Debat yang tercela adalah debat yang tidak memakai dasar ilmu, tanpa dalil. Contohnya lagi adalah debat dengan menggunakan otot, bukan argumen yang kuat.
Salah satu akibat suka berdebat yang tercela adalah menghilangkan keberkahan ilmu.
Moga kita diberikan hidayah dengan merenungkan nasihat Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin berikut ini:
Debat secara umum akan menghilangkan berkah. Telah disebutkan dalam Shahih Al-Bukhari, dari hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَبْغَضُ الرِّجَالِ إِلَى اللَّهِ الأَلَدُّ الْخَصِمُ
Orang yang paling dibenci oleh Allah adalah orang yang paling keras debatnya.” (HR. Bukhari, no. 4523; Muslim, no. 2668)

Yang dimaksud orang yang paling dibenci di sini adalah orang yang berdebat dengan cara yang keras.
Secara umum, orang yang suka berdebat (yang tercela) akan menghilangkan keberkahan pada ilmunya. Karena orang yang menjatuhkan diri dalam perdebatan (yang tercela) tujuannya hanya ingin dirinya menang. Itulah sebab, hilangnya berkah ilmu pada dirinya.
Adapun orang yang menginginkan kebenaran, maka kebenaran itu akan mudah diterima, tidak perlu dengan debat yang keras. Karena kebenaran itu begitu jelas dan terang benderang.
Coba lihat saja pada pelaku bid’ah yang ingin mendukung kebid’ahannya. Yang ada, keberkahan ilmu pada dirinya berkurang. Ia sama sekali tidak bertujuan untuk mencari kebenaran. Karena ia hanya ingin mencari-cari pembenaran untuk mendukung pendapatnya saja, bukan sejatinya mencari kebenaran.
Oleh karena itu, siapa saja yang berdebat hanya untuk cari menang, maka ia tidak diberi taufik dan tidak mendapatkan keberkahan ilmu. Adapun yang berdebat (berdiskusi) karena ingin meraih ilmu dan ingin meraih kebenaran serta menyanggah kebatilan, maka itulah yang diperintahkan. Hal ini disebutkan dalam ayat,
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ
Serulah (manusia) kepada jalan Rabb-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.” (QS. An-Nahl: 125) (Penjelasan Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin dalam Surat Al-Baqarah: 124. Dinukil dari Syarh Al-Kabair, hlm. 217-218)
Semoga bermanfaat faedah ilmu di pagi ini.

Referensi: Al-Kabair ma’a Syarh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin. Cetakan pertama, tahun 2006. Imam Adz-Dzahabi. Penerbit Darul Kutub Al-‘Ilmiyyah.

@ Darush Sholihin, Panggang, Gunungkidul, 15 Sya’ban 1437 H
Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal
Rumaysho.Com, Channel Telegram @RumayshoCom, @DarushSholihin, @UntaianNasihat, @RemajaIslam


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

0 Komentar:

Post a Comment

Copyright © 2020.Junedi Ubaidilllah. Powered by Blogger.

Jumlah Pengunjung

Blog Archive

Anda Pengunjung Online

Followers