Pertanyaan:
Assalamu’alaikum,
Apa dalam menikah harus ada suatu lafadz tertentu yang harus diucapkan? Jazakumullah khairan.
Jawaban Ustadz:
Jumhur ulama berpendapat bahwa semua lafazh yang menunjukkan arti “menikahkan” boleh digunakan oleh seorang wali ketika menikahkan perempuan yang menjadi perwaliannya dan pernikahan tersebut sah hukumnya, berdasarkan hadits shahih riwayat Al Bukhari (9/256-257 – Fathul Baari, cet. Daarus salaam) dan Muslim (2/1040) dari Sahl bin Sa’d As Saa’id rodhiallohu ‘anhu tentang kisah wanita yang menghibahkan (menyerahkan) dirinya kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam untuk dinikahi, kemudian salah seorang sahabat meminta kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam untuk menikahkannya dengan wanita tersebut, dan Beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam pun menikahkannya dengan mahar mengajarkan Al Quran kepada wanita tersebut.
Dalam riwayat-riwayat hadits tersebut Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam menikahkannya dengan lafazh yang berbeda-beda, ada riwayat dengan lafazh: “zawwajtukaha”, dalam riwayat lain: “ankahtukaha”, juga dalam riwayat lain: “mallaktukaha”, juga: “amkannaakaha”, yang semua artinya kurang lebih sama yaitu: “Aku telah menikahkan kamu dengan wanita tersebut”.
Meskipun sebagian dari para ulama -seperti Ibnu Daqiiqil ‘Ied- mengatakan bahwa yang benar dalam riwayat-riwayat tersebut adalah salah satu dari lafazh-lafazh tersebut yang diucapkan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dan bukan semuanya, karena kisahnya cuma terjadi sekali dan semua jalur riwayat-riwayat hadits ini bertemu pada seorang perawi (yang menunjukkan bahwa hadits tersebut satu meskipun jalur-jalurnya banyak), sehingga harus dipilih mana di antara riwayat-riwayat tersebut yang lebih kuat. Imam Abul Hasan Ad Daaraquthni mengatakan bahwa yang benar dari riwayat-riwayat tersebut adalah lafazh “zawwajtukaha”, karena jumlah perawinya lebih banyak dan lebih kuat hafalannya dibandingkan yang lain, dan pendapat ini juga yang cenderung dipilih oleh Ibnu Hajar Al ‘Asqalaani dan ulama-ulama lainnya. Maka berdasarkan ini, lebih utama jika seorang wali sewaktu menikahkan menggunakan lafazh ini (zawwajtukaha), karena lafazh ini lebih kuat dan lebih shahih riwayatnya dibandingkan riwayat-riwayat lainnya. Wallahu a’lam.
Dalam hadits ini juga terdapat dalil yang menunjukkan bahwa tidak wajib bagi laki-laki yang dinikahkan untuk menjawab: “Aku terima nikahnya wanita tersebut”, karena tidak ada satu jalur pun dari riwayat-riwayat hadits ini yang menyebutkan bahwa sahabat tersebut menjawab demikian ketika Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam menikahkannya, dan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengharuskan sahabat tersebut untuk menjawab demikian. Akan tetapi kondisi yang disebutkan dalam hadits ini berlaku bagi orang yang telah jelas dari sikapnya tanda-tanda yang menunjukkan bahwa dia menerima pernikahan tersebut dan tidak menolaknya, apalagi jika dia sendiri yang meminta dinikahkan seperti dalam hadits di atas. Adapun kalau belum jelas apakah laki-laki tersebut menerima/atau tidak pernikahan tersebut, maka harus ada ucapan darinya bahwa dia menerima pernikahan tersebut, agar pernikahan tersebut sah hukumnya.
Demikian pula hadits ini menunjukkan bahwa sahnya akad nikah tidak disyaratkan harus didahului dengan khutbah nikah (khutbatul haajah), karena tidak ada satu jalur pun dari riwayat-riwayat hadits ini yang menyebutkan bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan khutbah sebelum menikahkan sahabat tersebut, kalau seandainya itu merupakan syarat/kewajiban, tidak mungkin Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam akan meninggalkannya .
Adapun menyebutkan mahar sewaktu akad nikah, maka Syaikh Muhammad bin Shaleh Al ‘Utsaimin dalam “As Syarhul Mumti’” mengatakan bahwa ini hukumnya sunnah (anjuran) dan tidak diwajibkan, bahkan jika di suatu daerah tertentu misalnya penyebutan mahar dianggap sebagai sesuatu yang tabu atau terkesan seperti membeli budak, maka dalam kondisi seperti ini mahar tidak perlu disebutkan, beliau berdalil dengan keumuman firman Allah ta’ala:
وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ
“Dan pergaulilah istri-istri kalian dengan cara yang baik (patut).” (QS. An Nisaa’: 19)
***
Penanya: Rama
Dijawab Oleh: Ustadz Abdullah bin Taslim
Sumber: muslim.or.id

Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
Oleh : Syaikh Muqbil bin Hadi al-Wadi’i rohimahullohpink-leaves
Ciri khas Akhwat Salafiyyah:
1. Ia berpegang teguh kepada Kitabulloh dan Sunnah Rosululloh shollallohu alaihi wa ala aalihi wa sallam dalam hukum-hukum sesuai dengan kemampuannya dengan pemahaman Salafush Sholih.
2. Dan juga selayaknya baginya untuk bermuamalah dengan sesama muslim dengan muamalah yang baik, bahkan kepada orang-orang kafir.
Alloh azza wa jalla berfirman dalam kitab-Nya yang mulia :
وقولوا للناس حسنا
“serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia” (Al-Baqoroh : 83)
Dan firman Alloh :
إن الله يأمركم أن تؤدوا الأمانات إلى أهلها
Artinya : “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya…” [an-nissa 58].
Dan juga firman-Nya :
وإذا قلتم فاعدلوا
“Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil “ (Al-An’am : 158)
Dan firman Alloh subhanahu wa ta’ala :
يا أيها الذين آمنوا كونوا قوامين بالقسط شهداء لله ولو على أنفسكم أو الوالدين والأقربين إن يكن غنيا أو فقيرا فالله أولى بهما فلا تتبعوا الهوى أن تعدلوا وإن تلووا أو تعرضوا فإن الله بما تعملون خبيرا
“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.” (An-Nisa’ : 135)
3. Wajib baginya untuk mengenakan pakaian yang Islami dan menjauhkan diri dari tasyabbuh (menyerupai) terhadap musuh-musuh Islam.
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam musnadnya dari hadits Abdulloh bin Umar rodhiyallohu anhuma dia berkata : Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam bersabda :
من تشبه بقوم فهو منهم
“Siapa yang menyerupai suatu kaum maka ia termasuk dari kaum tersebut.”
Dan firman Alloh tentang pakaian :
يا أيها النبي قل لأزواجك وبناتك ونساء المؤمنين يدنين عليهن من جلابيبهن ذلك أدنى أن يُعرفن فلا يُؤذين
“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu’min: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Dan diriwayatkan dari at-Tirmidzi dalam Jami’nya dari hadits Abdulloh bin Mas’ud rodhiyallohu anhu ta’ala, dia berkata : Rosululloh shollallohu alaihi wa aalihi wa sallam bersabda :
المرأة عورة فإذا خرجت استشرفها الشيطان
“Wanita itu aurat apabila dia keluar maka syaiton akan mengikutinya.”
4. Dan kami nasehatkan kepadanya untuk berbuat baik kepada suaminya jika ia menghendaki kehidupan yang bahagia. Nabi shollallohu alaihi wa sallam bersabda :
إذا دعا الرجل امرأته إلى فراشه فأبت لعنتها الملائكة ” متفق عليه . وفي صحيح مسلم : ” إلا كان الذي في السماء غاضبا عليها
Bila seseorang mengajak isterinya ke tempat tidurnya (untuk berhubungan), dan ia menolak untuk memenuhinya, maka ia dilaknat oleh malaikat.” Muttafaqun alaihi.
Dan dalam riwayat Muslim : “melainkan yang di langit akan murka kepadanya.”

5. Dia juga harus mendidik anak-anaknya dengan pendidikan yang islami.
Diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim dalam shohihnya dari hadits Abdulloh bin Umar rodhiyallohu anhuma, dia berkata : Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam bersabda :
كلكم راع وكلكم مسؤول عن رعيته
“Setiap kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggung-jawaban tentang kepemimpinannya”
Dan menyebutkan tentang wanita bahwasanya dia :
راعية في بيت زوجها ومسؤولة عن رعيتها
“Pemimpin di rumah suaminya dan akan dimintai pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya.”
dan dalam Shohihain dari hadits Ma’qil bin Yasar rodhiyallohu anhu dia berkata : Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam bersabda :
ما من راع يسترعيه الله رعيه ، ثم لم يحطها بنصحه إلا لن يجد رائحة الجنة
“Berapa banyak seorang pemimpin yang diberikan amanah oleh Alloh untuk memimpin kemudian ia tidak menjaganya dengan memberi nasihat kepadanya, kecuali dia tidak mendapatkan bau surga.”
Maka tidak sepatutnya baginya lebih menyibukkan diri dalam berdakwah daripada mendidik anak-anaknya.
6. Selayaknya baginya untuk ridho terhadap hukum Alloh tentang keutamaan laki-laki atas wanita, sebagaimana firman Alloh subhanahu wa ta’ala :
ولا تتمنوا ما فضل الله به بعضكم على بعض
“Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain” (An-Nisa’ : 32)
Dan firman Alloh :
الرجال قوامون على النساء بما فضل الله به بعضهم على بعض وبما أنفقوا من أموالهم فالصالحات قانتات حافظات للغيب بما حفظ الله واللاتي تخافون نشوزهن فعظوهن واهجروهن في المضاجع واضربوهن فإن اطعنكم فلا تبغوا عليهن سبيلا
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang ta’at kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka) Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya“ (An-Nisa’ : 34)
Dan dalam kitab shohihain dari hadits Abu Huroiroh rodhiyallohu anhu, dia berkata : Rosululloh shollallohu alaihi wa aalihi wa sallam bersabda :
استوصوا بالنساء خيرا فإنهن خُلقن من ضِلع ، وإن أعوج ما في الضِلع أعلاه ، فإن ذهبت تقيمه كسرته ، وإن تركته لم يزل به عوج
“Berbuat baiklah kepada wanita, karena sesungguhnya mereka diciptakan dari tulang rusuk, dan sesungguhnya tulang rusuk yang paling bengkok adalah yang paling atas. Jika engkau berusaha meluruskannya, maka engkau akan mematahkannya, jika dibiarkan maka ia akan tetap bengkok. ” (Muttafaq ‘alaih)
Maka selayaknya bagi seorang wanita harus bersabar terhadap apa yang ditakdirkan Alloh atasnya dari keutamaan laki-laki atasnya. Akan tetapi maknanya bukanlah memperbudaknya.
Rosul shollallohu alaihi wa sallam bersabda dalam Jami’ at-Tirmidzi :
استوصوا بالنساء خيرا ، فإنما هن عوان عندكم ، لاتملكون منهن غير ذلك ألا وإن لكم في نساءكم حقا ، ألا وإن لنسائكم عليكم حقا ، فحقكم عليهن أن لا يوطئن فرشكم من تكرهون ولا يأذنّ في بيوتكم من تكرهون ، وحقهن عليكم أن تحسنوا إليهن في طعامهن وكسوتهن
“Hendaklah kalian berbuat baik kepada wanita. Karena mereka laksana tawanan kalian. Kalian tidak berkuasa terhadap mereka sedikitpun selain itu. Ketahuilah bahwa kalian mempunyai hak-hak yang harus dipenuhi oleh istri-istri kalian, dan mereka juga mempunyai hak yang harus kalian penuhi. Adapun hak kalian yang harus dipenuhi oleh istri kalian adalah mereka tidak boleh mengijinkan seorangpun berada di tempat tidur kalian dan tidak mengijinkan masuk ke dalam rumah kalian orang yang kalian benci. Sedangkan hak istri kalian yang wajib kalian penuhi adalah memberikan makanan dan pakaian kepada mereka dengan baik “.
Dan dalam Kitab Sunan dan Musnad Imam Ahmad dari hadits Mu’awiyah bin Haidah, bahwa seorang laki-laki bertanya: “Wahai Rosululloh apakah hak istri salah seorang dari kami terhadap kami?” Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam menjawab :
أن تطعمها إذا أطعمت ، وتكسوها إذا اكتسيت ، ولا تضرب الوجه ولا تقبح ، ولا تهجر إلا في البيت
“Kamu memberinya makan jika kamu makan, kamu berikan pakaian kepadanya jika kamu berpakaian, jangan memukul wajahnya, jangan menjelek-jelekkannya, dan janganlah kamu meninggalkannya kecuali di dalam rumah.”
Maka – Semoga Alloh memberkati kalian- Seharusnya kita semua tolong-menolong dalam kebaikan, laki-laki bergaul dengan istrinya dengan pergaulan yang Islami serta menolongnya dalam menuntut ilmu dan dakwah kepada Alloh, dan begitu juga istri bergaul dengan suaminya dengan pergaulan yang Islami serta menolongnya dalam menuntut ilmu dan dakwah kepada Alloh, dan juga dalam pengaturan yang baik terhadap apa-apa yang berhubungan dengan rumah.
Alloh subhanahu wa ta’ala berfirman :
تعاونوا على البر والتقوى ولا تعاونوا على الإثم والعدوان
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” ( Al-Ma’idah : 2)
Wallohul Musta’an.
http://ummushofi.wordpress.com/2009/09/02/ciri-khas-akhwat-salafiyyah/
ما هي خصائص المرأة السلفية ؟
تاريخ الإضافةالثلاثاء 15/ جماد أول /1429هـ
عدد المشاهدات 607 | عدد مرات الإرسال 2
خصائص المرأة السلفية :
1- أنها تتمسك بكتاب الله وبسنة رسول الله صلى الله عليه وعلى آله وسلم في حدود ما تستطيع على فهم السلف الصالح .
2- وينبغي لها أيضا أن تتعامل مع المسلمين معاملة طيبة بل ومع الكافرين ،فإن الله عزوجل يقول في كتابه الكريم : (وقولوا للناس) حسناالبقرة83 ، ويقول : (إن الله يأمركم أن تؤدوا الأمانات إلى أهلها) النساء58، ويقول أيضا : (وإذا قلتم فاعدلوا) الأنعام 158 ، ويقول سبحانه وتعالى : (يا أيها الذين آمنوا كونوا قوامين بالقسط شهداء لله ولو على أنفسكم أو الوالدين والأقربين إن يكن غنيا أو فقيرا فالله أولى بهما فلا تتبعوا الهوى أن تعدلوا وإن تلووا أو تعرضوا فإن الله بما تعملون خبيرا) النساء 135
3- كما أنه يجب عليها أن تلازم اللباس الإسلامي وأن تبتعد عن التشبه بأعداء الإسلام ، روى الإمام أحمد في مسنده من حديث عبدالله بن عمر رضي الله عنهما قال : قال رسول الله صلى الله عليه وعلى آله وسلم : ” من تشبه بقوم فهو منهم ” .
ورب العزة يقول في شأن اللباس : (يا أيها النبي قل لأزواجك وبناتك ونساء المؤمنين يدنين عليهن من جلابيبهن ذلك أدنى أن يُعرفن فلا يُؤذين) الأحزاب 59
وروى الترمذي في جامعه من حديث عبدالله بن مسعود رضي الله تعالى عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وعلى آله وسلم : ” المرأة عورة فإذا خرجت استشرفها الشيطان”
4- وننصحها أن تُحسن إلى زوجها إذا أرادت الحياة السعيدة فإن النبي صلى الله عليه وعلى آله وسلم يقول : ” إذا دعا الرجل امرأته إلى فراشه فأبت لعنتها الملائكة ” متفق عليه . وفي صحيح مسلم : ” إلا كان الذي في السماء غاضبا عليها
5- وهكذا أيضا تقوم برعاية أبنائها رعاية إسلامية فقد روى البخاري ومسلم في صحيحيهما من حديث عبدالله بن عمر رضي الله عنهما قال : قال رسول الله صلى الله عليه وعلى آله وسلم : ” كلكم راع وكلكم مسؤول عن رعيته ” وذكر المرأة أنها : ” راعية في بيت زوجها ومسؤولة عن رعيتها “
وفي الصحيحين من حديث معقل بن يسار رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وعلى آله وسلم : ” ما من راع يسترعيه الله رعيه ، ثم لم يحطها بنصحه إلا لن يجد رائحة الجنة ” فلا ينبغي أن تشغلها الدعوة عن تربية أبنائها
6- كما أنه ينبغي لها أن ترض بما حكم الله من تفضيل الرجل على المرأة ، يقول سبحانه وتعالى : (ولا تتمنوا ما فضل الله به بعضكم على بعض) النساء32، ويقول سبحانه وتعالى : (الرجال قوامون على النساء بما فضل الله به بعضهم على بعض وبما أنفقوا من أموالهم فالصالحات قانتات حافظات للغيب بما حفظ الله واللاتي تخافون نشوزهن فعظوهن واهجروهن في المضاجع واضربوهن فإن اطعنكم فلا تبغوا عليهن سبيلا) النساء 34
وفي الصحيحين من حديث أبي هريرة رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وعلى آله وسلم : ” استوصوا بالنساء خيرا فإنهن خُلقن من ضِلع ، وإن أعوج ما في الضِلع أعلاه ، فإن ذهبت تقيمه كسرته ، وإن تركته لم يزل به عوج “
فينبغي للمرأة أن تصبر على ما قدّر الله لها من تفضيل الرجل عليها وليس معناه أن يستعبدها ، الرسول صلى الله عليه وعلى آله وسلم يقول – كما في جامع الترمذي : ” استوصوا بالنساء خيرا ، فإنما هن عوان عندكم ، لاتملكون منهن غير ذلك ألا وإن لكم في نساءكم حقا ، ألا وإن لنسائكم عليكم حقا ، فحقكم عليهن أن لا يوطئن فرشكم من تكرهون ولا يأذنّ في بيوتكم من تكرهون ، وحقهن عليكم أن تحسنوا إليهن في طعامهن وكسوتهن ” وفي السنن ومسند الإمام أحمد من حديث معاوية بن حيدة أن رجلا قال : يا رسول الله ما حق زوج أحدنا عليه ؟ قال : ” أن تطعمها إذا أطعمت ، وتكسوها إذا اكتسيت ، ولا تضرب الوجه ولا تقبح ، ولا تهجر إلا في البيت ” .
فماذا- بارك الله فيكم – فينبغي أن نتعاون جميعا على الخير ، الرجل يعامل امرأته معاملة إسلامية ويعينها على طلب العلم ويعينها على الدعوة إلى الله ، والمرأة تعامل زوجها معاملة إسلامية وتعينه على العلم وعلى الدعوة إلى الله وعلى حسن التدبير لما في البيت ، فإن الله عزوجل يقول : (وتعاونوا على البر والتقوى ولا تعاونوا على الإثم والعدوان) المائدة2 والله المستعان


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

“MENYINGKAP WAHHABISME”

Hidaayah Islamic Foundation [ Sri Lanka ]

Pada paruh pertama abad kedua belas (hijrîyah), dunia Islâm mengalami kemunduran, kehinaan dan kejatuhan yang amat sangat. Atmosfer yang melingkupi seluruh wilayah Islâm dalam keadaan sangat suram dan gelap. Degradasi dan penyelewengan akhlâq (moral) merajalela di mana-mana. Agama pun juga mengalami kemerosotoan sebagaimana seluruh aspek lainnya.
Ajaran tauhîd (monotheisme) Nabî Shallâllâhu ‘alaihi wa Sallam yang murni dan tegas mulai terkotori oleh khurôfat dan takhâyul yang tumbuh dan berkembang pesat. Masjid-masjid mulai kosong ditinggalkan dan bahkan dilupakan. Banyak masyarakat awam yang jâhil yang tertipu dengan jimat-jimat, jampi-jampi (mantra) dan bulir tasbih, hanya mendengar dan bertaklid buta kepada kaum sh?fî yang berlagak faqîr yang menyedihkan dan kaum Darwisy yang (gemar menari-nari) penuh kebahagiaan.
Orang-orang sh?fî ini mendorong masyarakat untuk berhaji dan melakukan thowâf di kuburan-kuburan para wali dan bertawassul kepada mereka ketika berdoa kepada Allôh. Mereka begitu sangat jâhil-nya dan menentang aturan akhlâq yang diperintahkan di dalam al-Qur`ân. Mereka bahkan sudah terbiasa mengkonsumsi khomr (minuman keras) dan candu (opium). Seluruh dimensi kehidupan telah menghancurkan Islâm, tidak meninggalkan sesuatu apapun melainkan hanya ritual kering yang tidak bermakna dan khurofat yang menghinakan.
Periode kaum salaf (pendahulu) yang shâlih telah berlalu, bid’ah-bid’ah dan khurofât pun bermunculan keluar dan menjamur dengan begitu cepatnya. Masyarakat kembali kepada praktek lamanya di dalam pemujaan berhala. Mereka mulai memberikan ta’zhîm (pengagungan) terhadap tempat-tempat yang dikeramatkan dan kuburan. Begitu besarnya pengagungan mereka sehingga mereka bahkan mengarahkan ibadah sholât dan do’a mereka kepada makam-makam selain kepada Allôh. Mereka lebih mendahulukan pendapat filosofi dan taqlîd buta ketimbang sunnah. Mereka pun mencopot sifat-sifat (Rub?bîyah dan Ul?hiyah) Allôh yang mulia dengan membuat penakwilan-penakwilan bâthil terhadap nash al-Qur`ân.
Namun, segala puji hanyalah milik Allôh. Tidak ada generasi yang secara terus menerus senantiasa diliputi oleh kebid’ahan dan kesyirikan yang buruk, kosong dari para mujaddid (reformis) yang lurus yang akan memperbaharui (tajdîd) aqîdah ummat kembali kepada keaslian dan kemurniannya.
Pada zaman kegelapan tersebut, sebuah suara muncul memekik dari hamparan padang pasir Arab tempat kelahiran Islâm, menyeru kepada keimanan untuk kembali ke jalur yang benar, kepada satu-satunya jalan, yaitu al-Qur`ân dan as-Sunnah. Pekikan itu berasal dari seorang mujaddid besar, mushlih (reformis) yang puritan, seorang syaikh ternama, Muhammad bin ‘Abdil Wahhâb, yang menyulut pelita yang cahayanya menyebar dan meliputi sampai ke ujung terjauh dunia Islâm. Membersihkan Islâm dari kotorannya dan menghidupkan kembali semangat keislaman yang telah sirna. Fajar reformasi telah menyingsing dan kebangkitan kembali dunia Islâm telah mulai secara besar-besaran.
Gerakan Syaikh yang damai, relijius dan tajdîd, menyebabkan kaum Turki dan selainnya menjadi jengkel. Mereka berupaya menekan gerakan ini dengan kekuatan. Mereka bahkan membunuh beberapa pemimpin dakwah, namun mereka tidak mampu menghancurkan gerakan ini sama sekali. Gerakan ini tetap tumbuh berkembang dan bahkan sekarang berkembang di seluruh penjuru dunia. Dimana pun di negeri Islâm, kita dapat menyaksikan berkembangnya panji-panji tauhîd dan pembaharuan dakwah yang menyeru kepada al-Qur`ân dan as-Sunnah.
Di seluruh penjuru dunia Islâm, kita melihat adanya kaum muslimin, baik secara perseorangan maupun jama’î (kolektif), memproklamirkan dakwah yang menyeru kepada tauhîd dan kembali kepada al-Qur‘ân dan as-Sunnah, yang berhadapan dan menentang para penyembah wali dan kuburan, serta kaum sh?fî dan pengikut tharîqât sh?fîyah. Semua kelompok sesat ini, mendakwakan diri secara bâthil sebagai Ahlus Sunnah wal Jamâ’ah dan menjuluki para du’ât kebenaran sebagai ‘Wahhâbiyun’.
Di dalam pandangan propaganda yang tercela dan bâthil yang digunakan untuk menentang gerakan reformis Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhâb, menggunakan kata ‘Wahhâbî’ dengan maksud menghina gerakan dan pengikut dakwah, kita insyâ Allôh di dalam artikel ini akan memberikan klarifikasi ringkas mengenainya, dengan menjelaskan peristiwa penting di dalam kehidupan Syaikh dan menjelaskan aqîdah dan karya tulis beliau yang jelas.
SEJARAH HIDUP BELIAU
Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhâb bin Sulaimân bin ‘Alî bin Muhammad bin Ahmad bin Rasyîd at-Tamimî dilahirkan pada tahun 1115 H (1703 M) di ’Uyainah, utara Riyâdh, Kerajaan Arab Saudi di masa pemerintahan ’Abdullâh bin Muhammad bin Hamd bin Mu’ammar. Beliau melampaui rekan-rekan sejawatnya di dalam intelektualitas dan fisik serta beliau telah menghapal al-Qur`ân semenjak beliau berusia 10 tahun. Ayahanda beliau mendapati bahwa beliau telah mampu untuk menjadi imâm sholât berjama’ah dan memutuskan agar beliau menikah pada tahun itu (yaitu pada usia 10 tahun). Beliau mempelajari fiqih Hanbalî, tafsîr dan hadîts dari ayahandanya. Selama masa kanaknya, beliau memberikan perhatian penuh mempelajari buku-buku tafsîr, hadîts dan aqîdah, terutama karya-karya Syaikhul Islâm Ibnu Taimiyah dan Ibnul Qoyyim, dan beliau mempelajarinya secara mendalam.
Beliau meninggalkan kampung halamannya dalam rangka menunaikan haji, kemudian beliau pergi ke Madinah. Pada saat itu, Syaikh ’Abdullâh bin Ibrâhîm bin Saif Alu (keturunan) Saif Najdi merupakan ketua ulama Madînah. Syaikh Muhammad memperoleh kesempatan menimba ilmu dari beliau dan beliau pun menjadi murid kesayangan dan yang paling dikagumi oleh gurunya. Sikapnya yang kuat dan perhatiannya yang dalam (di dalam mengingkari) aqîdah yang bâthil dan perbuatan yang buruk menjadikan beliau memiliki ikatan yang kuat dengan gurunya. Syaikh ’Abdullâh sangat takjub dengan muridnya sehingga beliaupun memberikan ijâzah kepada Syaikh Muhammad untuk meriwayatkan hadîts masyh?r dari dua isnâd, yaitu : Pertama, sanad dari Ibnu Muflih, meriwayatkan dari Syaikh Ibnu Taimîyah dan sampai ke Imâm Ahmad. Kedua, sanad dari ’Abdurrahman bin Rajab, meriwayatkan dari Ibnul Qoyyim yang meriwayatkan dari gurunya, Syaikh Ibnu Taimîyah, sampai ke Imâm Ahmad.
Syaikh ’Abdullâh juga memberikan ijâzah kepada beliau untuk meriwayatkan semua hadîts yang diriwatkan oleh Syaikh ’Abdul Bâqî al-Hanbalî, pemimpin para ulâma besar di zamannya. Beliau juga memberi ijâzah kepada Syaikh Muhammad untuk meriwayatkan ahâdîts Shahîh Bukhârî dan Muslim beserta syarh keduanya, Sunan at-Tirmidzî, an-Nasâ`î, Ab? Dâwud, Ibnu Mâjah, Muwaththo` Imâm Mâlik dan Musnad Imâm Ahmad.
Selama waktu itu pula, beliau juga menimba ilmu dan ber-istifâdah (mengambil manfaat) dari ulama-ulama lainnya, seperti ‘Alî Afandi ad-Dâghistânî, Ismâ’îl ‘Ajl?nî, dan lain-lain. Kemmudian setelah itu beliau pindah ke Najd, Bashrâ dan Suriah dalam rangka menuntut ilmu lebih dalam lagi. Beliau tinggal cukup lama di Bashrâ, dan menimba ilmu kepada sejumlah ulama ternama, yang terdepan diantara guru beliau di Bashrâ adalah Syaikh Muhammad al-Majm?’î. Pada waktu ini, beliau menyusun dan mempublikasikan beberapa buku yang berbobot seputar masalah bid’ah, khurofât dan tawassul kepada mayyit di kuburan. Beliau menyokong risalah tulisah beliau dan dalil-dalil dari al-Qur`ân.
Namun, para pembela kebâthilan menfitnah, menyiksa dan mengusir beliau dari Bashrâ. Mereka juga menganiaya guru beliau, Syaikh Majm?’î. Akhirnya beliau terpaksa meninggalkan kota, menuju kota Zubair di tengah terik panas yang membakar di musim panas, dan beliau hampir saja wafat karena kehausan. Hanya saja Allôh mengutus kepada beliau seorang yang bernama Ab? Hamidan, dia mendapati Syaikh sebagai seorang berilmu dan shâlih, lantas ia menolong dan menaikkan Syaikh di atas hewan kendaraannya dan membawa beliau ke Zubair.
Syaikh Muhammad berfikir untuk pergi ke Suriah dalam rangka menghilangkan dahaga beliau akan ilmu, namun karena perbekalan yang minim memaksa beliau untuk kembali ke Najd. Beliau tiba di Ahsâ` dan tinggal bersama Syaikh ’Abdullâh bin ’Abdul Lathîf asy-Syâfi’î untuk menimba ilmu kepada beliau.
PRAKTEK TIDAK ISLAMI DI ZAMAN ITU
Syaikh Muhammad kemudian pergi ke Huraimalâ`, sebuah desa di Najd, pasalnya ayahanda beliau dipindahkan ke sana sehingga beliaupun ikut tinggal bersama ayahandanya.
Beliau mengabdikan dirinya secara penuh untuk mempelajari Tafsîr dan Hadîts, terutama karya-karya Syaikh Ibnu Taimîyah dan Syaikh Ibnul Qoyyim. Hal ini meningkatkan pengetahuan dan pemahaman beliau secara luar biasa dan memompakan ke dalam hatinya r?h ketetapan hati (azzam) dan ketabahan. Dengan pemahamannya yang dalam, beliau mampu melihat segala konsep tidak Islâmî dan praktek-praktek yang menyimpang yang mendominasi di Najd dan negeri-negeri lainnya yang beliau kunjungi. Bahkan di Madînah, beliau melihat masyarakat ber-istighôtsah (meminta pertolongan) kepada Ras?lullâh Shallâllâhu ’alaihi wa Sallam dan berdoa kepada beliau Shallâllâhu ’alaihi wa Sallam. Syaikh Muhammad pun akhirnya memutuskan untuk menyebarkan risâlah Islâm sebenarnya ke seluruh Jazîrah ’Arab.
Syaikh melihat bahwa Najd telah dipenuhi oleh berbagai aqîdah yang rusak dan praktek agama yang buruk yang menyelisihi pondasi (ush?l) agama yang sebenarnya. Ada sejumlah kuburan di wilayah Najd yang dinisbatkan sebagai makam beberapa sahabat Nabî Shallâllâhu ’alaihi wa Sallam. Masyarakat datang mengunjungi kuburan-kuburan ini dan ber-istighôtsah kepada mereka untuk memenuhi kebutuhan mereka.
Di Jubila, mereka mengunjungi makam Zaid bin Khaththâb dan berdoa memohon bantuan kepadanya untuk memenuhi kebutuhan mereka. Di Manhufa, masyarakat menjadikan sebuah pohon palem sebagai wasîlah, yang mereka percayai bahwa seorang perawan lajang yang mengunjungi pohon itu, dalam waktu dekat akan mendapatkan jodoh. Di Dar`iyah ada sebuah gua yang sering dikunjungi masyarakat. Demikian pula ada makam Dhirar bin al-Azwar di lembah Ghabirah yang sering diziarahi. Peristiwa ini mirip dengan sejarah di Bashrâ dan Zubair dimana masyarakat menyembah berhala para zaman pra-Islâm. Kondisi menyedihkan yang serupa juga terjadi di Irâq, Suriah, Mesir dan Yaman.
Syaikh Muhammad membandingkan seluruh praktek ini di bawah cahaya al-Qur`ân dan sunnah Nabi Muhammad Shallâllâhu ’alaihi wa Sallam dan para sahabatnya, dan beliau dapati bahwa praktek-praktek ini jauh dan tidak sesuai dengan agama dan r?h Islâm. Hal yang menyedihkan ini tidak hanya terjadi di tengah-tengah masyarakat Najd, namun juga di tempat lain, di dunia Islâm lainnya.
DAKWAH TAJD?D KEPADA TAUH?D MURNI
Syaikh mendapati bahwa masyarakat meninggalkan aqîdah mereka yang sebenarnya. Semakin beliau mempelajari penyimpangan mereka, semakin bertambah mantap keyakinan dan ketetapan beliau bahwa kaum muslimin harus merubah keadaan mereka dan harus menapaki jejak as-Salaf ash-Shâlih. Beberapa hadîts Nabî Shallâllâhu ‘alaihi wa Sallam menyatakan :
  1. Kalian harus mengikuti jalan orang-orang yang hidup sebelum kalian.
  2. Hari kiamat tidak akan tiba, sampai sekelompok dari umatku mulai menyembah berhala.
  3. Islâm bermula dari keadaan asing dan akan kembali dalam keadaan asing.
Syaikh Muhammad harus mengikrarkan secara terang-terangan kepada masyarakatnya, bahwa mereka telah menyimpang dari jalan yang lurus.
Beliau pun memulai dakwahnya kepada masyarakat Huraimalâ`, menjelaskan kepada mereka bahwa beliau hanya menyeru mereka kepada Allôh semata. Beliau mengingatkan mereka bahwa segala sesuatu haruslah hanya untuk Allôh semata dan mereka harus melepaskan keyakinan dan praktek mereka yang bâthil. Seruan beliau ini secara alami ditentang dan dilawan oleh masyarakatnya, bahkan oleh ayahanda beliau sendiri yang telah dihasut oleh ucapan-ucapan bâthil ahludh dhalâl.
Syaikh tetap melanjutkan dakwahnya walaupun dihalang-halangi, beliau tetap berceramah, menulis dan beramal dalam rangka menunjuki ummat. Akhirnya, mayoritas masyarakatnya yang baik mau menerima pandangan beliau. Ayahanda dan saudara beliau, Sulaimân, akhirnya menerima dakwah beliau setelah diskusi yang panjang. Pada tahun 1153 H., ayahanda beliau, ‘Abdul Wahhâb meninggal dunia. Pasca meninggalnya ayahanda beliau, masyarakat berbondong-bondong mulai menerima dakwah Syaikh dan meninggalkan konsep keyakinan mereka yang bâthil. Mereka merespon dakwah yang menyeru untuk kembali kepada sunnah Nabî Shallâllâhu ‘alaihi wa Sallam ini, baik dengan perkataan maupun perbuatan.
Selama rentang waktu ini, kota beliau dikuasai oleh dua kabilah yang kedua-duanya mengklaim memiliki kepimpinan, namun tidak ada satu pun yang mampu mengambil kendali secara penuh dan menjaga keadilan. Kedua kabilah ini, gemar memeperbudak rakyat dan melakukan perbuatan maksiat dan dosa. Ketika Syaikh berupaya untuk memperingatkan mereka, mereka merasa di atas angin dan bermaksud menyerang beliau, namun untungnya bisa dicegah oleh aksi beberapa orang yang shâlih tepat pada waktunya.
Akhirnya Syaikh terpaksa meninggalkan Huraimalâ` menuju ke kampung halamannya, ‘Uyainah, tempat dimana ayahanda beliau pernah hidup dan memimpin di sana. Di sini beliau berjumpa dengan ‘Utsmân bin Hamd bin Mu’ammar, seseorang yang syaikh menjelaskan gerakan reformisnya berdasarkan al-Qur`ân dan as-Sunnah. Beliau menerangkan kepadanya urgensi tauhîd dan betapa banyak keyakinan dan praktek masyarakat yang menyelisihi jalan yang lurus. Beliau mengatakan kepada ‘Utsmân, apabila dia mau mendukung faktor (agama) Allôh dan ucapan beliau, niscaya ia akan segara mendapatkan kepemimpinan di Najd dan menjadi raja dengan keberkahan abadi.
‘Utsmân menerima dengan rela seruan Syaikh. Sekali lagi Syaikh mendakwahi masyarakatnya untuk kembali beribadah hanya kepada Allôh semata dan tetap berpegang dengan sunnah Nabî Shallâllâhu ’alaihi wa Sallam. Syaikh memimpin untuk menebang pohon-pohon yang dikeramatkan dan disembah di wilayah tersebut. Beliau berhasil meratakan makam Zaid bin Khaththâb dengan bantuan ’Utsmân. Beliau juga menerapkan hukum rajam bagi orang yang berzina dengan seorang wanita yang mengakuinya.
Syaikh dan dakwah beliau mulai dikenal luas. Reputasi beliau menyebar luas hingga terdengar sampai ke Gubernur Ahsâ`, Sulaimân bin Muhammad bin ’Urai’ir dan anak-anak Khâlid. Manusia yang tidak tahu malu dan jâhil ini, mengirimkan surat ancaman kepada ’Ustmân menyatakan, ”Orang yang bersamamu itu mengatakan ini dan itu, dan jika surat ini telah sampai padamu, bunuhlah dia. Apabila tidak, kami akan menahan pajak (kharrâj) kalian yang ada pada kami di Ahsâ`.” Hal ini merupakan situasi yang pelik bagi ’Utsmân. Untuk melawan ’Urai`ir ia merasa tidak mampu. Khawatir atas ancaman tersebut dan lemahnya keimanannya, Ibnu Mu’ammar akhirnya memerintahkan supaya Syaikh diusir dari negerinya.
Syaikh meninggalkan kota dengan berjalan kaki diantar pasukan berkuda ’Utsmân, melalui padang pasir di tengah teriknya matahari yang membakar, dengan hanya berbekal keyakinan kepada Allôh. Akhirnya beliau sampai ke negeri Dar`iyyah, dan menjadi tamu ’Abdurrahman bin Suwailim. Melalui Ibnu Suwailim ini, banyak orang-orang terkemuka mengenal Syaikh. Mereka mengunjungi Syaikh secara diam-diam dan Syaikh mengajarkan kepada mereka makna dan hakikat tauhîd serta urgensinya.
Diantara mereka yang sering mengunjungi Syaikh adalah dua orang saudara dari pangeran Muhammad bin Sa`ud. Dua orang saudara ini setelah diskusi yang cukup lama dan dibimbing oleh Syaikh mengalami pencerahan. Mereka pun menjelaskan kepada saudara mereka, pangeran Muhammad bahwa Syaikh Muhammad bin ’Abdil Wahhâb tinggal bersama Ibnu Suwailim dan beliau adalah sebuah berkah yang Allôh turunkan bagi mereka. Mereka mendorong pangeran untuk menemui Syaikh.
PANGERAN MUHAMMAD BIN SA`UD MENERIMA SYAIKH
Pangeran Muhammad mau menerima saran kedua saudaranya dan menemui Syaikh. Beliau pun mengajak pangeran kepada tauhîd dan menjelaskan bahwa hal ini merupakan risâlah yang Allôh mengutus seluruh nabî dengannya. Beliau juga mengarahkan perhatian pangeran terhadap maraknya praktek kesyirikan dan konsep-konsep bâthil pada masyarakat Najd. Beliau menginginkan agar pangeran dapat menjadi pemimpin kaum muslimin. Pangeran menyetujui keinginan Syaikh dan menawarkan pertolongan serta bantuan untuk mengemban tugas ini. Beliau juga berjanji untuk senantiasa berpegang kepada sunnah Nabî Shallâllâhu ‘alaihi wa Sallam dan senantiasa beramar ma’r?f nahî munkar.
Setelah Syaikh menetap di Dar’îyah, masyarakat mulai datang mengerumuni beliau dari segala wilayah dan menyambung kekeluargaan serta menerima dakwah beliau. Pada saat itu pula, ‘Utsmân bin Mu’ammar yang mengusir Syaikh dari wilayahnya mengetahui bahwa pangeran Muhammad menerima dakwah Syaikh Muhammad, sehingga ia menjadi sangat menyesal atas apa yang ia lakukan kepada Syaikh.
‘Utsmân bin Mu’amar, dengan disertai sejumlah besar delegasi, datang ke Dar`îyah dan mengajukan permohonan maaf kepada Syaikh. Mereka meminta agar syaikh mau kembali kepada mereka. Syaikh memberikan jawaban bahwa semua ini tergantung kepada kehendak pangeran Muhammad (jika ia mengizinkan niscaya Syaikh akan kembali kepada mereka). Namun, pangeran Muhammad menolak dan tidak menerima permohonan mereka, sehingga ‘Utsmân dan pengikutnya pun kembali dengan kekecewaan.
SYAIKH MENDAPATKAN PENGIKUT
Setelah itu, manusia datang berbondong-bondong kepada syaikh, untuk menuntut ilmu yang murni yang tidak dikotori oleh khurofât dan kebâthilan. Beliau menjelaskan kepada mereka hakikat makna “Lâ Ilâha illa Allôh” berserta konsekuensinya. Beliau menekankan urgensinya penafian (peniadaan) segala bentuk sesembahan yang bâthil dan mengistbatkan (menetapkan) Allôh (sebagai satu-satu-Nya yang berhak disembah) beserta segala sifat-sifat-Nya. Syaikh menjalin hubungan dengan masyarakat di luar kota dan mengajak mereka untuk menerima dakwah ini dan mengikuti gerakan beliau dalam rangka untuk memusnahkan segala bentuk kesyirikan dan praktek-prakteknya yang buruk.
Beberapa dari mereka menerima sedangkan lainnya ada yang menolak, bahkan sebagian lagi mengejek beliau dan menuduh beliau melakukan sihir. Beliau tetap melanjutkan dakwah beliau dan tidak merasa terhalangi. Musuh-musuh dakwah berkumpul dan melakukan pertemuan untuk menghancurkan gerakan dakwah syaikh yang masih baru dengan segala cara. Syaikh Muhammad dan pangeran tidak memiliki cara lain melainkan mengangkat senjata untuk mempertahankan dakwah ini. Peperangan pun berlangsung selama bertahun-tahun dan desa demi desa jatuh ke tangan peresekutuan (aliansi) baru. Beberapa musuh dakwah secara suka rela mulai mau menerima dakwah ini ketika mereka menyadari hakikat sebenarnya dakwah ini.
Segala upaya yang dikerahkan oleh kelompok sesat ini, yang berupaya menghancurkan dakwah Syaikh dengan berbagai macam cara mengalami kekalahan yang sangat pelik. Setelah menaklukkan Riyâdh pada tahun 1187 H, syaikh mempercayakan kepemimpinan umat kepada pangeran ’Abdul ’Azîz bin Muhammad bin Sa`?d dan beliau lebih mengabdikan waktu beliau untuk beribadah, belajar dan mengajar. Pangeran Muhammad dan puteranya, ’Abdul ’Azîz selalu berkonsultasi dengan beliau sebelum mereka melakukan sesuatu dan beliau memberikan fatwa kepada mereka. Setelah perjuangan berat yang panjang dan telah mencapai tujuan, syaikh meninggal dunia pada Dzul Qo’dah 1206 H. (Semoga Allôh merahmati beliau dan menerima segala amal, dakwah dan jihâd beliau).
KARYA TULIS BELIAU
Syaikh menulis sejumlah buku, yang paling dikenal diantaranya adalah Kitâbut Tauhîd yang tidak butuh lagi pengenalan akan isinya. Buku lainnya lagi adalah, Kasyfu asy-Syubuhât, Tsalâtsatul ’Ush?l, Mukhtashor as-Sîrah an-Nabawîyah, Mukhtashor al-Inshâf, Syarhul Kabîr fîl Fiqhi, Nashîhatul Muslimîn bi Ahâdîtsi Khatamin Nabîyîn, Kitâb al-Kabâ`ir, Ahâdîtsul Fitan dan beberapa risalah lainnya (surat-surat beliau kepada para penguasa dan pemimpin muslim) yang hampir kesemuanya membahas tentang masalah tauhîd.
Di dalam kitâb ’Unwânul Mâjid, syaikh memiliki banyak murid, diantara mereka adalah putera-putera beliau sendiri yang akhirnya menjadi para ulama terkenal. Keempat putera beliau, Husain, ’Abdullâh, ’Alî dan Ibrâhîm mendirikan madrasah yang dekat dengan rumah mereka dan mengajar para pemuda dan para penuntut ilmu dari Dar`îyah dan wilayah lainnya. Anak kelima syaikh tidak belajar kepada beliau, karena meninggal pada usia muda.
Diantara murid-murid Syaikh yang menimba ilmu dari beliau dan memiliki kedudukan sebagai Qâdhî dan Muftî adalah :
  1. Syaikh ‘Abdul ‘Azîz bin ‘Abdillâh al-Husain an-Nâsim yang menjadi qôdhî di wilayah al-Washmi.
  2. Syaikh Sa’îd bin Hijji yang menjadi qôdhî Hauta dari Banî Tamîm.
  3. Syaikh ‘Abdurrahman bin Nâmi yang menjadi qôdhî di ‘Uyainah.
  4. Syaikh Ahmad bin Rasyîd al-‘Urainî yang menjadi qôdhî di Sudair.
Diantara murid terdepan syaikh adalah Syaikh Muhammad bin Ibrâhîm bin ‘Abdil Lathîf bin ‘Abdirrahman bin Hasan yang menjadi mufti utama Arab Saudi.
RINGKASAN PERJUANGAN SYAIKH MUHAMMAD
Oleh karena pandangan syaikh yang kuat terhadap tauhîd, beliau menjadi seorang figur yang kontroversial semenjak masa hidup beliau sampai setelah wafatnya beliau hingga hari ini. Kami akan menyebutkankan kembali komunikasi beliau dan intisari risalah-risalah yang beliau tuliskan (kepada para pembesar dan pemimpin ‘Arab) supaya para pembaca dapat mengambil faidah darinya. Berikut ini adalah risalah yang beliau tuliskan untuk menjawab surat as-Suwadi, salah seorang ulama Iraq :
“Dari Muhammad bin ‘Abdil Wahhâb teruntuk saudaranya seiman, ‘Abdurrahman bin ‘Abdullâh –semoga Allôh senantiasa melimpahkan keselamatan, rahmat dan barokahnya kepada anda-. ‘Amma Ba’du : Saya berbahagia sekali menerima surat anda, semoga Allôh menjadikan anda sebagai salah seorang pemimpin orang-orang yang shâlih dan sebagai seorang da’î yang menyeru kepada agamanya penghulu para nabî (Shallâllâhu ‘alaihi wa Sallam).
Saya bermaksud menjelaskan kepada anda bahwa saya, dengan segala puji bagi Allôh, adalah seorang muttabi’ (yang mengikuti sunnah Ras?lullâh) bukan seorang mubtadi’ (pelaku bid’ah). Keyakinan yang aku beragama dengannya dan beribadah kepada Allôh adalah sama dengan madzhabnya ahlus sunnah wal jamâ’ah dan sebagaimana yang diyakini oleh para imam kaum muslimin seperti empat imâm madzhab dan pengikut mereka sampai hari kiamat kelak.
Walau demikian, saya menekankan dakwah saya kepada keikhlasan dan kejujuran (yaitu tauhîd) di dalam beribadah kepada Allôh. Saya mengajak masyarakat supaya tidak berdoa dan meminta tolong (istighôtsah) kepada orang yang masih hidup ataupun yang telah mati dari para wali maupun orang-orang yang shâlih. Saya juga menasehati mereka untuk meninggalkan perbuatan syirik dan hanya mengarahkan segala bentuk ibadah kepada Allôh semata, baik berupa penyembelihan kurban, nadzar, sujud maupun ibadah lainnya yang seharusnya hanya ditujukan kepada Allôh semata. Tiada satupun sekutu bagi Allôh baik itu malaikat maupun para nabi yang diutus-Nya. Hanya kepada-Nya semata para nabî dari yang pertama hingga yang terakhir memerintahkan untuk mentaati dan mengibadahi. Dan inilah madzhab yang diikuti oleh ahlus sunnah wal jamâ’ah.
Saya juga telah mengatakan kepada masyarakat dengan ucapan yang jelas, bahwa kaum yang pertama kali mengenalkan kesyirikan ini (kepada ummat Islâm) adalah kaum Râfidhah yang memohon kepada ’Alî dan selain beliau, beristighôtsah kepadanya untuk memenuhi hajat mereka dan menjauhkan mereka dari segala kesengsaraan.
Saya mendirikan sebuah maktab di kotaku, dimana masyarakat banyak yang mendengarkan dan mentaatiku. Hal ini tidak disukai oleh beberapa pemimpin yang menguasai kota, sebagaimana telah saya katakan, mereka tidak menyukai segala hal yang menyelisihi tradisi mereka. Saya mengimami masyarakat pada sholat-sholat wajib dan mendorong mereka untuk menunaikan zakat dan menegakkan segala bentuk peribadatan lainnya hanya bagi Allôh. Saya melarang mereka dari perbuatan riba, meminum khamr dan segala bentuk yang memabukkan. Masyarakat pun akhirnya menentang penguasa mereka yang menyeleweng.
Inilah tauhîd yang aku dakwahkan. Namun orang-orang yang rusak lagi fasik di kota, mulai menisbatkan segala bentuk fitnah kepada diriku. Kejahatan mereka semakin menjadi-jadi, dan mereka mulai menyerang kita dengan bala tentara syaithân, baik kavaleri (pasukan berkuda) dan infanteri (pasukan yang berjalan kaki). Mereka menuduh bahwa saya telah menvonis kâfir semua masyarakat kecuali yang hanya mengikutiku saja. Saya juga (dituduh) menghukumi batalnya pernikahan mereka dengan bentuk yang salah dan tidak benar. Saya sendiri terheran-heran, bagaimana mungkin orang yang berakal dapat memikirkan dan berkata dengan sesuatu yang konyol seperti itu.
Saya, bersumpah di hadapan Allôh dan menyatakan dengan tegas bahwa saya terbebas dari segala bentuk fitnah semacam itu. Perkataan-perkataan yang semacam itu hanyalah berasal dari orang yang kehilangan akalnya. Segala bentuk hal yang disebutkan mengenai diriku selain dakwah tauhîd yang aku serukan dan larangan dari melakukan kesyirikan, maka hal itu adalah dusta.”
[Dialihbahasakan secara bebas oleh Muhammad Ab? Salmâ dari ”Wahhabism Exposed” yang disusun oleh Hidaayah Islamic Foundation, Sri Lanka, di bawah arahan yang mulia, al-Ustadz Abu Aminah Bilal Philips]
Tambahan :
TULISAN TENTANG IMAM MUHAMMAD ABDUL WAHHAB
Berikut ini adalah beberapa karya tulisan para ulama Islâm mengenai hakikat dakwah Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhâb, yang mana apabila dikumpulkan semua judul-judulnya niscaya akan menjadi sebuah buku tersendiri yang cukup tebal. Namun kirinya, beberapa diantara yang disebutkan di bawah ini sudah mewakili :
  • Muhammad bin ‘Abdil Wahhâb karya Ahmad bin ‘Abdil Ghaf?r Athâr
  • Dâ’iyatu at-Tauhîd Muhammad bin ‘Abdil Wahhâb karya ‘Abdul ‘Azîz Sayyidul Ahl
  • Sîrah al-Imâm Muhammad bin ‘Abdil Wahhâb karya ‘Amîn Sa’îd
  • Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhâb karya Ahmad bin Hajar ‘Alu B?thâmî
  • Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhâb Hayâtuhu wa Fikruhu karya DR. ‘Abdullâh ash-Shâlih al-‘Utsaimîn
  • Al-Imâm asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhâb fît Târikh karya ‘Abdullâh bin Sa’d ar-Ruwaisyid
  • Atsarud Da’wah al-Wahhâbîyah fîl Jazîrotil ‘Arob karya Muhammad Hâmid al-Fiqqî
  • Asy-Syaikh al-Imâm Muhammad bin ‘Abdil Wahhâb Hayâtuhu wa Da’watuhu karya DR. ‘Abdullâh bin Y?suf asy-Syibl
  • Muhammad bin ‘Abdil Wahhâb Mushlih Mazhl?m Muftarâ ‘alaihi karya Mas’?d ‘Alim an-Nadwî
  • Da’watu al-Imâm Muhammad bin ‘Abdil Wahhâb Salafîyah Lâ Wahhâbiyah karya Ahmad bin ‘Abdil ‘Azîz al-Hushayin
  • Da’watu asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhâb wa Atsaruhâ fîl ‘Alam al-Islâmî karya DR. Ahmad bin ‘Athiyah az-Zahrônî
  • ‘Aqîdatu asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhâb as-Salafîyah wa Atsaruhâ fîl Alam al-Islâmî karya Shâlih bin ‘Abdillâh al-‘Ab?d
  • Da’âwî al-Munâwi`în li Da’wati asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhâb ‘Irdh wa Naqd karya Prof. ‘Abdul ‘Azîz bin Muhammad al-‘Abdul Lathîf
  • Harokatu asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhâb fîl ‘Alam al-Islâmî karya Ustadz ‘Alî bin Bakhît az-Zahrônî
  • Haqîqotu Da’wati Syaikh Muhammad bin ’Abdil Wahhâb karya DR. Muhammad bin ‘Abdillah as-Salmân
  • Hayâtu Syaikh Muhammad bin ’Abdil Wahhâb karya Sulaimân bin ‘Abdillah al-Huqail.
  • Al-Wahhâbîyah Harokatul Fikr wa Daulah Islâmîyah karya ‘Abdurrahman bin Sulaimân ar-Rusyaid.
  • Islâmîyah Lâ Wahhâbîyah karya DR. Nâshir bin ‘Abdil Karîm al-‘Aql
  • Da’watu asy-Syaikh Muhammad bin ’Abdil Wahhâb bainal Mu’âridhîn wal Mu`ayyidîn karya Syaikh Muhammad bin Jamîl Zain?
Sumber : http://abusalma.wordpress.com/


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
1. Ma’had Abu Ubaidah bin Al Jarrah Medan
Jl. Dr. Mansyur Gg. Berdikari / Jl. Sukabaru No. 17E Kec. Medan Selayang, Medan, Sumatera Utara.
Tlp. (061) 8226157
2. Ma’had Said bin Zaid Batam
Kompleks Perguruan Muhammadiyyah Batam Jl. Prof Hamka No. 3 Batu Aji Kabupaten Batam, Batam, Kepri.
Tlp (0778) 7858995
3. Ma’had Saad bin Abi Waqqosh Palembang
Universitas Muhammadiyyah Palembang Jl. Jend Ahmad Yani UMP 13 Ulu, Palembang, Sumatera Selatan.
Tlp. (0711)5112138 / 511589 (putra)
4. Ma’had Utsman bin Affan Jakarta
Jl. Bambu Apus I no. 1 Cipayung Jakarta Timur
Telp : (021) 8448494 / 8448495; Fax : (021) 8448501 (Kampus Putra)
Jl. Ir. H. Juandn – Ciputat Raya
Tlp (021) 98278684, 7496615 Fax (021) 7496615 (Kampus Putri)
5. Ma’had Al Imarat Bandung
Jl. Inhoftank No.17 Pelindung Hewan, Bandung, Jawa Barat.
Telp. 022 5223908 (putra)
Jl. Pungkur, Gang Muncang No.31 Bandung, Jawa Barat.
Tlp 022 (5227336)
6. Ma’had Ali bin Abi Thalib Yogyakarta
Kompleks Masjid K.H Ahmad Dachlan Kampus Terpadu Universitas Muhammadiyyah Yogyakarta, Taman Tirta Kasihan, Bantul, Yogyakarta.
Telp (0274) 7104849 (putra dan putri)
7. Ma’had Abu Bakar As-Shiddieq Solo
Universitas Muhammadiyyah Surakarta Jl. A. Yani 1 Pabelan, Kertasura, Jawa Tengah.
Tlp (0271) 7302788; Fax: (0271) 739469
8. Ma’had Umar bin Al Khattab Surabaya
Universitar Muhammadiyyah Sidoarjo, kampus III Komplek Perum IKIP Blok V No. 1 Gunung Anyar, Surabaya, Jawa Timur.
Tlp. (031) 8791791 Fax (031) 8793562 (putra).
Universitas Muhammadiyyah Sidoarjo Kampus II lt. IV Jl. Raya Gelam 250 Candi, Sidoarjo, Jawa Timur.
Tlp (031) 8062128 (putri)
9. Ma’had Khalid bin Al Walid Mataram
Jl. K.H Ahmad Dachlan No. 1 Kampus Universitas Muhamadiyyah Mataram, Nusa Tenggara Barat.
Tlp : (0370) 628450
10. Ma’had Hasan bin Ali Samarinda
Komplek PW Muhammadiyyah Jl. Siradj Salman Kel. Teluk Lerong Ilir RT. 27 Kec. Samarinda Ulu Kota Samarinda, Kalimantan Timur.
Telp : 0541 – 7790494; Cp : 0812 5737 5741 / 0852 4774 0361
11. Ma’had Thalhah bin Ubaidilllah Palu
Kampus Universitas Muhammadiyyah Palu, Fakultas Agama Islam (UNISMUH Palu) Jl. Jabal Nur No. 01 Palu 94118.
Telp (0451) 428801 Fax (0451) 428802
12. Ma’had Al Birr Makassar
Universitas Muhammadiyyah Makasar Jl. Sultan Alaudin No. 259, Makasar, Sulawesi Selatan.
Tlp (0411) 881584 Fax (0411) 881583 (putra)
13. Ma’had Bilal bin Rabah Sorong
Jl. Kyai Haji Ahmad Dachlan No. 1 Mariat Pantai , Distrik Aimas Kabupaten Sorong, Papua Barat.
Tlp : 081355151704
14. Ma’had Abdurrahman bin Auf Malang
Universitas Muhammadiyyah Malang kampus III Masjid AR. Fachruddin Lt. V. Jl. Raya Tlogo Mas No. 246 Malang, Jawa Timur.
Telp : (0341) 531430 (Putra dan Putri)
15. Ma’had Az Zubair bin Al Awwam Padang
Jl. Pasri Kandang No. 4 Koto Tangah Kampus Universitas Sumatera Barat.
Tlp. (02751) 484160 (putra)
Belajar 2 tahun bisa Bahasa Arab …
Tutor alumni univ. timur tengah seperti Madinah, Mesir, Sudan dll.
Info Lebih Lanjut Hub :
Yayasan Muslim Asia telp. 021 – 85908282 atau email : amcf_education@yahoo.co.id
Sumber: pamflet dari ma’had Ali

Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
Tanggal 1 April dikenal sebagai April Fools Day yang di Indonesia akrab sebagai April Mop. Bagaimana sejarahnya?
Jika anda dengar teriakan ini pada tanggal 1 April, berarti ada satu orang lagi tertipu! Pada hari ini orang percaya bahwa sah-sah saja membohongi orang lain. Misalnya menelpon orang untuk datang kerja padahal itu hari liburnya atau menukar isi tempat gula dengan garam atau memajukan jam seseorang sehingga ia hadir di suatu acara lebih awal dan masih banyak lelucon klasik lainnya.
Perayaan April Mop yang selalu diakhiri dengan kegembiraan dan kepuasan itu sesungguhnya berawal dari satu tragedi besar yang sangat menyedihkan dan memilukan. April Mop atau The April’s Fool Day berawal dari satu episode sejarah Muslim Spanyol di tahun 1487 atau bertepatan dengan 892 H.
Fatwa Tentang ‘April Fool’
Oleh : Syaikh Muhammad ibnu Shalih ibnu Utsaimin رحمه الله
Penterjemah : Ustadz Abu Auzaie

الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن والاه

Soalan : Adakah boleh berbohong dalam keadaan bergurau.
Jawaban Syaikh :
Berbohong tidak dibenarkan sama ada bergurau atau serius kerana ia merupakan akhlak yang dicela yang mana tidak bersifat dengan sifat ini melainkan munafiq. Amat menyedihkan apabila kita banyak mendengar sebahagian manusia membahagikan perbohongan kepada 2 bahagian : ‘bohong putih’ dan ‘bohong hitam’. Apabila timbulnya mudhorat seperti memakan harta atau sikap melampaui batas atau yang seumpamaannya maka menurut mereka itu adalah bohong hitam. Apabila tidak ada unsur-unsur seperti itu maka ia adalah bohong putih.Ini adalah pembahagian yang batil. Bohong semuanya hitam.Namun ia bertambah hitam setiap kali ia mendatangkan mudhorat yang lebih besar.
Sempena topik ini saya ingin mengingatkan saudara saya umat Islam agar menghindarkan diri daripada apa yang dilakukan oleh sebahagian manusia yang tidak cerdik dengan apa yang dipanggil ‘April Fool’ yang saya rasa tidak lama lagi. Pembohongan seperti ini yang diambil daripada orang yahudi, nasrani,majusi dan orang kuffar. Kemudian disamping ianya adalah dusta dan pendustaan adalah haram menurut syara’, ianya perbuatan yang menyerupai orang bukan Islam. Menyerupai bukan Islam adalah haram. Baginda telah bersabda:

من تشبه بقوم فهو منهم

Maksudnya : “sesiapa yang menyerupai sesuatu kaum maka dia adalah sebahagian daripada mereka”. Kata Syaikhul Islam Ibnu Taimiah: Sanadnya Jayyid.
Kedudukan yang paling minima adalah haram walaupun zahirnya membawa erti kekufuran orang yang menyerupai mereka (golongan kuffar). Pembohongan (April fool) ini disamping ianya mengandungi 2 larangan tersebut, ia juga menjatuhkan martabat seorang muslim di hadapan musuhnya. Ini kerana sudah sedia maklum pada tabiat kejadian manusia, orang yang ditiru perbuatannya akan berbangga ke atas orang yang meniru dan dia merasakan bahawa dirinya lebih kehadapan daripada orang yang meniru perbuatannya oleh kerana si peniru menjadi lemah sehingga sanggup menjadi orang yang meniru. Oleh itu pembohongan dalam april fool ini merupakan penghinaan terhadap orang mukmin kerana dia menjadi rendah diri dan mengikut orang-orang kuffar.
Larangan yang keempat: kebanyakan daripada pembohongan ini adalah jijik , mengandungi perbuatan memakan harta secara batil atau menakutkan muslim yang lain. Barangkali dia berbohong mengatakan kepada orang lain: akan datang tetamu hari ini. Lalu orang tadi memasak makanan yang banyak, lauk daging dan seumpamanya. Barangkali juga dia bergurau dengan perkara yang menakutkan orang lain seperti katanya: penjaga kamu dilanggar kereta dan seumpamanya daripada perkara-perkara yang tidak dibenarkan walaupun bukan pada situasi ini. Hendaklah seorang muslim bertaqwa kepada Allah, berbangga dengan agamanya dan memandang tinggi terhadap agamanya supaya musuh umat Islam gerun kepadanya dan menghormatinya. Saya jamin buat setiap orang yang mempunyai perasaan bangga dengan agamanya dia akan menjadi mulia di hadapan manusia. Sesiapa yang merasa rendah diri di hadapan musuhnya dia akan menjadi orang yang paling hina di hadapan manusia, di sisi Allah dan di sisi musuh-musuhnya. Janganlah kamu menyangka -wahai muslim- perbuatan kamu meniru orang-orang kuffar dan mengikut perangai mereka akan menjadikan kamu mulia pada pandangan mereka. Bahkan ia merupakan kemuncak kehinaan. Kamu mengetahui tentang ini. Kalaulah seseorang mencontohi perbuatan kamu maka kamu akan merasakan kebanggaan buat diri kamu berbanding orang tersebut. Kamu akan merasakan dia lebih rendah di hadapan kamu kerana perbuatannya meniru-niru diri kamu. Perkara ini sudah diketahui dan dimaklumi berdasarkan tabiat manusia. Setiap kali musuh kita melihat kita kuat dan merasa mulia dengan agama kita, tidak mempedulikan mereka, tidak bergaul dengan mereka melainkan berdasarkan tunjuk ajar syara’ yang merupakan syari’at untuk sekian alam selepas kebangkitan Muhammad :

قل يأيها الناس انى رسول الله اليكم جميعا

“katakanlah : wahai sekalian manusia sesungguhnya aku merupakan rasul Allah kepada kamu semua”-maksud ayat.
Telah soheh daripada Nabi baginda berkata:

والذى نفسي بيده لا يسمع بي يهودي ولا نصراني ثم لا يؤمن بما جئت به الا كان من أهل النار

“demi jiwaku yang berada di tangan-Nya, tidaklah seorang yahudi atau nasrani mendengar tentang diriku kemudian dia tidak beriman dengan agama yang aku bawa melainkan dia akan menjadi ahli neraka”- hadis.
Kalaulah ini keadaan ahli kitab maka bagaimana dengan orang-orang kuffar yang lain? Setiap yang mendengar tentang Muhammad dan tidak mengikutnya maka dia merupakan ahli neraka. Kalaulah keadaanya seperti ini kenapakah kita orang-orang Islam merendahkan diri kita dan mengikut orang lain? Kita semua mengetahui dialog yang terjadi antara hercules maharaja rom dengan abu sufian yang kafir (sebelum dia memeluk Islam). Ketika mana abu sufian mengelak untuk berdusta tentang Nabi Muhammad kerana bimbang akan dipersoalkan tentang pendustaannya sedangkan dia ingin berdusta untuk menjatuhkan Nabi. Kalaulah orang kafir seperti ini keadaannya maka mengapakah kamu wahai orang mukmin boleh berdusta.

والله الموفق

Sumber : laman web syaikh Ibnu Uthaimin

Faedah tambahan daripada hadis Rasulullah :

ان الصدق يهدى الى البر وان البر يهدى الى الجنة , وان الرجل ليصدق حتى يكتب عند الله صديقا , وان الكذب يهدى الى الفجور وان الفجور يهدى الى النار, وان الرجل ليكذب حتى يكتب عند الله كذاب

“Sesungguhnya bercakap benar membawa kepada kebaikan dan kebaikan pula membawa ke syurga. Sentiasalah seseorang itu bercakap benar sehinggalah dia ditulis di sisi Allah sebagai seorang yang benar. Sesungguhnya berdusta membawa kepada kejahatan dan kejahatan membawa ke neraka. Sentiasalah seseorang itu berdusta sehinggalah dia ditulis di sisi Allah sebagai seorang pendusta”- muttafaqun ‘alaih
SUMBER :


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

التحذير من كذبة نيسان ابريل

Oleh : Al-Muhaddits DR. ‘Âshim al-Qoryûtî
Prolog :
April Mop, dikenal dengan “April Fools’ Day” dalam bahasa Inggris, diperingati setiap tanggal 1 April setiap tahun. Pada hari ini, orang dianggap boleh berbohong atau memberi lelucon kepada orang lain tanpa dianggap bersalah. Hari ini ditandai dengan tipu-menipu dan lelucon lainnya terhadap teman dan tetangga, dengan tujuan mempermalukan mereka-mereka yang mudah ditipu. Di beberapa negara, lelucon hanya boleh dilakukan sebelum siang hari. (April Fool’s Day BBC)
Ironinya budaya ini pun diikuti oleh sebagian kaum muslimin dengan latahnya. Untuk itulah, saya menurunkan ulasan dari seorang ahli hadits terkenal, DR. Âshim al-Qaryûtî, murid ahli hadits zaman ini, Muhammad Nâshiruddîn al-Albânî. DR. ‘Âshim dikenal sebagai seorang peneliti dan pembahas ulung, yang biasa berkutat di manuskrip-manuskrip dan naskah kuno peninggalan ulama salaf. Bahkan beliau lah yang ditugasi untuk merawat dan merestorasi manuskrip-manuskrip di Perpustakaan Universitas Islam Madinah. (Abu Salma)
Fadhîlah asy-Syaikh, DR. ‘Âshim al-Qaryûtî hafizhahullâhu berkata :

الحمد لله رب العالمين والصلاة والسلام على نبيه الصادق الأمين إمام المتقين وبعد

Segala puji hanyalah milik Alloh Pemelihara semesta alam. Sholawat dan salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada Nabi-Nya yang Jujur lagi tepercaya, penghulu hamba-hamba-Nya yang bertakwa. Wa ba’d :
Sesungguhnya dusta/bohong itu merupakan penyakit besar, karena bohong termasuk dosa yang paling buruk dan cela (aib) yang paling jelek. Dusta juga dijadikan sebagai indikasi dan tanda-tanda kemunafikan dan pelakunya dianggap jauh dari keimanan. Rasulullâh Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam sendiri adalah orang yang paling benci dengan kedustaan. Dusta dan iman tidak akan pernah bersatu kecuali salah satunya pasti mendepak yang lainnya. Dusta itu menimbulkan keraguan dan kerusakan bagi pelakunya.
Sesungguhnya, menyerupai orang kafir (tasyabbuh bil kufroh) itu dilarang di agama kita, bahkan kita diperintahkan untuk menyelisihi orang kafir. Karena sesungguhnya menyerupai mereka walaupun hanya sekedar lahiriyah saja, namun ada kaitannya dengan batiniyah. Sebagaimana ditunjukkan oleh dalil-dalil al-Qur`ân dan sunnah nabawiyah. Cukuplah kiranya bagi kita sabda Nabi Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam :

ألا إن في الجسد مضغة إذا صلحت صلح الجسد كله وإذا فسدت فسد الجسد كله، ألا وهي القلب

“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya di dalam jasad itu ada segumpal daging, yang apabila segumpal daging itu baik maka baiklah seluruh jasadnya, dan apabila buruk maka buruklah seluruh jasadnya. Ketahuilah bahwa segumpal daging itu adalah hati.”
Dan bahaya yang paling besar di dalam menyerupai orang kafir itu adalah, apabila perkaranya berkaitan dengan urusan i’tiqâdî (keyakinan).
Ritual “April Mop” merupakan bentuk taklid buta. Betapa sering kita melihat dan mendengar ritual bohong ini berimplikasi buruk, menimbulkan rasa dengki, dendam, saling memutus sillaturrahim dan saling membelakangi diantara manusia. Betapa sering ritual bohong ini menyebabkan terjadinya keretakan ukhuwah (persaudaraan) dan percekcokan di dalam keluarga. Betapa sering hal ini membuahkan keburukan dan menyebabkan kerugian baik materil maupun moril, dan lain sebagainya. Dan ini semua disebabkan oleh taklid, membebek kepada kebiasaan kuno mayoritas bangsa Eropa.
Adapun bulan April merupakan bulan keempat dari tahun masehi (gregorian). April sendiri asalnya merupakan derivasi kata dari bahasa Latin “Aprilis” di dalam sistem kalenderisasi Romawi kuno. Bisa juga merupakan derivat kata dari predikat (kata kerja) bahasa Latin “Arerire” yang berarti “membuka” (fataha), yang menunjukkan permulaan musim semi, ketika kuntum bunga bermunculan dan bunga-bunga bermekaran.
Bulan April merupakan permulaan tahun yang menggantikan bulan Januari (Kânûn ats-Tsânî, bahasa Suryani, pent.) di Perancis. Pada Tahun 1654, Raja Perancis, Charles VII memerintahkan untuk merubah awal tahun menjadi bulan Januari menggantikan bulan April. Adapula penjelasan lain yang mengembalikan sebagian (kalenderisasi) kepada Greek (Yunani), sebab bulan April adalah permulaan musim semi. Bangsa Romawi mengkhususkan hari pertama bulan April untuk merayakan hari “Venus”, yang merupakan simbol kasih sayang, keindahan, kesenangan, riang tawa dan kebahagiaan. Para janda dan gadis-gadis berkerumun di Roma tepatnya di kuil Venus, mereka menyingkapkan kekurangan (cacat) fisik dan mental mereka, berdoa kepada dewi Venus supaya menutup cacat ini dari pandangan pasangan mereka.
Adapun bangsa Saxon, mereka merayakan di bulan ini untuk memperingati dewa-dewa mereka, hari “Easter” (Paskah), yang merupakan salah satu dewa kuno, nama yang sekarang dikenal sebagai festival paskah menurut kaum kristiani di dalam bahasa Inggris.
Setelah ulasan di atas, jelaslah bagi kita bahwa bulan April ini memiliki urgensi yang spesial di tengah-tengah bangsa Eropa kuno.
Belum diketahui asal muasal ritual kebohongan ini (April Mop) secara khusus dan ada beberapa versi pendapat tentangnya. Sebagiannya berpendapat bahwa ritual ini berkembang beserta dengan perayaan muslim semi, yang dirayakan siang malam pada tangga 21 Maret.
Sebagian lagi berpandangan bahwa bid’ah ini bermula di Perancis pada tahun 1564, setelah pewajiban kalenderisasi baru –sebagaimana telah berlalu penjelasannya-, ada seseorang yang menolak kalenderisasi baru ini, maka pada hari pertama bulan April, dia menjadi korban sejumlah orang yang mempermalukan dirinya dan mencemoohnya sehingga jadilah hari ini sebagai waktu untuk mengolok-olok orang lain.
Sebagian lagi berpendapat bahwa bid’ah ini meluas hingga ke zaman kuno dan perayaan paganis, disebabkan korelasinya yang erat dengan historinya yang spesifik pada permulaan musim semi, yaitu merupakan peninggalan ritual paganis yang tersisa. Ada juga yang mengatakan bahwa berburu (menangkap ikan) di sebagian negeri akan mendapatkan jumlah yang sedikit di permulaan hari penangkapan pada sebagian besar waktu. Dan inilah yang menjadi landasan rituan kebohongan yang terjadi pada awal bulan April.
Masyarakat Inggris memberikan nama pada hari awal bulan April sebagai hari untuk semua canda tawa dan lelucon, “All Fools Day”. Mereka mengisinya dengan perbuatan bohong yang terkadang dikira benar oleh orang yang mendengarnya, sehingga ia menjadi korban/obyek cemoohan.
Ritual April Mop ini, disebutkan pertama kali ke dalam bahasa Inggris di Majalah “Drakes Newsletter” yang diterbitkan pada hari kedua bulan April tahun 1698 M. Majalah ini menyebutkan bahwa sejumlah orang menerima undangan untuk menghadiri proses ‘bilasan hitam’ di tower London pada pagi hari awal bulan April.
Diantara kejadian populer yang pernah terjadi di Eropa pada awal April adalah surat kabar berbahasa Inggris “Night Star” pada tanggal 31 Maret 1864 mengumumkan bahwa besok –awal April- akan diadakan pelepasan keledai massal di lahan pertanian kota Aslington Inggris, maka orang-orang pun berbondong-bondong datang untuk menyaksikan hewan tersebut dan dan berkerumun sembari berbaris menunggu. Setelah menunggu cukup lama, mereka pun bertanya kapan waktu dilepaskannya keledai-keledai tersebut, dan mereka tidak mendapati apa-apa. Akhirnya mereka pun sadar bahwa mereka (telah terkecoh) datang dengan bergerombol dan berkerumun seakan-akan mereka inilah keledainya!!!
Apabila Anda terheran-heran, maka lebih mengherankan lagi apa yang diduga oleh sebagian orang tentang kebohongan ini ketika mereka terkecoh, dengan serta merta mereka berteriak, “april mop”! Seakan-akan mereka menghalalkan kebohongan, wal’iyâdzu billâh. Kami mengetahui bahwa kedustaan itu tidak boleh walaupun hanya untuk bercanda. Nabi Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam bersabda :

ويل للذي يحدث بالحديث ليضحك به القوم فيكذب، ويل له، ويل له

“Celakah orang yang bercerita untuk membuat suatu kaum tertawa namun ia berdusta, celaka dirinya dan celaka dirinya.”
Memang, telah tetap (hadits-hadits yang menjelaskan) bahwa Rasulullâh Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam pernah bercanda, akan tetapi beliau tidak pernah berkata di dalam candanya melainkan kebenaran. Canda Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam ini, di dalamnya terdapat nilai kebaikan bagi jiwa para sahabatnya, menguatkan rasa cinta, menambah persatuan, dan meningkatkan semangat dan kekuatan. Yang menunjukkan hal ini adalah sabda beliau Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam :

والذي نفسي بيده لو تداومون على ما تكونون عندي من الذكر لصافحتكم الملائكة على فرشكم وفي طرقكم، ولكن يا حنظلة ساعة وساعة

“Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, seandainya kalian selalu berada dalam kondisi sebagaimana ketika berada di sisiku dan terus-menerus sibuk dengan dzikir niscaya para malaikat pun akan menyalami kalian di atas tempat pembaringan dan di jalan-jalan kalian. Namun, wahai Hanzhalah. Ada kalanya begini, dan ada kalanya begitu.” Beliau mengucapkan sebanyak tiga kali.
Perlu dicatat, bahwa kebanyakan bercanda itu dapat merusak murû`ah (kewibawaan) seseorang dan merendahkan dirinya, walaupun meninggalkan semua bentuk canda menyebabkan kepahitan (hidup) dan jauh dari sunnah dan sirah nabawiyah. Sebaik-baik urusan adalah yang pertengahan. Diantara keburukan banyak bercanda adalah melalaikan dari mengingat Alloh, menyebabkan hati menjadi keras, membawa sikap dendam dan hilangnya kasih sayang. Bercanda menyebabkan banyak tertawa sehingga dapat mengeraskan hati. Secara umum, bercanda itu sepatutnya tidak dilakukan secara terus menerus dan menjadi kebiasaan. Dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam. Demikianlah akhir dari seruan kami, segala pujian hanyalah milik Alloh Rabb semesta alam.
Sumber: http://kulalsalafiyeen.com/vb/showthread.php?t=3819
URL : http://abusalma.wordpress.com/2009/04/01/peringatan-dari-acara-jahiliyah-%E2%80%9Capril-mop%E2%80%9D/


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
(Tajuk: Majalah As-Sunnah Edisi 01/Tahun XIII)

Jalinan ukhuwwah (persaudaraan) antara sesama Muslim sangat berperan dalam membangun persatuan Islam. Sejak dini, Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wasallam telah memberikan perhatian terhadap masalah ini setibanya di kota Madinah. Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wasallam memaparkan sekian banyak hak yang harus ditunaikan seorang Muslim kepada saudaranya seiman. Saling menghormati, membantu yang papa, mengingatkan yang salah dengan bijaksana, memenuhi hak-hak persaudaraan, dan masih banyak konsekuensi ukhuwwah lain yang tidak bisa disebutkan satu-persatu secara rinci di sini. Dari sinilah kokohnya pertautan dan eratnya hubungan antara mereka terwujud.
Akan sangat indah bila di tengah kaum Muslimin terbentuk semangat îtsâr (lebih mengutamakan kepentingan orang lain) tanpa pamrih duniawi apapun saat meringankan beban orang yang kesulitan. Akan sangat indah jika setiap insan Muslim sangat akrab dengan sesama Muslim, kendatipun mereka tidak terkait sama sekali dengan hubungan darah, pekerjaan maupun perniagaan. Akan sangat indah sebuah masyarakat Muslim bila kesombongan, hasad dan kebencian sirna dari hati mereka dan tergantikan oleh saling mencintai dan menyayangi sesama serta menyukai apa yang disukai oleh orang lain.
Saat ini menjalin tali persaudaraan dengan sesama Muslim kerap didengungkan oleh banyak pihak, baik dari kalangan kepartaian, pergerakan atau organisasi sosial lain serta pihak-pihak yang sangat berkepentingan dengan merapatnya kaum Muslimin sebanyak-banyaknya di pihak mereka. Isu ukhuwwah Islamiyah pun digulirkan untuk berbagai kepentingan duniawi. Ujung-ujungnya (dalam konteks kepartaian misalnya) adalah agar jumlah simpatisan bertambah banyak dan perolehan suara pun kian menggelembung. Otomatis kursi di dewan perwakilan akan bertambah.
Manakala sasarannya duniawi, aturan-aturan syar’i pun kurang diperhatikan. Siapapun boleh bergabung dan berlabuh, demi peningkatan jumlah suara. Termasuk orang yang berakidah menyimpang dengan mengatakan Allâh Ta'âla dimana-mana, atau orang yang suka meminta-minta kepada orang yang telah mati, orang fasik dengan kemaksiatannya, selebritis, pelaku bid’ah yang secara implisit telah menganggap Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wasallam belum menyampaikan tugas dengan sempurna. Kepada mereka semua dibukakan pintu lebar-lebar, bahkan juga kepada orang kafir yang jelas-jelas ingkar kepada Allâh Ta'âla dan syariat-Nya. Wallâhul Musta’ân.
Itulah gambaran pembentukan ukhuwwah Islamiyyah yang carut marut atas dasar hawa nafsu. Dapat diyakini, mereka tidak akan mengharapkan persaudaraan dari orang yang telah menuduh ibunya dengan perbuatan-perbuatan yang tak senonoh. Sementara orang yang tidak menghormati Allâh Ta'âla dan Rasul-Nya malah diterima.
Bergaul dengan siapa saja boleh, akan tetapi bagi yang masih lemah iman dan dangkal keyakinan tidak boleh akrab dengan orang-orang yang justru akan membahayakan keyakinannya. Menjalin ukhuwwah dengan siapa saja silahkan, namun tidak dengan menggadaikan aturan Islam. Apalagi bila motivasinya sekedar mencari kawan semata, bukan dalam rangka mendakwahinya atau menegakkan amar ma’rûf nahi munkar.
Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wasallam telah menceritakan betapa ukhuwwah yang berlandaskan cinta dan benci karena Allâh Ta'âla, tanpa pamrih duniawi apapun akan menghasilkan kecintaan Allâh Ta'âla bagi seorang Muslim. Dalam sebuah hadits, dari Abu Hurairah radhiyallâhu'anhu, Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wasallam bersabda:
hadits
hadits
hadits
hadits
hadits
Ada seorang lelaki mengunjungi kawannya di kampung lain.
Kemudian Allâh Ta'âla mengutus malaikat untuk mengintai perjalanannya.
Malaikat itu mendatanginya lalu berkata: “Kemana engkau akan pergi”?
Ia menjawab: “Saya ingin mengunjungi saudaraku di kampung ini.”
Sang malaikat bertanya:
“Apakah ada tanggungan yang mesti engkau bayarkan kepadanya?”
Ia menjawab:
“Tidak. Saya mengunjungi tiada lain karena aku mencintainya karena Allah Ta'âla”.
Sang malaikat kemudian mengatakan:
“Sesungguhnya aku ini utusan Allâh Ta'âla,
ingin mengabarkan bahwa Allâh Ta'âla telah mencintaimu
sebagaimana engkau mencintai orang itu karena-Nya.”
(HR. Muslim no. 4656)
Semoga Allâh Ta'âla memudahkan jalan bagi kaum Muslimin menuju persatuan dan persaudaraan di dalam cinta-Nya.
http://majalah-assunnah.com


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Risalah berikut akan sedikit berbicara tentang masalah rizki. Nasehat ini pun tidak perlu jauh-jauh ditujukan pada orang lain. Sebenarnya yang lebih pantas adalah nasehat ini ditujukan pada diri kami sendiri supaya selalu bisa ridho dengan takdir ilahi dalam hal rizki.
Ayat yang patut direnungkan adalah firman Allah Ta’ala,
فَأَمَّا الْإِنْسَانُ إِذَا مَا ابْتَلَاهُ رَبُّهُ فَأَكْرَمَهُ وَنَعَّمَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَكْرَمَنِ (15) وَأَمَّا إِذَا مَا ابْتَلَاهُ فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَهَانَنِ (16)
Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu Dia dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, Maka Dia akan berkata: “Tuhanku telah memuliakanku”. Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rizkinya Maka Dia berkata: “Tuhanku menghinakanku“. (QS. Al Fajr: 15-16)
Penjelasan Para Ulama
Ath Thobari rahimahullah menjelaskan, “Adapun manusia ketika ia diuji oleh Rabbnya dengan diberi nikmat dan kekayaan, yaitu dimuliakan dengan harta dan kemuliaan serta diberi nikmat yang melimpah, ia pun katakan, “Allah benar-benar telah memuliakanku.” Ia pun bergembira dan senang, lantas ia katakan, “Rabbku telah memuliakanku dengan karunia ini.”[1]
Kemudian Ath Thobari rahimahullah menjelaskan, “Adapun manusia jika ia ditimpa musibah oleh Rabbnya dengan disempitkan rizki, yaitu rizkinya tidak begitu banyak, maka ia pun katakan bahwa Rabbnya telah menghinakan atau merendahkannya. Sehingga ia pun tidak bersyukur atas karunia yang Allah berikan berupa keselamatan anggota badan dan rizki berupa nikmat sehat pada jasadnya.”[2]
Ibnu Katsir rahimahullah menafsirkan ayat di atas, “Dalam ayat tersebut, Allah Ta’ala mengingkari orang yang keliru dalam memahami maksud Allah meluaskan rizki. Allah sebenarnya menjadikan hal itu sebagai ujian. Namun dia menyangka dengan luasnya rizki tersebut, itu berarti Allah memuliakannya. Sungguh tidak demikian, sebenarnya itu hanyalah ujian. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,
أَيَحْسَبُونَ أَنَّمَا نُمِدُّهُمْ بِهِ مِنْ مَالٍ وَبَنِينَ نُسَارِعُ لَهُمْ فِي الْخَيْرَاتِ بَل لا يَشْعُرُونَ
Apakah mereka mengira bahwa harta dan anak-anak yang Kami berikan kepada mereka itu (berarti bahwa), Kami bersegera memberikan kebaikan-kebaikan kepada mereka? Tidak, sebenarnya mereka tidak sadar.” (QS. Al Mu’minun: 55-56)
Sebaliknya, jika Allah menyempitkan rizki, ia merasa bahwa Allah menghinangkannya. Sebenarnya tidaklah sebagaimana yang ia sangka. Tidaklah seperti itu sama sekali. Allah memberi rizki itu bisa jadi pada orang yang Dia cintai atau pada yang tidak Dia cintai. Begitu pula Allah menyempitkan rizki pada pada orang yang Dia cintai atau pun tidak.  Sebenarnya yang jadi patokan ketika seseorang dilapangkan dan disempitkan rizki adalah dilihat dari ketaatannya pada Allah dalam dua keadaan tersebut. Jika ia adalah seorang yang berkecukupan, lantas ia bersyukur pada Allah dengan nikmat tersebut, maka inilah yang benar. Begitu pula ketika ia serba kekurangan, ia pun bersabar.”[3]
Antara Mukmin dan Kafir
Sifat yang disebutkan dalam surat ini (Al Fajr ayat 15-16) adalah sifat orang kafir. Maka sudah patut untuk dijauhi oleh seorang muslim.
Al Qurthubi rahimahullah mengatakan, “Sifat yang disebutkan dalam (Al Fajr ayat 15-16) adalah sifat orang kafir yang tidak beriman pada hari berbangkit. Sesungguhnya kemuliaan yang dianggap orang kafir adalah dilihat pada banyak atau sedikitnya harta. Sedangkan orang muslim, kemuliaan menurutnya adalah dilihat pada ketaatan pada Allah dan bagaimana ia menggunakan segala nikmat untuk tujuan akhirat. Jika Allah memberi rizki baginya di dunia, ia pun memuji Allah dan bersyukur pada-Nya.”[4]
Syukuri dan Bersabar
Pahamilah! Tidak perlu merasa iri hati dengan rizki orang lain. Kita dilapangkan rizki, itu adalah ujian. Kita disempitkan rizki, itu pula ujian. Dilapangkan rizki agar kita diuji apakah termasuk orang yang bersyukur atau tidak. Disempitkan rizki agar kita diuji termasuk orang yang bersabar ataukah tidak. Maka tergantung kita dalam menyikapi rizki yang Allah berikan. Tidak perlu bersedih jika memang kita tidak ditakdirkan mendapatkan rizki sebagaimana saudara kita. Allah tentu saja mengetahui manakah yang terbaik bagi hamba-Nya. Cobalah pula kita perhatikan bahwa rizki dan nikmat bukanlah pada harta saja. Kesehatan badan, nikmat waktu senggang, bahkan yang terbesar dari itu yaitu nikmat hidayah Islam dan Iman, itu pun termasuk nikmat yang patut disyukuri. Semoga bisa jadi renungan berharga.
Ya Allah, karuniakanlah pada kami sebagai orang yang pandai besyukur dan bersabar pada-Mu dalam segala keadaan, susah maupun senang.
Sungguh nikmat diberikan taufik untuk merenungkan Al Qur’an. Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat.
Disusun di Sakan 27, kamar 202, KSU, Riyadh, Saudi Arabia saat ba’da Maghrib
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel www.muslim.or.id

[1] Tafsir Ath Thobari, Ibnu Jarir Ath Thobari, Muassasah Ar Risalah, cetakan pertama, 1420 H, 24/412 [2] Idem.
[3] Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, Muassasah Qurthubah, 14/347
[4] Al Jaami’ li Ahkamil Qur’an, Al Qurthubi, Tahqiq: Dr. ‘Abdullah bin Al Hasan At Turki, Muassasah Ar Risalah, cetakan pertama, 1427 H, 22/.

Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

النفس تبكي على الدنيا وقد علمت…أن السلامة فيها ترك ما فيها

(Sungguh aneh) jika jiwa menangis karena perkara dunia (yang terluput) padahal jiwa tersebut mengetahui bahwa keselamatan adalah dengan meninggalkan dunia

لا دار للمرء بعد الموت يسكنها…إلا التي كان قبل الموت يبنيها

Tidak ada rumah bagi seseorang untuk ditempati setelah kematian, kecuali rumah yang ia bangun sebelum matinya

فإن بناها بخير طاب مسكنه…وإن بناها بشر خاب بانيها

Jika ia membangun rumahnya (tatkala masih hidup) dengan amalan kebaikan maka rumah yang akan ditempatinya setelah matipun akan baik pula

أموالنا لذوي الميراث نجمعها…ودورنا لخراب الدهر نبنيها

Harta kita yang kita kumpulkan adalah milik ahli waris kita, dan rumah-rumah (batu) yang kita bangun akan rusak dimakan waktu

كم من مدائن في الآفاق قد بنيت…أمست خرابا وأفنى الموت أهليها

Betapa banyak kota (megah) di penjuru dunia telah dibangun, namun akhirnya rusak dan runtuh, dan kematian telah menyirnakan para penghuninya

أين الملوك التي كانت مسلطنة…حتى سقاها بكأس الموت ساقيها

Di manakah para raja dan pimpinan yang dahulu berkuasa? Agar mereka bisa meneguk cangkir kematian

لا تركنن إلى الدنيا فالموت…لا شك يفنينا ويفنيها

Janganlah engkau condong kepada dunia, karena tidak diragukan lagi bahwa kematian pasti akan membuat dunia sirna dan membuat kita pun fana

واعمل لدار غدا رضوان خازنها…والجار أحمد والرحمن بانيها

Hendaknya engkau beramal untuk rumah masa depan yang isinya adalah keridoan Allah, dan tetanggamu adalah Nabi Muhammad serta yang membangunnya adalah Ar-Rohman (Allah yang maha penyayang)

قصورها ذهب والمسك طينتها…والزعفران حشيش نابت فيها

Bangunannya terbuat dari emas, dan tanahnya menghembuskan harumnya misik serta za’faron adalah rerumputan yang tumbuh di tanah tersebut

أنهارها لبن مصفى ومن عسل…والخمر يجري رحيقا في مجاريها

Sungai-sungainya adalah air susu yang murni jernih, madu dan khomr, yang mengalir dengan bau yang semerbak

والطير تشدو على الأغصان عاكفة…تسبح الله جهرا فى مغانيها

Burung-burung berkicau di atas ranting dan dahan di atas pohon-pohon yang ada di surga
Mereka bertasbih memuji Allah dalam kicauan mereka

فمن يشتري الدار في الفردوس يعمرها…بركعة في ظلام الليل يحييها

Siapa yang hendak membangun surga firdaus maka hendaknya ia memenuhinya dengan sholat di dalam kegelapan malam
Penulis: Ustadz Firanda Andirja, MA
Artikel www.muslim.or.id

Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
Copyright © 2020.Junedi Ubaidilllah. Powered by Blogger.

Jumlah Pengunjung

Blog Archive

Anda Pengunjung Online

Followers