“Saya sebagai ibu rumah tangga merasakan kosongnya jalinan rasa kasih-sayang dari suami. Saya sebagai istri laksana pembantu tak bergaji. Setiap pagi saya yang mengantar anak-anak untuk bersekolah sementara suami santai-santai saja di rumah. Pada waktu sore hari, saya pun yang menjemput anak-anak sepulang dari sekolah, padahal suami saya telah pulang kerja. Ia dengan asyiknya menyaksikan TV sambil tertawa. Ketika saya datangpun langsung melayani kebutuhan dan keinginannya hingga larut malam. Berbagai makanan ringan dan minumanpun harus dihidangkan. Bila keinginannnya tidak terpenuhi, maka ia marah-marah dan mencaci-maki saya hingga suaranyapun terdengar oleh para tetangga.

Saya sebagai seorang istri ingin sekali merasakan perhatian dan kasih sayang dari suami. Sungguh saya mengalami kedukaan, kepiluan, dan kesedihan yang mendalam. Saya sering membaca dan mendengar mengenai ketenangan, rasa cinta dan kasih yang bisa dimiliki oleh suami dan istri, kemudian saya mencari di rumahku bersama suamiku, namun saya tidak akan mendapatkannya.”
Kisah di atas menunjukkan minimnya cinta dan kasih dari pasangan. Ketika kehidupan suami-istri kosong dari kasih sayang sesungguhnya kehidupan rumah tangga berubah menjadi kehidupan yang dihiasi dengan keegoisan masing-masing pasutri (pasangan suami-istri). Bahkan bisa berakibat kekerasan, pertikaian dan hilangnya sinar kebahagiaan rumah tangga yang pada akhirnya timbul perceraian.
Kehidupan rumah tangga yang diinginkan oleh setiap pasutri adalah kehidupan bahtera keluarga yang berdiri di atas rasa saling membantu, rasa cinta dan kasih sayang.
Di dalam al-Qur’an dan as-Sunnah terdapat perintah yang jelas khususnya bagi para suami agar mempergauli istri-istri mereka dengan baik, mencintai mereka dan menyayangi mereka.
Allah Subahanahu wa Ta’ala berfirman:
“Dan bergaul-lah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kalian menyuruh mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kalian tidak menyukai sesuatu padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (QS. An-Nisa [4]: 19)
Ketika menafsirkan ayat yang mulia ini, ibnu katsir rahimahullah berkata:
“Termasuk akhlak Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam adalah beliau memiliki pergaulan yang baik, senantiasa bermuka manis, bersenda gurau, berlemah-lembut, melapangkan nafkah, menghibur kepada para istrinya hingga mengajak berlomba lari dengan istri beliau. ‘Aisyah radhiallahu ‘anha untuk mewujudkan rasa cinta dan kasih sayang kepadanya. ‘Aisyah radhiallahu ‘anha berkata, “Rasulullah mengajakku berlomba dan aku memenangkannya. Hal itu terjadi sebelum tubuh saya menjadi gemuk. Kemudian pada kesempatan yang lain beliau mengajakku berlomba lagi dan akhirnya beliau yang menang. Peristiwa itu terjadi ketika tubuhku menjadi gemuk. Lalu beliau bersabda, “Itulah (balasanku) dari kekalahanku dulu.” Para istri beliau berkumpul di rumah istri yang mendapat jatah giliran beliau dan mereka makan malam bersama pada sebagian kesempatan. Lalu setiap dari mereka pulang ke rumah masing-masing. Beliau apabila tidur dengan salah satu istri beliau memiliki tanda khusus seperti meletakkan selendang pada kedua bahu dan berselimut dengan kain. Jika telah menunakan sholat Isya, beliau bercakap-cakap ringan dan berlemah-lembut kepada istrinya sebelum beranjak tidur. Sungguh, Allah Ta’ala telah berfirman, “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagi kalian.” (Tafsir Ibnu Katsir, juz 2, hal 242)
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Orang-orang yang menyayangi akan disayangi oleh Allah. Sayangilah yang ada di bumi, niscaya kalian akan disayangi yang berada di langit.” (HR. At-Tirmidzi)
Hal ini dikarenakan balasan atas suatu amal tergantung amal yang dilakukan. Sebagaimana mereka menyayangi maka mereka pun disayangi. Ketika muncul kasih sayang dari mereka kepada orang-orang yang memang berhak untuk disayangi maka balasan untuk mereka adalah Allah Subhanahu wa Ta’ala pun menyayangi mereka.
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, berliau meriwayatkan:
“Al-Aqra’ bin Habis suatu ketika melihat Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam sedang mencium Al-Haan -cucu beliau-, maka dia berkata: ‘Saya memiliki sepuluh orang anak namun saya belum pernah melakukan hal ini kepada seorang pun di antara mereka.’ Maka Rasulullah pun bersabda, ‘Sesusungguhnya barang siapa yang tidak menyayangi maka dia tidak akan disayangi.’” (HR. Al-Bukhari dan Muslim, ini lafazh imam Muslim)
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sesungguhnya Allah hanya akan menyayangi hamba-hambaNya yang penyayang.” (HR. Al-Bukhari)
Ibnu Batthol rahimahullah mengatakan:
“Di dalam hadits-hadits ini terkandung dorongan untuk bersikap kasih sayang kepada segenap makhluk, yang kafir maupun yang beriman dan juga kepada segenap hewan piaraan dan bersikap lembut kepadanya. Dan sesungguhnya hal itu merupakan salah satu penyebab Allah Subhanahu wa Ta’ala akan mengampuni dosa dan menutup-menutupi kesalahan-kesalahan. Oleh sebab itu sudah semestinya setiap mukmin yang berakal semangat dalam mengambil bagian dalam upaya mewujudkan rasa kasih sayang dalam dirinya dan menerapkannya kepada sesama jenisnya (manusia) dan juga kepada segala jenis hewan kecuali yang membahayakan. Demikian pula semestinya dia menyayangi setiap hewan piaraan meskipun bukan miliknya sendiri. Tidakkah kamu melihat bahwa orang yang memberikan minum kepada anjing tak berpemilik yang ditemukannya di tengah padang tandus sehingga Allah pun berkenan untuk mengampuninya disebabkan usahanyadengan bersusah payah turun ke sumur dan mengambil airnya dengan terompahnya dan kemudian memberikan air itu untuk minum si anjing…” (Syarh Shahih Al-Bukhari lil Ibni Batthol)
Islam sebagai agama yang sempurna bahkan telah memberikan bimbingan kepada umat-nya agar berbuat baik kepada budak mereka. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“….(termasuk) saudara kalian adalah para budak kalian, berilah mereka makan dari apa yang kalian makan, dan berlilah mereka pakaian dari apa yang kalian pakai. Dan jangan kalian bebani mereka sesuatu yang tidak mereka mampu, maka bantulah mereka.” (HR. Al-Bukhari)
Maka sudah sepantasnya lagi untuk menghormati apa yang dilakukan oleh istri dan membantunya dalam berbagai pekerjaann. Inilah salah satu bukti nyata cinta dan kasih sayang suami kepada istri.
Sebaik-baiknya manusia adalah orang yang paling baik kepada istrinya. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling baik pergaulannya kepada istri.
Diriwayatkan bahwa Urwah bertanya kepada ‘Aisyah radhiallahu ‘anha, “Wahai Ummul Mukminin, apakah yang dikerjakan Rasulullah tatkala bersamamu (dirumah)?” “‘Aisyah menjawab, “Beliau melakukan seperti apa yang dilakukan salah seorang dari kalian jika sedang membantu istrinya. Beliau memperbaiki sandalnya, menjahit bajunya dan mengangkat air di embar.” (HR. Ibnu Hibban)
Sungguh mengagumkan apa yang diperbuat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam, lantas bagaimana dengan kita?
Sesungguhnya di antara sikap sayang terhadap istri adalah membantu, memperhatikan, dan memperlakukan mereka dengan sikap lemah lembut. Adapun orang-orang yang bergaul dengan para istri mereka dengan sikap menyia-nyiakan serta bersikap kasar terhadap mereka, dan orang yang memandang wanita sebagai pelayan dengan ikatan pernikahan selama-lamanya, maka sejatinya mereka adalah orang-orang yang Allah Subhanahu wa Ta’ala cabut dari hati mereka sifat kasih sayang.
Jika kita sebagai pasangan suami-istri belum mampu mereguk manisnya rasa cinta dan kasih sayang di antara kita berdua, janganlah putus asa. Berusahalan terus merekatkan ikatan-ikatan cinta antara suami-istri dengan cara apapun yang terpenting tidak menyalahi prinsip-prinsip Islam.

Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

0 Komentar:

Post a Comment

Copyright © 2020.Junedi Ubaidilllah. Powered by Blogger.

Jumlah Pengunjung

Blog Archive

Anda Pengunjung Online

Followers