Fatwa Syaikh Shalih Al Munajjid hafidzahullah

Pertanyaan:
Jika seorang wanita haid tidak mengeluarkan cairan putih (saat berhenti haid) maka tanda suci wanita tersebut dengan menunggu terputusnya darah (jufuf). Karena sebab inilah, masa haidnya setiap bulan berbeda-beda.
Apakah wanita tersebut berdosa jika dia ternyata salah menentukan waktu suci haid?  Semisal wanita tersebut menyangka sudah suci kemudian setelah mandi dan shalat ternyata ia mendapati darah lagi?
Atau sebaliknya ia masih saja menunggu tanda suci sementara telah banyak waktu shalat terlewatkan dengan sangkaan wanita tersebut belum suci. Perkara ini menyulitkan wanita tersebut menentukan waktu berakhirnya masa haid tanpa tanda  keluarnya cairan putih.

Jawaban:

Alhamdulillah,
Kebiasaan haid  tiap wanita berbeda-beda antara satu dengan yang lain. Perbedaan itu juga terjadi pada diri seorang wanita antara satu siklus dengan siklus haid yang lain tak terkecuali perbedaan pada tanda berhentinya haid.
Tanda berhenti haid pada wanita secara umum adalah dengan keluar cairan putih. Namun sebagian wanita tidak keluar cairan ini sehingga tanda berhentinya haid dengan terputusnya darah (jufuf).
Tak peduli tanda manakah yang ada pada wanita tersebut, tetap tidak diperbolehkan baginya mempercepat diri (untuk suci) sampai tanda berhenti haid telah nampak.
Selama belum nampak wanita tersebut tidak diperbolehkan shalat,  puasa sampai dia benar-benar suci.
Dahulu,  sebagian wanita diutus menemui’Aisyah radhiyallahu’anha dengan membawa wadah yang berisi kapas yang terdapat cairan kekuningan. Lalu’Aisyah radhiyallahu’anaha mengatakan,
“Janganlah kalian tergesa-gesa(suci)  sampai kalian melihat cairan putih.” (HR. Bukhari secara mua’allaq, Kitabul Haidh, Bab Iqbalul Mahidh wa Idbaaruhu. Oleh Malik No. 130)
Jika seorang wanita keliru menentukan batas waktu suci haid didasari atas sangkaan dan ijtihadnya maka ia tidak berdosa.
Berdasarkan firman Allah Ta’ala,
وَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ فِيمَا أَخْطَأْتُمْ بِهِ وَلَٰكِنْ مَا تَعَمَّدَتْ قُلُوبُكُمْ ۚ
Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu.” (QS. Al Ahzab: 5)
Juga sabda Nabi shallallahu’alaihi wasallam,
إِنَّ اللَّهَ تَجَاوَزَ عَنْ أُمَّتِي الْخَطَأَ وَالنِّسْيَانَ وَمَا اسْتُكْرِهُوا عَلَيْهِ
Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla memaafkan kesalahan (yang tanpa sengaja) dan (kesalahan karena) lupa dari umatku serta kesalahan yang terpaksa dilakukan.” (HR. Ibnu Majah No. 2053. Dinilai shahih oleh Al Albani dalam Shahih Ibnu Majah) 
Tak terkecuali wanita yang menyangka dirinya telah suci lalu dia puasa dan shalat, kemudian dia sadar dirinya masih haid maka wanita tersebut wajib berhenti shalat dan puasa sampai dia suci. Dan mengganti puasa wajib yang ia kerjakan di hari itu karena telah jelas baginya bahwa puasa yang ia kerjakan tidak sah. Dikarenakan puasa wanita haid tidaklah sah.
Jika wanita meninggalkan shalat karena sangkaan dirinya masih haid kemudian dia sadar bahwa sebenarnya ia telah suci maka wanita tersebut wajib mengganti shalat yang ditinggalkan.
Syaikh Ibnu Utsaimin pernah ditanya tentang wanita yang melihat lendir coklat yang keluar sebelum haid (namun tidak bersambung -pen). Wanita tersebut meninggalkan shalat lalu keluarlah darah seperti biasanya. Bagaimanakah hukumnya?
Beliau rahimahullah menjawab,
Ummu Athiyah pernah berkata,
كنا لا نعد الصفرة والكدرة بعد الطهر شيئا
“Kami tidak mengangap sebagai haid, cairan kuning dan cairan coklat yang keluar setelah suci.”
Berdasarkan hal ini,  kami tidak mengganggap cairan coklat yang keluar sebelum haid sebagi haid. Terlebih jika cairan ini keluar sebelum siklus haid dan tidak ada tanda-tanda haid lain seperti kram (perut), sakit punggung dan yang lainnya. Yang lebih utama bagi wanita tersebut mengganti shalat yang ia tinggalkan selama itu. (Fatawa Ibn Utsaimin,  11/280)
Beliau juga pernah ditanya pada kesempatan lain,
Seorang wanita mengeluarkan darah selama 9 hari, ia tinggalkan shalat dengan keyakinan darah tersebut adalah darah haid. Selang beberapa hari, darah haid yang sebenarnya keluar. Apa yang harus dilakukan wanita tersebut apakah ia harus mengganti shalat yang selama ini ia tinggalkan?
Beliau rahimahullah menjawab,
Yang paling utama ia mengulangi  shalat yang ia tinggalkan ketika keluar darah yang pertama (darah istihadah). Meskipun jika ia tidak mengulanginya tidaklah mengapa. Karena Nabi shallallahu’alaihi wasallam tidak menyuruh (mengulangi shalat)  kepada wanita istihadhah yang bertanya kepada beliau bahwa ia mengalami istihadhah, keluar darah terus menerus lalu iapun meninggalkan shalat.
Nabi shallallahu alaihi wasallam hanya memerintahkan wanita tadi menjadikan 6 atau 7 hari sebagai haid lalu sisanya dia wajib shalat (dianggap sebagai darah istihadah). Dan beliau shallallahu’alaihi wasallam tidak memerintahkan untuk mengulangi shalat yang ia tinggalkan. Meskipun mengulang shalat yang ditinggalkan adalah perkara yang baik karena mungkin dia lalai karena tidak bertanya sebelumnya. Namun jika tidak mengulang shalat tidaklah mengapa baginya.  (Fatawa Ibn Utsaimin,  11/275)
Allahua’lam.
****


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

0 Komentar:

Post a Comment

Copyright © 2020.Junedi Ubaidilllah. Powered by Blogger.

Jumlah Pengunjung

Blog Archive

Anda Pengunjung Online

Followers