Mengapa ajaran yang tadinya sesat bisa jadi wajib? Sekali lagi syiah imamiyah mengadopsi ajaran sesat, ajaran yang dilaknat oleh imamnya sendiri. Bukan hanya tambahan dalam adzan, ternyata masih ada lagi. Pada makalah yang lalu, telah dijelaskan mengenai ajaran sesat yang diadopsi oleh syiah. Ajaran itu berasal dari sekte mufawidhah yang dilaknat Allah. Makalah yang lalu telah memberikan contoh ajaran itu, yaitu tambahan pada adzan. Namun yang diadopsi oleh syiah bukan hanya tambahan pada adzan.
Tapi ada satu lagi ajaran yang lebih esensial. Saya katakan esensial karena berkaitan dengan ajaran imamah, prinsip utama madzhab syiah. Yaitu prinsip ‘ishmah atau dengan bahasa yang lebih akrab, keyakinan syiah tentang kema’shuman para imam. Para imam syiah hukumnya wajib untuk menjadi ma’shum. Apa arti ma’shum?
Secara terminology bahasa arab, ma’shum artinya terjaga. Yaitu terjaga dari perbuatan dosa, salah dan lupa. Para imam terjaga dari salah, lupa dan dosa. Para imam tidak mungkin melakukan perbuatan dosa, tidak mungkin lupa dan tidak mungkin keliru. Inilah yang dimaksud dengan ma’shum.
Muhammad Ridha Muzhaffar, seorang ulama syiah, menuliskan dalam buku Aqaid Al-Imamiyah hal. 51: “Dan kami meyakini bahwa imam sama seperti Nabi, wajib terjaga (ma’shum) dari seluruh perbuatan buruk, yang nampak maupun yang tersembunyi di batin, juga wajib terhindar dari lalai, lupa dan kesalahan. Karena para imam adalah penjaga dan pengawal syareat. Kondisi mereka sama dengan kondisi para Nabi.”
Inilah keyakinan syiah hari ini tentang para imam. Keyakinan ini tercantum dalam kitab-kitab karya ulama syiah. Salah satunya adalah kitab Abu Hurairah, yang ditulis oleh Abdul Husein Syarafuddin Al-Musawi. Al-Mamaqani, yang juga ulama syiah, menyatakan dalam kitab Tanqihul Maqal jilid 3 hal 240: “Bahwa menafikan sifat lupa dari para imam telah menjadi aksioma dalam madzhab syiah.”
Kami nukilkan dua pernyataan saja, terlalu banyak jika kita ingin menukil seluruh pernyataan ulama syiah. Bukan hanya ulama syiah, penganut syiah di negeri kita pun juga meyakini hal itu. Meyakini bahwa imam adalah ma’shum. Wajib bagi imam untuk menjadi ma’shum.
Keyakinan ini menempatkan imam pada posisi yang lebih tinggi dari manusia biasa. Bahkan lebih tinggi dari para Nabi. Al-Qur’an sendiri menceritakan Nabi Adam yang lupa.
“Dan sesungguhnya telah Kami perintahkan kepada Adam dahulu, maka ia lupa (akan perintah itu)…” (QS. Thaha, ayat : 115)

Begitu juga Nabi Musa lupa akan ikannya:
“Maka tatkala mereka sampai ke pertemuan dua buah laut itu, mereka lupa akan ikannya, lalu ikan itu melompat mengambil jalannya ke laut itu.” (QS. Al-Kahfi, ayat : 61).
Hanya dengan dua ayat di atas, dengan mudah kita tahu bahwa keyakinan syiah tentang ma’shumnya imam menyelisihi Al-Qur’an. Kita di sini berpikir sekali lagi, ketika syiah mengklaim bahwa wajibnya ma’shum adalah ajaran syiah, maka sudah tentu mereka juga mengklaim bahwa ajaran itu termasuk ajaran Ahlul Bait. Di sini muncul pertanyaan: apakah ajaran dari Ahlul Bait bisa menyelisihi Al-Qur’an? Padahal, Al-Qur’an  adalah pusaka pertama dari “dua pusaka”,  hadits yang sering kita dengar dari syiah. Al-Qur’an dan Ahlul Bait Nabi adalah dua pusaka yang harus diikuti. Mungkinkah Ahlul Bait  menyimpang dari Al-Qur’an?
Jika kita mengkaji lagi lebih dalam, ternyata ajaran itu, ajaran tentang ma’shum seperti diyakini syiah hari ini, bukanlah ajaran syiah. Karena di masa lalu, imam syiah sendiri tidak meyakini ajaran itu.
Dari Abu Shalt Al-Harawi mengatakan: “Aku berkata kepada imam Ar-Ridho: ‘Di Kufah ada sekelompok orang meyakini bahwa Nabi tidak pernah lupa dalam shalatnya.’ Imam Ali Ar Ridho berkata: ‘Mereka telah berdusta, semoga mereka dilaknat Allah, yang tidak pernah lupa adalah Allah, tiada tuhan yang berhak disembah selain Dia.’” (Al-Anwar An-Nu’maniyah, jilid. 4, Hal. 36).
Imam Abu Abdullah, yaitu Ja’far As-Shadiq, juga kadang lupa dalam shalatnya. Sampai-sampai dia menyuruh pembantunya shalat di belakangnya, untuk mengingatkan jika dia lupa rakaat shalat. Ketika ditanya tentang lupa dalam shalat, dia berkata: “Apakah ada orang yang bisa selamat dari hal itu? Kadang saya menyuruh pembantuku duduk di belakangku, menjaga agar aku tidak lupa.” (Biharul Anwar, jilid. 25, hal. 351).
Jika para imam sendiri melaknat ajaran itu, yaitu mengingkari sifat lupa dari para imam syiah, lalu dari mana asal ajaran itu?
Ibnu Babawaih Al Qummi memberikan jawaban bagi pertanyaan kita: “Orang-orang ghulat (extrim) dan mufawwidhah, semoga mereka dilaknat Allah, mereka mengingkari bahwa Nabi SAW pernah lupa dalam shalatnya.” (Lihat: Man La Yahdhuruhul Faqih, jilid. 1, hal. 234).
Pada halaman lain, Ibnu Babawaih berkata: “Guru kami, Muammad bin Hasan bin Ahmad bin Walid berkata: ‘Tingkatan pertama dari ghuluw (sikap extrim) adalah mengingkari bahwa Nabi lupa dalam shalat.”
Ternyata akidah ini diadopsi dari dari mufawwidhah, yang dilaknat oleh para imam syiah sendiri.
Yang lebih mengherankan, ajaran yang dulunya sesat, sekarang  bisa menjadi aksioma dalam madzhab syiah. [hakekat/syiahindonesia.com].

Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

0 Komentar:

Post a Comment

Copyright © 2020.Junedi Ubaidilllah. Powered by Blogger.

Jumlah Pengunjung

Blog Archive

Anda Pengunjung Online

Followers