Assalamu alaikum.

Apa yang kita ucapkan ketika sendawa, baik itu karna kenyang atau sebab lain? dan bagaimana tentang balasan ucapan ketika seseorang mengucapkan Alhamdulillah…kemudian kita balas yarhamukallah…apakah ini berlaku khusus untuk orang bersin saja atau setiap orang yg mengucapkan Alhamdulillah. wassalam

Dari: Dewi Khadijah
Jawaban:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,
Pertama, ada dua jenis dzikir yang perlu kita bedakan,

1. Dzikir mutlak, dzikir yang tidak terikat waktu dan tempat.
Kita disyariatkan memperbanyak dzikir mutlak semacam ini, kapanpun, di manapun, selama tidak di tempat yang terlarang. Anda bisa membaca Laa ilaaha illallaah sebanyak yang bisa anda lakukan, atau membaca alhamdulillah, atau istighfar sesering yang anda bisa.
2. Dzikir muqayad, dzikir yang terikat waktu atau tempat tertentu. Misalnya, dzikir setelah shalat wajib, dzikir ketika hendak tidur, atau doa ketika masuk masjid, dst.
Untuk jenis dzikir kedua ini, kita hanya bisa lakukan sesuai aturan yang berlaku. Baik cara membacanya atau teks yang diajarkan. Tidak boleh berbeda dari apa yang telah dituntunkan. Karena itu, kita hanya bisa mengamalkan dzikir muqayad, jika ada dalilnya. Tanpa dalil, kita tidak mungkin bisa mengamalkannya. Karena dalil itulah aturan.
Termasuk aturan dalam dzikir muqayad, tidak boleh membuat dzikir tertentu untuk aktivitas tertentu tanpa dalil. Misalnya, seseorang menganjurkan untuk membaca hamdalah setiap kali sendawa. Sikap semacam ini butuh dalil. Adakah dalil yang menjelaskan, dianjurkan membaca hamdalah ketika sendawa? Mari kita simak keterangan para ulama berikut,
Hukum Membaca Hamdalah ketika Sendawa
Imam Ibnu Utsaimin pernah ditanya tentang hukum membaca hamdalah ketika sendawa, jawaban beliau,
وأما الحمد عند التجشؤ فهذا أيضاً ليس بمشروع؛ لأن الجشاء معروف أنه طبيعة بشرية، ولم يقل النبي عليه الصلاة والسلام: إذا تجشأ أحدكم فليحمد الله. أما في العطاس فقد قال: (إذا عطس فليحمد الله) وفي الجشاء لم يقلها.
Membaca hamdalah ketika sendawa, bukanlah sesuatu yang disyariatkan. Karena semua orang tahu bahwa sendawa termasuk bagian rutinitas manusia. Akan tetapi, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah mensabdakan, ‘Apabila kalian bersendawa, maka bacalah alhamdulillah.’ Berbeda dengan bersin. Beliau bersabda tentang bersin, “Apabila kalian bersin, bacalah alhamdulillah.” Sementara untuk sendawa, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menyarankan demikian.
Kemudian beliau melanjutkan,
نعم لو فرض أن الإنسان مريض بكونه لا يتجشأ فأحس بأنه قدر على هذا الجشاء فهنا يحمد الله؛ لأنها نعمة متجددة.
Hanya saja, jika diandaikan ada orang yang sakit disebabkan tidak bisa bersendawa, kemudian suatu saat dia merasakan bisa bersendawa, maka ketika itu dia boleh bisa hamdalah. Karena itu nikmat baru yang dia dapatkan.
[Liqaat Bab Al-Maftuh, volume 89, no. 10]
Hal yang sama juga difatwakan oleh Syaikh Abdul Muhsin Al-Abbad – pengajar hadis di masjid nabawi –. Beliau ditanya tentang hukum membaca hamdalah setiap kali bersendawa. Jawaban beliau,
لا يوجد شيء يدل عليه، لكن كون الإنسان يحمد الله على كل حال، وأن هذا الشبع الذي حصل له من نعمة الله عز وجل لا بأس بذلك، لكن كونه يعتقد أن هذا أمر مشروع في هذه المناسبة، فليس هناك شيء يدل عليه فيما أعلم
Tidak ada satupun dalil yang menunjukkan anjuran hal itu. Namun jika seseorang memuji Allah dalam setiap keadaannya, dan dia merasa bahwa keadaan kenyang yang dia alami termasuk nikmat Allah, maka tidak masalah dia membaca hamdalah. Namun jika dia meyakini bahwa membaca hamdalah ketika sendawa adalah hal yang disyariatkan, maka tidak ada dalil yang menunjukkan hal itu, menurut apa yang saya ketahui.
[Syarh Sunan Abu Daud, volume 492, pertanyaan no. 10].
Demikianlah yang dijelaskan ulama, mereka merinci bacaan hamdalah ketika sendawa
Karena latar belakang syukur, syukur bisa bersendawa, syukur karena merasa lega, atau syukur atas nikmat kenyang, hukumnya dibolehkan. Hanya saja, untuk pertama ini, anda harus menghadirkan perasaan syukur dulu, baru membaca hamdalah.
Membaca hamdalah karena semata sendawanya. Semacam ini tidak ada dalil dan tidak pernah diajarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan semua dzikir muqayad yang tidak ditopang dalil, tidak selayaknya dilakukan.
Allahu a’lam
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

0 Komentar:

Post a Comment

Copyright © 2020.Junedi Ubaidilllah. Powered by Blogger.

Jumlah Pengunjung

Blog Archive

Anda Pengunjung Online

Followers