Motivasi adalah salah satu modal utama untuk menumbuhkan kecintaan anak terhadap ilmu. Anak yang belajar tanpa motivasi ibarat orang yang berjalan dengan menutup mata dan sekadar mengandalkan instruksi orang lain. Dia punya mata, tapi ditutup, tak dia gunakan untuk melihat. Dia disuruh jalan lurus, ya sudah jalan lurus. Disuruh belok, ya manut … belok. Disuruh berhenti, ya manut … berhenti. Tidak ada “arahan” dari dirinya, kapan akan berjalan lurus dan kapan akan berbelok. Kenapa akan berjalan lurus dan kenapa akan berbelok.
Pembahasan tentang motivasi ini seharusnya dibahas dalam tulisan yang panjang dan berkelanjutan. Namun, kali ini kita hanya akan mencuplik satu contoh motivasi. Yaitu, motivasi untuk menulis dengan rapi.

Orang tua dan guru yang terlibat penuh dalam pendidikan anak-anak insyaallah sudah paham betapa menorehkan garis-garis huruf dan angka melibatkan proses yang bervariasi. Di dalam perjalanan menulis seorang anak, ada jenjang-jenjang yang menopang satu sama lain.
Awalnya anak mencoret, lalu menggambar garis secara bebas, kemudian mengikuti titik-titik yang membentuk garis atau bentuk geometri tertentu. Selanjutnya belajar menulis atau menggambar sendiri tanpa bantuan titik-titik.
Anak yang memang berbakat menggerakkan tangannya insyaallah akan lebih mudah menjalani proses belajar-menulis ini. Namun, anak yang “kurang luwes” tangannya, perlu usaha yang lebih kuat dan motivasi yang lebih besar.
Nah, kita sebagai orang tua atau guru tentunya hanya sebagai fasilitator, karena anak sendirilah yang perlu mengayunkan alat tulisnya. Lalu, apa hal yang bisa kita lakukan?
Salah satunya, motivasi mereka bahwa:
Bila tulisanmu rapi, kamu telah memudahkan orang lain untuk membaca tulisanmu.
Bila tulisanmu tak rapi, kasihan ibu gurumu, teman-temanmu, atau orang lain yang membaca tulisanmu. Mereka akan kebingungan, “Kira-kira tulisan ini artinya apa ya?”
Bila memungkinkan, tambahkan sedikit lagi nasihat:
Seorang muslim itu memudahkan urusan orang lain. Bila kita berusaha menjadikannya mudah, itu lebih baik. Insyaallah usahamu dalam menulis akan bernilai pahala di sisi Allah.
: )
Tentu kita berusaha menyampaikan dengan intonasi dan redaksi kalimat yang bisa dipahami anak. Apalagi, masa belajar menulis ini biasanya dijalani oleh anak usia 6 atau 7 tahun. Kalau kita menyampaikan dengan intonasi yang garang, perjalanan menulis akan menjadi sesuatu yang traumatis bagi anak, alih-alih mengasyikkan.
Semoga bermanfaat.

*
26 November 2016,
Athirah Mustadjab.
Artikel UmmiUmmi.Com


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

0 Komentar:

Post a Comment

Copyright © 2020.Junedi Ubaidilllah. Powered by Blogger.

Jumlah Pengunjung

Blog Archive

Anda Pengunjung Online

Followers