Nasehaf Syaikh Abdudrazzaq bin Abdul Muhsin Al Badr hafidzahullah
Pertama,
Hendaknya kita merasa sangat bahagia dengan datangnya bulan Ramadhan serta menyambut kehadirannya dengan penuh suka cita. Agar Ramadhan memiliki kedudukan dan derajat yang tinggi di hati kita. Kita patut bersyukur kepada Allah Azza Wa Jalla atas nikmat berjumpa dengan Ramadhan.
Betapa banyak manusia yang menjumpai bulan Ramdhan tahun lalu dan bulan-bulan lain sebelum Ramadhan ini namun ajal memutus mereka sehingga tak bisa menjumpai Ramadhan tahun ini. Padahal sebelumnya mereka menanti-nanti berjumpa dengannya. Kita tidaklah tahu, terkadang sebagian orang tidak dapat bertemu dengan Ramdhan sama sekali dan sebagian orang menjumpainya hanya di sebagian bulan saja. Karena itu sudah sepantasnya seorang muslim bersemangat memuji Allah dan bersyukur kepada-Nya atas nikmat dipertemukan dengan Ramdhan.
Tidak diragukan lagi bertemu dengan Ramdhan dalam keadaan sehat wal afiyat, penuh keselamatan serta memiliki keimanan adalah nikmat yang besar nan agung maka sudah selayaknya engkau menimbang dan mengetahui kedudukannya.
Diantara bentuk rasa syukurmu atas nikmat Allah ini adalah engkau bersemangat dan bersungguh-sungguh menjalankan ketaatan kepada-Nya, menunaikan kewajiban yang Allah perintahkan dengan tekun, baik shalat, puasa dan amalan-amalan lain yang bisa mendekatkan diri kepada Allah serta menjauhi segala perkara yang diharamkan Allah Tabaraka Wa Ta’ala.

Diantara sunnah yang diajarkan Nabi shallallahu’alaihi wasallam tatkala melihat hilal (permulaan bulan hijriyyah) beliau berdoa,
اللَّهُمَّ أَهِلَّهُ عَلَيْنَا باليُمْنِ وَالإِيمَانِ وَالسَّلامَة والإِسْلَامِِ ، رَبِّي وَرَبُّكَ اللَّهُ
“Ya Allah, tampakkan bulan kepada kami dengan membawa keberkahan dan keimanan, keselamatan dan Islam. Rabbku dan Rabmu (wahai bulan sabit) adalah Allah.” (HR. At Tirmidzi 3451, Ahmad 1397 dari hadits Thalhah bin Ubidillah radhiallahu’anhu)
Tatkala Allah memuliakanmu dengan nikmat bertemu Ramdhan sementara engkau melihat bulan sabit (awal bulan Ramadhan) maka berdoalah dengan doa ini. Karena inilah doa yang dicontohkan Nabi shallahu’alaihi wasallam tatkala melihat bulan disetiap awal bulan (hijriyah).
Kedua,
Menyambut Ramdhan dengan taubat nasuha atas segala dosa dan kesalahan. Setiap diri kita pasti pernah berbuat salah. Sikap lengah, berlebihan, berfoya-foya, menyepelekan, lalai terhadap kewajiban. Sabda Nabi shallallahu’alaihi wasallam,
كل ابن آدم خطاء وخير الخطائين التوابون
“Setiap anak Adam pasti berbuat salah. Dan sebaik-baik orang yang berbuat salah adalah orang yang bertaubat.”
Bulan Ramadhan adalah waktu yang agung untuk bertaubat kepada Allah Azza wa Jalla. Betapa banyak manusia yang melakukan perbuatan melampaui batas, menyia-nyiakan ketaatan kepada Rabb-Nya dan bahkan bersegera melakukan perbuatan-perbuatan maksiat. Akan tetapi tatkala bulan Ramdhan datang,hatinya tergerak melakukan amal kebaikan. Mereka merasakan pentingnya sebuah ketaatan dan kembali kepada Allah. Lalu mereka menemukan penyesalan atas sikap lalainya kepada ketaatan dan pada akhirnya mereka bertaubat kepada Allah Azza Wa Jalla dengan taubat yang sebenar-benarnya.
Dan Allah Azza Wa Jalla tidaklah menerima taubat seorang hamba kecuali taubat yang dilakukan dengan sebenar-benarnya (taubat nasuha). Taubat nasuha memiliki tiga syarat:
1. Menyesali atas perbuatan dosanya.
2. Bertekad kuat untuk tidak mengulanginya.
3. Berhenti dan meninggalkan perbuatan tersebut.
Apabila taubat diiringi dengan tiga syarat diatas maka taubatnya diterima Allah Ta’ala. Para ulama menambah syarat keempat yaitu:
4. Jika perbuatan dosa tersebut berkaitan dengan hak manusia seperti mengambil harta orang lain atau pelanggaran lainnya maka wajib memenuhi syarat keempat ini yaitu mengembalikan hak orang lain yang telah ia rampas atau meminta kehalalan kepada pemiliknya. Semoga Allah memberikan taufik kepada kita untuk bertaubat kepada-Nya dengan taubat nasuha.
Ketiga,
Perkara yang tak kalah penting yang harus kita perhatikan saat bulan Ramdhan yaitu menjaga ibadah puasa yang merupakan kewajiban kita di bulan mulia ini. Dalam menjalankan ibadah puasa, kedudukan manusia bertingkat-tingkat meskipun sama-sama menahan makan, minum dan pembatal puasa lainnya dari subuh sampai matahari tenggelam. Mereka bertingkat-tingkat dalam kesempurnaan, kebagusan ibadah puasanya.
Tatkala Nabi shallallahu’alaihi wasallam ditanya,”Siapakah yang paling banyak pahalanya ketika puasa? ” Jawab Nabi shallallahu’alaihi wasallam,
أكثرهم لله ذكرا
“Mereka yang paling banyak berdzikir kepada Allah.” (HR. Ahmad 15614 dan Imam Thabrani 1887)
Kita ketahui bersama bahwa orang yang berpuasa bertingkat-tingkat dalam berdzikir kepada Allah, membaca Al Qur’an dan menjaga ketaatan pada Nya.
Sebagian orang menghabiskan malam dengan begadang dan menyia-nyiakanya lalu tatkala waktu subuh tiba ia shalat dalam keadaan terkantuk-kantuk -jika ia termasuk orang yang menjaga shalat-. Sebagian orang lagi terluputkan menunaikan shalat dzuhur dan Ashar tepat waktu. Hendaknya seorang muslim bersemangat menyempurnakan ibadah puasanya, membaguskan serta mengisinya dengan dzikir kepada Allah, bersungguh-sungguh menaati-Nya, menjaga tilawah Al Qur’an, mendatangi majlis kebaikan, duduk di masjid serta memberi semangat jiwanya untuk bersungguh-sungguh beramal shalih.
Keempat,
Perkara paling penting yang harus diperhatikan seorang hamba tatkala menjalankan ibadah puasanya, hendaknya ia selalu mempraktekkan sabda Nabi shallallahu’alaihi wasallam,
من صام رمضان ايمانا واحتسابا غفر له ما تقدم من ذنبه
Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan karena keimanan dan mengharap pahala maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR . Bukhari No 37, 1875 dan Muslim No 1268 )
Seorang muslim wajib meniatkan puasanya karena keimanan dan mengharap pahala bukan karena kebiasaan orang disekelilingnya. Misalnya karena keluarganya, saudaranya dan teman-temannya puasa maka ia pun ikut puasa. Begitupula jangan berpuasa karena tidak ingin dicela orang lain dan dipanggil “orang yang berbuka.” Jangan berpuasa karena ingin pamer dihadapan orang lain, ingin dipuji dan disanjung mereka. Jangan sekali-kali berpuasa karena tujuan-tujuan diatas akan tetapi ia wajib berpuasa karena keimanan dan mengharap pahala. (Diantaranya) keimanan kepada kepada Allah, keimanan kepada janji-janji yang Allah Ta’ala berikan kepada orang yang berpuasa berupa pahala tanpa batas, keimanan kepada kewajiban puasa yang Allah tetapkan bagi hambNya.
Kelima,
Perkara penting lainnya hendaknya kita senantiasa berpuasa dan beramal di bulan Ramadhan dengan niat untuk meraih ketakwaan. Karena inilah tujuan utama pensyariatan ibadah puasa. Sebagaimana Firman Allah Ta’ala,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa .”
Adapun pengertian takwa adalah engkau menjalankan ketaatan kepada Allah diatas cahaya petunjuk dari Allah serta mengharapkan pahala-Nya. Dan engkau meninggalkan kemaksiatan diatas cahaya petunjuk dari Allah serta takut akan adzab-Nya.
Lalu bagaimana puasa bisa membuahkan ketakwaan seorang hamba dan meningkatkan kadarnya?
Pada siang hari di sepanjang tahun seorang muslim membiasakan diri pada perkara yang nyaman bagi dirinya. Ia terbiasa sarapan di waktu pagi, makan siang di waktu siang, minum muniman yang segar. Hal ini menjadi kebiasaannya setiap hari. Akan tetapi tatkala bulan Ramadhan datang, kebiasaan ini ia tinggalkan dan ia jauhi semata-mata karena mengharapkan pahala dari Allah Ta’ala. Inilah esensi dari ketakwaan.
Orang yang sedang berpuasa nenahan diri tidak makan dan minum makanan yang tersaji dihadapannya meskipun ia seorang diri, tidak ada seorangpun yang melihatnya. Akan tetapi ia tetap menahan diri karena ketaatannya kepada perintah Allah.
Inilah yang akan diperoleh seorang muslim di siang hari bulan Ramadhan. Hendaknya ia tingkatkan kualitas seluruh hidupnya dengan menjalankan ketaatan kepada Allah dan menjauhi laranganNya.
Anda, yang menahan diri dari makan dan minum di siang hari bulan Ramadhan karena ketaatan kepada Nya. Maka sudah selayaknya Anda juga menahan diri dari perkara yang Allah haramkan di setiap waktu dan keadaan. Karena Rabb di bulan Ramadhan adalah Rabb di bulan-bulan seluruhnya Subhanahu wa Ta’ala. Dzat yang wajib ditaati di bulan Ramadhan adalah Dzat yang wajib diataati di bulan-bulan lainnya.
Salah seorang ulama salaf ditanya tentang sejumlah orang yang hanya beribadah kepada Allah di bulan Ramadhan. Mereka menjalankan perintah, menunaikan kewajiban hanya di bulan Ramadhan akan tetapi tatkala Ramadhan usai ia tinggalkan ibadah tersebut dan ia sia-siakan kewajibannya. Maka ulama salaf tersebut berkata,
بئس القوم لا يعرفون الله إلا في رمضان
Sejelek-jelek orang adalah mereka yang tidak mengenal Allah kecuali di bulan Ramadhan saja.” (Lathaoif Ma’aarif hal.396)
Marja': Wajaa a Syahru Ramadhan, Syaikh Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin Al Abbad Al Badr hafidzahumallah.
Penerjemah: Tim Penerjemah Wanitasalihah.com


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

0 Komentar:

Post a Comment

Copyright © 2020.Junedi Ubaidilllah. Powered by Blogger.

Jumlah Pengunjung

Blog Archive

Anda Pengunjung Online

Followers