Merupakan tindakan yang tidak tepat, anak yang masih kecil dan belum baligh tetapi sudah masuk full pondok pesantren. Artinya terpisah dari orang tuanya terutama ibunya, hanya bertemu ketika liburan akhir semester. Perpisahan ini cukup lama. Hal ini tidak tepat, karena dari sisi syariat dan psikologi anak, tidak membenarkan anak yang masih kecil dan belum baligh terpisah dari orang tuanya.
Anak yang belum baligh sangat butuh perhatian lebih dan kasih sayang. Tentu berbeda dengan kasih sayang dan perhatian yang diberikan oleh para pengajar ustadz dan ustadzah di pondok pesantren. Masa kecil adalah masa berbahagia di mana orang tua perlu sekali membina interaksi dan kenangan yang menyenangkan dengan sang anak agar dekat dengan mereka, sehingga mudah mendidik, membimbing dan memberi nasehat.
Terdapat hadits yang melarang memisahkan Ibu dan anaknya, karena memang kebersamaan ibu sangat penting kedudukannya bagi anak kecil.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ فَرَّقَ بَيْنَ الْوَالِدَةِ وَوَلَدِهَا فَرَّقَ اللَّهُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ أَحِبَّتِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Barangsiapa memisahkan antara ibu dan anaknya, maka Allah akan memisahkan dia dan orang yang dicintainya kelak di hari kiamat.” [1]
Batas usia tidak boleh dipisahkan adalah sampai usia baligh, sebagaimana dalam hadits berikut. Sahabat Ubadah bin Shamit radhiallahu ‘anhu berkata,
نهى رسول الله صلى الله عليه وسلم أن يفرق بين الأم وولدها . فقيل : يا رسول الله إلى متى ؟ قال :  حتى يبلغ الغلام ، وتحيض الجارية
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam melarang memisahkan antara ibu dan anaknya. Ada yang bertanya pada beliau, ‘Wahai Rasulullah, sampai kapan?’ Beliau menjawab, ‘Sampai mencapai baligh bila laki-laki dan haidh bila perempuan.’”[2]
Besarnya Perhatian dan Kasih Sayang Ibu
Hak pengasuhan anak selama masih belum tamyiz (usia tujuh tahun umumnya) adalah utamanya di tangan istri selama istri tidak menikah lagi. Ingat juga, hak pengasuhan anak (Hadhanah) perlu diputuskan dengan banyak pertimbangan dari hakim/qadhi.
Ibnul Qayyim menjelaskan,
: ﻓﺈﻧﻪ ﺟﻌﻞ ـ ﻳﻌﻨﻲ ﺍﻟﺸﺎﺭﻉ ـ ﺍﻷﻡ ﺃﺣﻖ ﺑﺎﻟﻮﻟﺪ ﻣﻦ ﺍﻷﺏ، ﻣﻊ ﻗﺮﺏ ﺍﻟﺪﺍﺭ ﻭﺇﻣﻜﺎﻥ ﺍﻟﻠﻘﺎﺀ ﻛﻞ ﻭﻗﺖ ﻟﻮ ﻗﻀﻲ ﺑﻪ ﻟﻸﺏ، ﻭﻗﻀﻰ ﺃﻥ ﻻ ﺗﻮﻟﻪ ﻭﺍﻟﺪﺓ ﻋﻠﻰ ﻭﻟﺪﻫﺎ، ﻭﺃﺧﺒﺮ ﺃﻥ ﻣﻦ ﻓﺮﻕ ﺑﻴﻦ ﻭﺍﻟﺪﺓ ﻭﻭﻟﺪﻫﺎ ﻓﺮﻕ ﺍﻟﻠﻪ ﺑﻴﻨﻪ ﻭﺑﻴﻦ ﺃﺣﺒﺘﻪ ﻳﻮﻡ ﺍﻟﻘﻴﺎﻣﺔ، ﻭﻣﻨﻊ ﺃﻥ ﺗﺒﺎﻉ ﺍﻷﻡ ﺩﻭﻥ ﻭﻟﺪﻫﺎ ﻭﺍﻟﻮﻟﺪ
“Pembuat syariat (Allah) menjadikan ibu lebih berhak mengasuh anak dari bapak karena dekatnya dan memungkinkan bertemu setiap waktu. Jika qadhi memutuskan hak asuh pada bapaknya, tidak boleh melarang ia bertemu dengan ibunya.”[3]
Ini juga sesuai dengan hadits mengenai ibu lebih berhak mengasuh anak yang masih dari sang bapak. Dari ‘Abdullah bin ‘Amr, bahwasanya ada seorang wanita pernah mendatangi Rasulullah mengadukan masalahnya. Wanita itu berkata,
ﻳَﺎ ﺭَﺳُﻮﻝَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺇِﻥَّ ﺍﺑْﻨِﻲ ﻫَﺬَﺍ ﻛَﺎﻥَ ﺑَﻄْﻨِﻲ ﻟَﻪُ ﻭِﻋَﺎﺀً ﻭَﺛَﺪْﻳِﻲ ﻟَﻪُ ﺳِﻘَﺎﺀً ﻭَﺣِﺠْﺮِﻱ ﻟَﻪُ ﺣِﻮَﺍﺀً ﻭَﺇِﻥَّ ﺃَﺑَﺎﻩُ ﻃَﻠَّﻘَﻨِﻲ ﻭَﺃَﺭَﺍﺩَ ﺃَﻥْ ﻳَﻨْﺘَﺰِﻋَﻪُ ﻣِﻨِّﻲ
“Wahai Rasulullah. Anakku ini dahulu, akulah yang mengandungnya. Akulah yang menyusui dan memangkunya. Dan sesungguhnya ayahnya telah menceraikan aku dan ingin mengambilnya dariku.”
Mendengar pengaduan wanita itu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menjawab,
ﺃَﻧْﺖِ ﺃَﺣَﻖُّ ﺑِﻪِ ﻣَﺎ ﻟَﻢْ ﺗَﻨْﻜِﺤِﻲ
“Engkau lebih berhak mengasuhnya selama engkau belum menikah.” [4]
Terdapat hadits larangan memisahkan anak hewan yaitu burung dari induknya. Silahkan direnungkan, untuk hewan saja, ada larangan jangan sampai anak terpisah dari induknya, apalagi manusia. Ini juga renungkan bagi, ibu yang terlalu sibuk mengejar karir sehingga terpisah dan sangat jarang berjumpa dengan anak-anak yang wajib ia asuh.
Dari Abdullah bin Mas’ud beliau berkata,
ﻛﻨَّﺎ ﻣﻊ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻓﻲ ﺳﻔﺮ، ﻓﺎﻧﻄﻠﻖ ﻟﺤﺎﺟﺘﻪ ﻓﺮﺃﻳﻨﺎ ﺣُﻤﺮﺓ ﻣﻌﻬﺎ ﻓﺮﺧﺎﻥ، ﻓﺄﺧﺬﻧﺎ ﻓﺮﺧﻴﻬﺎ، ﻓﺠﺎﺀﺕ ﺍﻟﺤُﻤﺮﺓُ ﻓﺠﻌﻠﺖ ﺗﻔﺮِﺵ، ﻓﺠﺎﺀ ﺍﻟﻨَّﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻓﻘﺎﻝ : ‏ﻣﻦ ﻓﺠﻊ ﻫﺬﻩ ﺑﻮﻟﺪﻫﺎ؟ ﺭﺩُّﻭﺍ ﻭﻟﺪﻫﺎ ﺇﻟﻴﻬﺎ
Suatu ketika kami bersama dengan Rasulullah dalam sebuah perjalanan. Ketika Nabi pergi untuk buang hajat kami melihat seekor burung bersama dua anaknya yang masih kecil. Kami ambil dua anak burung tersebut. Tak lama setelah itu si induk burung datang mencari anaknya. Ketika Nabi datang dan melihat hal tersebut beliau bersabda, ‘Siapa yang membuat induk burung ini mencemaskan anaknya? Kembalikan anaknya kepada induknya!’” [5]
Baca juga:
Demikian semoga bermanfaat
@Yogyakarta Tercinta
Catatan kaki:
[1] HR. Tirmidzi, hasan gharib [2] HR. Al Hakim, Shahih [3] Lihat Zaadul Ma’ad [4] HR Ahmad & Abu Dawud, Hasan [5] HR. Abu Daud, Shahih


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

0 Komentar:

Post a Comment

Copyright © 2020.Junedi Ubaidilllah. Powered by Blogger.

Jumlah Pengunjung

Blog Archive

Anda Pengunjung Online

Followers