Ustadz, apa benar Allah dan Rasul-Nya suka dengan bilangan ganjil…? Apa yang melandasinya…? Jazakallahu Khairan.
Jawaban:

Dalam sebuah hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sesungguhnya Allah itu witir dan Dia mencintai yang witir (yang berjumlah ganjil)” (HR. al Bukhari, no. 6410 dan Muslim, no. 2677)
Imam an Nawawi -rahimahullah- berkata,”Witir maknanya ganjil (lawan genap). Allah itu witir, artinya Allah itu Esa tidak ada sekutu bagi-Nya. Sedangkan makna Allah mencintai yang witir adalah Allah mengutamakan bilangan ganjil dalam beberapa amalandan ketaatan. Oleh karenanya Allah menjadikan shalat itu 5 waktu, bersuci tiga kali, thawaf tujuh kali, hari tasyrik ada tiga hari, istinja’ tiga kali, melempar jumroh tujuh kali, kain kafan disyariatkan tiga lapis, zakat pertanian nishabnya lima wasaq, zakat perak 5 uqiyah, demikian juga nishab zakat unta dan sebagainya, Demikian juga Allah menjadikan makhluknya yang besar seperti langit, bumi, lautan, hari – hari (dalam satu pekan) dan lain sebagainya. Akan tetapi ada juga yang berpendapat makna witir di sini adalah tertuju kepada sifat hamba-Nya yang menyembah Allah dengan mengesakan dan mengikhlashkan kepada Allah saja. Wallahua’lam. (Syarh Shahih Muslim, IX/39)
Dari keterangan di atas bias kita simpulkan,” Witir yang dimaksud bukan berarti mencakup segala sesuatu secara umum, melainkan maksudnya adalah Allah-lah yang menghukumibeberapa hokum syariat dan ciptaan-Nya dengan jumlah yang ganjil, seperti shalat disyariatkan ganjil, langit berjumlah ganjil dan sebagainya. Allah menjadikan demikian bukan berarti segala sesuatu disyariatkan supaya menjadi witir. Oleh karena itu, seseorang tidak disyariatkan ketika berjalan untuk menghitung langkahnya menjadi ganjil, ketika makanpun juga tidak disyariatkan agar menghitung suapan menjadi ganjil, ketika minum tidak disyariatkan jumlah tegukannya menjadi ganjil. Karena hal ini tidak ada asalnya dan tidak disyariatkan. Bahkan mengkhususkan suatu ibadah dengan pengkhususan yang bukan berasal dari Allah dan Rasul-Nya maka ini adalah perbuatan bid’ah.
(diringkas oleh al ustadz Abu Ibrahim Muhammad Ali AM dari ucapan Asy Syaikh Muhammad bin Shalih al ‘Utsaimin dalam kitab Majmu’ Fatawa Ibnu ‘Utsaimin, 16/171)
Taken from  majalah AL FURQON edisi khusus Tahun VIII, Ramadhan-Syawal 1429H

Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

0 Komentar:

Post a Comment

Copyright © 2020.Junedi Ubaidilllah. Powered by Blogger.

Jumlah Pengunjung

Blog Archive

Anda Pengunjung Online

Followers