وَنُؤمِنُ بِالْبَعْثِ وَجَزَاءِ اْلأَعْمَالِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَالْعَرَضِ وَالْحِسَابِ وَقِرَاءَةِ الْكِتَابِ وَالثَّوَابِ وَالْعِقَابِ وَالصِّرَاطِ وَالْمِيْزَانِ
(87) Kami beriman kepada kebangkitan, balasan amal pada hari Kiamat, ‘aradh, hisab, pembacaan catatan amal, pahala, hukuman, shirath, dan mizan.
Setelah bumi luluh-lantak oleh kehendak Allah pada hari Kiamat dan semua manusia dan jin tak ada yang tersisa, bahkan semua makhluk ciptaan Allah binasa, tinggallah malaikat peniup sangkakala yang masih hidup. Maka, Allah mewafatkan malaikat peniup sangkakala itu, lalu Allah menghidupkannya setelah masa berlalu sekian lama sedangkan tidak ada satu makhluk hidup pun yang hidup. Kemudian Allah memerintahkannya untuk meniup sangkakala sekali lagi dan semua manusia dan jin, dari yang pertama sampai yang terakhir, hidup lagi. Allah berfirman,

“Dan ditiuplah sangkakala, maka matilah siapa yang dilangit dan siapa yang di bumi kecuali siapa yang dikehendaki Allah. Kemudian ditiup sangkakala itu sekali lagi maka tiba-tiba mereka berdiri menunggu (putusan masing-masing).” (Az-Zumar: 68)
Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu menyatakan bahwa Rasulullah saw bersabda, “Waktu di antara dua tiupan sangkakala adalah empat puluh.” Mereka yang hadir bertanya, “Wahai Abu Hurairah, empat puluh hari?” Abu Hurairah berkata, “Saya tidak bisa menjawab.”  Mereka bertanya lagi, “Empat puluh bulan?”  Abu Hurairah berkata, “Saya tidak bisa menjawab.” Mereka bertanya lagi, “Empat puluh tahun?” Abu Hurairah berkata, “Saya tidak bisa menjawab.” Lantas Abu Hurairah melanjutkan periwayatannya, “Kemudian Allah menurunkan air dari langit sehingga manusia  tumbuh seperti tumbuhnya sayuran.” Rasul melanjutkan,  “Seluruh bagian tubuh manusia telah hancur kecuali satu tulang saja, yaitu tulang ekor dan darinya akan di mulai penciptaan pada hari Kiamat”. (HR. Muslim)

Kebangkitan

Peristiwa kebangkitan semua makhluk pada hari Kiamat tidak diyakini oleh umat manusia dari dulu sampai sekarang. Hal itu sudah dikabarkan oleh Allah dalam banyak ayat dan ditegaskan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam dalam banyak hadits. Di antaranya adalah:
“Dan mereka selalu mengatakan, ‘Apakah apabila kami mati dan menjadi tanah/tulang belulang, apakah sesungguhnya kami benar-benar akan dibangkitkan? Apakah bapak-bapak kami terdahulu (akan dibangkitkan pula)?’ Katakanlah, ‘Sesungguhnya orang-orang yang terdahulu dan kemudian benar-benar akan dikumpulkan di waktu tertentu pada hari yang telah dikenal.’.” (Al-Waqi’ah: 47-50)
Ketika dibangkitkan kelak, semua manusia berada dalam keadaan tak berpakaian tak beralas kaki. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam bersabda, “Kalian akan dikumpulkan dalam keadaan tidak beralas kaki, telanjang  dan tidak berkhitan.” ‘Aisyah bertanya, “Wahai Rasululllah, laki-laki dan perempuan saling melihat satu sama lain?!” Beliau menjawab, “Urusan pada hari itu lebih besar daripada hal itu sehingga mereka tidak akan memperhatikannya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Pembalasan Amal

Semua amal yang pernah dikerjakan oleh manusia, yang baik maupun yang buruk, yang kecil maupun yang besar, semua akan dibalas oleh Allah. Tidak ada yang dilewatkan. Allah telah menjanjikan hal itu.
“Maka barangsiapa mengerjakan kebaikan sebesar zarah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa mengerjakan kejahatan seberat zarah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.(Al-Zalzalah: 7-8)
Yang perlu dipahami terkait dengan janji Allah ini, ada amal-amal shalih yang dapat menghapus dosa dan kesalahan sebagaimana ada dosa-dosa yang dapat menghapus amal kebajikan.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam bersabda, “Bertakwalah kepada Allah dalam keadaan apa pun! Kerjakanlah kebaikan setelah kamu melakukan keburukan, semoga kebaikan itu menghapus keburukan! Bergaullah dengan orang lain secara baik!” (HR. at-Tirmidzi)
Allah berfirman, “Jika engkau berbuat syirik (besar), niscaya semua amalmu akan terhapus,dan engkau menjadi golongan orang yang merugi.” (Az-Zumar: 56)
Besar-kecilnya nilai suatu amal telah dinyatakan oleh Allah. Begitu pun dengan pengaruh-pengaruhnya. Kitalah yang mesti melacak dan memenuhinya dari Kitab-Nya dan Sunnah Nabi-Nya.
Satu hal yang pasti, Allah Mahaadil dan Maha Pemurah. Jika Dia menghukum, pastilah dengan keadilan-Nya. Tak ada seorang pun yang dizalimi-Nya. Jika Dia memberi balasan yang baik atau ampunan, sungguh itu dengan rahmat dan anugerah-Nya.

Penghitungan Amal

Sebenarnya, memberikan balasan atas apa yang dilakukan oleh manusia selama hidup di dunia tanpa melakukan penghitungan amal pun mudah bagi Allah. Allah Maha Mengetahui semua perkara, baik secara global maupun detail. Hanya—kiranya demikianlah salah satu hikmahnya—untuk menunjukkan kesempurnaan apa yang dilakukan oleh Allah dan keadilan-Nya, Allah akan menghitung berbagai amal manusia. Amal baik dan amal buruk, semuanya.
Penghitungan amal atau hisab ini ada yang ringan dan ada yang berat, di samping ada orang-orang beriman yang masuk surga tanpa hisab. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam bersabda,
“Tidak seorang pun dihisab pada hari kiamat kecuali celaka.” ‘Aisyah bertanya, “Wahai Rasulullah, bukankah Allah telah berfirman, ‘Adapun siapa yang diberi kitabnya dengan tangan kanannya, maka ia akan dihisab dengan ringan?’ Rasulullah saw menjawab, “Hanyasanya itu adalah ‘aradh (memperlihatkan amal). Tidak seorang pun menghadapi hisab pada hari kiamat kecuali ia akan diazab.” (HR. al-Bukhari)
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam bersabda, “Telah diperlihatkan kepadaku beberapa umat oleh Allah. Aku melihat seorang Nabi bersama beberapa orang, seorang Nabi bersama seorang dan dua orang dan seorang Nabi sendiri, tidak seorang pun menyertainya. Tiba-tiba ditampakkan kepadaku sekelompok orang yang sangat banyak. Kukira mereka itu umatku, tetapi disampaikan kepadaku, ‘Itu adalah Musa dan kaumnya.’ Lalu tiba-tiba kulihat lagi sejumlah besar orang, dan disampaikan kepadaku, ‘Ini adalah umatmu, bersama mereka ada tujuh puluh ribu orang, mereka akan masuk surga tanpa hisab dan azab.’.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Hisab akan dilakukan sendiri oleh Allah sebagaimana dinyatakan oleh Rasululla shalallahu ‘alaihi wasalam.
“Tidak ada seorang pun dari kalian kecuali akan diajak bicara Rabb-nya tanpa ada penterjemah antara dia dengan Rabb-nya. Lalu ia melihat ke sebelah kanan, hanya melihat amalan yang pernah dilakukannya; dan ia melihat kekiri, hanya melihat amalan yang pernah dilakukannya. Lalu melihat ke depan, kemudian hanya melihat neraka ada di hadapannya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Dus, umat Islam akan terbagi menjadi tiga. Masuk surga tanpa hisab, masuk surga dengan hisab yang ringan atau ‘aradh, dan masuk surga setelah dihisab yang berarti masuk neraka terlebih dahulu. Semoga kita termasuk golongan yang pertama atau kedua.

Catatan Amal

Setelah menjalani hisab, kepada setiap orang akan diberikan kitab yang bertuliskan catatan amalnya sewaktu di dunia. Allah berfirman,
“Dan diletakkanlah kitab, lalu kamu akan melihat orang-orang yang bersalah ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata, ‘Aduhai celaka kami. Kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia mencatat semuanya?’ Dan mereka mendapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis). Dan Rabb-mu tidak menganiaya seorang pun.” (al Kahfi: 49)
“Pada hari ketika mereka dibangkitkan Allah semuanya, lalu diberitakan-Nya kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan. Allah mengumpulkan (mencatat) amal perbuatan itu, padahal mereka telah melupakannya. Dan Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu.” (al-Mujadalah: 6)
Pada saat catatan amal diperlihatkan, mulut manusia dikunci sehingga ia tak dapat mengingkarinya. Bahkan anggota badannya menjadi saksi atas apa yang tercatat itu.

Mizan

Tak hanya dihisab dan diberi catatan amal. Manusia dan amalnya pun akan ditimbang; manakah yang lebih berat: amal kebaikannya ataukah amal buruk dan dosa-dosanya. Allah berfirman,
“Kami akan memasang mizan (timbangan) yang tepat pada hari kiamat. Maka, tiadalah dirugikan seseorang barang sedikit pun.” (Al-Anbiya`: 47)
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam bersabda, “Ada dua kalimat yang dicintai Allah yang Maha Penyayang, ringan diucapkan, berat di mizan (timbangan). Yaitu, ‘Mahasuci Allah dan dengan memujiNya’ dan ‘Mahasuci Allah yang Mahaagung.’.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Shirath

Setelah menjalani semua prosesi menuju pembalasan amal yang sejati, manusia akan digiring menuju sebuah tempat di mana selanjutnya mereka harus melewati Shirath menuju jannah. Shirath adalah jembatan yang dibentangkan di atas neraka Jahannam. Rasulullah saw adalah orang pertama yang melewatinya, sebagaimana dikabarkan oleh Imam al-Bukhari.
Tentang keadaan manusia saat melewati shirath, Rasulullah saw bersabda, “Orang beriman melewati shirath dengan keadaan: ada yang secepat kedipan mata, ada yang secepat kilat, ada yang secepat angin, ada yang secepat kuda yang amat kencang berlari, dan ada yang secepat pengendara. Maka ada yang selamat setelah tertatih-tatih dan ada pula yang dilemparkan ke dalam neraka. Mereka yang paling terakhir merangkak secara perlahan.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Dalam Madarijus Salikin, Ibnul Qayyim menyatakan bahwa keadaan manusia saat melintas di atas shirath sama persis dengan perjalanan hidupnya di dunia.
Semoga kita semua mendapatkan husnul khatimah.[]

Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

0 Komentar:

Post a Comment

Copyright © 2020.Junedi Ubaidilllah. Powered by Blogger.

Jumlah Pengunjung

Blog Archive

Anda Pengunjung Online

Followers