(Tajuk: Majalah As-Sunnah Edisi 07/Tahun XVI)
 
Luar biasa! Itulah ucapan kekaguman yang mungkin terlontar dari mulut kebanyakan orang jika mendengar ucapan tiga orang Sahabat Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam yang bertekad untuk lebih mendekatkan diri kepada Allâh Ta'âla dengan melakukan perbuatan ibadah. Bagaimana tidak terkagum? Salah satu diantara mereka bertekad untuk melakukan shalat malam tanpa tidur, yang lain ingin berpuasa setiap hari tanpa berbuka seharipun, yang ketiga tidak mau menikah.


Semuanya bertujuan mendekatkan diri kepada Allâh Ta'âla. Sebuah niat yang mulia dan itulah yang sering dinilai oleh kebanyakan orang tanpa peduli dengan benar atau tidaknya ibadah yang dilakukan oleh seseorang. Padahal untuk urusan ibadah tidak cukup hanya niat tapi juga harus mengikuti cara yang dicontohkan oleh Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam. Oleh karena itu, lihatlah bagaimana Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam merespon ketika kabar tentang tekad ketiga Sahabat radhiyallâhu 'anhum itu sampai ke beliau shallallâhu 'alaihi wa sallam. Beliau shallallâhu 'alaihi wa sallam bukannya kagum atau bahagia, namun sebaliknya, beliau shallallâhu 'alaihi wa sallam marah dan menasehati mereka bertiga secara langsung. Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam bersabda :
أَنْتُمْ الَّذِينَ قُلْتُمْ كَذَا وَكَذَا أَمَا وَاللَّهِ إِنِّي لَأَخْشَاكُمْ لِلَّهِ وَأَتْقَاكُمْ لَهُ لَكِنِّي أَصُومُ وَأُفْطِرُ وَأُصَلِّي وَأَرْقُدُ وَأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي رواه البخاري ومسلم
Apakah kalian yang mengatakan begini-begini? Demi Allâh saya adalah orang yang paling takut dan paling bertakwa kepada Allâh di antara kalian. Akan tetapi saya berpuasa juga berbuka, saya shalat malam namun juga tidur, dan saya mengawini wanita. Barangsiapa tidak suka pada Sunnahku, maka ia tidak termasuk golonganku.
Itulah respon Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam terhadap para Sahabatnya yang hendak beribadah dengan cara mengikuti Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam namun tidak dalam waktu pelaksanaannya. Lalu bagaimana dengan orang yang tidak mengikuti Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam dalam sesuatu yang mereka klaim “ibadah”?!
Salah satu golongan dalam Islam yang dikenal khalayak sebagai ahli ibadah adalah golongan sufi. Golongan ini selalu dikaitkan dengan berbagai praktik yang berkaitan dengan tazkiyatun nafsi (pembersihan jiwa) dari segala dosa, juga dikaitkan praktik zuhud terhadap dunia dan menfokuskan diri hanya untuk beribadah kepada Allâh Ta'âla.
Itulah hal-hal baik yang sering dikaitkan dengan sufi, sehingga tidak mengherankan kalau kemudian sufi atau ajaran tasawuf mendapatkan tanggapan positif dari banyak kalangan. Mereka pun berduyun-duyun mengikuti ajaran itu. Mereka meniti jalan itu, tanpa mencari tahu terlebih dahulu apa dan bagaimana ibadah ala sufi itu dalam pandangan Islam.
Apakah cara ibadah mereka itu sesuai dengan ajaran Islam? Zikir misalnya, mereka lakukan dengan disertai gerakan anggota badan tertentu, bahkan ada yang sampai meloncat-loncat, seakan tak sadar. Mereka ingin 'fly' bersama Allâh Ta'âla. Kita patut bertanya, darimanakah cara berzikir seperti ini?
Islam mengajarkan zikir itu dilakukan dengan suara lirih, tapi mereka berteriak-teriak. Islam mengharamkan nyanyian, sebagian dari mereka malah menjadikannya sebagai cara beribadah. Sungguh aneh memang, tapi itulah yang terjadi.
Hal lain yang harus diperhatikan oleh seseorang yang mendambakan keselamatan dirinya di dunia dan akhirat adalah masalah keyakinan. Dia tidak terlihat mata, tapi memiliki pengaruh yang sangat besar dalam kebaikan jiwa dan akhirnya keselamatan jiwa tersebut. Perhatikanlah keyakinan sebagian komunitas sufi ini yang meyakini jika seseorang telah sampai pada derajat tertentu, maka dia akan terbebas dari kewajiban menjalankan syariat.
Benarkah keyakinan ini? Untuk menjawabnya, lihatlah kehidupan Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam. Adakah yang lebih tinggi derajatnya dibandingkan beliau shallallâhu 'alaihi wa sallam? Adakah yang kualitas ibadahnya melebihi kualitas ibadah beliau shallallâhu 'alaihi wa sallam?
Meski tidak ada yang menyamai, namun Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam tidak menyatakan dirinya lepas dari kewajiban menjalankan syariat. Beliau shallallâhu 'alaihi wa sallam tetap menjalankan ibadah shalat meski sedang merasakan kesakitan luar biasa menjelang meninggal dunia. Dari sini kita tahu, keyakinan bahwa seseorang terbebas dari kewajiban tertentu adalah keyakinan keliru.
Masih terkait keyakinan sebagian komunitas sufi, yaitu keyakinan mereka terhadap penghuni kubur tertentu yang diyakini memiliki kedudukan di sisi Allâh Ta'âla. Berdasarkan keyakinan ini, mereka berduyun-duyun, mencurahkan tenaga, mengeluarkan harta dan siap menempuh perjalanan jauh, demi bisa berziarah ke kuburan tententu untuk menjadikannya sebagai wasilah dalam berdoa, bahkan tidak menutup kemungkinan di antara mereka ada yang meminta dan memohon kepada penghuni kubur itu.
Ini jelas bertentangan dengan ajaran Islam. Saat ziarah kubur, Islam mengajarkan kepada kita untuk mendoakan penghuni kubur, bukan sebaliknya minta didoakan. Perhatikan doa ziarah kubur yang diajarkan Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam, bukankah itu merupakan doa untuk penghuni kubur? Berlebih-lebihan dalam mengagungkan orang-orang shalih telah menyeret sebagian komunitas sufi, sehingga terjebak dalam pengkultusan kubur.
Itulah secuil informasi tentang ajaran sufi. Semoga menjadi perhatian dan semoga Allâh Ta'âla senantiasa memberikan taufiq dan hidayah kepada kita dalam meniti perjalan hidup ini.


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

0 Komentar:

Post a Comment

Copyright © 2020.Junedi Ubaidilllah. Powered by Blogger.

Jumlah Pengunjung

Blog Archive

Anda Pengunjung Online

Followers