telah mendorong hamba-hamba-Nya agar berderma dan berinfak. Yang telah menjamin bagi mereka segala kebutuhan mereka berupa harta dan rezeki.
Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada hamba yang kedermawanan dan kebaikannya terpancar ke segala penjuru alam, demikian pula atas keluarga, shahabat dan orang yang mengikuti beliau dengan baik sampai hari pertemuan kelak.
Saudaraku seislam, telah shahih dari Nabi Shalallahu’alaihi wa Sallam bahwa beliau bersabda:
لاَ تَزُوْلُ قَدَمَا ابْنِ آدَمَ يَوْمَ القِيَامَةِ حَتىَّ يُسْأَلَ عَنْ خَمْسٍ: عَنْ عُمُرِهِ فِيْمَ أَفْنَاهُ، وَعَنْ شَبَابِهِ فِيْمَ أَبْلاَهُ، وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيْمَ أَنْفَقَهُ؟ وَمَاذَا عَمِلَ فِيْمَ عَلِمَ
“Tidak akan bergeser tapak kaki seorang bani Adam pada hari kiamat nanti hingga ditanya tentang lima perkara: Tentang umurnya untuk apa ia habiskan. Tentang masa mudanya untuk apa ia gunakan. Tentang hartanya dari mana ia peroleh dan kemana ia belanjakan. Dan tentang apa yang telah ia amalkan dari ilmunya.” (HR. At-Tirmidzi dan dihasankan oleh Al-Albani).
Sudahkah kita menghisab diri kita -wahai saudaraku seislam- tentang harta kita? Darimanakah kita memperolehnya? Kemanakah telah kita belanjakan? Apakah kita memperolehnya dengan cara yang halal dan kita belanjakan pada perkara yang halal pula? Ataukah kita memperolehnya dengan cara yang haram dan kita belanjakan kepada perkara yang haram?
Ketahuilah wahai saudaraku seislam, sesungguhnya harta bisa menjadi sebab yang mengantarkan kita ke surga dan bisa juga menjadi sebab yang mengantarkan diri kita ke neraka. Barangsiapa menggunakan hartanya untuk mentaati Allah dan membelanjakannya kepada jalan-jalan kebaikan maka harta itu menjadi sebab yang mengantarkan kita kepada ridha Allah dan kemenangan berupa surga. Dan barangsiapa menggunakan hartanya untuk mendurhakai Allah, membelanjakannya untuk mengejar syahwat yang diharamkan dan melalaikannya dari ketaatan kepada Allah, maka harta itu menjadi sebab turunnya kemarahan Allah atasnya dan ia berhak mendapat siksa yang pedih.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
read more
Al-Ustadz Hammad Abu Muawiah

Dari Abu Said Al-Khudri dan dari Abu Hurairah radhiallahu anhuma dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda:
مَا يُصِيبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلَا وَصَبٍ وَلَا هَمٍّ وَلَا حُزْنٍ وَلَا أَذًى وَلَا غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلَّا كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ
“Tidaklah seorang muslim tertimpa suatu kelelahan, atau penyakit, atau kehawatiran, atau kesedihan, atau gangguan, bahkan duri yang melukainya melainkan Allah akan menghapus kesalahan-kesalahannya karenanya.” (HR. Al-Bukhari no. 5642 dan Muslim no. 2573)
Dari Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu dia berkata: Aku pernah menjenguk Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ketika sakit, sepertinya beliau sedang merasakan rasa sakit yang parah. Maka aku berkata:
إِنَّكَ لَتُوعَكُ وَعْكًا شَدِيدًا قُلْتُ إِنَّ ذَاكَ بِأَنَّ لَكَ أَجْرَيْنِ قَالَ أَجَلْ مَا مِنْ مُسْلِمٍ يُصِيبُهُ أَذًى إِلَّا حَاتَّ اللَّهُ عَنْهُ خَطَايَاهُ كَمَا تَحَاتُّ وَرَقُ الشَّجَرِ
“Sepertinya anda sedang merasakan rasa sakit yang amat berat, oleh karena itukah anda mendapatkan pahala dua kali lipat.” Beliau menjawab, “Benar, tidaklah seorang muslim yang terkena gangguan melainkan Allah akan menggugurkan kesalahan-kesalahannya sebagaimana gugurnya daun-daun di pepohonan.” (HR. Al-Bukhari no. 5647 dan Muslim no. 2571)
Dari Jabir bin Abdullah radhiallahu anhuma bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam datang berkunjung ke rumah Ummu Sa`ib atau Ummu Musayyab, maka beliau bertanya:
مَا لَكِ يَا أُمَّ السَّائِبِ أَوْ يَا أُمَّ الْمُسَيَّبِ تُزَفْزِفِينَ قَالَتْ الْحُمَّى لَا بَارَكَ اللَّهُ فِيهَا فَقَالَ لَا تَسُبِّي الْحُمَّى فَإِنَّهَا تُذْهِبُ خَطَايَا بَنِي آدَمَ كَمَا يُذْهِبُ الْكِيرُ خَبَثَ الْحَدِيدِ
“Ada apa denganmua wahai Ummu Sa`ib -atau Ummu Musayyab- sampai menggigil begitu?” Dia menjawab, “Demam! Semoga Allah tidak memberkahinya.” Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Janganlah kamu mencela penyakit demam, karena dia dapat menghilangkan kesalahan (dosa-dosa) anak Adam, seperti halnya kir (alat peniup atau penyala api) membersihkan karat-karat besi.” (HR. Muslim no. 4575)

Penjelasan ringkas:



Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
read more
Ustadz Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar as-Sidawi


Kopi dan Luwak
Beberapa waktu yang lalu, media massa ramai membicarakan hukum “kopi luwak”, apakah halal ataukah haram. Pasalnya, kopi antik asal Indonesia yang terkenal sangat ma­hal tersebut*) ternyata dalam proses pembuatannya menggunakan bantuan luwak (sejenis musanglParadoxurus hermaphrodites). Di antara proses produksinya ; sekumpulan luwak dipersilakan makan buah kopi matang lalu kopi yang keluar bersama kotoran luwak tersebut dibersihkan dan diproses hingga menjadi bubuk kopi siap saji.
Nah, apakah karena prosesnya yang seperti itu menjadikan kopi jenis ini najis dan haram?!! MUI telah mempelajari dan menyelidiki masalah ini lalu menyimpulkannya ha­lal.**) Hanya, masih ada sebagian orang mempertanyakan tentang kebenaran fatwa MUI tersebut. Oleh karena itu, kami memandang perlu untuk menulis pembahasan ini sebagai keterangan bagi kaum muslimin semuanya. Semoga bermanfaat.
HUKUM KOPI
Ketahuilah wahai saudaraku seiman — semo­ga Allah Ta’ala merahmatimu—bahwa asal hukum segala jenis makanan baik dari hewan, tumbu­han, laut maupun daratan adalah halal sampai ada dalil yang mengharamkannya[1].
Allah Ta’ala berfirman :
Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi. (QS. al-Baqoroh [2]: 168)


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
read more
Sebaris kisah ini dapat menjadi inspirasi bagi seorang istri yang ingin menjadi perhiasan terindah dunia dan bidadarinya akhirat  yaitu wanita shalihah. Semoga melalui kisah ini dapat menjadi inspirasi bagi seseorang yang mendambakan keluarga sakinah mawadah wa rahmah yang diridhai oleh Allah  ‘Azza wa jalla
Ia menceritakan pengalamannya: “Ketika aku menikahi Zainab binti Hudair aku berkata dalam hati: Aku telah menikah dengan seorang wanita Arab yang paling keras dan paling kaku tabiatnya. Aku teringat tabiat wanita-wanita bani Tamim dan kerasnya hati mereka. Aku berkeinginan untuk menceraikannya. Kemudian aku berkata (dalam hati): “Aku pergauli dulu (yaitu menikah dan berhubungan dengannya), jika aku dapati apa yang aku suka, aku tahan ia. Dan jika tidak, aku ceraikan ia.”
Kemudian datanglah wanita-wanita bani Tamim mengantarkannya. Dan setelah ditempatkan dalam rumah, aku berkata: “Wahai fulanah, sesungguhnya menurut sunnah apabila seorang wanita masuk menemui suaminya hendaklah si suami shalat dua rakaat dan si istri juga shalat dua rakaat.”
Akupun bangkit mengerjakan shalat kemudian aku menoleh ke belakang ternyata ia ikut shalat di belakangku. Seusai shalat para budak-budak wanita pengiringnya datang dan mengambil pakaianku dan memakaikan padaku pakaian tidur yang telah dicelup dengan za’faran.
Dan tatkala rumah sudah kosong, aku mendekatinya dan aku ulurkan tanganku kepadanya. Ia berkata: “Tahan dulu (sabar dulu).”
Aku berkata dalam hati: “Satu malapetaka telah menimpa diriku.” (yakni musibah telah menimpa dirinya)
Lalu ia memuji Allah kemudian memanjatkan shalawat atas Nabi r lalu berkata: “Aku adalah seorang wanita Arab. Demi Allah, aku tidak pernah melangkah kecuali kepada perkara yang diridhai Allah. Dan engkau adalah lelaki asing, aku tidak mengenali perilakumu (yakni aku belum mengenal tabiatmu).
Beritahulah kepadaku apa saja yang engkau suka hingga aku akan melakukannya dan apa saja yang engkau benci hingga aku bisa menghindarinya.”
Aku berkata kepadanya: “Aku suka begini dan begini (Syuraih menyebutkan satu persatu perkataan, perbuatan, makanan dan segala sesuatu yang disukainya) dan aku benci begini dan begini (Syuraih menyebutkan semua perkara yang ia benci).”
Ia berkata lagi: “Beritahukan kepadaku siapa saja anggota keluargaku yang engkau suka bila ia mengunjungimu?”
Aku (Syuraih) berkata: “Aku adalah seorang qadhi, aku tidak suka mereka (anggota keluargamu) membuatku bosan.”
Maka akupun melewati malam yang paling indah, dan aku tidur tiga malam bersamanya. Kemudian aku keluar menuju majelis qadha’, dan aku tidak melewati satu hari melainkan hari itu lebih baik daripada hari sebelumnya.
Tibalah waktu kunjungan mertua.
Yaitu genap satu tahun (setelah berumah tangga).
Aku masuk ke dalam rumahku. Aku dapati seorang wanita tua sedang menyuruh dan melarang.
Aku bertanya: “Hai Zainab, siapakah wanita ini?”
Istriku menjawab: “Ia adalah ibuku.”
“Marhaban”, sahutku.
Ia (ibu mertua) berkata: “Bagaimana keadaanmu hai Abu Umayyah?”
Alhamdulillah baik-baik saja”, jawabku.
“Bagaimana keadaan istrimu?” Tanyanya.
Aku menjawab: “Istri yang paling baik dan teman yang paling cocok. Ia mendidik dengan baik dan membimbing adab dengan baik pula.”
Ia berkata: “Sesungguhnya seorang wanita tidak akan terlihat dalam kondisi yang paling buruk tabiatnya kecuali pada dua keadaan: Apabila sudah punya kedudukan di sisi suaminya dan apabila telah melahirkan anak. Apabila engkau melihat sesuatu yang tak mengenakkan padanya pukul saja. Karena, tidaklah kaum lelaki memperoleh sesuatu yang lebih buruk dalam rumahnya selain wanita warhaa’ (yaitu wanita yang tidak punya kepandaian dalam melakukan tugasnya).
Syuraih berkata: “Ibu mertuaku datang setiap tahun sekali kemudian ia pergi sesudah bertanya kepadaku tentang apa yang engkau sukai dari kunjungan keluarga istrimu ke rumahmu?”
Aku menjawab pertanyaannya: “Sekehendak mereka!” Yaitu sesuka mereka saja.
Aku hidup bersamanya selama dua puluh tahun, aku tidak pernah sekalipun mencelanya dan aku tidak pernah marah terhadapnya.”
Dikutip dari buku,”  Agar Suami Cemburu Padamu”
Buku ini bisa menjadi bekal bagi seorang istri untuk menjadi wanita perhiasan dunia dan bidadarinya akhirat. Pembahasannya yang akurat dan sesuai dengan hadits-hadits Rasulullah dapat menjadi kesan tersendiri bagi pembaca.

Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
Ibnu Taimiyah rahimahullah memberikan pelajaran berharga mengenai bagaimana seharusnya kita menghormati dan memuliakan para ulama. Betapa banyak orang yang berlebih-lebihan terhadap mereka, sampai dianggap sakti luar biasa atau tidak luput dari kesalahan. Tidak sedikit pula yang melecehkan mereka. Berikut adalah penjelasan beliau yang moga-moga bisa kita renungkan dan pahami bersama.
Abul ‘Abbas Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,
“Wajib bagi setiap muslim setelah ia loyal pada Allah dan Rasul-Nya serta pada orang-orang beriman (sebagaimana diwajibkan dalam Al Qur'an), maka sudah seharusnya mereka juga loyal (menghormati) para ulama. Para ulama adalah pewaris para Nabi yang memberikan cahaya (ilmu) di kegelapan darat dan laut. Kaum muslimin telah sepakat atas keberadaan para ulama di atas hidayah. Namun setiap umat sebelum diutsnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ulama mereka adalah sejelek-jelek orang kala itu. Hal ini berbeda dengan kaum muslimin. Ulama kaum muslimin adalah orang-orang pilihan. Mereka, para ulama adalah khalifah penerus Rasul di umatnya. Merekalah yang menghidupkan sunnah Rasul yang telah mati. Merekalah yang menegakkan dan menyuarakan Kitab Allah.
Ketahuilah bahwa tidak ada satu pun dari para ulama yang diterima (secara umum) di tengah-tengah ummat yang dengan sengaja menyelisihi (baik secara detail dan jelas) satu saja dari sunnah (ajaran) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka (para ulama) telah sepakat (ijma’) untuk mengikuti ajaran Rasul. Setiap orang boleh diambil pendapatnya dan ditinggalkan kecuali Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Namun patut diingat, jika didapati salah satu dari para ulama memiliki pendapat padahal telah ada hadits shahih yang menyelisihi pendapat ulama tersebut, maka sudah seharusnya kita memberi udzur pada mereka (para ulama) mengapa mereka bisa meninggalkan hadits shahih tersebut.
Sumber: Majmu’ Al Fatawa, Ibnu Taimiyah, Darul Wafa’, 20/231-232
Sikap yang benar dalam menyikapi para ulama adalah sikap pertengahan, artinya tidak berlebihan (ghuluw) dalam mengagungkan mereka sehingga dikultuskan dan menganggap bahwa beliau tidak pantas salah, dan juga tidak bersikap melecehkan.
Semoga jadi pelajaran berharga di malam ini. Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat.
www.rumaysho.com

Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
Pertanyaan:
Bolehkah beberapa orang di antara kami melakukan patungan untuk berqurban?

Jawaban:
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memerintahkan tujuh shahabatnya, supaya masing-masing dari mereka mengeluarkan satu dirham, lalu dibelikan seekor binatang qurban. Lalu, mereka berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya ini mahal bagi kami.”
فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنَّ أَفْضَلَ الضَّحَايَا أَغْلاَهَا وَأَسْمَنَهَا
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya qurban yang paling utama adalah yang paling mahal dan paling gemuk.”
Lalu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan (untuk menyembelih hewan sembelihan tersebut). Satu orang memegang kakinya, seorang lagi mengambil kakinya, seorang lagi memegang tangannya, seorang lagi memegang tangannya, satu lagi memegang tanduknya, yang lain memegang tanduknya, kemudian yang seorang lagi menyembelihnya, lalu mereka bertakbir bersama-sama. (HR. Ahmad)
Pada riwayat lain disebutkan ada seorang laki-laki bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Saya harus menyembelih badanah (unta/sapi), dan saya mampu (membelinya), tetapi saya tidak mendapatkannya. Maka, apakah saya harus membelinya?”
فَأَفْتَاهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَبْتَاعَ سَبْعَ شِيَاهٍ فَيَذْبَحَهُنَّ
“Maka, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkannya untuk membeli tujuh ekor kambing dan menyemblihnya.” (HR. Ahmad).
Sumber: Fatawa Rasulullah: Anda Bertanya Rasulullah Menjawab, Tahqiq dan Ta’liq oleh Syaikh Qasim ar-Rifa’i, Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Pustaka As-Sunnah, Cetakan Ke-1, 2008.
(Dengan penataan bahasa oleh www.konsultasisyariah.com)

Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
Sesungguhnya Alloh menguji hamba-hambaNya dengan kesenangan dan kesusahan untuk mengetahui sejauh mana syukur dan sabar yang kita miliki. Siapa yang bersabar ketika mendapat bencana, senang ketika mendapat nikmat dan ketika musibah terjadi merendahkan diri kepada Alloh, mengadukan dosa-dosa dan kelalaiannya lalu memohon rahmat dan ampunNya maka dialah orang yang benar-benar beruntung.
Alloh berfirman,
وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ
Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada kamilah kamu dikembalikan” (QS al Anbiya:35).
Yang dimaksud dengan fitnah dalam ayat di atas adalah ujian sehingga diketahui siapakah yang jujur dan siapakah pendusta, siapa yang sabar dan siapa yang syukur.
Yang dimaksud dengan kebaikan dalam hal ini adalah berbagai bentuk nikmat semisal tanah yang subur, kesehatan, menang menghadapi musuh dll. Sedangkan pengertian keburukan adalah berbagai musibah semisal penyakit, dikuasai musuh, gempa bumi, banjir, angin putting beliung, tanah longsor dll.
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supay Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)” (QS ar Rum:41).
Maksudnya segala takdir yang Alloh tetapkan baik berupa nikmat ataupun musibah serta berbagai kerusakan yang nampak adalah dimaksudkan supaya manusia mau kembali kepada pangkuan kebenaran dan segera bertaubat dari hal-hal yang Alloh haramkan serta segera melakukan ketaatan kepada Alloh dan RasulNya. Sesungguhnya kekafiran dan kemaksiatan adalah sebab segala bencana dan malapetaka di dunia dan akherat. Sebaliknya tauhid, iman, ketaatan kepada Alloh dan RasulNya, komitmen dengan syariat, mendakwahkan agama dan mengingkari orang-orang yang menyelisihi agama adalah sebab segala kebaikan di dunia dan akherat. Tegar di atas itu semua dan tolong menolong untuk melaksanakannya adalah kemulian di dunia dan akherat.
Dalam banyak ayat, Alloh menjelaskan bahwa sebab terjadinya berbagai adzab untuk umat terdahulu adalah kekafiran dan kemaksiatan
فَكُلًّا أَخَذْنَا بِذَنْبِهِ
Maka masing-masing (mereka itu) Kami siksa disebabkan dosanya” (QS al Ankabut:40).
وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ
Dan apa saja musibah yang menimpa kamu Maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)” (QS asy Syura:30).
Alloh perintahkan kita untuk bertaubat dan merendahkan diri kepadaNya ketika berbagai musibah terjadi.
وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا إِلَى أُمَمٍ مِنْ قَبْلِكَ فَأَخَذْنَاهُمْ بِالْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ لَعَلَّهُمْ يَتَضَرَّعُونَ فَلَوْلا إِذْ جَاءَهُمْ بَأْسُنَا تَضَرَّعُوا وَلَكِنْ قَسَتْ قُلُوبُهُمْ وَزَيَّنَ لَهُمُ الشَّيْطَانُ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
Maka mengapa mereka tidak memohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri ketika datang siksaan Kami kepada mereka, bahkan hati mereka telah menjadi keras, dan syaitanpun Menampakkan kepada mereka kebagusan apa yang selalu mereka kerjakan” (QS al An’am:43).


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
read more
Oleh Ustadz Abu Mushlih

Bencana letusan Gunung Merapi baru saja menimpa sebagian bumi Yogyakarta. Luncuran awan panas telah menelan korban tewas dan luka-luka. Penduduk mengungsi demi menyelamatkan diri. Sementara itu, keadaan rumah, perabot dan ternak mereka sudah tidak jelas lagi.
Tentu saja musibah semacam ini menuntut kepedulian kaum muslimin untuk mendoakan kebaikan bagi saudara mereka yang tertimpa musibah dan berupaya untuk meringankan musibah yang dialami. Di sisi lain, ada sesuatu yang tidak kalah pentingnya bagi kita semua yaitu memetik pelajaran dari musibah yang telah melanda.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh mengagumkan urusan seorang mukmin. Sesungguhnya semua urusannya adalah baik. Dan hal itu tidak akan diperoleh kecuali oleh seorang mukmin. Apabila dia mendapatkan kesenangan, maka dia bersyukur. Maka hal itu merupakan kebaikan baginya. Dan apabila dia tertimpa kesusahan maka dia bersabar. Maka itu juga merupakan kebaikan baginya.” (HR. Muslim). al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Sesungguhnya Allah memiliki hak untuk diibadahi oleh hamba di saat tertimpa musibah, sebagaimana –Allah juga harus diibadahi- ketika dia mendapatkan kenikmatan.” (Fath al-Bari [11/344]).
Ibnu ‘Atha’ rahimahullah berkata, “Sabar adalah menyikapi musibah dengan adab/cara yang baik.” (al-Minhaj Syarh Shahih Muslim [3/7]). Abu Ali ad-Daqqaq rahimahullah berkata, “Hakekat sabar adalah tidak memprotes sesuatu yang sudah ditetapkan dalam takdir. Adapun menampakkan musibah yang menimpa selama bukan untuk berkeluh-kesah -kepada makhluk- maka hal itu tidak meniadakan kesabaran.” (al-Minhaj Syarh Shahih Muslim [3/7]). Sabar adalah menahan diri dari marah kepada Allah, menahan lisan agar tidak mengeluh dan murka kepada takdir, serta menahan anggota badan agar tidak melakukan perkara-perkara yang dilarang seperti menampar-nampar pipi, merobek-robek pakaian, dsb (lihat Hasyiyah Kitab at-Tauhid).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah seseorang mendapatkan pemberian yang lebih baik dan lebih lapang daripada kesabaran.” (HR. Bukhari dan Muslim). Sesungguhnya dengan adanya musibah, maka seorang hamba akan mendapatkan pengampunan dari Allah ta’ala. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah ada suatu musibah yang menimpa seorang muslim melainkan Allah akan menghapuskan dosa dengannya sampai pun duri yang menusuk badannya.” (HR. Bukhari dan Muslim). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Sesungguhnya pahala yang besar itu bersama dengan cobaan yang besar pula. Dan apabila Allah mencintai suatu kaum maka Allah akan menimpakan musibah kepada mereka. Barangsiapa yang ridha maka Allah akan ridha kepadanya. Dan barangsiapa yang murka maka murka pula yang akan didapatkannya.” (HR. Tirmidzi, dihasankan al-Albani dalam as-Shahihah [146]).
Namun, yang menjadi keprihatinan kita sekarang ini adalah tatkala musibah dunia ini juga dibumbui dengan musibah agama. Bukankah, kepercayaan mengenai adanya roh/jin penunggu Gunung Merapi yang menentukan keselamatan dan bahaya masih saja bercokol di tengah-tengah umat ini? Sehingga berbagai macam sesaji dan persembahan pun diberikan kepada Sang Penunggu Gunung Merapi agar ancaman bencana menjadi sirna. Namun, kenyataan telah membuktikan bahwa Gunung Merapi ini –dan alam semesta ini seluruhnya- memang hanya berada di bawah kekuasaan Allah Yang Maha Tinggi!
Sementara Allah tidak tidak ridha, bahkan murka sekali apabila diri-Nya dipersekutukan. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik kepada-Nya, dan masih akan mengampuni dosa lain yang berada di bawah tingkatannya bagi siapa saja yang Dia kehendaki.” (QS. an-Nisaa’: 48). Apabila kita merasa sedih dengan nyawa dan harta yang pergi, tentunya kita lebih merasa sedih tatkala aqidah dan keimanan yang suci ini ternodai kemusyrikan yang akan menyeret pelakunya ke dalam siksa neraka yang abadi. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh Allah haramkan atasnya surga dan tempat kembalinya adalah neraka, dan tidak ada bagi orang-orang yang zalim itu seorang penolong sama sekali.” (QS. al-Ma’idah: 72).
Semoga Allah ta’ala melimpahkan kesabaran kepada saudara-saudara kita yang sertimpa musibah, menambahkan keteguhan iman kepada mereka agar tidak goyah dan bersandar kepada selain-Nya, dan semoga Allah mencurahkan pahala dan ampunan atas musibah yang menimpa mereka. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.

Sumber: http://abumushlih.com/merapi-meletus-kembali.html

Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Kelezatan mengikuti rasa cinta. Ia akan menguat mengikuti menguatnya cinta dan melemah pula seiring dengan melemahnya cinta. Setiap kali keinginan terhadap al-mahbub (sosok yang dicintai) serta kerinduan kepadanya menguat maka semakin sempurna pula kelezatan yang akan dirasakan tatkala sampai kepada tujuannya tersebut. Sementara rasa cinta dan kerinduan itu sangat tergantung kepada ma’rifah/pengenalan dan ilmu tentang sosok yang dicintai. Setiap kali ilmu yang dimiliki tentangnya bertambah sempurna maka niscaya kecintaan kepadanya pun semakin sempurna. Apabila kenikmatan yang sempurna di akherat serta kelezatan yang sempurna berporos kepada ilmu dan kecintaan, maka itu artinya barangsiapa yang lebih dalam pengenalannya dalam beriman kepada Allah, nama-nama, sifat-sifat-Nya serta -betul-betul meyakini- agama-Nya niscaya kelezatan yang akan dia rasakan tatkala berjumpa, bercengkerama, memandang wajah-Nya dan mendengar ucapan-ucapan-Nya juga semakin sempurna. Adapun segala kelezatan, kenikmatan, kegembiraan, dan kesenangan -duniawi yang dirasakan oleh manusia- apabila dibandingkan dengan itu semua laksana setetes air di tengah-tengah samudera. Oleh sebab itu, bagaimana mungkin orang yang berakal lebih mengutamakan kelezatan yang amat sedikit dan sebentar bahkan tercampur dengan berbagai rasa sakit di atas kelezatan yang maha agung, terus-menerus dan abadi. Kesempurnaan  seorang hamba sangat tergantung pada dua buah kekuatan ini; kekuatan ilmu dan rasa cinta. Ilmu yang paling utama adalah ilmu tentang Allah, sedangkan kecintaan yang paling tinggi adalah kecintaan kepada-Nya. Sementara itu kelezatan yang paling sempurna akan bisa digapai berbanding lurus dengan dua hal ini [ilmu dan cinta], Allahul musta’aan.” (al-Fawa’id, hal. 52)


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
read more
Pada malam itu, Sue bertengkar dengan ibunya. Karena sangat marah, Sue segera pergi meninggalkan rumah tanpa membawa apa pun.
Saat berjalan di suatu jalan, ia baru menyadari bahwa ia sama sekali tidak membawa uang.
Saat menyusuri sebuah jalan, ia melewati sebuah Rumah Makan, dan ia mencium harumnya aroma masakan. Ia ingin sekali memesan sepiring nasi, tetapi ia tidak mempunyai uang.
Pemilik Rumah Makan melihat Sue berdiri cukup lama di depan etalasenya, lalu bertanya, “Nona, apakah kau ingin sepiring nasi?” “Tetapi, aku tidak membawa uang,” jawab Sue dengan malu-malu.
“Tidak apa-apa, aku akan memberimu sepiring nasi,” jawab pemilik Rumah Makan. “Silahkan duduk, aku akan menghidangkannya untukmu.”
Tidak lama kemudian, pemilik Rumah Makan itu mengantarkan sepiring nasi dengan lauk pauknya. Sue segera makan dengan nikmatnya dan kemudian air matanya mulai berlinang. “Ada apa Nona?” tanya pemilik Rumah Makan.
“Tidak apa-apa. Aku hanya terharu,” jawab Sue sambil mengeringkan air matanya.
“Bahkan, seorang yang baru kukenal pun memberiku sepiring nasi! Tapi,…. Ibuku sendiri, setelah bertengkar denganku, mengusirku dari rumah dan mengatakan kepadaku agar jangan kembali lagi ke rumah. Bapak seorang yang baru kukenal, tetapi begitu peduli denganku dibandingkan dengan ibu kandungku sendiri,” katanya kepada si pemilik Rumah Makan.


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
read more
Ditulis oleh Al-Ustadz Abu Utsman Kharisman


Alhamdulillah, segala puji hanya untuk Allah Subhaanahu Wa Ta’ala. Semoga sholawat dan salam senantiasa tercurah pada pembimbing yang mulia Rasulullah Muhammad shollallaahu ‘alaihi wasallam, keluarga, para Sahabat, dan orang-orang yang mengikuti Sunnahnya dengan baik.
Saudaraku kaum muslimin…..
Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullah (semoga Allah senantiasa merahmati beliau) tidak diragukan lagi adalah salah seorang ulama’ Ahlussunnah. Beliau adalah salah seorang pewaris Nabi. Para penentang dakwah Ahlussunnah banyak yang menukil ucapan atau perbuatan beliau. Namun sayangnya, nukilan tentang beliau juga tidak sedikit yang berdasarkan riwayat yang lemah bahkan palsu.
Salah satu kisah yang hampir selalu ada bersamaan dengan syubhat tentang tawassul dan tabarruk adalah kisah tabarruknya Imam Asy-Syafi’i di kuburan Abu Hanifah. Di dalam salah satu blog penentang dakwah Ahlussunnah terdapat tulisan berjudul ‘Tawassul / Istighatsah (1); Sebuah Pengantar’ di sana disebutkan kisah tersebut.
Tulisan ini akan membahas secara ilmiah sisi kelemahan riwayat kisah tersebut disertai bukti pertentangannya dengan keyakinan Imam Asy-Syafi’i, maupun Abu Hanifah dan pengikut madzhabnya sendiri terkait hal-hal yang dibenci dilakukan terhadap kuburan, disertai dengan dalil hadits Nabi yang melarang perbuatan pengagungan terhadap kuburan. Semoga Allah senantiasa mengaruniakan hidayahNya kepada kita semua….
(Untuk selanjutnya, kutipan di antara tanda “[[ .........]]”  adalah isi tulisan dari blog penentang Ahlussunnah)
Syubhat :


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
read more
Ustadz Abdullah Taslim. MA
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu dia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

عن ابن عباس قال: قال رسول الله : ((ما من أيامٍ العملُ الصالح فيها أحب إلى الله من هذه الأيام))، يعني: أيام العشر. قالوا: يا رسولَ الله، ولا الجهاد في سبيل الله ؟ قال: ((ولا الجهاد في سبيل الله، إلا رجل خرج بنفسه وماله فلم يرجع من ذلك بشيء)) رواه البخاري وأبو داود والترمذي وابن ماجه.

“Tidak ada hari-hari yang pada waktu itu amal shaleh lebih dicintai oleh Allah melebihi sepuluh hari pertama (di bulan Dzulhijjah). Para sahabat radhiyallahu ‘anhum bertanya: “Wahai Rasulullah, juga (melebihi keutamaan) jihad di jalan Allah? Beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “(Ya, melebihi) jihad di jalan Allah, kecuali seorang yang keluar (berjihad di jalan Allah) dengan jiwa dan hartanya kemudian tidak ada yang kembali sedikitpun”[1].
Hadits yang agung ini menunjukkan keutamaan beramal shaleh pada sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah, oleh karena itu, Imam an-Nawawi rahimahullah dalam kitab beliau “Riyadhush shalihin[2]” mencantumkan hadits ini pada bab: keutamaan ibadah puasa dan (ibadah-ibadah) lainnya pada sepuluh hari pertama di bulan Dzulhijjah.
Mutiara hikmah yang dapat kita petik dari hadits ini:
  • - Allah Ta’ala melebihkan keutamaan zaman/waktu tertentu di atas zaman/waktu lainnya, dan Dia mensyariatkan padanya ibadah dan amal shaleh untuk mendekatkan diri kepada-Nya[3].
  • - Karena besarnya keutamaan sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah ini, Allah Ta’ala sampai bersumpah dengannya dalam firman-Nya:
وَلَيَالٍ عَشْرٍ“Dan demi malam yang sepuluh” (QS al-Fajr:2).
Yaitu: sepuluh malam pertama bulan Dzulhijjah, menurut pendapat yang dikuatkan oleh Ibnu Katsir rahimahullah dan Ibnu Rajabrahimahullah [4].
  • - Imam Ibnu Hajar al-’Asqalani rahimahullah berkata: “Tampaknya sebab yang menjadikan istimewanya sepuluh hari (pertama) Dzulhijjah adalah karena padanya terkumpul ibadah-ibadah induk (besar), yaitu: shalat, puasa, sedekah dan haji, yang (semua) ini tidak terdapat pada hari-hari yang lain”[5].
  • - Amal shaleh dalam hadits ini bersifat umum, termasuk shalat, sedekah, puasa, berzikir, membaca al-Qur’an, berbuat baik kepada orang tua dan sebagainya[6].
  • - Termasuk amal shaleh yang paling dianjurkan pada waktu ini adalah berpuasa pada hari ‘Arafah (tanggal 9 Dzulhijjah)[7], bagi yang tidak sedang melakukan ibadah haji[8], karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam ketika ditanya tentang puasa pada hari ‘arafah, beliauS hallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِى بَعْدَهُ “Aku berharap kepada Allah puasa ini menggugurkan (dosa-dosa) di tahun yang lalu dan tahun berikutnya”[9].
  • - Khusus untuk puasa, ada larangan dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam untuk melakukannya pada tanggal 10 Dzulhijjah[10], maka ini termasuk pengecualian.
  • - Dalam hadits ini juga terdapat dalil yang menunjukkan bahwa berjihad di jalan Allah Ta’ala adalah termasuk amal yang paling utama[11].
Artikel: ibnuabbaskendari.wordpress.com
Catatan Kaki:


 
[1] HSR al-Bukhari (no. 926), Abu Dawud (no. 2438), at-Tirmidzi (no. 757) dan Ibnu Majah (no. 1727), dan ini lafazh Abu Dawud.
[2] (2/382- Bahjatun naazhirin).
[3] Lihat keterangan Imam Ibnu Rajab al-Hambali rahimahullah dalam kitab “Latha-iful ma’aarif” (hal. 19-20).
[4] Lihat “Tafsir Ibnu Katsir” (4/651) dan “Latha-iful ma’aarif” (hal. 20).
[5] Fathul Baari (2/460).
[6] Lihat keterangan Syaikh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin rahimahullah dalam “syarhu riyadhis shalihin” (3/411).
[7] Lihat keterangan Syaikh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin rahimahullah dalam “as-Syarhul mumti’” (3/102).
[8] Karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam tidak puasa pada hari itu ketika melakukan ibadah haji, sebagaimana dalam  HSR al-Bukhari (no. 1887) dan Muslim (no. 123). Lihat kitab “Zaadul ma’aad” (2/73).
[9] HSR Muslim (no. 1162).
[10] Sebagaimana dalam HSR al-Bukhari (no. 1889) dan Muslim (no. 1137).
[11] Lihat “syarhu riyadhis shalihin” (3/411).


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
Bagi Umar bin Khaththab, al-Qur`anul Karim mempunyai kedudukan tersendiri dalam kehidupannya. Sebab ia masuk ke dalam Islam setelah ia mendengar lantunan bacaan surat Thaha. Keislamannya membawa kemuliaan bagi Islam dan kaum muslimin. Berapa banyak riwayat yang telah kita dengar yang menjelaskan tentang kisah kekuatan dan kesungguhannya dalam membela agama Allah, kecemburuannya terhadap perkara-perkara yang diharamkan oleh Allah, kezuhudannya, wara`nya, keadilannya, serta kerendahan hatinya.
Adapun tentang keadaannya di saat bersama al-Qur`an tidak ragukan lagi. Beliau adalah seorang laki-laki yang senantiasa memahami ayat-ayatnya, menangis ketika membacanya, bersegera untuk membacanya, dan sangat perhatian terhadap bacaan al-Qur`anul Karim. Inilah sebagian atsar beliau ketika membaca al-Qur`an :
Dari Abdullah bin Syaddad –radhiyallahu `anhu- berkata, “Aku pernah mendengar isak tangis Umar, padahal ketika itu aku berada di shaf paling belakang pada shalat shubuh. Ketika itu ia sedang membaca surat :
إِنَّمَا أَشْكُوْا بَثِّيْ وَحُزْنِيْ إِلَى اللهِ
“Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku. (QS. Yusuf: 86)
Dia terus menangis hingga air matanya mengalir di atas kedua selangkangnya.”


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
read more
Satu pelajaran lagi dari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah tentang masalah iman mengenai tanda cinta pada Allah. Beliau, Abul ‘Abbas Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan,
حَبُّ اللَّهِ وَرَسُولِهِ مَوْجُودٌ فِي قَلْبِ كُلِّ مُؤْمِنٍ لَا يُمْكِنُهُ دَفْعُ ذَلِكَ مِنْ قَلْبِهِ إذَا كَانَ مُؤْمِنًا . وَتَظْهَرُ عَلَامَاتُ حُبِّهِ لِلَّهِ وَلِرَسُولِهِ إذَا أَخَذَ أَحَدٌ يَسُبُّ الرَّسُولَ وَيَطْعَنُ عَلَيْهِ أَوْ يَسُبُّ اللَّهَ وَيَذْكُرُهُ بِمَا لَا يَلِيقُ بِهِ . فَالْمُؤْمِنُ يَغْضَبُ لِذَلِكَ أَعْظَمَ مِمَّا يَغْضَبُ لَوْ سُبَّ أَبُوهُ وَأُمُّهُ
Cinta pada Allah dan Rasul-Nya telah ada dalam hati setiap orang beriman. Tidak mungkin seseorang menghilangkan rasa cinta tersebut jika memang ia adalah orang yang beriman. Tanda cinta pada Allah dan Rasul-Nya begitu nampak jika ada seseorang yang mencela Rasul dan menjelek-jelekkannya, atau ada orang yang mencaci maki Allah atau menyebut tentang Allah dengan sesuatu yang tidak pantas. Maka orang beriman akan benci dengan hal-hal tadi. Kebenciannya tersebut lebih besar dari kebenciannya ketika ayah atau ibunya dicacimaki.
Sumber: Majmu’ Al Fatawa, Ibnu Taimiyah, Darul Wafa’, 16/343.

Silakan renungkan baik-baik nasehat di atas. Apakah sudah benar-benar kita telah mencintai Allah dan Rasul-Nya dengan memiliki tanda yang beliau rahimahullah sebutkan. Jika Allah dan Rasul-Nya dilecehkan dan direndahkan atau diperlakukan dengan tidak layak, malah kita adem ayem dan tidak ada rasa benci sama sekali, maka tanda cinta pada Allah dan Rasul-Nya tersebut yang patut ditanyakan. Sudah benarkah seperti itu?
Semoga menjadi bahan renungan yang berharga ini.

www.rumayhso.com

Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, Dzat yang maha pengasih kepada seluruh makhluq-Nya. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa salam, keluarga, seluruh sahabat dan pengikutnya yang setia hingga akhir zaman. Dengan memohon taufiq dan inayah Allah ta’ala, tulisan ini sengaja kami tulis dalam rangka berbagi sedikit ilmu yang kami telah dapatkan kepada kaum muslimin. Adapun bab ilmu yang akan kami sampaikan pada kesempatan ini adalah hal-hal yang termasuk kedalam tindakan pemboikotan terhadap Al Qur’an.

Allah ta’ala berfirman,
وَقَالَ الرَّسُولُ يَا رَبِّ إِنَّ قَوْمِي اتَّخَذُوا هَذَا الْقُرْآنَ مَهْجُورًا
Berkatalah Rasul: "Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku menjadikan Al Qur'an ini suatu yang tidak diacuhkan (sesuatu yang diboikot)". (QS. Al-Furqon: 30)
Imam Ibnul Qayyim Al Jauziyyah Rahimahullah ta’ala menyebutkan sedikitnya ada 5 hal yang termasuk dalam kategori pemboikotan terhadap Al-Qur’an[1]:


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
read more

Quantcast
airmata...
قَدْ سَلَكْتُ سَبِيْلَ الرَّشَادِ مُدَّةً طَويْلَةْ
Qod salaktu sabilarrosyadi muddatan thowilah
Telah kutempuh jalan petunjuk dalam masa nan panjang
وَقد أَصَابَنِيْ كَثِيْرٌ مِنْ الْبَلْوَى الاَّئِمَةْ
Wa qod ashobani katsirun minal balwa allaimah
Dan telah menimpaku sekian banyak bala’ yang menyakitkan
الَّتِيْ رَمَتْ بِيْ إِلَى حَياَةٍ صَعْبَةٍ و شَديْدَةْ
Allati romat biy ila hayatin sho’batin wa syadidah
yang mencampakkanku pada kehidupan nan sulit dan berat
و شَقَّتِ النَّفْسَ الْمُغَيَّمَةَ وَالْهِمَّةْ
Wa syaqqotinnafsal mughoyyamata walhimmah
Serta meremukkan jiwa yang redup dan segala asa
فَياَ رَبَّناَ…
Fayaa Robbana…
Duhai Rabb kami…
هَلْ هَذَا الصَّبْرُ قاَئِمٌ عَلَى قَتْلِ اْلهَوَى؟
Hal hadzashshobru qoimun ‘ala qotlil hawa?
Akankah kesabaran ini bisa tegak ‘tuk memerangi hawa nafsu?
وَ أَنَا حَشِيْشٌ وَ قَدْ تَغُرُّنِيَ الدُّنْياَ
Wa ana hasyisyun wa qod taghurruniyaddunya
Sementara, diriku amat rapuh dan dunia terkadang menipuku
وَقَدْ يُجِفُّنِيَ اْلأَمَلُ عَلَى رَغْبَةٍ مُتْعِبَةْ
Wa qod yujiffuniyal amalu ‘ala roghbatin mut’ibah
Dan, angan-angan kerap mengeringkanku di atas hasrat yang lelah
فَلاَ أَدْرِيْ… هَلْ مِنْ نُوْرٍ يَهْدِيْنِيْ إلَى اْلاِسْتِقَامَةْ ؟
Falaa adriy…hal min nuurin yahdini ilal istiqomah?
Maka, aku tak pernah tahu…adakah setitik cahaya yang menunjukiku kepada istiqomah?


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
read more
Menahan marah bukan pekerjaan gampang, sangat sulit untuk melakukannya. Ketika ada orang bikin gara-gara yang memancing emosi kita, barangkali darah kita langsung naik ke ubun-ubun, tangan sudah gemetar mau memukul, sumpah serapah sudah berada di ujung lidah tinggal menumpahkan saja, tapi jika saat itu kita mampu menahannya, maka bersyukurlah, karena kita termasuk orang yang kuat.

Cara-cara meredam atau mengendalikan kemarahan:

1. Membaca Ta'awwudz. Rasulullah bersabda Ada kalimat kalau diucapkan niscaya akan hilang kemarahan seseorang, yaitu A'uudzu billah mina-syaithaani-r-rajiim Aku berlindung kepada Allah dari godaan syaitan yang terkutuk (H.R. Bukhari Muslim).

2. Berwudlu. Rasulullah bersabda Kemarahan itu itu dari syetan, sedangkan syetan tercipta dari api, api hanya bisa padam dengan air, maka kalau kalian marah berwudlulah (H.R. Abud Dawud).

3. Duduk. Dalam sebuah hadist dikatakanKalau kalian marah maka duduklah, kalau tidak hilang juga maka bertiduranlah (H.R. Abu Dawud).

4. Diam. Dalam sebuah hadist dikatakan Ajarilah (orang lain), mudahkanlah, jangan mempersulit masalah, kalau kalian marah maka diamlah (H.R. Ahmad).

5. Bersujud, artinya shalat sunnah mininal dua rakaat. Dalam sebuahhadist dikatakan Ketahuilah, sesungguhnya marah itu bara api dalam hati manusia. Tidaklah engkau melihat merahnya kedua matanya dan tegangnya urat darah di lehernya? Maka barangsiapa yang mendapatkan hal itu, maka hendaklah ia menempelkan pipinya dengan tanah (sujud). (H.R. Tirmidzi)


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
Seorang penuntut ilmu tidak boleh futur dalam usahanya untuk memperoleh dan mengamalkan ilmu. Futur yaitu rasa malas, enggan, lamban dan tidak semangat, padahal sebelumnya ia rajin, bersungguh-sungguh dan penuh semangat.

Futur adalah satu penyakit yang sering menyerang sebagian ahli ibadah, para da'i dan penuntut ilmu. Sehingga menjadi lemah dan malas, bahkan terkadang berhenti sama sekali dari melakukan aktivitas kebaikan, misalnya futur dalam menuntut ilmu syar'i, futur dalam aktivitas dakwah, futur dalam beribadah kepada Allah dan lainnya.


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
read more
Oleh : Al-Imam Adz-Dzahabi rahimahullah
Allah ta’ala telah berfirman :
إِنَّمَا السَّبِيلُ عَلَى الَّذِينَ يَظْلِمُونَ النَّاسَ وَيَبْغُونَ فِي الأرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّ أُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat dhalim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak. Mereka itu mendapat ‘adzab yang pedih” [QS. Asy-Syuuraa : 42].
كَانُوا لا يَتَنَاهَوْنَ عَنْ مُنْكَرٍ فَعَلُوهُ لَبِئْسَ مَا كَانُوا يَفْعَلُونَ
“Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu” [QS. Al-Maaidah : 72].
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda :
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ…
”Setiap orang di antara kalian adalah pemimpin, dan setiap orang di antara kamu akan dimintai pertanggungan jawab atas apa yang dipimpinnya…”.[1]
مَنْ غَشَّنَا فَلَيْسَ مِنَّا.
”Barangsiapa yang menipu kami, maka ia bukan termasuk golongan kami”.[2]
الظُّلْمُ، ظُلُمَاتٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ.
Kedhaliman itu merupakan kegelapan di hari kiamat”.[3]
أَيُّمَا رَاعٍ غَشَّ رَعِيَّتَهُ فَهُوَ فِي النَّارِ.
”Pemimpin mana saja yang menipu rakyatnya, maka tempatnya di neraka”.[4]
مَنِ اسْتَرْعَاهُ اللهُ رَعِيَّةً ثُمَّ لَمْ يُحِطْهَا بِنُصْحٍ إِلَّا حَرَّمَ اللهُ عَلَيْهِ الجَنَّةَ. متفق عليه. وفي لفظ : يَمُوتُ حِينَ يَمُوتُ وَهُوَ غَاسِ لِرَعِيَّتِهِ إِلَّا حَرَّمَ اللهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ.
”Barangsiapa yang diangkat oleh Allah untuk memimpin rakyatnya, kemudian ia tidak mencurahkan kesetiaannya, maka Allah haramkan baginya surga” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim]. Dalam lafadh yang lain disebutkan : ”Ia mati dimana ketika matinya itu ia dalam keadaan menipu rakyatnya, maka Allah haramkan baginya surga”.[5]
مَا مِنْ أَمِيْرِ عَشْرَةٍ إِلَّا يُؤْتَى بِهِ مَغْلُولَةً يَدَهُ إِلَى عُنُقِهِ، أطْلَقَهُ عَدْلُهُ أَوْ أوْبَقَهُ جَورُ
”Tidaklah ada seorang pun yang memimpin sepuluh orang, kecuali ia didatangkan dengannya pada hari kiamat dalam keadaan tangannya terbelenggu di lehernya. Entah keadilannya akan membebaskannya ataukah justru kemaksiatannya (kedhalimannya) akan melemparkanya (ke neraka)”.[6]
اللَّهُمَّ مَنْ وَلِيَ مِنْ أَمْرِ هَذِهِ أُمَّتِي شَيْئاً فَرَفَقَ بِهِمْ، فَارْفُقْ بِهِ. وَمَنْ شَقَّ عَلَيْهَا فَاشْفُقْ عَلَيْهِ. رواه مسلم.
”Ya Allah, siapa saja yang mengurus urusan umatku ini, yang kemudian ia menyayangi mereka, maka sayangilah ia. Dan siapa saja yang menyusahkan mereka, maka susahkanlah ia” [Diriwayatkan oleh Muslim].[7]
سَيَكُونُ أُمَرَاءُ فَسَقَةٌ جَوَرَةٌ، فَمَنْ صَدَّقَهُمْ بِكَذِبَهُمْ، وَأَعَانَهُمْ عَلَى ظُلْمِهِمْ فَلَيْسَ مِنِّي وَلَسْتُ مِنهُ، وَلَنْ يَرِدَ عَلَيَّ الْحَوْضَ.
”Akan ada nanti para pemimpin yang fasiq lagi jahat. Barangsiapa yang membenarkan kedustaan mereka dan menolong kedhalimannya (atas rakyatnya), maka ia bukan termasuk golonganku dan aku bukan termasuk golongannya. Ia tidak akan sampai pada Al-Haudl (telaga)”.[8]
مَا مِنْ قَوْمٍ يُعْمَلُ فِيهِمْ بِالْمَعَاصِي هُمْ أَعَزُّ وَأَكثَرُ مِمَّنْ يَعمَلُهُ، ثُمَّ لَمْ يُغَيِّرُوا إِلَّا عَمّهُمُ اللهُ بِعِقَابٍ.
”Tidaklah satu kaum yang di dalamnya dikerjakan satu perbuatan maksiat, dimana mereka yang tidak mengerjakan kemaksiatan itu lebih kuat dan lebih banyak daripada yang mengerjakannya, namun mereka tidak mengubah kemaksiatan tersebut; niscaya Allah akan menimpakan hukuman adzab pada mereka semua”.[9]
وروى أبو عبيدة بن عبد الله بن مسعود، عن أبيه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : وَالَّذَي نَفْسِي بِيَدِهِ لَتَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَلَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ، وَلَتَأْخُذَنَّ عَلَى يَدِ الْمُسِيءِ، وَلَتَأْطِرُنَّهُ عَلَى الْحَقِّ أَطْراً، أَوْ لَيَضْرِبَنَّ الله بِقُلُوبِ بَعْضِكُمْ عَلَى بَعْضٍ ثُمَّ يَلْعَنَكُمْ كَمَا لَعَنَهُمْ – يعني بني إسرائيل – عَلَى لِسَانِ دَاوُدَ وَعِيسَى ابْن مَرْيَمَ.
Abu ’Ubaidah bin ’Abdillah bin Mas’ud meriwayatkan dari ayahnya, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa sallam : “Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, hendaklah kalian menyuruh yang ma’ruf dan mencegah yang munkar, mengambil tangan orang-orang yang bersalah dan mengembalikannya kepada kebenaran dengan sebenar-benarnya; atau Allah akan memisahkan hati sebagian kalian dengan sebagian yang lain, kemudian Allah melaknat kalian sebagaimana Allah telah melaknat mereka – yaitu Bani Israail – melalui lisan Dawud dan ‘Isa bin Maryam”.[10]
Dan dari Aghlab bin Tamiim : Telah menceritakan kepada kami Al-Mu’allaa bin Ziyaad, dari Mu’aawiyyah bin Qurrah, dari Ma’qil bin Yasaar, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda :
صِنْفَانِ مِنْ أُمَّتِيْ لَا تنَالُهُمَا شَفَاعَتِيْ : سُلْطَانٌ ظَلُوْمٌ غَشَوْمٌ، وَغَالٍ فِي الدِّيْنِ، يَشْهَدُ عَلَيْهِمْ وَيَبْرَأُ مِنْهُمْ
“Ada dua golongan dari umatku yang tidak akan disentuh oleh syafa’atku : (1) seorang pemimpin yang dhalim lagi penipu, dan (2) orang yang berlebih-lebihan dalam agama (ghulluw) yang bersaksi atas (kepemimpinan) mereka namun berlepas diri dari mereka”.
Hadits ini lemah (dla’iif). Ibnu Maalik telah meriwayatkan dimana ia berkata : Telah berkata Manii’ : Telah menceritakan kepadaku Mu’aawiyyah bin Qurrah, dengan lafadh semisal. Adapun Manii’ ini, tidak diketahui siapa dia sebenarnya.[11]


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
read more
Kembali lagi kami memperoleh kata-kata mutiara dari Ibnu Taimiyah rahimahullah di malam ini. Sungguh wejangan beliau sekali lagi penuh makna, dapat menghibur setiap jiwa insan yang beriman dan begitu merindukan nasehat.
Syaikhul Islam Abul ‘Abbas Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,
“Seorang hamba—selamanya—berada di antara mendapatkan nikmat dari Allah dan terjerumus dalam dosa. Nikmat tersebut mengharuskan seseorang bersyukur pada-Nya dan akibat dosa mengharuskan seseorang beristighfar pada-Nya. Dua hal ini yang menjadi kewajiban hamba setiap saat karena mereka senantiasa mendapatkan nikmat dan berbagai karunia (yang mengharuskannya untuk bersyukur). Di samping itu mereka pun selalu butuh pada taubat dan istighfar (karena dosa yang terus dilakukan). Oleh karena itu, sayyid (penghulu) anak adam dan imamnya orang bertakwa, yaitu Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu beristighfar dalam setiap keadaannya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam hadits yang diriwayatkan oleh Al Bukhari,
أَيُّهَا النَّاسُ تُوبُوا إلَى رَبِّكُمْ فَإِنِّي لَأَسْتَغْفِرُ اللَّهَ وَأَتُوبُ إلَيْهِ فِي الْيَوْمِ أَكْثَرَ مِنْ سَبْعِينَ مَرَّةً
Wahai sekalian manusia, bertaubatlah pada Rabb kalian. Sungguh aku meminta ampun pada Allah dan bertaubat pada-Nya dalam sehari lebih dari tujuhpuluh kali.”
Dalam Shahih Muslim, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إنَّهُ ليغان عَلَى قَلْبِي وَإِنِّي لَأَسْتَغْفِرُ اللَّهَ فِي الْيَوْمِ مِائَةَ مَرَّةٍ
Sesungguhnya hatiku tidak pernah lalai dari dzikir kepada Allah. Sesungguhnya aku beristighfar seratus kali dalam sehari.”
‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma pernah berkata,
كُنَّا نَعُدُّ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْمَجْلِسِ الْوَاحِدِ يَقُولُ رَبِّ اغْفِرْ لِي وَتُبْ عَلَيَّ إنَّك أَنْتَ التَّوَّابُ الْغَفُورُ مِائَةَ مَرَّةٍ
Kami pernah menghitung bacaan dzikir Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam satu majelis. Beliau ucapkan, “Robbighfirlii wa tub ‘alayya innaka anta tawwaabul ghofuur”(Wahai Rabbku, ampunilah aku dan terimalah taubatku, sesungguhnya Engkau Maha Penerima taubat dan ampunan)”, sebanyak 100 kali.”[1]
Sumber: Majmu’ Al Fatawa, Ibnu Taimiyah, Darul Wafa’, 10/88.

Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
Di dalam kehidupan Allah tidak mentakdirkan sesuatu melainkan ada kebahagiaan untuk hambaNya karena Allah Maha Bijak dan Maha Mengetahui. Itulah sebabnya Allah tidak akan memberikan kesia-siaan. Tidak ada ketentuan Allah tanpa adanya hikmah. Betapa banyak kebaikan dan kebahagiaan yang berlimpah tersembunyi dibalik peristiwa yang menyakitkan hati tanpa kita sadari. Sebagaimana Firman Allah.
'Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal itu baik bagimu. dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu buruk bagimu. Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui. (QS. al-Baqarah : 216).
Allah menguji kita dengan berbagai cobaan karena Allah lebih tahu kebaikan bagi kita. Jadi, cobaan dan ujian yang diberikan oleh Allah kepada kita, agar kita tercegah dari kehancuran dan azab yang jauh lebih besar. Akan tetapi seringkali kita malah berprasangka buruk kepada Allah karena ujian dan cobaan itu dan kita tidak pernah merasa bahwa sesungguhnya Allah berbuat baik kepada kita dengan cobaan dan ujian yang Allah telah berikan.
Segalanya berjalan, sesuai dengan qadha' dan ketentuanNya.
Dibalik segala peristiwa ada suka, ada duka
Apa yang selama ini ku takutkan, malah menyenangkan
Apa yang selama ini ku dambakan, malah justru menyedihkan
by akh junedi
di publikasikan di http://tentarakecilku.co.cc

Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
Segala puji bagi Allah ta’ala, Yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagi manusia dan langit sebagai atap, Yang menurunkan air hujan dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki untuk manusia. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad shalallahu alaihi wa salam, keluarganya, sahabat serta seluruh pengikutnya yang setia hingga akhir zaman.
Dengan memohon taufiq Allah ta’ala, berikut ini akan kami sampaikan beberapa adab atau tatacara makan dan minum yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Dengan harapan kita bisa mengamalkannya manakala kita hendak makan atau minum.


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
read more
Dari Nafi’ maula Ibnu Umar radliyallahu’anhuma: “Bahwasanya Ibnu Umar radliyallahu’anhuma pernah mendengar suara seruling seorang penggembala. Maka beliau (Ibnu Umar) meletakkan kedua jarinya di telinganya lalu mencari jalan lain. Ibnu Umar berkata: ‘Wahai Nafi’ ! Apakah kamu mendengarkan suara ini?’ Maka aku menjawab: ‘Ya!’ Dan beliau selalu mengatakan demikian, sampai aku mengatakan: ‘Saya tidak mendengar lagi!’ Lalu Ibnu Umar: ‘Saya pernah melihat Rasululloh shallallahu’alaihi wa sallam mendengar seruling penggembala lalu beliau melakukan seperti ini’” (Atsar Shohih, Dikeluarkan Imam Ahmad 4535-4965, dan lain-lain dishohihkan Syaikh Ahmad Syakir dan Syaikh Al-Albani dalam Tahrimu Alatu Thorbi hlm. 116)
Atsar ini menunjukkan betapa besarnya semangat para sahabat radliyallahu’anhum dalam menjaga pendengaran, diantaranya tidak mendengarkan alunan musik, serta selalu beruswah kepada Nabi shallallahu’alaihi wa sallam.
Anehnya atsar ini kadang malah dijadikan dalil tentang bolehnya mendengarkan nyanyian.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata dalam Majmu’ Fatawa 30/212:
Hadits tersebut -jika memang shohih- maka tidak bisa dijadikan dalil dibolehkannya mendengarkan nyanyian musik, bahkan larangan tersebut lebih utama dikarenakan beberapa segi:
1. Yang diharamkan adalah “mendengarkan” bukan hanya “sekedar mendengar”. Seseorang jika mendengar kekufuran, ucapan dusta, ghibah (gunjingan), celaan, serta musik dan nyanyian tanpa adanya niat/maksud untuk mendengarkan -seperti seseorang yang hanya sekedar lewat jalan tersebut lalu mendengar suara nyanyian- maka orang tersebut tidaklah mendapatkan dosa dengan kesepakatan kaum muslimin. Dan kalau seandainya ada seseorang yang berjalan lalu mendengar bacaan al-Qur’an tanpa mendengarkannya terhadap bacaan tersebut maka dia tidak mendapatkan pahala. Dan dia akan mendapatkan pahala jika dia mendengarkan dan memperhatikan bacaan tersebut yang ia maksudkan. Nabi shallallahu’alaihi wa sallam dan Ibnu Umar itu keduanya hanya sekedar melewati jalan tersebut tanpa ada niatan mendengarkan nyanyian, begitu juga apa yang dilakukan oleh Ibnu Umar dan Nafi’.
2. Nabi shallallahu’alaihi wa sallam menyumbat kedua telinga karena beliau sangat menjaga pendengarannya supaya tidak mendengar suara nyanyian sama sekali. Kalau seandainya suara tersebut boleh didengarkan maka Nabi shallallahu’alaihi wa sallam tidak menyumbat telinga. Hal ini menunjukkan bahwa mendengarkan serta menikmatinya itu lebih terlarang.
Wallahu’alam
Ditulis ulang  dari majalah al-Furqon Edisi 04 Tahun ke-10 Dzulqo’dah 1431 (Okt/ Nop 2010)

Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
Sebuah pelajaran berharga dari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah. Semoga dapat menghibur hati yang sedang luka atau merasakan derita.
Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan:


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
read more
Oleh: Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas
Di dalam Al-Qur-an ter­kadang Allah Ta’ala menyebutkan ilmu pada kedudukan yang ter­puji, yaitu ilmu yang ber­man­faat. Dan ter­kadang Dia menyebutkan ilmu pada kedudukan yang ter­cela, yaitu ilmu yang tidak bermanfaat.
Adapun yang per­tama, seperti firman Allah Ta’ala,

قُل هَل يَستَوِى الَّذينَ يَعلَمونَ وَالَّذينَ لا يَعلَمونَ ۗ

“… Katakanlah: ‘Apakah sama orang-orang yang meng­etahui dengan orang-orang yang tidak meng­etahui?’…” [Az-Zumar: 9]
Firman Allah Ta’ala,

شَهِدَ اللَّهُ أَنَّهُ لا إِلٰهَ إِلّا هُوَ وَالمَلٰئِكَةُ وَأُولُوا العِلمِ قائِمًا بِالقِسطِ ۚ لا إِلٰهَ إِلّا هُوَ العَزيزُ الحَكيمُ

“Allah menyatakan bah­wasanya tidak ada ilah (yang ber­hak diibadahi dengan benar) melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang ber­ilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tidak ada ilah (yang ber­hak diibadahi dengan benar) melainkan Dia, Yang Mahaper­kasa lagi Mahabijak­sana.” [Ali ‘Imran: 18]
Firman Allah Ta’ala.

وَقُل رَبِّ زِدنى عِلمًا

“… Dan katakanlah: ‘Ya Rabb-ku, tam­bah­kanlah ilmu kepadaku.’” [Thaahaa: 114]
Firman Allah Ta’ala.

إِنَّما يَخشَى اللَّهَ مِن عِبادِهِ العُلَمٰؤُا۟

“… Di antara hamba-hamba Allah yang takut kepada-Nya hanyalah para ulama.” [Faathir: 28]
Firman Allah Ta’ala ten­tang kisah Adam dan pelajaran yang didapat­kan­nya dari Allah ten­tang nama-nama segala sesuatu, dan mem­beritahukan­nya kepada para Malaikat. Para Malaikat pun ber­kata, “Mahasuci Eng­kau, tidak ada yang kami ketahui selain apa yang telah Eng­kau ajarkan kepada kami; sesung­guh­nya Engkau-lah Yang Maha Meng­etahui lagi Mahabijak­sana.’” [Al-Baqarah: 32]


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
read more
Pertama: dianjurkan untuk menajamkan pisau yang akan digunakan untuk menyembelih.
عَنْ شَدَّادِ بْنِ أَوْسٍ قَالَ ثِنْتَانِ حَفِظْتُهُمَا عَنْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ الإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ فَإِذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوا الْقِتْلَةَ وَإِذَا ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوا الذَّبْحَ وَلْيُحِدَّ أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ فَلْيُرِحْ ذَبِيحَتَهُ ».
Dari Syadad bin Aus, beliau berkata, “Ada dua hal yang kuhafal dari sabda Rasulullah yaitu Sesungguhnya Allah itu mewajibkan untuk berbuat baik terhadap segala sesuatu. Jika kalian membunuh maka bunuhlah dengan cara yang baik. Demikian pula, jika kalian menyembelih maka sembelihlah dengan cara yang baik. Hendaknya kalian tajamkan pisau dan kalian buat hewan sembelihan tersebut merasa senang” (HR Muslim no 5167).


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
read more
Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,
Memohon surga dan berlindung dari neraka adalah jalan para Nabi Allah dan Rasul-Nya, juga jalan seluruh para wali Allah yang terdepan (as saabiqun al muqorrobin) dan ash habul yamiin (golongan terdepan).

Dalam kitab Sunan disebutkan, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepada sebagian sahabatnya, "Bagaimana kamu berdo'a (dalam shalatmu)?" Laki-laki tersebut menjawab, "Aku membaca tasyahud dan mengucapkan, "ALLAHUMMA INNI AS-ALUKAL JANNATA WA A'UUDZUBIKA MINANNAAR (Ya Allah, aku memohon kepada Engkau surga dan berlindung kepada Engkau dari api neraka). (Ma'af) kami tidak dapat memahami dengan baik gumam Anda gumam Mu'adz (ketika berdo'a)."[1]
Sumber: Al Istiqomah, 2/110
http://www.rumaysho.com/belajar-islam/aqidah

Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
Assalamu’alaikum,
Ustadz, ada yang ingin  saya tanyakan. Ada seorang teman (wanita) yang masih lajang dan dikarunia Allah memiliki semangat beragama yang kuat (rajin menghadiri majelis taklim dan sejenisnya). Namun, dalam masalah jodoh, menurut saya dia punya prinsip yang sedikit unik. Tiap kali ditawari untuk taaruf (melakukan perkenalan sesuai syariat) dengan pria, dia selalu menjawab, daripada menikah dengan pria muslim biasa-biasa saja saya lebih suka dipoligami seorang ustadz. Maksud pria muslim biasa di sini, jika pria tersebut tidak punya kemampuan ilmu agama lebih (hafalan Al-Quran dan Al-Hadits, kemampuan bahasa Arab, dan sejenisnya), atau masih di bawah kemampuan dirinya. Menurut ustadz, apakah prinsip semacam itu sudah tepat?  Apakah poligami membuat pelakunya (dalam hal ini wanita yang dipoligami) punya keutamaan dan pahala melebihi pernikahan biasa? Syukran atas penjelasannya.
Wassalamu’alaikum
AD di bumi Allah


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
read more
Pendidikan yang buruk tanpa kontrol kontinyu di rumah, merupakan faktor dominan munculnya tindak keburukan dari anak-anak. Mereka hidup tanpa pengarahan atau pembinaan. Jalanan dan lingkungan lebih sering mempengaruhi otak dan pribadinya. Kondisi sosial yang tidak bersahabat dengan pertumbuhan anak, mengharuskan para orang tua agar meningkatkan perhatian mereka terhadap anak, terutama dalam aspek agamanya. Karena, selain sebagai karunia dari Sang Pencipta Azza wa Jalla, anak juga sekaligus sebuah tanggung jawab yang tidak boleh disia-siakan.

Oleh karena itu, proses pendidikan yang baik lagi intensif sangat urgens untuk segera dimulai sejak dini, supaya tercipta insan-insan yang menjunjung tinggi iffah. Yaitu mentalitas untuk selalu menjauhi segala sesuatu yang haram dan tidak terpuji untuk dikerjakan. Dengan ini, berarti para orang tua telah menanam investasi buat kehidupan akhiratnya, lantaran anak-anaknya shalih dan shalihah. Sebuah investasi yang tidak terukur harganya buat orang tua. Hilangnya iffah dari hati anak-anak (remaja) menimbulkan berbagai dampak sosial yang berbahaya. Para remaja enggan menikah lantaran kebutuhan biologis dapat terpenuhi dengan jalan haram.



Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
read more
Sebagai pelajar, mahasiswa dan (terlebih) penuntut ilmu syar’i yang telah banyak meluangkan waktunya untuk pergi ke kampus atau ma’had, tentunya kita dituntut untuk banyak memahami dan mencatat ilmu yang telah kita dapatkan. Bagaimana tidak, kesibukan sehari – hari yang silih berganti menghabiskan waktu, tentu sedikit banyak akan membuat kita lupa akan ilmu-ilmu yang telah kita dapatkan… entah itu ilmu tentang perkuliahan, terlebih lagi ilmu tentang dien / agama yang dicari oleh para thalabul ‘ilmi.
Seringkali ketika telah menempuh kuliah di fakultas teknik, namun ketika ditanya permasalahan tentang bidangnya, kita dapati jawaban,” waduh ga tau ya…” (*^&%$^$#&@*%@)
Miris sekali bukan…
Kemudian terlebih lagi ketika seorang thalabul ilmi yang telah jelas mengetahui sebuah kebenaran akan suatu syari’at, akan tetapi karena jarangnya dia memurajaah pelajaran yang dia dapatkan dari ustadz, maka ketika ditanya temannya yang lain, dia mengatakan,” waduh, tentang masalah itu ada haditsnya kok, tapi aku lupa…

Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
read more
Tidak lama lagi, kita akan merayakan salah satu hari raya umat Islam, yaitu Idul Adh-ha; hari di mana kita disyariatkan berkurban. Hari raya ini, Allah sebut dalam kitab-Nya dengan nama hari Haji Akbar (lihat surah At Taubah: 3). Disebut demikian, karena sebagian besar amalan haji dilakukan pada hari ini. Oleh karena itu, hari ini (yakni hari nahar) adalah hari yang paling agung di sisi Allah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ أَعْظَمَ اْلأَيَّامِ عِنْدَ اللهِ تَعَالَى يَوْمُ النَّحْرِ ثُمَّ يَوْمُ القَرِّ

“Sesungguhnya hari yang paling agung di sisi Allah Ta’ala adalah hari nahar (10 Dzulhijjah) kemudian hari qar (hari setelahnya).” (HR. Abu Dawud dengan isnad yang jayyid, takhrij Al Misykaat 2/810)
Bahkan hari raya Idul Adh-ha lebih utama daripada hari Idul Fitri karena di hari Idul Adh-ha terdapat shalat Ied dan berkurban, sedangkan dalam Idul Fitri terdapat shalat Ied dan bersedekah, dan berkurban jelas lebih utama daripada bersedekah.
Termasuk rahmat Allah dan kebijaksanaan-Nya adalah apabila Dia mensyariatkan suatu amal saleh, Dia mengajak semua orang melakukannya, dan jika di antara mereka ada yang tidak sanggup melakukannya, maka Dia mensyariatkan amal saleh yang lain sehingga mereka yang tidak mampu melakukannya tetap memperoleh pahala, di mana dengan amal saleh tersebut, Allah mengangkat derajat mereka dan menambah pahalanya. Contohnya adalah barang siapa yang tidak mampu berwuquf di ‘Arafah, maka Allah mensyariatkan baginya puasa ‘Arafah (tanggal 9 Dzulhijjah) yang menghapuskan dosa yang dikerjakan di tahun yang lalu dan yang akan datang, demikian pula mensyariatkan untuknya berkumpul pada hari Idul Adh-ha untuk shalat Ied, berdzikr, dan berkurban..
Sesungguhnya di antara amalan yang disyariatkan Allah pada hari raya ini adalah berkurban. Berkurban adalah amalan yang utama, karena di sana seseorang mengorbankan harta yang dicintainya karena Allah; yang menunjukkan bahwa ia lebih mengutamakan kecintaan Allah daripada apa yang disenangi hawa nafsunya. Berkurban memiliki banyak hikmah, di antaranya adalah sebagai rasa syukur kepada Allah, membantu fakir-miskin dan menghibur mereka, merekatkan hubungan antara orang kaya dengan orang miskin, dan hikmah-hikmah lainnya yang begitu banyak.


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
read more
Pertanyaan:
Apakah hukum orang yang membaca al-Qur’an sementara dia dalam kondisi tidak berwudhu, baik dibaca secara hafalan maupun dibaca dari mushaf?


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
read more
Sutrah Imam adalah Sutrah bagi Makmum ketika Shalat
السؤال: نعلم بأن سترة الإمام سترة للمأموم، فإذا انتهى الإمام من صلاته وقام المأموم يقضي فهل تستمر سترة الإمام سترة للمأمومين، أو يكون الإمام سترة للمأموم بعد انفراده؟
Pertanyaan, “Kita tahu bahwa sutrah imam adalah sutrah bagi makmum. Jika imam sudah menyelesaikan shalatnya dan makmum masbuk menyelesaikan kekurangan shalatnya maka apakah sutrah imam tetap menjadi sutrah bagi para makmum ataukah imam itu menjadi sutrah bagi makmum setelah dia berpisah dari imamnya?


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
read more
Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata:
“ ‘Abdullah (hamba Allah) adalah orang yang ridho terhadap apa yang Allah ridhoi, murka terhadap apa yang Allah murkai, cinta terhadap apa yang Allah dan Rasul-nya cintai serta benci terhadap apa yang Allah dan Rasul-Nya benci. Hamba Allah adalah hamba yang senantiasa menolong wali Allah (kekasih Allah dari orang beriman) dan membenci musuh Allah Ta’ala (dari orang kafir). Inilah tanda sempurnanya iman.
Sebagaimana disebutkan dalam hadits,
مَنْ أَحَبَّ لِلَّهِ وَأَبْغَضَ لِلَّهِ وَأَعْطَى لِلَّهِ وَمَنَعَ لِلَّهِ فَقَدْ اسْتَكْمَلَ الْإِيمَانَ
“Barangsiapa yang cinta dan benci karena Allah serta memberi dan enggan memberi karena Allah, maka telah sempurnalah imannya.”[1]
Beliau juga bersabda,
أَوْثَقُ عُرَى الْإِيمَانِ الْحُبُّ فِي اللَّهِ ؛ وَالْبُغْضُ فِي اللَّهِ
“Ikatan iman yang paling kokoh adalah cinta dan benci karena Allah.”[2]
***
Sebelumnya Ibnu Taimiyah rahimahullah membawakan hadits,
تَعِسَ عَبْدُ الدِّرْهَمِ تَعِسَ عَبْدُ الدِّينَارِ ؛ تَعِسَ عَبْدُ الْقَطِيفَةِ ؛ تَعِسَ عَبْدُ الْخَمِيصَةِ
Celakalah wahai budak (hamba) dirham. Celakalah wahai budak (hamba) dinar. Celakalah wahai budak (hamba) qothifah (pakaian).  Celakalah wahai budak (hamba) khomishoh (pakaian).”[3] Lantas Ibnu Taimiyah mengatakan, “Inilah yang namanya budak harta-harta tadi. Jika ia memintanya dari Allah dan Allah memberinya, ia pun ridho. Namun ketika Allah tidak memberinya, ia pun murka.”
Padahal jika Allah tidak memberi sesuatu, bukan berarti Allah itu pelit. Kadang kita harus mengetahui bahwa diluaskan dan disempitkannya rizki atau harta kadang adalah sebagai ujian bagi kita. Ujian itu adalah apakah kita bisa termasuk hamba Allah yang bersyukur atau tidak dan bersabar ataukah tidak. Budak atau hamba dunia (baca: ‘abdu dunya) memiliki sifat sebagaimana yang disebutkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah di atas. Sedangkan hamba Allah (‘Abdullah) yang sebenarnya adalah sebagaimana yang disebutkan di awal tulisan ini.
Semoga Allah menganugerahkan sifat hamba Allah yang sebenarnya dan menjauhkan kita dari sifat hamba dunia. Hanya Allah yang beri taufik.
Sumber: Majmu’ Al Fatawa, Ibnu Taimiyah, 10/190
By: Muhammad Abduh Tuasikal
www.rumaysho.com

Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ – رضى الله عنه – قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – « مَن
حَجَّ هَذَا الْبَيْتَ ، فَلَمْ يَرْفُثْ وَلَمْ يَفْسُقْ ، رَجَعَ كَمَا وَلَدَتْهُ أُمُّهُ »
Siapa yang berhaji ke Ka’bah lalu tidak berkata-kata seronok dan tidak berbuat kefasikan maka dia pulang ke negerinya sebagaimana ketika dilahirkan oleh ibunya” (HR Bukhari 1819)
Dari Ibnu Umar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الْغَازِى فِى سَبِيلِ اللَّهِ وَالْحَاجُّ وَالْمُعْتَمِرُ وَفْدُ اللَّهِ دَعَاهُمْ فَأَجَابُوهُ وَسَأَلُوهُ فَأَعْطَاهُمْ
Orang yang berperang di jalan Alloh, orang yang berhaji serta berumroh adalah tamu-tamu Alloh. Alloh memanggil mereka, mereka pun memenuhi panggilan. Oleh karena itu jika mereka meminta kepada Alloh pasti akan Alloh beri” (HR Ibnu Majah no 2893, Al Bushairi mengatakan, ‘Sanadnya hasan’ dan dinilai sebagai hadits hasan oleh al Albani dalam Silsilah Shahihah ketika menjelaskan hadits no 1820).
أَمَّا خُرُوجُكَ مِنْ بَيْتِكَ تَؤُمُّ الْبَيْتَ فَإِنَّ لَكَ بِكُلِّ وَطْأَةٍ تَطَأُهَا رَاحِلَتُكَ يَكْتُبُ اللَّهُ لَكَ بِهَا حَسَنَةً , وَيَمْحُو عَنْكَ بِهَا سَيِّئَةً , وَأَمَّا وُقُوفُكَ بِعَرَفَةَ فَإِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يَنْزِلُ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا فَيُبَاهِي بِهِمُ الْمَلائِكَةَ , فَيَقُولُ:هَؤُلاءِ عِبَادِي جَاءُونِي شُعْثًا غُبْرًا مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ يَرْجُونَ رَحْمَتِي , وَيَخَافُونَ عَذَابِي , وَلَمْ يَرَوْنِي , فَكَيْفَ لَوْ رَأَوْنِي؟فَلَوْ كَانَ عَلَيْكَ مِثْلُ رَمْلِ عَالِجٍ , أَوْ مِثْلُ أَيَّامِ الدُّنْيَا , أَوْ مِثْلُ قَطْرِ السَّمَاءِ ذُنُوبًا غَسَلَ اللَّهُ عَنْكَ , وَأَمَّا رَمْيُكَ الْجِمَارَ فَإِنَّهُ مَذْخُورٌ لَكَ , وَأَمَّا حَلْقُكَ رَأْسَكَ , فَإِنَّ لَكَ بِكُلِّ شَعْرَةٍ تَسْقُطُ حَسَنَةٌ , فَإِذَا طُفْتَ بِالْبَيْتِ خَرَجْتَ مِنْ ذُنُوبِكَ كَيَوْمِ وَلَدَتْكَ أُمُّكَ.
Adapun keluarmu dari rumah untuk berhaji ke Ka’bah maka setiap langkah hewan tungganganmu akan Alloh catat sebagai satu kebaikan dan menghapus satu kesalahan. Sedangkan wukuf di Arafah maka pada saat itu Alloh turun ke langit dunia lalu Alloh bangga-banggakan orang-orang yang berwukuf di hadapan para malaikat.
Alloh Ta’ala berfirman (yang artinya), ‘Mereka adalah hamba-hambaKu yang datang dalam keadaan kusut berdebu dari segala penjuru dunia. Mereka mengharap kasih sayangKu, merasa takut dengan siksaKu padahal mereka belum pernah melihatKu. Bagaimana andai mereka pernah melihatKu?!
Andai engkau memiliki dosa sebanyak butir pasir di sebuah gundukan pasir atau sebanyak hari di dunia atau semisal tetes air hujan maka seluruhnya akan Alloh bersihkan.
Lempar jumrohmu merupakan simpanan pahala. Ketika engkau menggundul kepalamu maka setiap helai rambut yang jatuh bernilai satu kebaikan. Jika engkau thawaf, mengelilingi Ka’bah maka engkau terbebas dari dosa-dosamu sebagaimana ketika kau terlahir dari rahim ibumu
” (HR Tabrani dalam Mu’jam Kabir no 13390, dinilai hasan li ghairihi oleh al Albani dalam Shahih al Jami’ no 1360 dan Shahih Targhib wa Tarhib no 1112).


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
read more
Kita sering melihat seorang muslim yang memiliki tanda hitam di dahi, kita pun bertanya-tanya bagaimanakah pandangan Islam yang sebenarnya tentang adanya tanda hitam di dahi seorang mukmin. Ada yang mengatakan bahwa itu adalah tandanya seorang mukmin, bahkan ada yang mengatakan bahwa itulah penafsiran dalam sebuah ayat dalam surat al-Fath:

سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ

tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud” (QS al Fath:29).
Lalu bagaimanakah yang benar mendudukkan permasalahan ini ? Simaklah tanya jawab berikut dengan Ust. Aris Munandar yang kami nukil di web pribadi beliau

Tanya: Terkait dengan dahi yang hitam karena bekas sujud, bagaimana dengan hadits yang mengatakan bahwa sujud yang benar adalah harus ditekan?
081 392685687


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
read more
Ustadz yang saya hormati. Saya ingin bertanya. Jika seorang pemuda mendekati seorang wanita lalu keduanya bercengkerama serta berciuman, lalu pemuda ini sadar dan langsung menjauhi dirinya dari wanita tersebut. Pemuda ini ingin bertaubat dari dosa-dosa yang telah diperbuat olehnya, tapi dia selalu dihantui rasa bersalah pada dirinya sendiri yang telah berbuat seperti itu. Yang ingin saya tanyakan, apakah pemuda itu bisa bertaubat dan apa pemuda itu harus meminta maaf kepada wanita tersebut ustadz? Jika iya, bagaimana kalau wanita itu tidak memaafkan serta bagaimana cara pemuda tadi menghilangkan rasa takutnya itu?

Dijawab oleh Al Ustadz Abu Zakaria Riski :
Bismillahirrahmanirrahim. Alhamdulillah. Wash-shalatu wassalamu ‘ala Nabiyyina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam wa ‘ala ashhabihi wasallam tasliiman katsiran. Wa ba’du.
Perbuatan zina termasuk perbuatan yang terlarang dan keji. Juga tergolong salah satu dari sekian dosa-dosa besar. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Dan janganlah kalian mendekati setiap perbuatan zina, karena sesungguhnya perbuatan zina adalah perbuatan yang keji dan jalan yang teramat buruk.” (Al-Isra: 32)
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Telah tertulis atas anak-anak keturunan Adam bagian mereka dari perbuatan zina. Niscaya dia akan mendapatinya. Kedua mata, zinanya adalah melihat. Kedua telinga, zinanya adalah mendengar. Lisan, zinanya adalah berbicara. Tangan, zinanya adalah menyentuh. Kaki, zinanya adalah melangkah. Dan hati dengan berharap dan berkhayal. Dan hal itu dibenarkan oleh kemaluan, atau didustakan.” (HR. Bukhari no. 6243 dan Muslim no. 2657)
Bercengkerama, berciuman, saling menyentuh dan semisalnya tergolong perbuatan zina, yang akan mengantarkan kepada perbuatan yang lebih besar. Dan perbuatan ini termasuk di antara perbuatan maksiat yang akan menjatuhkan pelakunya ke dalam perbuatan dosa besar.
Karena itulah para ulama menyebutkan bahwa taubat itu wajib atas setiap perbuatan dosa. Apabila kemaksiatan tersebut antara seorang hamba dan Allah Subhanahu wa Ta’ala, tidak ada kaitannya dengan hak salah seorang bani Adam, maka haruslah memenuhi tiga syarat:
Pertama: Pelaku maksiat tersebut haruslah berlepas diri dari kemaksiatan.
Kedua: Pelaku maksiat haruslah menyesali perbuatannya.
Ketiga: Pelaku maksiat ini mesti ber’azam untuk tidak kembali melakukan maksiat tersebut selamanya.
Apabila salah satu dari tiga syarat ini tidak terpenuhi, maka taubatnya tidaklah sah.
Jika perbuatan maksiat tersebut bersinggungan dengan salah seorang anak Adam, maka syarat taubat ada empat: Tiga syarat di atas tadi, dan syarat keempat: berlepas dari hak anak Adam tersebut. Jikalau berupa harta atau semisalnya, maka dia harus mengembalikannya. Jikalau berupa dera atas sebuah tuduhan (palsu), maka dia menyerahkan dirinya untuk mendapatkan ganjaran atas tuduhan tersebut, atau meminta pengampunannya. Dan jika berupa ghibah, maka dia harus meminta penghalalan dari orang tersebut selama permintaan tersebut tidak menyebabkan mafsadat yang lebih besar. Dan diharuskan bertaubat dari seluruh perbuatan dosa. Jika dia bertaubat dari sebagian perbuatan dosa, taubatnya sah menurut pandangan ulama As-Sunnah atas dosa itu. Sementara dosa-dosa lainnya tetap tersisa. Dalil-dalil Al-Qur’an, As-Sunnah dan konsensus ulama Islam sangatlah jelas menunjukkan keharusan bertaubat. [1]
Jadi sepatutnyalah bagi orang tersebut untuk menyesali diri atas perbuatan maksiat yang dilakukannya dan menanamkan di dalam dirinya untuk tidak kembali melakukan perbuatan tersebut. Karena inilah hakikat taubat menurut para ulama syara’. Dan diriwayatkan dari hadits Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Penyesalan diri merupakan taubat.” [2]
Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Kecuali orang-orang yang bertaubat setelah perbuatan -dosa- itu dan melakukan perbaikan. Karena sesungguhnya Allah adalah Zat yang Maha Pengampun lagi Maha Pengasih.” (An-Nuur: 5)
Adapun laki-laki yang disebutkan pada soal tersebut, tidaklah harus meminta maaf kepada si wanita, bahkan wanita tersebut juga harus bertaubat dan menyadari kemaksiatan yang dilakukannya bersama si laki-laki. Sedangkan untuk menghilangkan rasa takut dan rasa bersalah di dalam dirinya adalah dengan benar-benar merealisasikan taubatnya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan menyertakan amal-amal kebaikan, memperbanyak doa dan munajat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
“Kecuali bagi yang bertaubat dan beriman serta melakukan amal shalih, maka mereka itu Allah akan gantikan keburukan mereka dengan kebaikan. Dan Allah adalah Zat yang Maha Pengampun lagi Maha Pengasih. Dan barangsiapa yang bertaubat dan melakukan amal shalih, maka sesungguhnya dia telah bertaubat kepada Allah dengan sebaik-baik taubat.” (Al-Furqan: 70-71)
“Sesungguhnya taubat di sisi Allah hanyalah taubat bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan lantaran kejahilan, yang kemudian mereka bertaubat dengan segera, maka mereka itulah yang diterima Allah taubatnya; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (An-Nisa: 17)
Wallahu a’lam.
Catatan kaki:
[1] Dikutip dari perkataan Imam an-Nawawi di Riyadh Ash-Shalihin hal. 37-38 dengan sedikit perubahan konteks.
[2] Diriwayatkan oleh Ibnu Majah no. 4252, Al-Hakim 4/243 dan beliau menshahihkannya serta disetujui oleh adz-Dzahabi, Al-Baihaqi di dalam Al-Kubra 10/154 dan selain mereka. Hadits ini juga dishahihkan oleh Al-Albani.
Sumber: Majalah Akhwat vol. 5/1431 H/2010, hal. 87-89.

Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
Pemateri: Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas

Ilmu yang ber­man­faat dapat diketahui dengan melihat kepada pemilik ilmu ter­sebut. Di antara tanda-tandanya adalah:
[1]. Orang yang ber­man­faat ilmunya tidak peduli ter­hadap keadaan dan kedudukan dirinya serta hati mereka mem­benci pujian dari manusia, tidak meng­ang­gap dirinya suci, dan tidak som­bong ter­hadap orang lain dengan ilmu yang dimilikinya.
Imam al-Hasan al-Bashri (wafat th. 110 H) rahimahullaah meng­atakan, “Orang yang faqih hanyalah orang yang zuhud ter­hadap dunia, sangat meng­harapkan kehidupan akhirat, meng­etahui agamanya, dan rajin dalam ber­ibadah.” Dalam riwayat lain beliau ber­kata, “Ia tidak iri ter­hadap orang yang ber­ada di atas­nya, tidak som­bong ter­hadap orang yang ber­ada di bawah­nya, dan tidak meng­am­bil imbalan dari ilmu yang telah Allah Ta’ala ajarkan kepadanya.” [1]
[2]. Pemilik ilmu yang ber­man­faat, apabila ilmunya ber­tam­bah, ber­tam­bah pula sikap tawadhu’, rasa takut, kehinaan, dan ketun­dukan­nya di hadapan Allah Ta’ala.
[3]. Ilmu yang ber­man­faat meng­ajak pemilik­nya lari dari dunia. Yang paling besar adalah kedudukan, ketenaran, dan pujian. Men­jauhi hal itu dan bersungguh-sungguh dalam men­jauh­kan­nya, maka hal itu adalah tanda ilmu yang bermanfaat.
[4]. Pemilik ilmu ini tidak mengaku-ngaku memiliki ilmu dan tidak ber­bangga dengan­nya ter­hadap seorang pun. Ia tidak menis­batkan kebodohan kepada seorang pun, kecuali seseorang yang jelas-jelas menyalahi Sun­nah dan Ahlus Sun­nah. Ia marah kepadanya karena Allah Ta’ala semata, bukan karena pribadinya, tidak pula ber­mak­sud mening­gikan kedudukan dirinya sen­diri di atas seorang pun. [2]


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
read more
Copyright © 2020.Junedi Ubaidilllah. Powered by Blogger.

Jumlah Pengunjung

Blog Archive

Anda Pengunjung Online

Followers