“Abi lagi ke Ambon”, begitu mulut kecil Zuhair (3 th) kalau ditanya kemana bapaknya pergi. Ketika dikatakan padanya, “Nanti kalau pulang dibawain oleh-oleh pedang sama Abi ya…”, Zuhair menjawab, “Enggak, Abi di Ambon berjihad, mati syahid”.
Demikianlah yang selalu disampaikan Zuhair. Sekalipun bapaknya masih hidup di Ambon, namun kalau ditanya padanya tentang bapaknya, Al Akh Shodiq, selalu ia katakan,” Abi lagi di Ambon, Jihad, mati syahid”, sampai ibunya nggak enak sendiri dan menyuruh anaknya supaya tidak berkata seperti itu.
Sampai akhirnya, telepon dirumah kami berdering. Terdengar berita dari seorang ikhwan disana bahwa Yon Gab membantai kaum muslimin, dan Al Akh Shodiq termasuk yang dalam pencarian keberadaannya. Hati kami sedih bercampur senang dan penuh harap. Sedih karena berpisah dengan saudara sesama muslim, senang dengan harapan bahwa ia mati syahid dan penuh harap untuk bisa seperti itu.

Akhirnya Fax dari Ambon secara resmi datang memberitakan kematian Al Akh Shodiq. Kami sampaikan kepada orang tua, istri dan mertuanya. Alhamdulillah mereka tabah menerimanya. Nampaknya mereka sudah begitu siap menerima kabar tersebut. Tak ada tangisan histeris, hanya terlihat mata mereka berkaca-kaca. Dengan terbata-bata, istrinya menceritakan kepada akhwat yang saat itu bersama divisi sosial bahwa ketika mau berangkat suaminya berpesan, “Kamu jangan terlalu mengharapkan saya, karena saya kesana menjemput kematian”.
Kini harapan itu telah terkabul. Semburat kebanggaan terlihat di wajah mereka. Apalagi setelah kami ingatkan kepada keluarganya betapa mulianya orang yang mati syahid dengan berbagai keutamaan-keutamaan yang menyertainya (bahwa mereka tidak mati, tetapi hidup disisi Allah dengan mendapat rizqi, juga berhak memberi syafaat kepada 70 orang keluarganya). Keluarga Al Akh Shodiq sendiri menceritakan bahwa di hari kematiannya, tanggal 14 Juni ketika Yon Gab membantai kaum muslimin itu, di rumah mereka tercium bau wangi.
Al Akh Shodiq adalah satu diantara enam Laskar Jihad yang diberangkatkan oleh DPD FKAWJ Cilacap yang meninggal dunia karena kebrutalan Yon Gab dalam tragedi 14 Juli berdarah. Al Akh Shodiq termasuk yang disandera dan dibantai oleh Yon Gab. Mereka yang meninggal itu rata-rata termasuk yang mantap dan semangat untuk berjihad, sekalipun banyak rintangan (dana, keluarga) yang menghalangi.
Ya Allah, jadikanlah kematian saudara-saudara kami itu benar-benar dinilai mati syahid dan jadikanlah kematian terindah itu (mati syahid) sebagai kematian yang menjemput kami.
Kini Si Kecil Zuhair kalau ditanya kemana bapaknya, mulut mungilnya menjawab, “Abi di sorga”. Wallahu a’lam bisshawab. (red)
http://groups.yahoo.com/group/laskarjihad/message/575

Perjalanan Seorang Mujahid
(Syahidnya Ibnu Hajar, Insya Allah)

Jihad di bumi Siwalima (Maluku) masih berkobar dan senantiasa membangkitkan semangat para singa-singa Allah untuk selalu melaksanakan syariat Ilahi yang tinggi nan mulia ini, pengorbanan demi pengorbanan telah dipersembahkan dalam Jihad fi sabililah ini.
Adalah seorang pemuda gagah berani bernama Ibnu Hajar , 24 tahun asal Pakisan, Wonosobo, Jawa Tengah. Ibnu Hajar lahir dari sebuah kelaurga yang sederhana ayahnya Yazid (50 th) dan Ibunya Surip (48 th) mendidiknya dengan ajaran Islam dengan ketat sehingga Ibnu Hajar tumbuh dengan kepribadian Islami dan dia sangat disukai oleh masarakat di tempat tinggalnya karena sifatnya yang periang, lucu dan bersahabat sehingga masyarakat Pakisan, Wonosobo, Jawa Tengah begitu mencintainya.
Pada pertengahan Januari 1999 terjadi peristiwa tragis yang menimpa kaum Muslimin Ambon dimana Umat Islam yang saat itu sedang merayakan hari raya Idul Fitri dibantai oleh pasukan Kristen. Mendengar berita yang memilukan ini mukanya merah menahan amarah, darahnya mendidih dan bangitlah semangat jihad untuk menolong saudara-saudaranya di Ambon kemudian dia bangkit lalu kakinya diayunkan mencari informasi ke sagala penjuru untuk dapat berangkat ke bumi Maluku.
Sampai suatu saat terdengarlah khabar bahwa Forum Komunikasi Ahlus Sunnah wal Jamaah mengumandangkan seruan Jihad dengan legimitasi dari para ulama Arab Saudi dan Yaman yang kemudian melakukan perekrutan kaum muslimin secara besar-besaran untuk membantu kaum Muslimin Ambon dengan bergabung bersama Laskar Jihad Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
Mendengar hal tersebut Ibnu Hajar tidak mensia-siakan kesempatan berjihad. Segera dia mendaftarkan dirinya ke DPW FKAWJ Wonosobo untuk bisa bergabung dengan Laskar Jihad Ahlus Sunnah wal Jamaah. Ketika mendaftar, adik kandungnya yang bernama Wahyu Hidayat (18 th) tidak ingin kalah dengan kakaknya maka diapun ikut mendaftarkan menjadi anggota Laskar Jihad Ahlus Sunnah wal Jamaah. Akhirnya kakak beradik ini dan beberapa orang dari daerah Wonosobo resmi menjadi anggota Laskar Jihad Ahlus Sunnah wal Jamaah yang siap berjihad membela saudara-saudarnya di Ambon.
Ibnu Hajar dan teman-teman sanggat proaktif mengikuti kegiatan-kegitan yang diselenggarakan oleh Laskar Jihad Ahlus Sunnah wal Jamaah. Sejak Tabligh Akbar yang mengemparkan seantero Indonesia yang dilaksanakan di Senayan sampai tahap latihan gabungan Nasional di Bogor. Semangatnya dalam mengikuti aktivitas Laskar Jihad Ahlus Sunnah wal Jamaah diakui oleh teman-temannya.
Sampailah saatnya pemberangkatan gelombang pertama Laskar Jihad Ahlus Sunnah wal Jamaah pada bulan Mei 2000. Dengan hati yang senang dan semangat yang menggebu dia berangkat ke Yogyakarta sebagai tempat transit pemberangkatan, tapi sesampainya disana di mendapatkan tugas sementara mencari dana di Jawa untuk membantu teman-temannya di Ambon. Mendengar perintah tersebut Ibnu Hajar agak sedikit kecewa tapi apa boleh buat dia menerima dengan lapang dada. Tak terasa sudah 3 bulan lamanya dia mencari dana dan diakui oleh koordinatoor Komisi Dana FKAWJ Ibnu Hajar adalah salahsatu orang yang diandalkan dalam mencari dana.
Pada bulan Agustus dia diijinkan berangkat ke Ambon, mendengar hal tersebut bangkitlah kembali semangat menggebu-gebu yang selama ini dia pendam, dengan secepat kilat dia pulang ke rumah orang tuanya di Wonosobo untuk pamitan. Begitu Ibnu Hajar mengemukakan niatnya, ayah dan ibunya menagis haru dan kagum dengan semangat anaknya yang tiada pernah padam walaupun sudah 3 bulan terpendam di hatinya.
Ibnu Hajar bercerita dengan orang tuanya bahwa dia ingin sekali menemui kematian di jalan Allah dengan kata lain mati syahid dan mendapatkan keutamaan-keutamaan yang selama ini diberitakan didalam Al-Quran dan Hadist Rasullullah sallahu’alaihi wa sallam. Dengan berlinang air mata kedua orangtuanya melepas kepergian sang mujahid ke Ambon. Ibnu Hajar berpesan kepada orangtuanya supaya tidak bersedih karena Allah akan selalu menolong hamba-hambanya selama hamba-hamba-Nya membela agama Allah.
Adiknya yang bersikeras untuk berangkat ditahan oleh Ibnu Hajar untuk menemani dan membantu orangtuanya. Maka di terik matahari yang memecar dari sela-sela pegunungan Dieng yang begitu indah dan menawan sang mujahid yang begitu dicintai masarakatnya pergi meninggalkan kampung halaman untuk berjihad di jalan Allah dan dengan seulas senyum dan wajah ceria dia tampakan sebagai salam perpisahan untuk masarakat Wonosobo, kampung halaman yang dicintainya. Sepoi-sepoi angin gunung sumbing menerpa wajahnya menghantar Ibnu Hajar ke perjalananan suci ini.
Sampailah Ibnu Hajar ke Ambon tempat yang selama ini dia impi-impikan untuk memetik berbagai keutamaan yang dijanjikan oleh Allah dan Rasul-Nya. Ibnu Hajar di tempatkan di desa Ahuru Kotamadya Ambon. Kemudian beberapa saat lamanya dia ikut berbagai macam kegiatan Laskar Jihad Ahlus Sunnah wal Jamaah. Sampai puncaknya pada akhir September 2000 di menerima perintah untuk berangkat ke Suli bersama Laskar Jihad yang berjumlah 1 kompi (+ 70 orang) untuk melindungi masyarakat Desa Tulehu dari serangan kaum Kirsten.

Dengan gagah berani Ibnu Hajar berangkat untuk melawan musuh-musuh Allah dengan menyandang sebuah busur panah beserta anak panahnya dan sebilah pedang. Sampai di Suli pasukannya diserang habis-habisan oleh pasukan Kristen dengan dibantu aparat Brimob Kristen dengan gencar sampai terjebak selama 1 hari penuh. Ibnu Hajar hanya menemui 4 buah kelapa muda sebagai pengganjal perut dan itu pun Ibnu hajar tidak kebagian karena dia lebih mendahulukan teman-temannya yang kehausan.

Tidak lama kemudian kembali serangan Kristen dengan membabi-buta menyerang ke arah dia dan teman temanya. Tiba-tiba sebuah timah panas mengenai punggung dan tembus ke paha Ibnu Hajar maka meneteslah darah suci sang mujahid ini menyirami bumi jihad siwalima. Beberapa saat kemudian matanya menutup untuk selama lamanya dengan meninggalkan senyuman manis terlihat di wajahnya dan jiwanya kemudian menemui Khaliq-nya. Mendengar anaknya meninggal kedua orang tuanya terharu sekaligus bangga karena mempunyai seorang anak yang hidup dan matinya hanya Allah semata dan membela agamanya sampai akhir hayatnya.
http://www.fortunecity.com/skyscraper/adaptec/253/artikel/mujahid.htm

Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

0 Komentar:

Post a Comment

Copyright © 2020.Junedi Ubaidilllah. Powered by Blogger.

Jumlah Pengunjung

Blog Archive

Anda Pengunjung Online

Followers