Oleh
Ustadz  Abu Isma’il Muslim al-Atsari
Para Ulama ahli fiqih sepakat atas haramnya harta seorang Muslim dan kafir dzimmi. Harta mereka tidak boleh direbut, diambil, dicuri, dimakan dengan cara yang tidak dibenarkan syari’at, walaupun sedikit. Allâh Azza wa Jalla berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. [An-Nisa’/4: 29]
Bahkan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyamakan kehormatan harta dengan nyawa. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ حَرَامٌ عَلَيْكُمْ، كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا فِي شَهْرِكُمْ هَذَا، فِي بَلَدِكُمْ هَذَا
Sesungguhnya darah kamu dan kehormatan kamu, haram atas kamu, sebagaimana haramnya hari kamu ini, di bulan kamu  ini, dan di kota kamu ini. [HR. Muslim, no. 1218 dari Jabir Radhiyallahu anhu]
Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberitakan bahwa mencuri barang orang lain termasuk dosa besar. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberitakan bahwa iman seseorang hilang ketika dia sedang mencuri.
Dalam hadits yang shahih disebutkan:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «لاَ يَزْنِي الزَّانِي حِينَ يَزْنِي وَهُوَ مُؤْمِنٌ، وَلاَ يَسْرِقُ حِينَ يَسْرِقُ وَهُوَ مُؤْمِنٌ، وَلاَ يَشْرَبُ حِينَ يَشْرَبُهَا وَهُوَ مُؤْمِنٌ، وَالتَّوْبَةُ مَعْرُوضَةٌ بَعْدُ»
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu , dia berkata: Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah beriman seorang pezina ketika ia sedang berzina. Tidaklah beriman seorang pencuri ketika ia sedang mencuri. Tidaklah beriman seorang peminum khamar ketika ia sedang meminum khamar. Namun taubat terbuka setelah itu”. [HR. Bukhari, no. 6810; Muslim, no. (57)-104]
POTONG TANGAN BAGI PENCURI
Karena kerusakan yang ditimbulkan oleh pencurian, maka dengan hikmah-Nya Allâh Azza wa Jalla mensyari’atkan hukum potong tangan bagi pelakunya. Allâh Azza wa Jalla berfirman:
وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا جَزَاءً بِمَا كَسَبَا نَكَالًا مِنَ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ ﴿٣٨﴾ فَمَنْ تَابَ مِنْ بَعْدِ ظُلْمِهِ وَأَصْلَحَ فَإِنَّ اللَّهَ يَتُوبُ عَلَيْهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allâh. Dan Allâh Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Maka barangsiapa bertaubat (di antara pencuri-pencuri itu) sesudah melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allâh menerima taubatnya. Sesungguhnya Allâh Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. [Al-Mâidah/5:38-39]
Ibnu Syihab rahimahullah berkata:
Allâh menyiksa dengan potong tangan dalam pencurian harta manusia, dan Allâh Maha Perkasa di dalam membalas pencuri, dan Maha Bijaksana di dalam hukum yang telah Dia wajibkan, yang berupa potong tangan pencuri. [Al-Kabâir, imam Dzahabi rahimahullah]
NISHAB POTONG TANGAN
Tidak semua jenis pencurian dihukum dengan potong tangan. Hukum ini berlaku bagi pencuri yang mukallaf (dewasa dan berakal), berniat untuk mencuri, tidak terpaksa dalam mencuri, mencuri dari tempat penyimpanan, serta harta yang dicuri adalah harta yang terhormat (bukan yang haram dimiliki, seperti anjing, alat musik, dan semacamnya),  barang yang dicuri mencapai nishâbnya dan keputusan hakim berdasarkan bukti dua orang saksi laki-laki atau dengan cara pengakuan dari si pelaku.
Nishâb (batasan minimal) dalam masalah pencurian, yaitu tiga dirham atau seperempat dinar atau yang senilai dengannya.
عَنْ عَائِشَةَ، عَنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «لَا تُقْطَعُ يَدُ السَّارِقِ إِلَّا فِي رُبْعِ دِينَارٍ فَصَاعِدًا»
Dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , beliau bersabda, ”Tidak dipotong tangan pencuri terkecuali pada seperempat dinar atau lebih”. [HR. Muslim, no. 1684; Nasai, no. 4936; Ibnu Hibban, no. 4464]
MENCURI DARI TETANGGA DOSANYA BERLIPAT GANDA
Semua bentuk pencurian merupakan dosa besar, namun jika yang dicuri adalah rumah tetangga maka dosanya berlipat ganda. Perkara ini dijelaskan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam hadits berikut ini:
Dari Al-Miqdad bin al-Aswad Radhiyallahu anhu, dia berkata:
قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِأَصْحَابِهِ: ” مَا تَقُولُونَ فِي الزِّنَا؟ ” قَالُوا: حَرَّمَهُ اللهُ وَرَسُولُهُ، فَهُوَ حَرَامٌ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ، قَالَ: فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِأَصْحَابِهِ: ” لَأَنْ يَزْنِيَ الرَّجُلُ بِعَشْرَةِ نِسْوَةٍ، أَيْسَرُ عَلَيْهِ مِنْ أَنْ يَزْنِيَ بِامْرَأَةِ جَارِهِ “، قَالَ: فَقَالَ: ” مَا تَقُولُونَ فِي السَّرِقَةِ؟ ” قَالُوا: حَرَّمَهَا اللهُ وَرَسُولُهُ فَهِيَ حَرَامٌ، قَالَ: ” لَأَنْ يَسْرِقَ الرَّجُلُ مِنْ عَشْرَةِ أَبْيَاتٍ، أَيْسَرُ عَلَيْهِ مِنْ أَنْ يَسْرِقَ مِنْ جَارِهِ
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepada para Sahabatnya, “Apa yang kamu katakan mengenai zina?” Mereka menjawab, “Allâh dan Rasul-Nya telah mengharamkannya, maka perbuatan (zina) itu haram sampai hari kiamat”. Kemudian Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada para Sahabatnya, “Sesungguhnya zinanya seorang laki-laki dengan sepuluh wanita, lebih ringan dosanya, daripada dia berzina dengan istri tetangganya”.
Kemudian Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya lagi kepada para Sahabatnya, “Apa yang kamu katakan mengenai mencuri?” Mereka menjawab, “Allâh dan Rasul-Nya telah mengharamkannya, maka perbuatan (mencuri) itu haram”. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya mencurinya seseorang dari sepuluh rumah, lebih ringan dosanya, daripada dia mencuri dari tetangganya”. [Hadits Shahih Riwayat Ahmad, no. 23854; Al-Bukhâri dalam Adabul Mufrad, no. 103; dll]
TAUBAT PENCURI
Mencuri adalah dosa besar, maka kewajiban pencuri untuk bertaubat kepada Allâh Azza wa Jalla dan juga wajib mengembalikan barang curiannya. Imam Adz-Dzahabi berkata, “Para Ulama berkata bahwa taubat pencuri tidak bermanfaat kecuali dengan mengembalikan barang yang telah dia curi.  Jika pencuri itu bangkrut (tidak memiliki uang dan barang), dia meminta halal kepada pemilik harta, wallahu a’lam. [al-Kabâ-ir]
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 04/Tahun XIX/1436H/2015. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

0 Komentar:

Post a Comment

Copyright © 2020.Junedi Ubaidilllah. Powered by Blogger.

Jumlah Pengunjung

Blog Archive

Anda Pengunjung Online

Followers