Di antara petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika wudhu adalah sebagai berikut:
Berwudhu Setiap Kali Shalat
(1) Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berwudhu setiap kali mau shalat. Inilah kondisi beliau pada umumnya. Kadang juga beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berwudhu untuk beberapa shalat dengan sekali wudhu. (HR. Muslim)
Berwudhu dengan Tidak Boros Menggunakan Air
(2) Kadang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berwudhu dengan satu mud, kadang pula dengan sepertiganya, atau kadang lebih dari itu.
(3) Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang sangat hemat ketika menggunakan air saat berwudhu. Beliau pun mewanti-wanti umatnya –dalam hadits yang sifatnya umum- agar jangan sampai boros. Beliau pun mengabari bahwa di antara umatnya ada yang berlebih-lebihan dalam thoharoh (bersuci). (HR. Ahmad)
Jumlah Basuhan Setiap Anggota Wudhu
(4) Telah shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau ketika membasuh setiap anggota wudhu, kadang satu kali-satu kali, kadang dua kali-dua kali, dan kadang tiga kali-tiga kali. Kadang pula beliau membasuh sebagian anggota wudhu ada yang dua kali dan yang lainnya tiga kali.
Cara Beliau Berkumur-kumur dan Memasukkan air dalam Hidung
(5) Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkumur-kumur dan memasukkan air dalam hidung, kadang dengan satu cidukan, kadang dua cidukan, dan kadang tiga cidukan.
(6) Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa menyambungkan antara berkumur-kumur dan memasukkan air dalam hidung (dengan satu cidukan, satu kali jalan). Beliau mengambil sebagian cidukan untuk mulut dan sebagiannya lagi untuk hidungnya. Adapun jika katakan tadi bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika berkumur-kumur dan memasukkan air dalam hidung dengan dua atau tiga kali cidukan, maka itu ada kemungkinan kalau beliau memisah antara keduanya. Namun yang sesuai petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah menyabungkan antara keduanya. Sebagaimana disebutkan dalam shahihain (Bukhari-Muslim) dari hadits ‘Abdullah bin Zaid, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berkumur-kumur dan memasukkan air dalam hidung sekaligus dari satu telapak tangan dan beliau melakukan seperti ini sebanyak tiga kali.” Dalam lafazh lainnya, “Beliau berkumur-kumur dan memasukkan air dalam hidung sebanyak tiga kali.” Inilah penjelasan yang tepat (shahih) tentang berkumur-kumur dan memasukkan air dalam hidung.
(7) Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa menggunakan tangan kanan ketika memasukkan air dalam hidung dan mengeluarkannya dengan tangan kiri.
Mengusap Kepala
(8) Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa mengusap seluruh kepala (bukan sebagiannya saja). Kadang beliau mengusapnya dengan menarik tangan yang telah dibasahi dari belakang ke depan dan beliau tarik lagi ke belakang.
-bersambung insya Allah-

Diterjemahkan secara bebas dari Muhadzdzab Zaadul Ma’ad (Ibnul Qayyim), disusun ulang oleh Sa’ad bin ‘Abdurrahman al Hushain, hal. 26
Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel www.remajaislam.com

Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
Begitu banyak maksiat dilakukan oleh manusia. Para wanita pamer aurat tanpa mau berusaha untuk mengenakan jilbab dan menutupnya dengan sempurna. Kewajiban shalat wajib seringkali ditinggalkan tanpa pernah ada rasa takut. Padahal, dosa meninggalkannya lebih besar dari dosa zina.
Seakan, pelaku maksiat itu hatinya tak pernah kunjung sadar. Siang malam, tidak bosan-bosannya maksiat terus diterjang. Pantas saja, sebab pengaruh maksiat pada hati sungguh amat luar biasa. Bahkan bisa membuat berkarat, sehingga memadamkan cahaya hati.
Allah berfirman,
كَلَّا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
“Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka.” (Al- Muthaffifin: 14)
Makna ayat ini diterangkan dalam hadits berikut: dari Abu Hurairah, dari Rasulullah –shollallohu ‘alaihi wa sallam–, beliau bersabda, “Seorang hamba apabila melakukan suatu kesalahan, maka dititikkan dalam hatinya sebuah titik hitam. Apabila ia meninggalkannya dan meminta ampun serta bertobat, hatinya dibersihkan. Apabila ia kembali (berbuat maksiat), maka ditambahkan titik hitam tersebut hingga menutupi hatinya. Itulah yang diistilahkan “ar raan” yang Allah sebutkan dalam firman-Nya (yang artinya), ‘Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka’.” (Riwayat at-Tirmidzi no. 3334, Ibnu Majah no. 4244, Ibnu Hibban (7/27) dan Ahmad (2/297). Dihasankan oleh Syekh al-Albani –rohimahulloh–)
Penulis “al-Jalalain” –rohimahulloh– menafsirkan, “Hati mereka tertutupi oleh ‘ar-raan’ seperti karat karena maksiat yang mereka perbuat.” (Tafsir Al Jalalain, al-Mahalli dan as-Suyuthi, Mawqi’ at-Tafasir, 12/360)
Ibnu Qayyim al-Jauziyah –rohimahulloh– mengatakan, “Jika dosa semakin bertambah, maka itu akan menutupi hati pemiliknya. Sebagaimana sebagian salaf mengatakan mengenai surat al-Muthaffifin ayat 14, “Yang dimaksud adalah dosa yang menumpuk di atas dosa.”
Begitulah di antara dampak maksiat bagi hati. Setiap maksiat membuat hati pelakunya tertutup noda hitam. Jika hati itu tertutup, maka akan sulit menerima kebenaran. Ibnul Qayyim –rohimahulloh– berkata, “Jika hati sudah semakin gelap, maka amat sulit untuk mengenal petunjuk kebenaran.”
Sudah saatnya kita memperbanyak tobat dan istighfar, supaya gelapnya hati akan hilang dan membuat hati semakin bercahaya, sehingga kebenaran dan petunjuk akan mudah diterima.(***)
Majalah Keluarga Islam, Nikah Sakinah Vol. 9 No. 9
VN:F [1.6.2_892]


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
Kecantikan adalah impian para wanita,
Mereka berdandan, berhias, menunjukkan perhiasan dan kemolekan tubuh
Hanya untuk mendapatkan gelar ratu kecantikan
Tidakkah mereka mengetahui kecantikan yang hakiki?
Inilah nasehat seorang ayah kepada puterinya
Akan makna kecantikan yang hakiki
Syair teks Arab
Kecantikan jiwa lebih tinggi nilainya
Wahai puteriku, jika engkau menginginkan kecantikan menghiasi tubuh dan akalmu
Tinggalkanlah kebiasaan bertabarruj (bersolek), karena kecantikan jiwa itu lebih tinggi dan lebih mulia
(Hal ini sebagaimana) bunga buatan yang dibuat oleh para penghiasnya, namun bunga yang berada di taman tidak ada yang menyaingi keindahan dan bentuknya
Wahai putriku jadilah engkau seperti matahari yang menyinari manusia, baik yang mulia maupun yang hina
teks Arab
Rasa malu dan sikap lemah lembut adalah perangai terpuji
Jadikanlah rasa malu sebagai perangaimu
Karena rasa malu lebih utama dalam diri seorang wanita
Tidak ada kebahagiaan sedikitpun pada seorang gadis jika rasa malu sudah lenyap darinya
Dan jika engkau melihat seorang yang tertimpa kesusahan
Ulurkanlah kepadanya bantuan dan iringilah dengan cucuran air mata kebaikan
Karena air mata yang keluar dari rasa kebaikan lebih indah dalam pipi dan lebih cantik dan lebih tinggi nilainya dari permata
Dialihbahasakan oleh Abu Hasan Arif dari kitab al-Adwa fil Lughatil Arabiyyah
(Adz-Dzakhiirah Al-Islamiyyah Edisi 25 hal. 51)


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
Islam telah membimbing kita dalam membangun rumah tangga, dimulai dari memilih pasangan hidup. Islam mengikat suami istri dalam ikatan kokoh, menentukan hak dan kewajiban, serta mewajibkan mereka menjaga buah pernikahan ini. Islam juga mengantisipasi segala problema yang dapat menghadang kehidupan rumah tangga secara tepat. Itulah kesempurnaan islam yang sangat indah.
Pernikahan! Kata itu sangat indah didengar tetapi keindahan di dalamnya harus serta-merta dibarengi dengan persiapan. Pernikahan berarti mempertemukan kepentingan-kepentingan dua individu dan bukan mempertentangkannya.
Ketika biduk rumah tangga telah berlayar, apa saja yang bisa Anda lakukan di dalamnya? Hari berlalu, pekan berlalu, bergantilah bulan. Tiba-tiba suatu hari Anda merasakan ada sesuatu yang tidak mengenakkan Anda. Anda mengamati sifat dan pasangan Anda selama beberapa pekan sejak pernikahan, ternyata ada yang tidak Anda sukai dan yang tidak Anda harapkan. Sejak saat itu, Anda menemukan bahwa rumah tangga tidak hanya berisi kegembiraan, namun juga tantangan, bahkan bisa juga ancaman. Seorang suami mungkin bertanya-tanya siapakah gerangan engkau wahai istriku? Demikian ia sering bertanya dalam hatinya. Sekian banyak hal-hal aneh dan asing yang ia temukan pada diri seorang ‘makhluk halus’ bernama istrinya itu. Demikian pula, pertanyaan itu muncul di benak sang istri. Seperti ia sedang dihadapkan pada sebuah laboratorium bernyawa, tengah ada banyak penelitian dan pelajaran yang bisa dieksplorasi di dalamnya. Ia menghadapi hari-hari yang berharga, pengenalan demi pengenalan, pengalaman demi pengalaman dan berbagai pertanyaan yang belum terjawabkan. Dulu waktu masih lajang, seorang muslimah yang belum pernah bersentuhan kulit dengan lawan jenis, kini tiba-tiba dihadapkan pada seorang asing yang nantinya akan mengetahui banyak ‘rahasia’ dirinya. Ia seorang wanita yang ‘clingus’ menurut orang jawa, wanita yang tak berani ngobrol dan bercanda dengan lawan jenisnya, namun tatkala masuk ke jenjang pernikahan ia harus berhadapan dengan ‘dunia’ laki-laki. Kini, ia mencoba menyesuaikan irama kehidupan dirinya dengan sang suami. Ia mulai mengenal dunia laki-laki secara dekat tanpa jarak. Demikian pula hal-nya dengan sang suami.
Sebenarnyalah kesulitan yang dihadapi merupakan sesuatu yang wajar dan manusiawi. Betapa tidak! Pernikahan telah mempertemukan bukan saja dua individu yang berbeda, laki-laki dan perempuan, tetapi dua kepribadian, dua selera, dua latar budaya, dua karakter, dua hati, dua otak dan ruh yang hampir dapat dipastikan banyak ketidaksamaan yang akan ditemui oleh keduanya. Seorang manusia yang terkadang bisa saja tak paham akan suasana hatinya, sekarang malah dituntut untuk memahami hati orang lain?!
Kehidupan rumah tangga tak semuanya bisa dirasionalkan begitu saja, terkadang memerlukan proses kontemplasi yang rumit, memahami dunia baru, memahami suasana jiwa, logika, psikologis dan fisiologis yang bergulir bersama di dalam kehidupan rumah tangga. Kuliah S1 ternyata tak cukup membekali teori tentang ’siapakah laki-laki dan perempuan’ dalam tataran teoritis maupun praktis. Tentunya kita kurang mampu memahami dunia pasangan kita, kecuali menempuh pembelajaran dan saling membantu untuk terbuka kepada pasangannya tentang apa yang dirasakan, kepedihan duka, kegembiraan, kecemburuan, kekecewaan, kebanggaan, keinginan, dan jutaan determinasi perasaan lainnya. Saling mencintai memerlukan proses pembelajaran. Saling membantu mengajarkan tentang diri sendiri, bahwa aku adalah makhluk Allah yang punya keinginan dan mestinya engkau mengerti keinginanku. Akan tetapi bahasan verbal tak senantiasa berhasil mengungkap hakikat perasaan.
Menikah adalah pilihan sadar setiap laki-laki dan perempuan dalam islam. Seorang laki-laki berhak menentukan pasangan hidup sebagaimana perempuan. Jika kemudian sepasang laki-laki dan perempuan memutuskan untuk saling menerima dan sepakat melangsungkan pernikahan, atas alasan apakah satu pihak merasa terpaksa berada di samping pasangan hidupnya setelah resmi berumah tangga??!! Sebelum terjadinya akad nikah, pilihan masih terbuka lebar, akan tetapi setelah adanya akad nikah, adalah sebuah pengkhianatan terhadap makna akad itu sendiri apabila satu pihak senantiasa mencari-cari keburukan dan kesalahan pasangannya dengan merasa benar dan bersih sendiri. Tentunya hal tersebut merupakan salah satu bentuk penyucian diri, terlebih lagi tindakannya tersebut akan menumbuhkan benih-benih kebencian dalam hati terhadap seseorang yang telah menjadi pilihannya. Allah ta’ala berfirman:
فَلَا تُزَكُّوا أَنْفُسَكُمْ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقَى
Janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa.” (QS. An Najm: 32).
لَا يَفْرَكْ مُؤْمِنٌ مُؤْمِنَةً إِنْ كَرِهَ مِنْهَا خُلُقًا رَضِيَ مِنْهَا آخَرَ
Janganlah seorang mukmin membenci seorang mukminah, karena walaupun dirinya membenci salah satu perangainya, tentulah akan ada perangai lain yang disukainya.” (HR. Muslim nomor 2672)
Imam An Nawawi mengatakan, “Yang benar, hadits ini merupakan larangan bagi seorang suami agar tidak membenci istrinya, karena apabila istrinya memiliki perangai yang tidak disenanginya, tentulah akan ada perangai lain yang disukainya, misalnya istrinya memiliki akhlak yang jelek, akan tetapi mungkin saja dia komitmen terhadap agama, memiliki paras yang cantik, mampu menjaga diri, lembut atau yang semisalnya.” (Syarh Shahih Muslim, 5/209).
Memang ada pilihan lain yang dicontohkan shahabiyah Habibah binti Sahl ketika menemukan kebuntuan dalam rumah tangga sehingga dirinya mengajukan khulu’. Nabi pun memberikan jalan keluar.(HR. Malik nomor 1032; Abu Dawud nomor 1900, 1901; An Nasaa’i nomor 3408; Ibnu Majah nomor 2047; Ahmad nomor 26173; dishahihkan oleh Al ‘Allamah Al Albani dalam Al Irwa’, 7/102-103, Shahih Sunan Abu Dawud nomor 1929).
Namun, cerai bukanlah jalan pertama yang harus ditempuh, sebab proses belajar menerima dan mencintai harus terjadi dan ditempuh terlebih dahulu. Karena tujuan kita menikah adalah ibadah, mengabdi pada Allah dan mencapai keridhoan-Nya. Sedangkan hasil akhir dari ibadah itu sendiri adalah mencapai tingkat ketakwaan atau pemeliharaan diri dari segala kemaksiatan, yang akan membawa pemiliknya merengkuh ridho Allah. Berbagai upaya akan ditempuh oleh orang yang ingin mencapai derajat ketakwaan, tidak terkecuali melalui pernikahan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
اتَّقِ اللَّهِ حَيْثُمَا كُنْتَ وَأَتْبِعْ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَن
Bertakwalah kamu di manapun kamu berada, bila kamu berbuat kejahatan, segera iringi dengan perbuatan baik, sehingga dosamu terhapus, lalu pergaulilah manusia dengan akhlaq yang baik.” (HR. Tirmidzi nomor 1910; dihasankan Syaikh Al Albani dalam Al Misykah nomor 5083, Ar Raudlun Nadhir nomor 855, Shahih wadl Dhaif Sunan At Tirmidzi, 4/487)
Setiap pasangan hendaknya merenungkan bahwasanya ketika mereka menikah, mereka tinggal menyempurnakan “setengah ketakwaan”, apakah “setengah ketakwaan” yang telah dianugerahkan Allah kepada mereka hendak disia-siakan?
Mari kita belajar membentuk bahtera rumah tangga yang mampu berlayar merengkuh keridhoaan-Nya. Bertakwalah kepada Allah dalam setiap mengambil keputusan dan bersabarlah menghadapi kekurangan dan kelemahan pasangan kita, karena tak ada manusia yang sempurna, teruslah bermuhasabah diri. Mudah-mudahan dengan kesabaran kita, Allah akan memudahkan dan memberikan kebahagiaan dalam rumah tangga kita. Teruslah berusaha melaksanakan semua kewajiban yang Allah bebankan pada kita dengan segala kemampuan dan kekuatan yang ada, Allah-lah sumber kekuatan kita, dengan mengharap ridha-Nya dan cinta-Nya. Berjanjilah, mulai hari ini, bahwa keindahan hidup rumah tangga pada mulanya berasal dari kesadaran anda akan janji besar ini! Dengan demikian, semoga kita mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat. Semoga Allah mengumpulkan kita dengan pasangan beserta anak-anak kita dalam jannah-Nya. Amiin.
Penulis: Muhammad Nur Ichwan Muslim
Artikel www.muslim.or.id

Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

UMMU MAHJAN

Wahai ibuku… Wahai saudariku… Janganlah anda meremehkan amal kebaikan sekalipun kecil, dan ketahuilah bahwa anda diseru untuk menunaikan tanggung jawab anda dengan mencurahkan segenap kemampuan dan banyak berkorban dalam rangka menegakkan bangunan Islam yang agung. Janganlah sekali-kali anda mengelak dari tugas anda sekalipun hanya sedetik karena tipu daya musuh Islam terhadapmu. Mereka musuh-musuh Islam ingin sekiranya engkau menyimpang dari tugasmu yang mulia, dan mereka berupaya menjatuhkan semangatmu dalam berhidmat kepada Islam dan membina umat.
Janganlah… dan sekali lagi janganlah anda mengelak dan mundur dari berkhidmat kepada Islam karena anda merasa lemah, tidak ada kemampuan untuk ikut andil dalam menguatkan masyarakat Islam, sebab sesungguhnya perasaan-perasaan seperti itu merupakan rekayasa dari setan jin dan manusia.
Maka di sini kami hendak menyuguhkan sebuah kisah seorang wanita yang lemah dan berkulit hitam. Kisah ini merupakan sebuah pelajaran bagi kaum muslimin dalam hal kesungguhan, ketawadhu’an hingga sampai pada puncak semangatnya.
Beliau seorang wanita yang berkulit hitam, dipanggil dengan nama Ummu Mahjan. Telah disebutkan di dalam Ash-Shahih tanpa menyebutkan nama aslinya, bahwa beliau tinggal di Madinah.[1]
Beliau Radhiyallahu ‘anha seorang wanita miskin yang memiliki tubuh yang lemah. Untuk itu beliau tidak luput dari perhatian Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam sang pemimpin, sebab beliau senantiasa mengunjungi orang-orang miskin dan menanyai keadaan mereka dan memberi makanan kepada mereka, maka tidakkah anda tahu akan hal ini wahai para pemimpin rakyat?
Beliau Radhiyallahu ‘anha menyadari bahwa dirinya memiliki kewajiban terhadap akidahnya dan masyarakat Islam. Lantas apa yang bisa dia laksanakan padahal beliau adalah seorang wanita yang tua dan lemah? Akan tetapi beliau sedikitpun tidak bimbang dan ragu, dan tidak menyisakan sedikitpun rasa putus asa dalam hatinya. Dan putus asa adalah jalan yang tidak dikenal di hati orang-orang yang beriman.
Begitulah, keimanan beliau telah menunjukkan kepadanya untuk menunaikan tanggung jawabnya. Maka beliau senantiasa membersihkan kotoran dan dedaunan dari masjid dengan menyapu dan membuangnya ke tempat sampah. Beliau senantiasa menjaga kebersihan rumah Allah, sebab masjid memiliki peran yang sangat urgen di dalam Islam. Di sanalah berkumpulnya para pahlawan dan para ulama’. Masjid, ibarat parlemen yang sebanyak lima kali sehari digunakan sebagai wahana untuk bermusyawarah, saling memahami dan saling mencintai, sebagaimana pula masjid adalah universitas tarbiyah amaliyah yang mendasar dalam membina umat.
Begitulah fungsi masjid pada zaman Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam, demikian pulalah yang terjadi pada zaman khulafa‘ur rasyidin dan begitu pula seharusnya peranan masjid hari ini hingga tegaknya hari kiamat.
Untuk itulah Ummu Mahjan Radhiyallahu ‘anha tidak kendor semangatnya, sebab pekerjaan itu merupakan target yang dapat beliau kerjakan. Beliau tidak pernah meremehkan pentingnya membersihkan kotoran untuk membuat suasana yang nyaman bagi Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat beliau dalam bermusyawarah yang senantiasa mereka kerjakan secara rutin.
Ummu Mahjan Radhiyallahu ‘anha terus menerus menekuni pekerjaan tersebut hingga beliau wafat pada zaman Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika ia wafat, para shahabat Ridhwanullahi ‘Alaihim membawa jenazahnya setelah malam menjelang dan mereka mendapati Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam masih tertidur. Mereka pun tidak ingin membangunkan beliau, sehingga mereka langsung menshalatkan dan menguburkannya di Baqi‘ul Gharqad.
Pagi harinya Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam merasa kehilangan wanita itu, kemudian beliau tanyakan kepada para sahabat, mereka menjawab, “Beliau telah dikubur wahai Rasulullah, kami telah mendatangi anda dan kami dapatkan anda masih dalam keadaan tidur sehingga kami tidak ingin membangunkan anda.” Maka beliau bersabda, “Marilah kita pergi!” Lantas bersama para shahabat, Rasulullah pergi menuju kubur Ummu Mahjan. Maka Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam berdiri, sementara para sahabat berdiri bershaf-shaf di belakang beliau, lantas Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam menshalatkannya dan bertakbir empat kali.[2]
Sebuah riwayat dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, bahwa ada seorang wanita yang berkulit hitam yang biasanya membersihkan masjid, suatu ketika Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam merasa kehilangan dia, lantas beliau bertanya tentangnya. Mereka telah berkata, “Dia telah wafat.” Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Mengapa kalian tidak memberitahukan hal itu kepadaku?” Abu Hurairah berkata, “Seolah-olah mereka menganggap bahwa kematian Ummu Mahjan itu adalah hal yang sepele.” Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tunjukkan kepadaku di mana kuburnya!” Maka mereka menunjukkan kuburnya kepada Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam kemudian beliau menyalatkannya, lalu bersabda:

إِنَّ هٰذِهِ الْقُبُورَ مَمْلُوءَةٌ ظُلْمَةٌ عَلَى أَهْلِهَا، وَإِنَّ اللّٰهَ يُنَوِّرُهَا لَهُمْ بِصَلاَتِي عَلَيْهِمْ

“Sesungguhnya kubur ini terisi dengan kegelapan atas penghuninya dan Allah meneranginya bagi mereka karena aku telah menyalatkannya.”[3]
Semoga Allah merahmati Ummu Mahjan Radhiyallahu ‘anha yang sekalipun beliau seorang yang miskin dan lemah, akan tetapi beliau turut berperan sesuai dengan kemampuannya. Beliau adalah pelajaran bagi kaum muslimin dalam perputaran sejarah bahwa tidak boleh menganggap sepele suatu amal sekalipun kecil.
Oleh karena itu ia mendapatkan perhatian dari Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam hingga ia wafat. Sehingga beliau menyalahkan para shahabat beliau Ridhwanullahi ‘Alaihim yang tidak memberitahukan kepada beliau perihal kematiannya agar beliau dapat mengantarkan Ummu Mahjan ke tempat tinggalnya yang terakhir di dunia. Bahkan tidak cukup hanya demikian namun beliau bersegera menuju kuburnya untuk menshalatkannya agar Allah menerangi kuburnya dengan shalat beliau.
Wahai ibuku… wahai saudariku… tahukah anda setelah ini apa yang dituntut dari anda berupa andil yang telah anda sumbangkan kepada agama dan umat? Jawabnya marilah bersama kami berbekal dengan ilmu terhadap kewajiban yang menggantung di leher kita melalui kitab MEREKA ADALAH PARA SHAHABIYAH.

[1].        Ibnu Sa’ad dalam ath-Thabaqat (VIII/414). [2].        Lihat al-Ishabah dalam Tamyizish Shahabah (VIII/187).
[3].        Lihat al-Ishabah (VIII/187), al-Muwatha’ (I/227), an-Nasa’i (I/9) hadits tersebut mursal, akan tetapi maknanya sesuai dengan hadits yang setelahnya yang bersambung dengan riwayat al-Bukhari dan Muslim.

Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
Kedudukan kaum wanita dalam masyarakat bukanlah isu baru dan bukan juga hal yang terselesaikan. Ketika Islam disebutkan, maka akan digambarkan ‘Wanita Islam’ sebagai seorang ibu yang kelelahan dirantai ke kompor, ‘korban’ yang ditekan dalam indoktrinasi, ketakutan akan hidup ala kebarat-baratan dan seterusnya. Yang lain berusaha keras menjelaskan bagaimana jilbab (kerudung Islam) adalah rintangan, mengaburkan pikiran dan berkomentar bahwa wanita muallaf telah dicuci otaknya, bodoh atau penghianat bagi kaumnya. Saya menolak tuduhan itu dan mengajukan kepada mereka beberapa pertanyaan ini: mengapa begitu banyak wanita yang terlahir dalam keadaan ‘jadi beradab’ pada masyarakat Eropah dan Amerika bersedia untuk menolak kebebasan mereka dan ‘kemerdekaan’ mereka untuk memeluk agama yang dianggap menindas mereka dan secara luas dianggap merugikan mereka?
Sebagai seorang muallaf dari Kristiani, aku hanya bisa menggambarkan pengalaman pribadi dan berbagai alasan untuk menolak ‘kebebasan’ yang dituntut harus dimiliki oleh para wanita dalam masyarakat ini untuk mendukung Agama yang sebenarnya telah membebaskan kaum perempuan yang telah memberikan kita status dan posisi yang sangat unik bila dibandingkan dengan rekan-rekan non muslim.
Sebelum memeluk Agama Islam, saya memiliki tendensi feminis yang kuat dan sadar dimana masalah wanita diperhatikan, banyak hal disekelilingnya ikut terseret namun tanpa dapat melekatkannya pada peta sosial. Permasalahan secara terus-menerus: ‘isu wanita’ baru berkembang tanpa adanya penyelesaian masalah sebelumnya yang memuaskan. Seperti para wanita yang saya pernah berbagi cerita dengan mereka, saya menuduh Islam sebagai agama yang seksis, membedakan, menindas dan memberikan lebih besar hak istimewa kepada laki-laki. Semua ini datang dari seseorang yang bahkan tidak mengenal Islam, orang yang telah buta karena ketidaktahuan dan telah menerima definisi ini yang sengaja disimpangkan dari Islam.
Namun, meskipun saya kritik Islam, dalam hati aku tidak puas dengan status saya sebagai seorang wanita dalam masyarakat ini. Bagi saya sepertinya masyarakat mendefinisikan istilah-istilah seperti ‘kemerdekaan’ dan ‘kebebasan’ dan kemudian definisi ini diterima oleh perempuan tanpa kita bahkan mencoba untuk bertanya atau menantang mereka. Ada jelas terjadi kontradiksi besar antara apa yang wanita diberitahu dalam teori dan apa yang sebenarnya terjadi dalam praktek.
Semakin lama saya merenungkan kekosongan besar yang saya rasakan semakin dalam. Aku perlahan-lahan mulai mencapai tahap dimana ketidakpuasan terhadap status saya sebagai wanita dalam masyarakat ini, benar-benar terefleksi pada rasa ketidakpuasan dalam masyarakat ini. Segala sesuatu tampak memburuk, meskipun mengklaim bahwa tahun 1990 akan menjadi dekade kesuksesan dan kemakmuran. Sesuatu yang vital nampaknya hilang dari hidupku dan tak akan ada yang dapat mengisi kekosongan ini. Menjadi seorang Kristen tidak melakukan apa-apa bagi saya dan saya mulai mempertanyakan validitas hanya mengingat Allah di satu hari dalam seminggu – Minggu! Seperti banyak orang Kristen lainnya juga, saya kecewa dengan kemunafikan Gereja dan menjadi semakin tidak senang dengan konsep Trinitas dan pendewaan Yesus. Akhirnya, saya mulai melihat kepada Islam. Pada awalnya, aku hanya tertarik pada isu-isu yang secara khusus berhubungan dengan perempuan. Dan akupun terkejut. Apa yang saya baca dan pelajari mengajarkan saya banyak hal tentang diri saya sendiri sebagai seorang wanita, dan juga tentang letaknya penindasan nyata terhadap perempuan: di setiap sistem lain dan cara hidup di luar Islam. Wanita Muslim telah diberikan hak-hak dalam setiap aspek dari agama dengan definisi yang jelas tentang peran mereka dalam masyarakat – seperti halnya lelaki – dengan tidak ada ketidakadilan terhadap salah satu dari mereka. Sebagaimana Allah berfirman:
“Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga.” [QS. an Nisa’:124]
Jadi setelah mengalami kesalahpahaman tentang status perempuan yang sebenarnya dalam Islam, saya sekarang ingin mencari tau lebih lanjut. Saya ingin menemukan hal-hal yang dapat mengisi kekosongan dalam hidup saya. Perhatian saya tertuju terhadap keyakinan dan praktik Islam. Hal hanya melalui pembentukan hal-hal dasar bahwa aku akan mengerti ke mana harus berpaling dan apa yang harus diprioritaskan. Hal ini merupakan daerah yang sedikit menerima perhatian atau kontroversi dalam masyarakat, dan ketika mempelajari keimanan dalam Islam, menjadi jelas mengapa hal ini terjadi: seperti ringkas, dan sepenuhnya rinciannya sempurna tidak dapat ditemukan di tempat lain.

Sumber: IslamReligion.com ditejermahkan secara bebas oleh Tim Shalihah



Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
Oleh Ustadz Abu Yahya Badrusalam
Umar bin Al Khathab radhiyallahu ‘anhu berkata: “Hisablah dirimu sebelum kamu dihisab…”. Dikeluarkan oleh At Tirmidzi dalam sunannya.

Ketahuilah saudaraku, muhasabah diri adalah amal yang amat mulia yang dapat membawa pelakunya kepada jalan yang diridhai oleh Allah Ta’ala.
Al Hasan Al Bashri rahimahullah berkata: “Sesungguhnya seorang hamba akan senantiasa baik selama ada yang memberinya peringatan dari dirinya, dan berusaha untuk selalu bermuhasabah”.
Demikian pula yang dinyatakan oleh Maimun bin Mihran rahimahullah: “Seorang hamba tidak menjadi bertaqwa sampai ia benar-benar memuhasabah dirinya lebih ketat dari muhasabah seorang pebisnis kepada patnernya”.
Ibnu Qayyim rahimahullah berkata: “Jiwa dan pemiliknya bagaikan dua orang yang bekerjasama untuk berbisnis dalam sebuah syarikah (Perusahaan Terbatas/PT) dimana tidak sempurna kerjasama antara keduanya kecuali dengan empat perkara”:
Pertama: Memberikan syarat-syarat dalam segala macam kebijakan yang diambil patnernya.
Kedua: Mengetahui apa sepak terjang patnernya, membimbing dan mengawasinya.
Ketiga: Memuhasabahnya.
Keempat: Mencegahnya dari perbuatan khianat.
Sebagai seorang muslim, sudah sepatutnya memberi syarat kepada ketujuh anggota tubuhnya. Semuanya merupakan modal utama untuk menghasilkan keuntungan yang baik. Jika orang yang tidak memiliki modal, maka bagaimana mungkin berharap keuntungan.
Tujuh anggota itu adalah: mata, telinga, mulut, lisan, kemaluan, tangan dan kaki. Menjaga tujuh anggota tubuh ini adalah asas segala kebaikan dan melalaikannya adalah asas segala keburukan.
Apabila kita telah memberi persyaratan, maka melangkah kepada tindakan selanjutnya yaitu mengetahui apa sepak terjangnya, membimbing dan mengawasinya. Perlu dicatat, jangan pernah sekali-kali melalaikannya, karena suatu ketika ketujuh anggota tubuh tersebut akan berkhianati
Ketika telah terasa adanya kekurangan, maka melangkah kepadill tindakan selanjutnya yaitu muhasabah. Tujuannya adalah untuk mengetahu keuntungan dan kerugian dari seluruh aktifitas ketujuh anggotatubuh tersebut.
Satu hal utama yang perlu diingat adalah, jika ia bersungguh-sungguh dalam mengawasi dan memuhasabah jiwanya di dunia ini, maka ia akan beristirahat kelak di hari akhirat. Sebaliknya, jika ia lalai maka hisabnya di hari akhirat semakin berat.

Tempat Muhasabah

Ibnu Qayyim rahimahullah menyebutkan bahwa muhasabah hendaknya dilakukan di dua waktu. Yakni sebelum beramal dan setelah beramal. Hal ini sangat perlu, agar amal yang akan dilakukan bermanfaat dan menghasilkan pahala.
Sebelum beramal, periksalah selalu niat dan tujuan dalam melakukan sesuatu. Prinsip yang baik adalah tidak tergesa-gesa sampai melihat apakah perbuatan tersebut lebih berhak dilakukan ataukah ditinggalkan.
Al Hasan Al Bashri rahimahullah berkata: “Semoga Allah merahmati seorang hamba yang berhenti sejenak ketika berniat untuk melakukan sesuatu; jika ternyata ikhlas karena Allah, ia segera melanjutkan, dan jika ternyata bukan karena Allah, ia mundur”.
Setelah beramal, sebaiknya memperhatikan tiga perkara berikut:
a. Mengevaluasi diri, apakah ketaatan yang telah dilakukan masih terdapat kekurangan-kekurangan. Perlu diperhatikan bahwa hak Allah dalam ketaatan ada didalam enam perkara, yaitu: Ikhlas, melakukannya dengan sebagus-bagusnya, mengikuti contoh Rasul, persaksian ihsan, persaksian ni’mat Allah, dan melihat kekurangan yang ada padanya.
b. Menghisab diri terhadap semua perbuatan yang lebih baik ditinggalkan dari pada dilakukan.
c. Bermuhasabah terhadap perbuatan yang mubah yang biasa dikerjakan. Yakni dengan cara bertanya kepada diri sendiri, mengapa ia lakukan? Apakah mengharapkan keridhaan Allah, ataukah mengharapkan kehidupan dunia belaka?
Dengan cara-cara di atas, seorang hamba dapat melakukan muhasabah yang benar. Pertama, ia menghisab dirinya dalam amalan yang wajib. Jika ia ingat ada kekurangan padanya, ia segera memperbaikinya dengan cara qadla atau yang lainnya. Kedua, ia menghisab dirinya dalam perbuatan yang terlarang. Jika ia mengetahui bahwa ia telah melakukan sebuah dosa, ia segera bertaubat dan memohon ampun dan beramal kebaikan.
Selain itu, dengan cara-cara tersebut hamba Allah selalu sempat untuk menghisab kelalaiannya. Jika dirinya telah lalai dari tujuan penciptaannya, maka ia segera mengingat Allah dan kembali kepada-Nya. Kemudian ia menghisab ucapan-ucapannya, yang dilakukan oleh kedua kaki dan tangannya, dan yang didengar oleh telinganya. Selalu bertanya kepada diri sendiri:
Apa yang diinginkan dari semua itu?
Karena siapa? Bagaimana caranya?
Sebagai seorang muslim yang baik, senantiasa dan sudah sepatutnya mengetahui bahwa setiap gerakan dan ucapan akan ditampakkan padanya dua pertanyaan: Karena siapa kamu melakukan dan bagaimana caranya? Yang pertama adalah pertanyaan tentang ikhlas dan yang kedua adalah pertanyaan tentang mutaba’ah (sesuai dengan yang dicontohkan Nabi atau tidak).
Seperti yang dinyatakan oleh firman Allah: “Maka demi Tuhanmu, Kami pasti akan menanyai mereka semue, Tentang apa yang telah mereka kerjakan dahulu.” (QS AI Hijir: 92-93).

Manfaat Muhasabah

Saudaraku, orang yang senantiasa bermuhasabah, ia akan dapat melihat aib-aib dirinya, dan tidak akan disibukkan melihat aib-aib orang lain. Jika perilaku ini sudah terbentuk, maka ia akan senantiasa tawadlu’ dan tidak merasa lebih baik dari orang lain.
Ayyub As Sikhtiyani berkata: “Apabila disebut orang-orang shalih, aku serasa paling rendah”. Daud Ath Thaai ketika dipuji berkata: “Jika manusia mengetahui sebagian kesalahan yang ada pada diriku, pasti lisan mereka akan bungkam untuk menyebutkan kebaikanku”.
Muhasabah akan menimbulkan taubat dan penyesalan atas dosa yang telah berlalu, dan akan senantiasa menjadikan pelakunya selalu berintrospeksi diri: Apakah sudah melaksanakan dengan sebaik-baiknya hak-hak Allah?
Berbeda dengan orang yang kurang bermuhasabah, ia hanya akan memperhatikan hak dirinya saja, dan tidak peduli dengan hak Allah, Perilaku ini biasanya akan menghalanginya untuk mencintai Allah sehingga ia tidak merasakan kelezatan ketika berdzikir kepada Allah. Inilah penyakit kronis yang dapat membinasakan seorang hamba. Allahul musta’an.
Seperti yang diungkapkan Ibnu Qayyim rahimahullah: “Manfaat muhasabah yang paling baik untuk hati adalah memperhatikan hak Allah atas hamba-Nya. Sehingga, seorang hamba akan selamat dari ‘ujub. Ia pun senantiasa memperhatikan amalnya, bahkan membuka pintu ketundukan di hadapan sang Pencipta. Ia juga akan sangat yakin bahwa keselamatan dirinya hanya mungkin diraih semata-mata dengan ampunan dan kasih sayang dari Allah Ta’ala.
Sayang, kebanyakan manusia hanya memikirkan hak dirinya sendiri dan tidak pernah memperhatikan hak Allah. Padahal muhasabah jiwa hakikatnya adalah perhatian hamba kepada hak Allah.
Pemahaman ini Insya Allah akan membawa hati kita kepada Allah dan menjadikannya bersimpuh di hadapan-Nya. Hati kita senantiasa akan dipenuhi dengan ketundukan dan rasa butuh kepada kekayaan-Nya. Ketundukan adalah sebuah sikap kemuliaan bagi manusia sebagai hamba Allah.
Betapa pentingnya muhasabah untuk kehidupan hamba. Renungkanlah, bahwa kebinasaan akan menimpa manusia jika dirinya melalaikannya. Orang yang tertipu adalah jika selalu memejamkan matanya terhadap perilaku buruk yang selalu dilakukan.
Ia berjalan tanpa berfikir dan hanya mengandalkan ampunan dan maafnya Allah Ta’ala semata. Orang dengan keadaan seperti ini, pasti amat mudah melakukan dosa, bahkan merasa betah dan sulit meninggalkannya. Semoga kita terlindung darinya. Amiin.
Rujukan: kitab Ighatsatulahfan karya Ibnu Qayyim Rahimahullah.
- shalihah.com -

Sumber: Majalah Qalam, Edisi 1 / Oktober 2010



Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
Assalaamu ‘alaikum warahmatullaah. Ustadz, bagaimana sikap seorang istri yang semua iparnya selalu berburuk sangka. Ini bukan sekadar persangkaan, tapi ini kenyataan, dan sangat mengganggu kehidupan istri tersebut. Dia tertekan. Mungkin karena dia sangat perasa dan baru mengarungi rumah tangga, seolah-olah di mata mereka (iparnya) istri itu selalu salah, selalu merepotkan suami (kakak mereka). Padahal suami rridho dengan istrinya. Istri itu limbung ustadz….. bingung dan kadang berfikir apakah sebaiknya mundur aja ….. mohon nasihatnya ustadz? Jazakumullah khairan.
0856xxxxxxxx



Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
read more
Syaikh Dr. ‘Abdul Karim Al Khudair hafizhohullah[1] ditanya,
Bolehkah seseorang mengerjakan shalat sunnah qobliyah shubuh (shalat sunnah fajar)[2] di rumahnya setelah shalat shubuh?
Jawaban beliau,
Jika dia luput shalat sunnah qobliyah shubuh sebelum dilaksanakannya shalat shubuh, kemudian ia ingin mengqodho (menggantinya) setelah shalat shubuh, maka hendaklah ia laksanakan shalat sunnah tersebut di rumahnya atau di masjid setelah shalat shubuh. Namun jika ia mengerjakannya di rumah, itu lebih afdhol. Karena itulah yang baik untuk shalat sunnah sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
أَفْضَلَ الصَّلَاةِ صَلَاةُ الْمَرْءِ فِي بَيْتِهِ إِلَّا الْمَكْتُوبَةَ
Sebaik-baik shalat adalah shalat seseorang di rumahnya kecuali shalat fardhu.[3]
Namun jika ia mengqodho’ shalat sunnah tersebut setelah matahari meninggi, itu lebih baik.[4]
 www.rumaysho.com
14th Muharram 1432, Riyadh KSA
Muhammad Abduh Tuasikal


[1] Beliau adalah salah satu pengajar di Fakultas Ushulud-din Jami’ah Al Imam Muhammad bin Su’ud Al Islamiyah di Riyadh. Beliau pun menjadi anggota Hai’ah Kibaril ‘Ulama dan Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’.
[2] Perlu diketahui bahwa shalat sunnah fajar dengan shalat sunnah qobliyah shubuh adalah istilah yang sama. Banyak orang yang rancu sehingga membedakannya, ini tidaklah tepat. Yang benar keduanya adalah istilah yang sama.
[3] HR. Bukhari (731) dan Muslim (781), dari Zaid bin Tsabit.
[4] Diambil dari web Syaikh Al Khudair di sini: http://www.khudheir.com/text/4298

Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menjadikan untuk setiap perkara yang disukai dan diinginkan sebab-sebab dan jalan untuk sampai kepadanya. Diantara tujuan yang paling agung dan paling besar manfaatnya adalah iman. Allah telah menjadikan banyak faktor untuk mendatangkan dan menguatkannya. Dan beberapa sebab untuk menambah dan menyuburkannya. Apabila seorang hamba melakukannya maka akan semakin kuatlah keyakinannya dan akan semakin bertambah keimanannya. Allah telah menjelaskannya dalam Kitab-Nya dan telah dijelaskan pula oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam Sunnah beliau.
Salafus Shalih umat ini, yaitu para sahabat nabi dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, generasi pertama umat Islam, sebaik-baik kurun, pelindung Islam, pembimbing umat, “singa-singa” pemberani, peserta peperangan dan pertempuran yang besar, mereka adalah pembawa agama ini kepada generasi sesudah mereka. Mereka adalah manusia yang paling kuat keimanannya dan yang paling dalam ilmunya, yang paling bagus hatinya, yang paling bersih jiwanya, diistimewakan dari mereka para sahabat nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang telah diistimewakan oleh Allah dengan menyaksikan langsung nabi-Nya. Allah memberi kenikmatan berupa melihat langsung rupa beliau, memuliakan mereka dengan mendengarkan langsung suara beliau dan perasaan damai mendengar tutur kata beliau. Mereka mengambil agama ini dari beliau dengan kuat sehingga melekat dalam hati mereka dan memberikan rasa tenteram dalam jiwa mereka. Mereka istiqamah di atasnya bagaikan gunung yang kokoh.
Cukuplah untuk menjelaskan keutamaan mereka bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berkata kepada mereka:
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia”. (QS. ALi Imran3:110)
Maknanya yaitu  Mereka adalah sebaik-baik umat dan yang paling bermanfaat bagi orang lain.
Dalam shahih Muslim dari hadits Abu Hurairah Radhiyallah ‘anhu ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

خَيْرُ أُمَّتِي الْقَرْنُ الَّذِينَ بُعِثْتُ فِيهِ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ

Artinya: “Sebaik-baik umatku adalah kurun yang aku diutus padanya, kemudian generasi sesudahnya…”( HR. Muslim (IV/1964) )
Mereka adalah orang-orang yang paling baik, paling selamat dan paling mengetahui dalam memahami Islam. Mereka adalah para pendahulu yang memiliki keshalihan yang tertinggi (as-salafu ash-shalih).
Barangsiapa menelaah keadaan generasi terpilih ini, membaca sejarah hidup mereka, mengenali kebaikan mereka, memperhatikan akhlak mereka yang agung, keteladanan mereka mengikuti Rasulullah yang mulia Shallallahu ‘alaihi wa sallam, kesungguhan mereka menjaga keimanan dan kekhawatiran mereka terhadap perbuatan dosa dan maksiat, kewaspadaan mereka dari riya’ dan nifak, keseriusan mereka mengerjakan ketaatan dan berlomba-lombanya mereka dalam berbuat kebaikan, mengenali keadaan mereka dan kekuatan iman mereka, keketatan mereka dalam beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, kesungguhan mereka dalam mengerjakan ketaatan dan berpalingnya mereka dari dunia yang fana dan antusias mereka mengejar akhirat yang abadi, niscaya ia akan mengetahui dari penelahaan dan pembahasan tersebut sejumlah kebaikan-kebaikan dan mengetahui banyak sekali sifat-sifat dan karakter-karakter yang mulia. Yang mana semua itu akan mendorongnya untuk benar-benar meneladani mereka dan kecintaan mengikuti sifat-sifat mereka. Mengingat mereka akan mengingatkan kita kepada Allah, menelaah keadaan mereka akan menguatkan keimanan dan membersihkan hati. Alangkah indah ucapan seorang penyair:
Ulangilah sekali lagi untukku tentang kisah mereka
Sungguh kisah mereka mencerahkan hati yang sepi
Sumber pembahasan dan penelitian tentang sejarah hidup hamba-hamba yang terpilih ini ialah: Buku-buku sejarah, buku-buku biografi, zuhud, raqaaiq (kelembutan hati), wara’ dan buku-buku lainnya. Dan mengambil faidah dari riwayat-riwayat yang shahih daripadanya. Penelitian dan penelaahan tersebut akan melahirkan kemiripan yang baik dengan mereka, sebagaimana yang dikatakan oleh Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah: “Siapa yang lebih mirip dengan mereka, maka ia akan menjadi lebih sempurna.”( Al-Ubudiyah, hal:94)
Barangsiapa menyerupai suatu kaum maka ia termasuk golongan mereka.
Semua perkara di atas akan menambah dan menguatkan keimanan. Semuanya tersirat dalam ilmu syar’i yang bersumber dari Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam serta petunjuk yang dijalani oleh Salafus Shalih.
Hal ini menjelaskan kepada kita pentingnya tafakkur dan tadabbur terhadap ayat-ayat Allah dan makhluk-makhlukNya.
Dikutip dari Buku “Pasang Surut Keimanan
Penulis Abdur Razaq bin Abdul Muhsin  Al Abbad Al Badr
Penerbit Pustaka At Tibyan
.


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
Alkisah, seorang lelaki keluar dari pekarangan rumahnya, berjalan tak tentu arah dengan rasa putus asa. Sudah cukup lama ia menganggur. Kondisi finansial keluarganya morat-marit. Sementara para tetangganya sibuk memenuhi rumah dengan barang-barang mewah, ia masih bergelut memikirkan cara memenuhi kebutuhan pokok keluarganya sandang dan pangan.
Anak-anaknya sudah lama tak dibelikan pakaian, istrinya sering marah-marah karena tak dapat membeli barang-barang rumah tangga yang layak. Laki-laki itu sudah tak tahan dengan kondisi ini, dan ia tidak yakin bahwa perjalanannya kali inipun akan membawa keberuntungan, yakni mendapatkan pekerjaan.
Ketika laki-laki itu tengah menyusuri jalanan sepi, tiba-tiba kakinya
terantuk sesuatu. Karena merasa penasaran ia membungkuk dan mengambilnya.
“Uh, hanya sebuah koin kuno yang sudah penyok-penyok,” gerutunya kecewa. Meskipun begitu ia membawa koin itu ke sebuah bank.
“Sebaiknya koin in Bapak bawa saja ke kolektor uang kuno,” kata teller itu memberi saran. Lelaki itupun mengikuti anjuran si teller, membawa koinnya kekolektor. Beruntung sekali, si kolektor menghargai koin itu senilai 30 dollar.
Begitu senangnya, lelaki tersebut mulai memikirkan apa yang akan dia lakukan dengan rejeki nomplok ini. Ketika melewati sebuah toko perkakas, dilihatnya beberapa lembar kayu sedang diobral. Dia bisa membuatkan beberapa rak untuk istrinya karena istrinya pernah berkata mereka tak punya tempat untuk menyimpan jambangan dan stoples. Sesudah membeli kayu seharga 30 dollar, dia memanggul kayu tersebut dan beranjak pulang.
Di tengah perjalanan dia melewati bengkel seorang pembuat mebel. Mata
pemilik bengkel sudah terlatih melihat kayu yang dipanggul lelaki itu.
Kayunya indah, warnanya bagus, dan mutunya terkenal. Kebetulan pada waktu itu ada pesanan mebel. Dia menawarkan uang sejumlah 100 dollar kepada lelaki itu.
Terlihat ragu-ragu di mata laki-laki itu, namun pengrajin itu meyakinkannya dan dapat menawarkannya mebel yang sudah jadi agar dipilih lelaki itu. Kebetulan di sana ada lemari yang pasti disukai istrinya. Dia menukar kayu tersebut dan meminjam sebuah gerobak untuk membawa lemari itu. Dia pun segera membawanya pulang.
Di tengah perjalanan dia melewati perumahan baru. Seorang wanita yang sedang mendekorasi rumah barunya melongok keluar jendela dan melihat lelaki itu mendorong gerobak berisi lemari yang indah. Si wanita terpikat dan menawar dengan harga 200 dollar. Ketika lelaki itu nampak ragu-ragu, si wanita menaikkan tawarannya menjadi 250 dollar. Lelaki itupun setuju. Kemudian mengembalikan gerobak ke pengrajin dan beranjak pulang.
Di pintu desa dia berhenti sejenak dan ingin memastikan uang yang ia terima. Ia merogoh sakunya dan menghitung lembaran bernilai 250 dollar. Pada saat itu seorang perampok keluar dari semak-semak, mengacungkan belati, merampas uang itu, lalu kabur.
Istri si lelaki kebetulan melihat dan berlari mendekati suaminya seraya berkata, “Apa yang terjadi? Engkau baik saja kan? Apa yang diambil oleh perampok tadi?”
Lelaki itu mengangkat bahunya dan berkata, “Oh, bukan apa-apa. Hanya sebuah koin penyok yang kutemukan tadi pagi”.
Bila Kita sadar kita tak pernah memiliki apapun, kenapa harus tenggelam dalam kepedihan yang berlebihan?

Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
Oleh Ustadz Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar as-Sidawi
Muqaddimah
Pada zaman sekarang, banyak sekali sarana modern yang menawarkan kemudahan dalam hal berdakwah. Mulai dari media tulis seperti maja­lah, koran, bulletin, internet[1] media suara (audio) seperti radio, kaset, handphone; bahkan media layar (audiovisual) seperti, TV, video, VCD, dan sebagainya. Semua sarana ini sangat efektif dalam penyebaran dakwah, sehingga—alhamdulillah ­akhir-akhir ini perkembangan dakwah salafiyyah di bumi pertiwi ini semakin marak.
Kalau hukum radio dan majalah mungkin tidak terlalu bermasalah. Keduanya jelas disyari’atkan karena mengandung banyak maslahat dan sedikit sekali mengandung mafsadat. Oleh karenanya, tidak diketahui seorang ulama pun yang melar­ang asal hukumnya[2]. Namun, ada suatu masalah yang sering ditanyakan, dipermasalahkan, bahkan diperdebatkan yaitu tampilnya sebagian syaikh dan ustadz sekarang di VCD atau TV[3], apakah hal itu sesuai dengan etika hukum Islam ataukah bertentangan?! Hal itu memunculkan tanda tanya besar yang membutuhkan jawaban berdasarkan argumentasi ilmiah.
Pada kesempatan kali ini, kami memandang perlu membahas masalah ini agar kita tidak gegabah dalam menghukumi atau berburuk sang­ka kepada sebagian da’i. Semoga Allah membimb­ing pena penulis dari ketergelinciran. dan tegur saga pembaca sangat kami nantikan sebagai per­baikan di hari kemudian.[4]
Masalah ini—hukum ustadz/da’i tampil di layar—tidak lepas dari perselisihan, sebagaimana yang biasa terjadi pada masalah-masalah fiqih[5]. Paling tidak, ada dua pendapat di kalangan ulama kontemporer yang perinciannya akan kita uraikan berikut ini dengan argumentasinya masing-mas­ing.

Pendapat Pertama: Boleh
Pendapat ini diperkuat dengan keumuman dalil yang menganjurkan dakwah dan amar ma’ruf nahi munkar. Di antaranya adalah firman Allah Ta’ala :
Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil janji dari orang-orang yang telah diberi kitab (yaitu): “Hendak­lah kamu menerangkan isi kitab itu kepada manusia, dan jangan kamu menyembunyikannya,” lalu mereka melemparkan janji itu ke belakang punggung mereka dan mereka menukarnya dengan harga yang sedikit. Amatlah buruknya tukaran yang mereka terima. (QS. Ali Imran 131: 187)
Qotadah rahimahullah mengatakan: “Ini adalah perjan­jian yang dibebankan Allah kepada ahli ilmu, ba­rang siapa di antara mereka memiliki ilmu maka hendaknya menyampaikannya. Dan janganlah kalian menyembunyikan ilmu karena itu adalah kehancuran.”[6]
Dan masih banyak lagi dalil-dalil lainnya dari al-Qur’an, hadits dan ucapan salafush sholih dalam masalah ini.
Pendapat Kedua: Terlarang
Sebagian kalangan melarang dai/ustadz tampil di media layar dengan beberapa alasan dan argu­men sebagai berikut, di antaranya :
  1. Metode dakwah dengan cara seperti ini adalah baru dalam agama sehingga termasuk kategori bid’ah.
  2. Menampilkan gambar sang ustadz, sedangkan hal ini termasuk gambar yang terlarang dalam hadits.
  3. Memiliki dampak negatif seperti menjadikan sang ustadz tidak bisa terus terang dalam dak­wah, membuat banyak orang berkeinginan membeli alat tersebut dan menjadikan wanita menonton gambar ustadz, padahal membend­ung sarana fitnah merupakan prinsip syari’at Islam.?[7]
Dialog dan Jawaban Atas Pendapat Kedua
Berikut ini beberapa jawaban atas pendapat kedua sebagai dialog ilmiah yang bernuansa per­saudaraan dalam menyikapi perbedaan bukan permusuhan.


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
read more
Satu kesulitan mustahil mengalahkan dua kemudahan.”
Para pembaca pasti sudah seringkali mendengar ayat berikut,
فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا
Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. Alam Nasyroh: 5)
Ayat ini pun diulang setelah itu,
إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا
Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. Alam Nasyroh: 6).
Kita sering mendengar ayat ini, namun kadang hati ini lalai, sehingga tidak betul-betul merenungkannya. Atau mungkin kita pun belum memahaminya. Padahal jika ayat tersebut betul-betul direnungkan sungguh luar biasa faedah yang dapat kita petik. Jika kita benar-benar mentadabburi ayat di atas, sungguh berbagai kesempitan akan terasa ringan dan semakin mudah kita pikul. Marilah kita coba merenungkan bagaimanakah tanggapan para pakar tafsir mengenai ayat di atas.
Al Hasan Al Bashri mengatakan bahwa ketika turun surat Alam Nasyroh ayat 5-6, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,  “Kabarkanlah bahwa akan datang pada kalian kemudahan. Karena Satu kesulitan tidak mungkin mengalahkan dua kemudahan.”
Perkataan yang sama disampaikan oleh Qotadah. Qotadah mengatakan, “Diceritakan pada kami bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memberi kabar gembira pada para sahabatnya dengan ayat di atas, lalu beliau mengatakan, “Satu kesulitan tidak mungkin mengalahkan dua kemudahan.(Lihat Tafsir Ath Thobari, 24/496)
Sahabat mulia, ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu pernah berkata, “Seandainya kesulitan masuk ke dalam suatu lubang, maka kemudahan pun akan mengikutinya  karena Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.(Dikeluarkan oleh Ath Thobari dalam tafsirnya, 24/496)
Ibnul Mubarok berkata dalam “Al Jihad” bahwa ‘Umar bin Al Khottob pernah menulis surat kepada Abu ‘Ubaidah yang baru tiba di Syam dan dihadang oleh musuh kala itu. Isi tulisan ‘Umar adalah, “Amma ba’du, tidaklah Allah menurunkan kesulitan pada seorang mukmin melainkan setelah itu Allah akan datangkan kegembiraan padanya. Karena ingatlah, satu kesulitan mustahil mengalahkan dua kemudahan.” Kemudian dalam surat tersebut ‘Umar menyebutkan ayat (yang artinya), “Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung.” (QS. Ali Imron: 200) (Lihat Siyar A’lam An Nubala, 1/15 dan Tarikh Dimasyq, 25/477)
Berbagai riwayat di atas, semuanya menerangkan maksud yang sama yaitu di balik kesulitan ada kemudahan yang begitu dekat. Itulah maksud dari perkataan “satu kesulitan mustahil mengalahkan dua kemudahan”. Kemudahan akan terus mengikuti kesulitan dalam keadaan sesulit apa pun. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.” (QS. Ath Tholaq: 7). Ibnu Katsir mengatakan, “Janji Allah itu pasti, tidak mungkin Allah menyelisihinya” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 14/42)
Yakinlah bahwa dibalik setiap kesulitan pasti ada kemudahan yang begitu dekat. Mujahid mengatakan, “Kemudahan akan senantiasa mengikuti kesulitan” (Dikeluarkan oleh Ath Thobari, 24/497)
Tawakkal Jadi Sebab Utama Keluar dari Kesempitan
Di awal-awal kesulitan, kadang belum datang pertolongan atau jalan keluar. Namun ketika kesulitan semakin memuncak, semakin di ujung tanduk, maka setelah itu datanglah kemudahan. Mengapa demikian? Karena di puncak kesulitan, hati sudah begitu pasrah. Hati pun menyerahkan seluruhnya pada Allah, Rabb tempat bergantung segala urusan. Itulah hakekat tawakkal. Tawakkal dengan bersandarnya hati pada Allah-lah, itulah sebab semakin mudahnya mendapatkan jalan keluar dari kesulitan yang ada.
Ibnu Rajab Al Hambali rahimahullah berkata, “Jika kesempitan itu semakin terasa sulit dan semakin berat, maka seorang hamba jadi putus asa. Demikianlah keadaan hamba ketika tidak bisa keluar dari kesulitan. Ketika itu, ia pun menggantungkan hatinya pada Allah semata. Akhirnya, ia pun bertawakkal pada-Nya. Tawakkal inilah yang menjadi sebab keluar dari kesempitan yang ada. Karena Allah sendiri telah berjanji akan mencukupi orang yang bertawakkal pada-Nya. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (QS. Ath Tholaq: 3)” (Jaami’ul wal Hikam, 238)
Butuh Adanya Kesabaran
Setelah kita mengetahui berita gembira bagi orang yang mendapat kesulitan dan kesempitan yaitu akan semakin dekat datangnya kemudahan, maka sikap yang wajib kita miliki ketika itu adalah bersabar dan terus bersabar. Artinya, ketika sulit, hati dan lisan tidak berkeluh kesah, begitu pula anggota badan menahan diri dari perilaku emosional seperti menampar pipi dan merobek baju sebagai tanda tidak ridho dengan ketentuan Allah (Lihat ‘Uddatush Shobirin wa Zakhirotusy Syakirin,  10).
Sabar menanti adanya kelapangan adalah solusi paling ampuh dalam menghadapi masalah, bukan dengan mengeluh dan berkeluh kesah. Imam Asy Syafi’i pernah berkata dalam bait syair,
Bersabarlah yang baik, maka niscaya kelapangan itu begitu dekat.
Barangsiapa yang mendekatkan diri pada Allah untuk lepas dari kesulitan, maka ia pasti akan selamat.
Barangsiapa yang begitu yakin dengan Allah, maka ia pasti tidak merasakan penderitaan.
Barangsiapa yang selalu berharap pada-Nya, maka Allah pasti akan memberi pertolongan. (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 14/ 392)
Dalam syair Arab dikatakan, “Sabar itu seperti namanya, pahit rasanya, namun akhirnya lebih manis daripada madu.
Semoga Allah senantiasa memudahkan kita meraih kelapangan dari kesempitan yang ada. Haruslah kita yakin badai pasti berlalu: “After a storm comes a calm”.  Hanya Allah yang memberi taufik.(*)

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel www.remajaislam.com

Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
Kalau orang Nasrani memperingati hari ulang tahunnya Nabi Isa bin Maryam, maka ada sebagian orang Islam yang ikut-ikutan merayakan hari kelahirannya nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hal tersebut tentunya aneh, karena yang diikuti bukan Nabinya, akan tetapi orang-orang kuffar. Padahal Nabi tidak pernah mensyari’atkannya dan para sahabat tidak pernah mencontohkannya.
Larangan Meniru Orang Kafir
Rasulullah bersabda,
“Janganlah kalian berlebih-lebihan dalam memujiku sebagaimana orang-orang nashara berlebih-lebihan memuji Isa bin Maryam. Sesungguhnya aku hanyalah hamba Alloh dan Rasul-Nya.” (Shohih. HR. Ahmad).
Nabi Muhammad adalah hamba Allah, maka ia tidak boleh disembah atau diibadahi. Dan bahkan sebaliknya, beliau hanya beribadah kepada Allah. Adapun Nabi Muhammad sebagai Rasul Allah, maksudnya yaitu bahwa seluruh perkataannya benar, harus dibenarkan dan harus ditaati. Dan taat kepada Rasul berarti mentaati Allah. Allah berfirman,
“Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah mentaati Allah. Dan barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka.” (QS. An Nisaa’: 80).
Maka barangsiapa dari umat ini yang taat kepadanya akan masuk surga, dan yang durhaka kepadanya akan masuk neraka. Hal ini juga berlaku bagi umat-umat sebelum kita, di mana mereka harus taat kepada rasul yang diutus untuk mereka. Sebagaimana Fir’aun tidak taat kepada Nabi Musa ‘alaihis salam, maka Allah pun mengazabnya. Allah tegaskan,
“Sesungguhnya Kami telah mengutus kepada kamu (hai orang kafir Mekah) seorang Rasul, yang menjadi saksi terhadapmu, sebagaimana Kami telah mengutus (dahulu) seorang Rasul kepada Fir’aun. Maka Fir’aun mendurhakai Rasul itu, lalu Kami siksa dia dengan siksaan yang berat.” (QS. Al Muzammil: 15-16)
Nabi bersabda,
“Sungguh, kamu akan mengikuti (dan meniru) tradisi umat-umat sebelum kamu, bagaikan bulu anak panah yang serupa dengan bulu anak panah lainnya. Sampai kalaupun mereka masuk ke lubang dhob niscaya kamu akan masuk ke dalamnya pula.” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, orang-orang Yahudi dan Nasranikah?” Beliau menjawab, “Lalu siapa lagi.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Apa yang telah diberitakan oleh Rasulullah tadi sudah terjadi. Ini merupakan wahyu dari Allah sebagai bentuk penegasan bahwa beliau adalah seorang nabi dan rasul. Berita ini bukan merupakan anjuran kepada umatnya untuk meniru orang kafir. Tetapi larangan yang keras dalam bentuk berita. Hal ini tidak asing lagi dalam kaidah agama kita.
Kenapa Lubang ‘dhob’ ?
Fenomena meniru-niru ‘gaya hidup’ orang-orang kafir sekarang ini banyak menimpa sebagian besar kaum muslimin. Bahkan untuk perkara-perkara yang sulit dilakukan sekalipun, ada di antara kaum muslimin yang melakukannya. Pantas Rasulullah mengumpamakan dan mengandaikan dengan lubang ‘dhob’. ‘Dhob’ itu termasuk hewan reptil yang ukurannya lebih besar dari kadal dan lebih kecil dari biawak. Binatang ini biasanya hidup di padang pasir. Ia tinggal di dalam lubang berupa saluran sempit, panjang dan berkelak-kelok. Begitu juga dengan tingkah laku kaum muslimin. Ketika seorang wanita kafir mengubah potongan rambutnya, kaum muslimah pun rame-rame ikut gaya rambut tersebut. Laki-laki muslim pun tidak ketinggalan ikut-ikutan menata rambutnya seperti rambut kuda. Ketika pornografi dan pornoaksi merajalela yang tentu saja dipromotori oleh orang kuffar, malah ada orang Islam yang mendukung dan membela mati-matian. Parahnya bukan saja dimonopoli oleh kaum wanita, tapi juga diperankan oleh kaum pria. Allaahu akbar! Benarlah Allah dengan segala firman-Nya dan benarlah Rasulullah dengan segala sabdanya.
Sikap Mengekor yang Paling Parah
Tatkala Rasulullah memberitakan bahwa umat ini akan mengikuti tradisi umat-umat terdahulu, itu berarti semua perbuatan umat terdahulu akan ditiru umat ini termasuk perbuatan syirik mereka. Inilah yang paling parah, karena syirik merupakan dosa terbesar dari sudut pandang manapun. Jika umat terdahulu beribadah kepada berhala maka umat ini pun akan ada yang beribadah kepada berhala. ‘Berhala’ yang dimaksud di sini cakupannya luas, tidak hanya terbatas pada patung yang dibuat kemudian disembah. Namun termasuk di dalamnya setan, para dukun, paranormal, tukang tenung, tukang sihir dan segala sesuatu yang disembah selain Allah dan mereka ridho disembah. Allah berfirman,
“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang diberi bahagian dari Al kitab? Mereka beriman kepada jibt dan thaghut, dan mengatakan kepada orang-orang kafir (musyrik Mekah), bahwa mereka itu lebih benar jalannya dari orang-orang yang beriman.” (QS. An Nisaa’: 51).
‘Umar bin Al Khatthab berkata, “Jibt itu sihir dan Thoghut itu (pembesarnya) adalah setan.”
Barangkali ada sebagian kaum muslimin yang mengingkari bahwa sebagian umat Islam akan kembali kepada kesyirikan menyembah berhala. Mereka beranggapan jika seseorang sudah masuk ke dalam Islam maka tidak akan kembali berbuat syirik. Di antara alasan yang mereka pakai adalah hadits tentang putus asanya iblis. Nabi bersabda tentang iblis,
“Sesungguhnya setan telah berputus asa bahwa dirinya akan disembah (lagi) di jazirah Arab.” (HR. Muslim).
Hadits ini sama sekali tidak bisa dijadikan sebagai dalil untuk membenarkan anggapan mereka. Karena itu hanya ungkapan perasaan setan ketika melihat tersebarnya dakwah Islam ke berbagai penjuru. Namun tentu ia tidak tinggal diam dan bertopang dagu.
Iblis Akan Terus Menyesatkan
Ingatkah kita kisah Iblis ketika dia terusir dari surga? Allah berfirman,
“Iblis berkata, ‘Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan ma’siat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlis di antara mereka’.” (QS. Al Hijr: 39-40).
Kesesatan yang paling sesat adalah menyembah berhala di samping menyembah Allah. Berbagai macam cara akan ditempuh oleh Iblis -la’natullah ‘alaih- dalam rangka menyesatkan bani Adam. Termasuk kita umat Islam sekarang ini, tidak akan luput dari godaan Iblis dan bala tentaranya kecuali orang-orang yang ikhlas dalam beribadah kepada Allah. Yang beribadah murni untuk Allah, tidak kepada yang selain-Nya.
Tanda Kiamat: Umat Islam Ada yang Menyembah Berhala
“Dan yang aku khawatirkan terhadap umatku tiada lain adalah para pemimpin yang menyesatkan, dan apabila pertumpahan darah telah menimpa umatku maka tidak akan berakhir sampai hari kiamat. Kiamat tidak akan terjadi sebelum terjadi suatu kaum dari umatku yang mengikuti orang-orang musyrik dan beberapa kelompok dari umatku yang menyembah berhala. Dan sesungguhnya akan ada di antara umatku tiga puluh pendusta yang mengaku sebagai nabi, padahal aku adalah penutup para nabi, tidak ada nabi lagi sesudahku; (sungguhpun demikian) akan tetap ada segolongan dari umatku yang tegak membela Al Haq dan mendapat pertolongan (dari Allah), mereka tidak tergoyahkan oleh orang-orang yang menghinakan mereka sampai datang keputusan Allah Tabaraka wa Ta’ala.” (HR. Al Barqoni, tambahan hadits sebelumnya)
Ittiba’, Bukan Mengekor
Para pembaca yang budiman, jadilah pembela Al Haq yang dimaksudkan Nabi dalam hadits tersebut. Yaitu dengan cara ittiba’ kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya. Ittiba’ adalah mengikuti dengan dalil. Bukan ikut-ikutan atau mengekor tanpa mengetahui dalil atau dasar sesuatu yang diikuti. Dengan ittiba’ inilah kita berharap kepada Allah semoga kita menjadi kelompok pembela Al Haq, pembela Allah dan Rasul-Nya, pengibar bendera tauhid dan sunnah, serta penghancur simbol-simbol kesyirikan dan bid’ah. Insya Allah.
Penulis: Nurdin Abu Yazid
Artikel www.muslim.or.id


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
Perkenankan kami mengirim senyuman cita-cita yang kami mekarkan dari kejauhan kota kami. Senyuman cita-cita ini benar-benar bersemi seiring meredanya hujan sore tadi saat dedaunan muda mulai hijau melebat di dahan-dahan pohon flamboyan.

Menulis catatan akhir pekan bagian kedua ini, selanjutnya, perkenankanlah pula kami mengutip sebuah permintaan agung yang terlontar dari lisan seorang wanita. Ia begitu mengharapkan dentuman risalah langit yang akan menyuburkan kabahagiaan di taman hatinya. Tak hanya itu, dari permintaannya tersebut, ada beberapa mutiara yang bisa menjadi penabur hikmah bagi mereka (para wanita) di zaman ini.
Rekaman permintaan ini kami temukan dalam kitab Li An-Nisa’i Ahkamun wa Adabunkarya syaikh Muhammad bin Syakir Asy-Syarif. Kitab ini menghidangkan 43 hadits tentang wanita beserta uraiannya.
Abu Hurairah bercerita bahwa kaum wanita mendatangi Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam. Mereka berkata, ”wahai Rasulullah, kami tak bisa mengikuti majelismu karena banyak kaum lelaki. Berikanlah satu hari bagi kami untuk bermajelis dengan engkau.” Mendengar permintaan tersebut, Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam setuju dan kemudian bertutur, “tempat kalian di kediaman fulan.” Mereka pun datang pada hari dan tempat yang dijanjikan.[1]
>>Sehari Saja Untuk Kami
“..Berikanlah satu hari bagi kami untuk bermajelis dengan engkau.”
Lihatlah, begitu mulianya apa yang mereka pinta. Mereka tak pintakan emas, permata atau berlian. Mereka pintakan kemuliaan melalui ilmu yang mereka buru: “Berikanlah satu hari bagi kami untuk bermajelis dengan engkau.”
Begitu irinya mereka kepada kaum laki yang selalu bermajelis dengan Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam. Mereka meneguk sari pati ilmu langsung dari lisan Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam, mereka mempelajari hadits Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam. Inilah ibadah yang agung. Iman mereka bertambah nan membuahkan ketakwaan. Mereka bergelut dengan hal-hal yang menambah kapasitas keilmuan. Mereka usahakan menjemput ilmu dan mendekati sosok-sosok yang membawa ilmu. Sungguh bertabur sejuta kebaikan dari apa yang mereka raih.
Inilah salah satu kebahagiaan itu yaitu mengenal dan memahami agama islam yang mulia. Mereka mengetahui bahwa kebahagiaan berbanding lurus dengan kejernihan ilmu dan bersihnya pendidikan syar’i.
Sungguh potret yang begitu bertolak belakang dengan wanita di zaman ini.
Wahai pena kami, lihatlah para wanita kita, mereka mengandrungi novel-novel picisan yang katanya islami. Mereka menikmati roman-roman fiktif yang menyeret mereka terjebak dalam dunia khayal. Mereka terbius dengan film-film drama cinta korea.
Memang benar, akan ternikmati mimpi-mimpi indah dan ilusi yang memabukkan ketika mereka melakoni apa yang kami sebutkan tetapi itu semua akan berakhir dengan terkikisnya kepribadian dan jati diri sebagai muslimah. Akan ada duka yang siap menginangi hati lalu membinasakan mereka.
Kami dapati diantara mereka benar-benar terbius dengan artis-artis pria korea yang katanya amat menawan itu. Foto-fotonya menjadi koleksi. Ada pula yang terharu bahagia ketika sang artis itu tampil di layar kaca. Parahnya, mereka teriak histeris memandang sang artis saat konser. Lisan-lisan mereka begitu sering terbumbui kisah-kisah atau adegan film sang idola.
Di lain waktu, untuk konsumsi bacaan, mereka penuhi dengan majalah yang jauh dari nilai-nilai nabawi. Gosip-gosip murahan bertumpuk dalam majalah itu. Mode-mode pakaian terkini pun menjadi bahan utama yang dibicarakan. Kisah-kisah fiktif nan murahan menyelusup dalam memori. Mereka lupa, atau tak tahu, majalah-majalah seperti itu secara perlahan membius alur berpikir. Ujung-ujungnya semua itu mengikis jati diri mereka sebagai muslimah yang layak menjadi wanita paling bahagia.
Inikah sumber bahagia itu?
Inikah sumber ilmu yang merupakan mata air keimanan itu?



>>Semburat Malu Tersipu
”wahai Rasulullah, kami tak bisa mengikuti majelismu karena banyak kaum lelaki.”


Agungnya ucapan itu. Sebuah ucapan agar mereka tak terlihat oleh laki-laki non mahram. Inilah sebuah ucapan yang terbalut pesona rasa malu yang begitu mengagumkan. Inilah sebuah ucapan yang menyembur dari hati yang terhiasi akhlak mulia sebagai wanita muslimah.
Wahai pena kami, marilah kita lihat bagaimana rasa malu wanita di zaman ini benar terkikis menipis.
Di facebook, mereka menampilkan aurat yang sungguh tak layak untuk dilihat. Mereka memajang foto-foto yang mengundang fitnah bagi kaum adam. Rambut yang menjadi mahkota pun dipamerkan. Lengan terbuka. Lehernya tak terbalut kain penutup. Muka atau wajah yang merupakan kumpulan titik pesona menjadi kebanggaan di hadapan non mahram.
Para wanita yang hanya sekedar saja menutup aurat pun tak kalah memamerkan apa yang ada pada diri mereka. Lekuk tubuh yang harus tertutup sempurna malah diekspos. Senyuman khas sang penggoda terpajang walaupun tak berniat menggoda.
Sungguh indah dan mulianya apa yang dikatakan Asma’ binti Abu bakar radhiyallahu anhuma. Beliau (Asma’) berkata:
“Kami menutupi wajah-wajah kami dari pandangan kaum laki-laki dan kami menyisir rambut kami terlebih dahulu ketika hendak melakukan ihram.”[2]
Begitu pula apa yang dikatakan Aisyah radhiallahu ‘anha:
“Adalah para pengendara melewati kami sedangkan kami tengah berihram bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Apabila para pengendara tersebut melewati kami, maka masing-masing dari kami menutupkan jilbabnya dari kepalanya agar menutupi wajahnya. Dan ketika mereka berlalu maka kami pun membukanya kembali.”[3]
Subhanallah.
Segala puji bagi Allah, sungguh segala puji bagi-Nya. Merekalah teladan dalam memahkotakan rasa malu di singgasana hati. Itulah rasa malu yang terpercik dari jernihnya telaga keimanan.
Kembali ke dunia maya, pada saat yang sama, obrolan-obrolan yang terbumbui dengan canda diantara lawan jenis menjadi suatu hal yang lumrah lalu berujung pada pembicaraan yang menyeret keduanya dalam maksiat hati.
Facebook yang seharusnya dimanfaatkan untuk menanmbah kapasitas keilmuan dengan membaca artikel-artikel, malah menjadi latar bagi drama cinta dunia maya. Mereka tak malu melabelkan diri dengan “in a relationship with” atau “engaged with”. Apa yang mereka inginkan?
Status facebook yang seyogyanya ditulis dengan hal-hal yang bisa menjadi pelajaran, malah jauh dari kesahajaan.
“aku mencintaimu sepenuh hatiku”

“kangeeeeeeeen”

“kau adalah belahan hatiku”

“aduh, kakiku caaaakiiiiit”

“ge dengerin musik nih”

“artis korea yang tadi kereeeeen banget”

Sungguh rasa malu yang menjadi penghias akhlak tak lagi menjadi balutan hati. Dimanakah rasa malu itu kini berada?
***
Ah, banyak sekali yang ingin kami paparkan. Tetapi baiklah kami titipkan salam untuk para wanita agar mereka mempercantik diri dengan kemuliaan islam dan merias diri dengan ilmu sehingga berbahagialah mereka arungi hari-hari di akhir zaman ini. Sudah selayaknya mereka menambah kapasitas keilmuan yang mendekatkan mereka kepada Rabb Yang Maha Agung yaitu dengan mempelajari tauhid dan aqidah yang shahih, mempelajari hukum dan adab-adab yang berhubungan dengan kewanitaan, bahkan mempelajari keterampilan-keterampilan yang bersifat keduniaan.
Pula, kami berharap mereka benar-benar membalut diri dengan rasa malu yang mulai terkikis fitnah-fitnah zaman. Sungguh rasa malu merupakan salah satu kemuliaan. Kelak ataupun saat ini, kami yakin, predikat “wanita paling bahagia di dunia” akan benar-benar mereka raih. Inilah senyuman cita-cita yang kami maksudkan itu.
Wallahu a’lam.
Subhanaka allahumma wabihamdika asyhadu alla ila hailla anta asytaghfiruka wa atuubu ilaika.
Mataram, Kota Ibadah,16 Zulqa'dah 1431 H

Penulis: Fachrian Almer Akier
Muraja'ah: Ustadz Djamaluddin, Lc.

Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
Bantahan untuk al Qardhawi yang membolehkan ucapan selamat hari raya kepada orang kafir
Oleh Syeikh Abdullah bin Umar al Adni
بسم الله الرحمن الرحيم
مقدمة
الحمد لله الذي جعل في كل زمان فترة من الرسل بقايا من أهل العلم يدعون من ضلَّ إلى الهدى ويصبرون منهم على الأذى , يحيون بكتاب الله الموتى ويبصّرون بنور الله أهل العمى فكم من قتيلٍ لإبليس قد أحيوه وكم ضالٍّ تائه قد هدوه فما أحسن أثرهم على الناس وأقبح أثر الناس عليهم كما قال تعالى {وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَّسُولاً أَنِ اعْبُدُواْ اللّهَ وَاجْتَنِبُواْ الطَّاغُوتَ فَمِنْهُم مَّنْ هَدَى اللّهُ وَمِنْهُم مَّنْ حَقَّتْ عَلَيْهِ الضَّلالَةُ فَسِيرُواْ فِي الأَرْضِ فَانظُرُواْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ * إِن تَحْرِصْ عَلَى هُدَاهُمْ فَإِنَّ اللّهَ لاَ يَهْدِي مَن يُضِلُّ وَمَا لَهُم مِّن نَّاصِرِينَ} (36-37) سورة النحل
Segala puji itu hanya menjadi hak Allah. Dialah zat yang memunculkan para ulama yang masih saja tersisa di setiap zaman yang kekosongan rasul. Para ulama tersebut mendakwahi orang yang tersesat kepada hidayah dan mereka bersabar atas berbagai gangguan. Mereka hidupkan dengan kitab Allah orang-orang yang hatinya sudah mati. Mereka perlihatkan cahaya Allah kepada orang yang buta mata hatinya. Betapa banyak korban Iblis yang berhasil mereka selamatkan. Berapa banyak orang yang tersesat dan bingung berhasil mereka tunjuki jalan yang benar. Betapa bagus pengaruh mereka di tengah-tengah manusia dan betapa jelek balasan manusia terhadap mereka. Sebagaimana firman Allah yang artinya, “Dan sungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu”. Maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul). Jika kamu sangat mengharapkan agar mereka dapat petunjuk, maka sesungguhnya Allah tiada memberi petunjuk kepada orang yang disesatkan-Nya, dan sekali-kali mereka tiada mempunyai penolong” (QS al Nahl:36-37).
ينفون عن كتاب الله تحريف الغالين وانتحال المبطلين وصلى الله وسلم على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم خير من دعا إلى الهدى وردَّ الباطل والردى القائل { يحمل هذا العلم من كل خلف عدوله ينفون عنه تحريف الغالين وانتحال المبطلين وتأويل الجاهلين } “حديث حسن ذكره الخطيب في (شرف أصحاب الحديث) عن جماعة من الصحابة ”
Para ulamalah yang mengingkari penyelewengan makna al Qur’an yang dilakukan oleh orang-orang yang berlebih-lebihan dan pemalsuan yang dibuat oleh para pembela kebatilan. Semoga Allah menyanjung dan memberi keselamatan kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan seluruh para sahabatnya. Beliau adalah sebaik-baik orang yang mengajak kepada hidayah dan membantah kebatilan yang hina. Beliaulah yang mengatakan, “Ilmu agama ini akan selalu dipikul oleh orang-orang yang terbaik dari setiap generasi. Mereka mengingkari otak-atik yang dilakukan oleh orang-orang yang melampaui batas, kepalsuan yang dibuat oleh para pembela kebatilan dan tafsir asal-asalan yang dilakukan oleh orang-orang yang bodoh”.
Hadits ini derajatnya hasan dan disebutkan oleh al Khatib al Baghdad dalam buku beliau Syaraf Ashhabul Hadits dari sejumlah sahabat.
, هؤلاء الغالين والمبطلين والجاهلين الذين عقدوا ألوية البدعة وأطلقوا عقال الفتنة وهم مختلفون في الكتاب مخالفون للكتاب مجمعون على مفارقة الكتاب يقولون على الله وفي الله وفي كتاب الله بغير علم يتكلمون بالمتشابه من الكلام ويخدعون جهَّال الناس بما يشبَّهون عليهم فنعوذ بالله من فتن الضالين المضلين .
Mereka orang-orang yang berlebih-lebihan, pembela kebatilan dan orang-orang bodohlah yang mengibarkan bendera bid’ah dan menebar kesesatan. Mereka sendiri berselisih pendapat dalam memahami al Qur’an, menyelisihi ajaran al Qur’an dan bersepakat untuk meninggalkan ajaran al Qur’an. Mereka berkata-kata tentang Allah dan atas nama Allah serta tentang kitab Allah tanpa ilmu. Mereka berbicara dengan kalimat-kalimat rancu dan mereka menipu manusia yang bodoh dengan kerancuan pemahaman yang mereka sisipkan dalam kata-kata mereka.
Kita berlindung kepada Allah dari penyesatan yang dilakukan oleh orang-orang yang sesat dan menyesatkan.
وصدق النبي صلى الله عليه وسلم إذ يقول ( إن الله لا يقبض هذا العلم انتزاعاً ينتزعه من صدور الناس ولكن بقبض العلماء حتى إذا لم يبقِ عالماً اتخذ الناس رؤوساً جهالاً فأفتوا بغير علم فضلوا وأضلوا ) رواه البخاري ومسلم عن عبد الله بن عمرو رضي الله عنهما .
Sungguh benar yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam katakan, “Sesungguhnya Allah itu tidak akan mencabut ilmu agama dengan seketika dari dada manusia, namun dengan cara mematikan orang-orang yang berilmu. Sehingga jika Allah tidak lagi menyisakan seorang pun yang berilmu maka manusia mengangkat para pemimpin dalam agama dari kalangan orang-orang yang bodoh. Para pemimpin tersebut mengeluarkan fatwa tanpa ilmu. Mereka sesat dan menyesatkan orang lain” (HR Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Amr).
ومن هؤلاء الذين أضلوا الناس يوسف القرضاوي الذي كثرت فتاواه المخالفة لنصوص الكتاب والسنة وفهم سلف الأمة وتتابعت آراءه العقلانية وانتشرت مواقفه بما يخدم أعداء المسلمين ويُذهب جمال وصفاء هذا الدين , ومن تلك الضلالات فتوى له يجيز فيها تهنئة الكفار من اليهود والنصارى في أعيادهم .
Di antara yang menyesatkan banyak manusia adalah Yusuf al Qardhawi yang memiliki banyak fatwa yang menyelisihi dalil dari al Qur’an dan sunah dengan pemahaman salaf. Silih berganti munculnya pendapat-pendapatnya yang lebih mengedepankan akal dan tersebarlah berbagai sikap-sikapnya yang malah menguntungkan musuh-musuh kaum muslimin dan menghilangkan indah dan jernihnya agama ini. Di antara kesesatan tersebut adalah fatwanya yang memperbolehkan mengucapkan selamat hari raya kepada orang kafir baik Yahudi ataupun Nasrani.
وذلك حين أجاب عن سؤال نصه : ماهي حدود التعامل مع النصارى وما حكم تهنئتهم في أعيادهم ؟ فأجاب بكل جرأة معارضاً لنصوص الكتاب والسنة وأقوال سلف الأمة وكلام أهل العلم المتواتر من أهل التفسير والحديث والفقه فلا حياء من الله ولا من خلقه
Fatwa tersebut muncul ketika beliau menjawab sebuah pertanyaan sebagai berikut, “Apa saja batasan interaksi dengan orang-orang Nasrani dan apa hukum mengucapkan selamat hari raya kepada mereka?”. Dengan penuh kelancangan beliau memberi jawaban yang bertolak belakang dengan berbagai dalil dari al Qur’an dan sunah, perkataan para ulama salaf dan perkataan para ulama yang demikian banyak dari ahli tafsir, hadits dan fiqh. Sungguh tidak ada rasa malu terhadap Allah dan terhadap manusia.
,فيقول  ( ولذلك لا مانع من تهنئتهم بأعيادهم ) بل ويستدل على ذلك كذباً وزوراً ( ويراجع فتواه في موقع إسلام أون لاين  ) .
Jawaban beliau, “Oleh karena itu tidak mengapa mengucapkan selamat hari raya kepada mereka”. Bahkan lebih parah lagi beliau mencari-cari dalil untuk mendukung pernyataan tersebut dengan kedustaan dan kepalsuan. Fatwa beliau bisa dilihat di situs Islamonline.
فننبه أولاً أن الواجب على المسلم أن يستسلم لدين الله Y الذي أنزله إلى خلقه وأمرهم به ولا يقبل منهم سواه وهو دين الإسلام كما قال تعالى {وَمَن يَبْتَغِ غَيْرَ الإِسْلاَمِ دِينًا فَلَن يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ} (85) سورة آل عمران .
Perhatikanlah, kewajiban seorang muslim adalah tunduk terhadap aturan Allah yang telah Allah turunkan kepada makhluknya dan Allah perintahkan makhluk untuk mengamalkannya. Allah tidak menerima agama selain agama tersebut. Itulah agama Islam sebagaimana firman Allah yang artinya, “Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, Maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)daripadanya, dan Dia di akhirat Termasuk orang-orang yang rugi” (QS Ali Imran:85).
والإسلام هو كل ما دُعيَ الناس إليه مما في كتاب ربنا وما في صحيح سنة نبينا r بفهم سلف هذه الأمة الصالحين كما قال تعالى {اتَّبِعُواْ مَا أُنزِلَ إِلَيْكُم مِّن رَّبِّكُمْ وَلاَ تَتَّبِعُواْ مِن دُونِهِ أَوْلِيَاء قَلِيلاً مَّا تَذَكَّرُونَ} (3) سورة الأعراف .
Islam adalah segala yang didakwahkan kepada manusia dan hal tersebut ada dalam al Qur’an atau terdapat dalam hadits yang sahih dengan pemahaman salaf shalih sebagaimana firman Allah yang artinya, “Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya. Amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran (daripadanya)” (QS al A’raf:3).
وكما قال تعالى {فَإِنْ آمَنُواْ بِمِثْلِ مَا آمَنتُم بِهِ فَقَدِ اهْتَدَواْ وَّإِن تَوَلَّوْاْ فَإِنَّمَا هُمْ فِي شِقَاقٍ فَسَيَكْفِيكَهُمُ اللّهُ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ } (137) سورة البقرة
Maka jika mereka beriman kepada apa yang kamu telah beriman kepadanya, sungguh mereka telah mendapat petunjuk; dan jika mereka berpaling, Sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan (dengan kamu). Maka Allah akan memelihara kamu dari mereka. dan Dia-lah yang Maha mendengar lagi Maha mengetahui” (QS al Baqarah:137).
وقال تعالى { الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإِسْلاَمَ دِينًا}(3) سورة المائدة .
Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu” (QS al Maidah:3).
فلا عقيدة إلا عقيدة الإسلام ولا عبادة إلا عبادة الإسلام ولا منهاج إلا منهاج الإسلام ولا خُلق إلا خُلق الإسلام , فلا يجوز لمسلم بعد ذلك المعارضة بعاطفة أو عقل أو ذوق أو رأي بل الواجب الاستسلام التام كما قال تعالى {فَلاَ وَرَبِّكَ لاَ يُؤْمِنُونَ حَتَّىَ يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لاَ يَجِدُواْ فِي أَنفُسِهِمْ حَرَجًا مِّمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُواْ تَسْلِيمًا} (65) سورة النساء,
Tidak ada akidah yang benar melainkan akidah Islam. Tidak ada ibadah yang benar melainkan ibadah yang diajarkan oleh Islam. Tidak ada jalan hidup yang benar melainkan jalan yang diajarkan oleh Islam. Tidak ada akhlak mulia melainkan akhlak yang diajarkan oleh Islam. Tidak boleh bagi seorang muslim untuk membantah ajaran Islam dengan perasaan, akal pikiran, rasa dan pendapat siapapun. Kewajiban seorang muslim adalah tunduk total kepada ajaran Islam sebagaimana firman Allah yang artinya, “Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya” (QS an Nisa’:65).
ولا نكون من المنافقين الذين من خُلقهم الإعراض عن دين الله كما قال تعالى {وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْاْ إِلَى مَا أَنزَلَ اللّهُ وَإِلَى الرَّسُولِ رَأَيْتَ الْمُنَافِقِينَ يَصُدُّونَ عَنكَ صُدُودًا}(61) سورة النساء.
Janganlah kita meniru orang-orang munafik yang memiliki karakter berpaling dari agama Allah sebagaimana firman Allah yang artinya, “Apabila dikatakan kepada mereka, “Marilah kamu (tunduk) kepada hukum yang Allah telah turunkan dan kepada hukum Rasul”, niscaya kamu lihat orang-orang munafik menghalangi (manusia) dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu” (QS an Nisa’:61).
وننبه ثانياً : بأنه لا يجوز للمسلم معارضة الشرع بعقله ورأيه فإنه سبب لفساد الدين والدنيا ,
Yang kedua, tidak boleh bagi seorang muslim untuk menentang syariat dengan akal dan pendapatnya karena sikap inilah yang menyebabkan rusaknya agama dan dunia.
قال ابن القيم رحمه الله ( وكل من له مسكة من عقل يعلم أن فساد العالم وخرابه إنما نشأ من تقديم الرأي على الوحي ومن أعظم معصية العقل اعراضه عن كتاب الله ووحيه الذي هدى به رسله والمعارضة بينه وبين كلام غيره فأي فساد أعظم من فساد هذا العقل )
Ibnul Qoyyim mengatakan, “Dan semua orang yang masih memiliki sedikit akal sangat sadar bahwa kerusakan dan kehancuran alam semesta itu disebabkan mendahulukan akal pikiran dari pada wahyu. Di antara maksiat terbesar yang dilakukan oleh akal adalah berpalingnya akal dari kitab Allah dan wahyu-Nya padahal wahyu adalah alat yang dipergunakan oleh para rasul untuk membimbing manusia. Demikian pula termasuk maksiat akal adalah mempertentangkan wahyu dengan ucapan manusia. Kerusakan apakah yang lebih parah dibandingkan kerusakan akal semacam ini”.
وعن ابن عباس t إنما هو كتاب الله وسنة رسوله r فمن قال بعد ذلك برأيه فلا ندري أفي حسناته يجد ذلك ام في سيئاته )
Dari Ibnu Abbas, beliau mengatakan, “Dalil dalam agama itu hanya kitab Allah dan sunah Rasul-Nya. Barang siapa yang berkata dengan akal pikiran setelah adanya dalil maka kami tidak tahu apakah hal tersebut akan dia jumpai dalam catatan kebaikannya atau dalam catatan dosanya”.
ومن هؤلاء الذين يعارضون الدين بالعقل القرضاوي وشيوخه فهي سلسلة من مشايخ أهل الرأي والبدعة ينقل بعضهم عن بعض
Di antara orang yang mempertentangkan agama dengan akal adalah al Qardhawi dan guru-gurunya yang merupakan rangkaian guru-guru ahli bid’ah dan orang-orang yang mendahulukan akal pikirannya. Sebagian mereka sekedar mengutip pendapat yang lain.
ومن ذلك إعراضه عن حديث النبي r { أبي وأبوك في النار } رواه مسلم عن أنس t . قال القرضاوي: بعده في كتابه ” كيف نتعامل مع السنة 97-98″ ( ما ذنب عبدالله بن عبد المطلب حتى يكون في النار ) وقال عنده ( ما ذنب أبي الرجل السائل والظاهر أن أباه مات قبل الإسلام لهذا توقفت في الحديث حتى يظهر لي شيء يشفي الصدر أما شيخنا الشيخ محمد الغزالي فقد رفض الحديث صراحة …)
Di antara penyimpangannya adalah sikap berpalingnya dari hadits, “Ayahku dan ayahmu itu di neraka” (HR Muslim dari Anas). Setelah membawakan hadits ini di bukunya “Kaifa Nata-‘amal Ma’a al Sunah” hal 97-98 beliau mengatakan, “Apa dosa Abdullah bin Abdul Muthallib sehingga dia di neraka?”. Beliau juga mengatakan, “Apa dosa yang dimiliki oleh ayah si penanya padahal kemungkinan besar ayahnya itu meninggal sebelum datangnya Islam. Oleh karena itu aku tidak berani mengambil sikap terhadap hadits tersebut sampai kujumpai penjelasan yang memuaskan. Sedangkan guru kami Syeikh Muhammad al Ghazali telah menolak hadits tersebut dengan terang-terangan”.
فانظر رحمك الله إلى هذه العقيدة الصوفية والطريقة البدعية فقد جعل العقل هو الأصل فما قبله فهو مقبول وما لم يقبله فهو مردود ولا يخفى على مسلم فساد هذا القول
Perhatikanlah- semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepadamu- akidah sufi dan cara beragama bid’ah yang ada dalam sikap beliau terhadap hadits ini yaitu menjadikan akal sebagai tolak ukur. Semua yang diterima akal itulah perkataan yang diterima. Sedangkan segala yang ditolak oleh akal maka itulah perkataan yang tertolak. Setiap muslim tentu sadar betapa berbahayanya prinsip beragama semacam ini.
ورضي الله عن علي إذ يقول ( لو كان الدين بالرأي لكان مسح أسفل الخف أولى من أعلاه ) .
Semoga Allah melimpahkan ridho-Nya kepada Ali yang pernah mengatakan, “Seandainya dasar dalam beragama adalah akal pikiran tentu lebih layak mengusap bagian bawah sepatu dari pada bagian atasnya”.
ومن هذا القبيل فتوى القرضاوي الزائغة في جواز تهنئة الكفار في أعيادهم معرِضاً وغير مبالي بالأدلة الكثيرة من الكتاب والسنة وأقوال سلف الأمة وكلام أهل العلم المتواتر من أهل التفسير والحديث والفقه ما كان إجماعاً لايجوز الخروج عنه ومخالفته .
Di antara perkataan al Qardhawi yang menyimpang adalah fatwa beliau yang menyimpang tentang bolehnya memberikan ucapan selamat hari raya kepada orang kafir. Dengan fatwa ini, beliau tidak ambil pusing dan tidak peduli dengan berbagai dalil yang banyak berupa ayat al Qur’an, sunah, perkataan para ulama salaf dan perkataan para ulama yang sangat banyak baik dari kalangan pakar tafsir, hadits maupun fiqh. Bahkan hal ini telah menjadi ijma ulama yang kita tidak boleh keluar dan menyelisihinya.
فمن أدلة الكتاب الكثيرة  قول الله تعالى {وَالَّذِينَ لَا يَشْهَدُونَ الزُّورَ وَإِذَا مَرُّوا بِاللَّغْوِ مَرُّوا كِرَامًا} (72) سورة الفرقان
Di antara dalil berupa ayat al Qur’an yang sebenarnya banyak adalah firman Allah yang artinya, “Dan orang-orang yang tidak menyaksikan kebatilan dan jika mereka melewati sesuatu yang sia-sia mereka lewat sebagaimana layaknya orang-orang yang mulia” (QS al Furqon:72).
, وعن ابن عباس و مجاهد والربيع بن أنس وعكرمة والضحاك  قالوا هو ( أعياد المشركين ) رواها الخلال في جامعه ونحوه ابن جرير و القرطبي في تفسيريهما وأبو الشيخ الأصبهاني
Ibnu Abbas, Mujahid, ar Rabi’ bin Anas, Ikrimah dan al Dhahhak mengatakan bahwa yang dimaksud dengan azzuur atau kebatilan adalah hari raya orang-orang musyrik. Keterangan para pakar tafsir di atas diriwayatkan dengan bersanad oleh al Khallal dalam kitabnya al Jami’. Riwayat-riwayat serupa juga dibawakan oleh Ibnu Jarir dan al Qurthubi dalam kitab tafsir keduanya. Demikian pula Abu Syaikh al Ashfahani.
وعن عمرو بن مرة (لا يشهدون الزور قال لا يمالئون أهل الشرك على شركهم ولا يخالطونهم ) ونحوه عن عطاء بن يسار والتهنئة من الممالئة.
Dari Amr bin Murrah tentang makna ayat, “Mereka itu tidak ikut menyaksikan kebatilan” adalah “Mereka tidak memberi dukungan kepada pelaku kemusyrikan ketika mereka melakukan kemusyrikan dan tidak pula berbaur bersama mereka ketika itu”. Penjelasan serupa juga disampaikan oleh Atha bin Yasar. Ucapan selamat hari raya itu termasuk dukungan.
ومن السنة الكثيرة ما رواه أبو داود وغيره بإسناد حسن عن أنس رضي الله عنه قال قدم رسول الله r المدينة ولهم يومان يلعبون فيهما فقال ما هذان اليومان قالوا كنا نلعب فيهما في الجاهلية فقال رسول الله r { إن الله قد أبدلكم بهما خيراً منهما يوم الأضحى ويوم الفطر }
Di antara dalil dari sunah adalah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan yang lainnya dengan sanad yang berkualitas hasan dari Anas. Anas mengatakan bahwa ketika Rasulullah tiba di kota Madinah penduduk Madinah memiliki dua hari raya yang mereka isi dengan berbagai permainan. Nabi bertanya, “Dua hari apa ini?”. Mereka menjawab, “Kami biasa bermain pada dua hari ini di masa jahiliyyah”.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah telah mengganti dua hari tersebut dengan dua hari yang lebih baik yaitu Idul Adha dan Idul Fitri”.
وقد أبطل النبي r كل الأعياد إلا هذين العيدين , فكيف يهنى الكفار في أعياد باطلة.
Dalam hadits ini Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menghapus semua bentuk hari raya selain dua hari raya Islam lalu bagaimana mungkin diperbolehkan mengucapkan selamat hari raya kepada orang kafir berkenaan dengan hari raya mereka yang telah dihapus oleh Islam.
ومن كلام السلف ما سبق من تفسير الآية وفي كتاب عمر t إلى أهل الذمة الذي تلقته الأمة بالقبول فهو إجماع المسلمين الأولين والآخرين وهو قول الخليفة الثاني من الخلفاء الراشدين وفيه نهي أهل الذمة عن إظهار شيء من أعيادهم وانظر إلى تعليق وشرح الإمام ابن القيم رحمه الله له في أحكام أهل الذمة (2/659)  .
Di antara perkataan para ulama salaf dalam masalah ini adalah para salaf yang menafsirkan ayat di atas. Demikian pula surat Umar untuk para kafir dzimmi yang telah diterima oleh seluruh umat Islam sehingga isi surat Umar tersebut adalah ijma seluruh kaum muslimin baik yang hidup di masa silam ataupun masa sesudahnya. Surat tersebut adalah perkataan khalifah kedua dari empat khulafaur rasyidin. Di antara isi surat tersebut adalah larangan bagi kafir dzimmi untuk menampakkan syiar hari rayanya. Bacalah penjelasan dan komentar Imam Ibnul Qoyyim untuk surat Umar tersebut di buku beliau, Ahkam Ahli Dzimmah 2/659.
وعن عمر t قال ( اجتنبوا أعداء الله في عيدهم ) رواه البيهقي باب كراهة الدخول على أهل الذمة في كنائسهم والتشبه بهم يوم نيروزهم ومهرجانهم بإسناده عن البخاري صاحب الصحيح يصل به إلى عمر t .
والنيروز :عيد القبط في مصر وهو أول يوم في السنة القبطية ويسمى بيوم ( شم النسيم ) .
Umar berkata, “Jauhilah orang-orang kafir saat hari raya mereka” [Diriwayatkan oleh al Baihaqi di bawah judul bab ‘terlarangnya menemui orang kafir dzimmi di gereja mereka dan larangan menyerupai mereka pada hari Nairuz dan perayaan mereka’ dengan sanadnya dari al Bukhari, penulis kitab Sahih Bukhari sampai kepada Umar].
Nairuz adalah hari raya orang-orang qibthi yang tinggal di Mesir. Nairuz adalah tahun baru dalam penanggalan orang-orang qibthi. Hari ini disebut juga Syamm an Nasim.
فإذا أُمِرَنا بإجتناب أعيادهم ومُنِعُوا من إقامة أعيادهم فكيف يجوز تهنئتهم !!!.
Jika kita diperintahkan untuk menjauhi hari raya orang kafir dan dilarang mengadakan perayaan hari raya mereka lalu bagaimana mungkin diperbolehkan untuk mengucapkan selamat hari raya kepada mereka.
وأما كلام أهل العلم المتواتر فقد سبق بعض ذلك ونحوه كثير في كتب التفسير والفقه والحديث مما يصعب جمعه خصوصاً في تفسيرهم وشرحهم وتعليقهم على الأدلة الكثيرة في هذا الباب .
Sedangkan penjelasan para ulama yang demikian banyak, sebagian perkataan mereka telah dikutip di atas. Perkataan yang senada sangat banyak, terdapat di buku-buku tafsir, fiqh dan hadits sehingga tidaklah mudah mengumpulkannya terutama ketika para ulama menjelaskan, menafsirkan dan memberi komentar terhadap berbagai dalil yang ada dalam masalah ini.
ومما يضاف تأكيداً ما ذكره الخلال في جامعه قال “بابٌ في كراهة خروج المسلمين في أعياد المشركين” … ألخ . فكيف بعد هذا يجوز أن نهنئ المشركين في أعيادهم الباطلة .
Sebagai penguat tambahan adalah judul bab yang dibuat oleh al Khalal dalam kitabnya al Jami. Beliau mengatakan, “Bab terlarangnya kaum muslimin untuk keluar rumah pada saat hari raya orang-orang musyrik…”. Setelah penjelasan di atas bagaimana mungkin kita diperbolehkan untuk mengucapkan selamat kepada orang-orang musyrik berkaitan dengan hari raya mereka yang telah dihapus oleh Islam.
ونقل شيخ الإسلام رحمة الله تعالى في كتابه ” الإقتضاء 1/454″ اتفاق الصحابة وسائر الفقهاء على ما جاء في شروط عمر t أن أهل الذمة من أهل الكتاب وغيرهم لا يظهرون أعيادهم … فإذا كان المسلمون قد اتفقوا على منعهم من إظهارها فكيف يسوغ للمسلمين فعلها فإن فعل المسلم أشد من فعل الكافر … أهـ بمعناه .
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam bukunya, al Iqtidha’ 1/454 menukil adanya kesepakatan para sahabat dan seluruh pakar fikih terhadap persyaratan Umar untuk kafir dzimmi. “Di antaranya adalah kafir dzimmi baik ahli kitab maupun yang lain tidak boleh menampakkan hari raya mereka… Jika kaum muslimin telah bersepakat untuk melarang orang kafir menampakkan hari raya mereka lalu bagaimana mungkin seorang muslim diperbolehkan untuk menyemarakkan hari raya orang kafir. Tentu perbuatan seorang muslim dalam hal ini lebih parah dari pada perbuatan orang kafir..”.
وقال تلميذه الامام ابن القيم رحمه الله في ” أحكام أهل الذمة (2/722)” في سياق كلامه على أعياد المشركين “وكما أنهم لا يجوز لهم إظهاره فلا يجوز للمسلمين ممالاتهم عليه ولا مساعدتهم ولا الحضور معهم بإتفاق أهل العلم الذين هم أهله وقد صرح به الفقهاء من أتباع الأئمة الأربعة في كتبهم”
Sedangkan murid Ibnu Taimiyyah yaitu Ibnul Qoyyim dalam Ahkam Ahli Dzimmah 2/722 ketika membahas hari raya orang-orang musyrik mengatakan, “Sebagaimana mereka tidak diperbolehkan menampakkan (baca:menyemarakkan) hari rayanya maka tidak boleh bagi kaum muslimin untuk menyokong dan membantu mereka, tidak pula menghadiri perayaan hari raya mereka. Ini adalah kesepakatan para ulama yang merekalah pakar dalam masalah ini. Hal ini pun telah ditegaskan oleh para ulama empat mazhab dalam buku-buku mereka”.
ومن كلام أهل العلم في ذلك ما ذكره صاحب الدر المختار علاء الدين الحصكفي (6/754) “والإعطاء باسم يعظمه المشركون يكفر” ثم ذكر نقلاً عن أبي حفص الكبير في عدم جواز الأخذ والعطاء والإهداء والشراء باسم أيام المشركين فإنه قد يوقع في الكفر بتعظيم هذا العيد” أهـ بمعناه
Di antara perkataan para ulama dalam masalah ini adalah perkataan penulis kitab al Durr al Mukhtar yaitu ‘Ala-uddin al Hashkafi 6/754, “Memberi sesuatu dengan atas nama sesuatu yang diagungkan oleh orang-orang musyrik itu merupakan perbuatan kekafiran”. Kemudian beliau menyampaikan perkataan Abu Hafsh al Kabir yang “tidak membolehkan mengambil atau memberi suatu barang, demikian pula menghadiahkan atau membeli atas nama hari raya orang musyrik. Seorang muslim yang melakukannya boleh jadi terjerumus dalam kekafiran karena mengagungkan hari raya orang musyrik”.
وذكر في البحر الرائق (8/55) “أن من أهدى بيضةً في أعياد المشركين تعظيماً للعيد كفر بالله جلَّ وعلا ”
Dalam kitab al Bahr al Ra-iq 8/55, “Siapa yang menghadiahkan sebutir telur kepada seseorang pada hari raya orang musyrik karena mengagungkan hari raya orang kafir maka dia telah kafir kepada Allah”.
وذكر صاحب عون المعبود (3/341) ” عن القاضي أبي المحاسن الحسن بن منصور الحنفي أن من اشترى فيه شيئاً لم يكن يشتريه في غيره أو أهدى فيه هدية فإن أراد بذلك تعظيم اليوم كما يعظمه الكفره فقد كفر وإن أراد بالشراء التنعم والتنزه وفي الإهداء التحاب جرياً على العادة لم يكن كفراً لكنه كان مكروه كراه التشبه بالكفرة فحينئذٍ يحترز عنه”
Penulis kitab ‘Aun al Ma’bud 3/341 menyebutkan dari “al Qadhi Abul Mahasin al Hasan bin Manshur al Hanafi bahwa siapa saja yang pada saat hari raya orang kafir membeli sesuatu yang biasanya tidak dia beli di hari-hari yang lain atau memberikan hadiah pada hari tersebut maka jika maksudnya dengan hal tersebut adalah mengagungkan hari raya orang kafir sebagaimana pengagungan orang-orang kafir maka dia menjadi kafir karenanya.
Namun jika maksudnya dengan membeli barang tersebut pada waktu itu adalah ingin mengambil manfaat barang tersebut dan maksud hatinya dengan memberi hadiah adalah mewujudkan rasa cinta sebagaimana biasanya maka tidak kafir akan tetapi terlarang karena menyerupai orang kafir. Karenanya hal ini harus dijauhi”.
ونقل شيخ الإسلام عن عبد الملك بن حبيب أن الإمام مالك رحمه الله كره وحرم الأكل من ذبائح أعياد المشركين من النصارى وغيرهم .
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyyah membawakan perkataan Abdul Malik bin Habib bahwa Imam Malik membenci dan mengharamkan memakan sembelihan dalam rangka hari raya orang musyrik baik Nasrani ataupun yang lainnya.
ونقل عن ابن القاسم النهي عن مشاركة المشركين في الركوب في السفن التي توصل إلى عيدهم أو أن يعانوا بأي أنواع المعونة وأنه قول مالك” إنتهى مختصراً “الإقتضاء” .
Ibnu Taimiyyah juga mengutip perkataan Ibnul Qosim yang melarang seorang muslim satu kapal dengan orang-orang musyrik yang akan mengantarkan mereka ke tempat perayaan hari raya mereka. Demikian pula seorang muslim dilarang memberikan bantuan apapun untuk kegiatan hari raya orang musyrik. Kata Ibnul Qosim hal ini adalah pendapat Imam Malik. Sekian kutipan dari kitab al Iqtidha dengan sedikit peringkasan.
وذكر البيهقي رحمه الله في “سننه” باباً في النهي عن الدخول على أهل الذمة وغيرهم في أعيادهم وذكر آثاراً سبقت الإشارة إليها .
Al Baihaqi dalam kitabnya As Sunan mengatakan ‘bab terlarangnya menemui orang kafir dzimmi atau yang lain saat hari raya mereka’. Beliau lantas menyebutkan beberapa perkataan ulama salaf yang telah disebutkan di atas.
وذكر الحافظ ابن حجر حديث أنس المتقدم في الإكتفاء بعيدي الفطر والأضحى بعد أن ذكر أنه روي بإسناد صحيح , قال واستنبط منه كراهة الفرح في أعياد المشركين والتشبه بهم وبالغ الشيخ أبو حفص الكبير النسفي من الحنفية فقال : “من أهدى فيه بيضة إلى مشرك تعظيماً لليوم فقد كفر بالله تعالى”(2/442) ,
Al Hafiz Ibnu Hajar setelah menyebutkan hadits dari Anas di atas tentang mencukupkan diri dengan dua hari raya yaitu Idul Fitri dan Idul Adha dan setelah mengatakan bahwa sanad hadits tersebut berkualitas sahih beliau mengatakan, “Bisa disimpulkan dari hadits tersebut larangan merasa gembira saat hari raya orang musyrik dan larangan menyerupai orang musyrik ketika itu. Bahkan Syeikh Abu Hafsh al Kabir al Nasafi seorang ulama mazhab Hanafi sampai berlebih-lebihan dalam masalah ini dengan mengatakan, ‘Siapa yang menghadiahkan sebutir telur kepada orang musyrik pada hari itu karena mengagungkan hari tersebut maka dia telah kafir kepada Allah” (Fathul Bari 2/442).
وذكر المناوي في “فيض القدير” (4/511) حديث أنس ثم ذكر النهي عن تعظيم يوم عيد المشركين وأن من عظمه لليوم كفر وكلاماً بمعناه . إنتهى بتصرف.” .
Dalam Faidh al Qadir 4/551, setelah al Munawi menyebutkan hadits dari Anas kemudian beliau menyebutkan terlarangnya mengagungkan hari raya orang musyrik dan barang siapa yang mengagungkan hari tersebut karena hari itu adalah hari raya orang musyrik maka dia telah kafir.
فبعد هذا كيف يجوز لمسلم القول بجواز تهنئة الكفار في أعيادهم فضلاً عمن ينتسب إلى العلم كالقرضاوي فماذا بعد الحق إلا الضلال !! .
فاحذر أخي المسلم – رحمك الله – من دعاة السوء والضلال الذين حذّر منهم النبي rوأنهم يكونون في آخر الزمان كما في حديث حذيفة في الصحيحين.
Setelah penjelasan di atas, bagaimana mungkin boleh bagi seorang muslim untuk mengatakan bolehnya mengucapkan selamat hari raya kepada orang-orang kafir terlebih-lebih seorang muslim yang dinilai berilmu semisal al Qardhawi. Tidak ada setelah kebenaran melainkan kesesatan.
Waspadalah saudaraku dengan dai jahat yang mendakwahkan kesesatan. Nabi telah mengingatkan kita dengan adanya orang-orang semacam itu di akhir zaman nanti sebagaimana dalam hadits dari Hudzaifah yang terdapat dalam Sahih al Bukhari dan Sahih Muslim.
واعلم – رحمك الله – أن دعاة الضلال يستدلون بأدلة  ويلبسون بشبه ولهذا أُمِرنا باعتزالهم لا لعجز أهل الحق في الرد عليهم ولكن حفظاً على سلامة عامة المسلمين فالقلوب ضعيفة والشبهة خطافة .
Sadarilah bahwa para penyeru kesesatan tentu membawakan berbagai alasan dan mengkaburkan permasalahan dengan berbagai kerancuan pemikiran. Oleh karena itu kita diperintahkan untuk menjauhi mereka bukan karena pembela kebenaran tidak mampu memberikan bantahan akan tetapi dalam rangka menjaga keselamatan agama umumnya kaum muslimin. Hati itu lemah sedangkan kerancuan pemahaman itu demikian kuat menyambar.
ويجمل ما استدل به القرضاوي في فتواه بثلاثة أمور :
الأول : استدلاله بعمومات وإجمالات لا يصح الإستدلال بعمومها ومجملها مع ما ورد من النصوص الخاصة ما يمنع هذا العموم والإجمال مما سبق الإشارة إليه من أدلة الكتاب والسنة وأقوال سلف الأمة وكلام أهل العلم المتواتر من أهل التفسير والحديث والفقه , بل هذه طريقة أهل البدع فهم الذين يعارضون النصوص الصريحة الخاصة بالأدلة العامة والمجملة كما روي ذلك عن الإمام أحمد –رحمه الله تعالى – وحذر منه
Secara umum dalam fatwanya al Qardhawi membawakan tiga jenis alasan.
Pertama, dalil-dalil yang bersifat umum dan global padahal tidak boleh beralasan dengan dalil yang bersifat umum dan global ketika ada dalil khusus yang membatasi dalil yang umum dan menjelaskan dalil yang masih global. Itulah dalil-dalil yang telah kita sebutkan di atas berupa dalil al Qur’an, sunah, perkataan salaf dan perkataan para ulama yang demikian banyak baik dari kalangan pakar tafsir, hadits maupun fikih.
Bahkan metode ini adalah metode yang ditempuh oleh ahli bid’ah. Merekalah orang yang suka mempertentangkan dalil-dalil khusus dan tegas dengan dalil-dalil yang bersifat umum dan global sebagaimana yang dikatakan dan diingatkan oleh Imam Ahmad.
فمن الأدلة العامة والمجملة التي استدل بها قول الله تعالى {لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُم مِّن دِيَارِكُمْ أَن تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ } (8) سورة الممتحنة
Di antara dalil umum dan global yang beliau gunakan adalah firman Allah yang artinya, “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil” (QS al Mumtahanah:8).
, فجعل من ذلك تهنئة الكفار في أعيادهم مع أن الله Y يقول في أول هذه السورة , {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا عَدُوِّي وَعَدُوَّكُمْ أَوْلِيَاء تُلْقُونَ إِلَيْهِم بِالْمَوَدَّةِ وَقَدْ كَفَرُوا بِمَا جَاءكُم مِّنَ الْحَقِّ } (1) سورة الممتحنة
Al Qardhawi menjadikan ucapan selamat hari raya sebagai bagian dari berbuat baik dengan orang kafir padahal Allah berfirman di awal surat yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang; Padahal Sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu” (QS al Mumtahanah:1).
, قال الشوكاني رحمه الله تعالى ( الآية تدل على النهي عن موالاة الكفار بوجه من الوجوه ) “فتح القدير 5/207″
Dalam Fathul Qadir 5/207 al Syaukani mengatakan, “Ayat ini menunjukkan larangan memberikan loyalitas kepada orang kafir dengan bentuk apapun”.
, وقال ابن كثير رحمه الله تعالى ( نهى تبارك وتعالى عباده المؤمنين أن يوالوا الكافرين وأن يتخذوهم أولياء يسرون إليهم بالمودة من دون المؤمنين ) “آية 28 سورة آل عمران “. فكيف إذا أضيف ما سبقت الإشارة إليه.
Ketika menjelaskan QS Ali Imran:28, Ibnu Katsir mengatakan, “Allah melarang hamba-hamba-Nya yang beriman untuk memberikan loyalitas kepada orang-orang kafir dan menjadikan mereka sebagai teman dekat, tempat menceritakan berbagai rahasia karena mencintai mereka dengan meninggalkan orang-orang yang beriman”. Bagaimana jika kita tambah dengan dalil-dalil di atas.
ثانياً : استدلاله بأقيسة ضعيفة ومعارضة للنصوص الصريحة مما دلت عليه أدلة الكتاب والسنة وأقوال سلف الأمة وكلام أهل العلم المتواتر من أهل التفسير والحديث والفقه . ومن ذلك قياسه تهنئة الكفار بجواز الزواج من نساء أهل الكتاب مع أن الله تعالى قال {لَا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءهُمْ أَوْ أَبْنَاءهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ } (22) سورة المجادلة
Kedua, al Qardhawi beralasan dengan analog yang lemah dan analog yang bertolak belakang dengan berbagai dalil dari al Qur’an, sunah, perkataan para salaf dan perkataan para ulama yang demikian banyak baik pakar tafsir, hadits maupun fikih.
Di antaranya beliau menganalogkan ucapan selamat hari raya orang kafir dengan bolehnya menikahi wanita ahli kitab padahal Allah telah berfirman yang artinya, “Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, Sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka” (QS al Mujadidlah:22).
, وقد نبه العلماء أن المحبة أقسام والمراد بجواز النكاح ليس مودة ومحبة على حساب الأحكام الشرعية فكيف إذا انضاف ما سبقت الإشارة إليه من عدم جواز هذه التهنئة
Para ulama telah mengingatkan bahwa rasa cinta itu ada beberapa macam. Yang dimaksud dengan diperbolehkannya menikahi wanita ahli kitab bukanlah karena adanya rasa cinta kepada orang kafir yang mengorbankan hukum-hukum syariat. Bagaimana jika ditambah berbagai dalil tentang tidak bolehnya mengucapkan selamat untuk hari raya orang kafir sebagaimana telah disebutkan di atas.
والقياس كالتيمم إنما يلجئ إليه إذا لم يعلم الدليل ولهذا قال الإمام أحمد ( وليس في السنة قياس ولا تضرب لها الأمثال ولا تدرك بالعقول والأهواء وإنما هو الإتباع وترك الهوى )
Analog itu seperti tayamum, hanya dipakai jika tidak diketahui adanya dalil dalam masalah tersebut. Oleh karena itu Imam Ahmad mengatakan, “Tidak ada analog dalam sunah dan tidak boleh membuat berbagai permisalan untuk membantah sunah. Sunnah tidaklah bisa dipahami dengan akal dan hawa nafsu namun hanya bisa dipahami dengan mengikuti sunah dan meninggalkan hawa nafsu”.
, وفي رواية الميموني عن الإمام أحمد رحمه الله ( يجتنب المتكلم في الفقه هذين الأصلين المجمل والقياس )
Dalam riwayat dari al Maimuni, Imam Ahmad mengatakan, “Seorang yang hendak bicara tentang hukum fikih hendaknya menjauhi dua hal ini yaitu dalil global dan analog”.
وفي رواية أبي الحارث عن الإمام أحمد رحمه الله ( قال ما تصنع بالرأي والقياس وفي الحديث ما يغنيك عنه ) “المسودة 328″
Dalam riwayat dari Abu al Harits, Imam Ahmad mengatakan, “Apa yang akan kau lakukan dengan akal pikiran dan analog padahal hadits sudah mencukupimu” [Kutipan-kutipan ini ada di kitab al Muswaddah hal 328).
وبوب البخاري رحمه الله في صحيحه ” باب ما يذكر من ذم الرأي وتكلف القياس وذكر قول الله تعالى { ولا تقف ما ليس لك به علم إن السمع والبصر والفؤاد كل أولئك كان عنه مسؤلاً }” وذكر حديث عبدالله بن عمرو في موت العلماء وظهور علماء السوء نعوذ بالله منهم
Dalam kitab Sahihnya al Bukhari membuat judul bab, ‘bab celaan terhadap akal pikiran dan analog yang dipaksa-paksakan’.
Bukhari lantas membawakan firman Allah yang artinya, “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya” (QS al Isra:36). Al Bukhari juga menyebutkan hadits dari Abdullah bin ‘Amr tentang matinya para ulama dan munculnya para ulama yang jahat. Semoga Allah lindungi kita dari bahaya mereka.
, فإذا كان هذا كلام أهل العلم في القياس مع وجود الدليل فكيف إذا عورض به الدليل وكيف إذا كان من أضعف أنواع الأقيسة فإن هذا النوع من القياس أشبه ما يكون بقياس الشبه الذي هو من أضعف أنواع الأقيسة وهو القياس بغير علة أو دليلها ويراجع ” الإعلام لإبن القيم 1/148″.
Demikianlah perkataan para ulama tentang berdalil dengan analog padahal ada dalil yang menyelisihi kesimpulan analog tersebut lalu bagaimana jika analog yang dipakai adalah analog yang paling lemah. Analog yang dipakai oleh al Qardhawi itu mirip dengan qiyas syabah (analog karena sekedar ada kemiripan). Qiyas syabah adalah jenis qiyas yang paling lemah karena di sini qiyas yang terjadi adalah qiyas tanpa ‘illah atau dalil ‘illah. Silahkan telaah al I’lam karya Ibnul Qoyyim 1/148.
ثالثاً : استدلالات عجيبة خارجة عن القواعد العلمية فضلاً عن الضوابط الشرعية كقوله ( ويشبه هذا التعبير قوله تعالى في شأن الصفا والمروة … ألخ .
Ketiga, terdapat beberapa cara berdalil yang aneh yang keluar dari koridor ilmiah dan tentu sangat jauh dari kaedah syariat. Di antaranya beliau mengatakan, “Ucapan selamat hari raya orang kafir itu mirip dengan firman Allah tentang bukit Shafa dan al Marwa…”
فسبحان الله ! كيف يريد أن يجمع بين ما لا يمكن جمعه تكثيراً للشبه واستجابةً للهوى ومسايرة للواقع وإلا فما علاقة ما أشار إليه بتهنئة الكفار في أعيادهم
Subhanallah, bagaimana beliau berupaya untuk menyerupakan dua hal yang tidak mungkin serupa dalam rangka untuk memperbanyak kerancuan pemahaman, merespons hawa nafsu dan agar seiring dengan realita. Jika bukan karena motivasi tersebut lalu apa hubungan antara pernyataannya di atas dengan ucapan selamat hari raya orang kafir.
, وانظر – رحمك الله – إلى كلام أهل الصدق والاستجابة والغيرة, قال ابن القيم – رحمه الله – ( معلوم أن التقاة ليست بموالاة ولكن لما نهاهم عن موالاة الكفار اقتضى ذلك معاداتهم والبراء منهم ومهاجرتهم بالعدوان في كل حال إلا إذا خافوا من شرهم فأباح لهم التقية وليست التقية موالاة لهم ) “بدائع الفوائد 3/69″ فكيف بعد هذا يستدل بهذه الاستدلالات العجيبة بما ينافي العقل والدين , لهم الله هؤلاء المتلاعبون بدين الله .
Perhatikanlah perkataan seorang yang tulus, menyambut seruan Allah dan seorang yang memiliki kecemburuan dengan agamanya berikut ini.
Ibnul Qoyyim mengatakan, “Taqiyyah dengan orang kafir itu tidak termasuk loyal dengan orang kafir. Akan tetapi ketika Allah melarang memberikan loyalitas dengan orang kafir maka konsekuensinya adalah memusuhi dan berlepas tangan dari orang kafir serta meninggalkan mereka karena semangat permusuhan dalam setiap keadaan kecuali jika khawatir dengan gangguan orang kafir maka Allah bolehkan taqiyyah kepada orang kafir pada saat itu. Taqiyyah itu bukanlah loyal dengan orang kafir” (Badai al Fawaid 3/69).
Setelah penjelasan di atas sebagaimana mungkin orang-orang yang mempermainkan agama Allah masih saja nekad menggunakan cara-cara berdalil yang aneh tersebut. Itulah cara berdalil yang bertolak belakang dengan akal sehat dan agama.


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
Copyright © 2020.Junedi Ubaidilllah. Powered by Blogger.

Jumlah Pengunjung

Blog Archive

Anda Pengunjung Online

Followers