Pertanyaan:
Ustadz, sebagian orang yang melakukan tahlilan 7 hari, 40 hari, 100 hari membawakan dalil yang menunjukkan kebolehannya. Yaitu “Imam Ahmad mengutip pernyataan Thawus: Sesungguhnya orang-orang yang mati mendapatkan ujian di kubur mereka selama 7 hari. Maka para sahabat senang untuk memberi sedekah pada 7 hari tersebut”
Bagaimana tanggapan ustad terhadap riwayat tersebut.
Jawab:

Badru Salam,  حفظه الله تعالى
Riwayat tersebut kalaupun misalnya kita anggap shahih, sebetulnya tidak menunjukkan kepada hal itu dari beberapa sisi:
1. Riwayat tersebut hanya menyebutkan bahwa salaf memberi makan untuk mayat. Bukan berkumpul di keluarga mayat dan makan di sana, karena berkumpul di keluarga mayat untuk takziyah dilarang oleh para ulama sebagaimana pernah dibahas.
2. Mereka membolehkan hari ke 40, ke 100 dan seterusnya karena melihat angka tujuh. Jadi menurut mereka bisa diqiyaskan.
Ini sebuah kesalahan fatal. Karena alasan 7 hari itu karena difitnah dalam kubur. Sedangkan fitnah kubur adalah masalah aqidah yang tidak mungkin bisa diqiyaskan.
3. Di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, shahabat yang meninggal banyak sekali, termasuk anak beliau Ruqoyyah dan Ummu Kultsum. Namun tidak ada satupun riwayat yang menyebutkan bahwa Nabi memberi makan untuk mereka selama tujuh hari.
Bahkan dalam riwayat yang shahih, setelah Nabi shallallahu alaihi wasallam menguburkan jenazah shahabat beliau bersabda:
استغفروا لأخيكم وسلوا له التثبيت فإنه الان يسأل
Mohonkan ampun untuk saudara kalian ini, mintalah untuknya kekuatan, karena sekarang ia sedang ditanya. (HR Abu Dawud).
Beliau setelah itu tidak menyuruh untuk memberi makan untuknya selama tujuh hari.
3. Di Zaman para shahabat, ketika Abu Bakar meninggal, demikian pula shahabat lainnya tidak pula dinukil bahwa mereka memberi makan untuk mayat selama tujuh hari. 
4. Periwayatan Sufyan Ats Tsauri dari Thawus kebanyakan melalui perantara, dan di sini Sufyan hanya berkata: berkata Thawus, dan ini tidak sharih beliau mendengar dari Thawus. Walaupun ada kemungkinan Sufyan menndengar dari Thawus dilihat dari tarikhnya. Namun bila melihat riwayat riwayat di zaman Nabi dan para shahabat, menimbulkan keraguan akan kebenaran riwayat tersebut.
5. Perkataan Tabiin: Dahulu salaf melakukan begini tidak dihukumi marfu atas pendapat yang paling kuat. Karena bisa jadi yang dimaksud mereka di sini adalah Tabiin juga. Dan kemungkinan antara shahabat dan tabiin dalam ucapan tersebut masih sama kuatnya, sehingga hanya menimbulkan keraguan.
Jadi berhujjah dengan riwayat tersebut lemah dari semua sisinya.
wallahu a’lam.
Courtesy of Al Fawaid


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

0 Komentar:

Post a Comment

Copyright © 2020.Junedi Ubaidilllah. Powered by Blogger.

Jumlah Pengunjung

Blog Archive

Anda Pengunjung Online

Followers