Ukhti salihah, pernahkah kamu merinding ketika ditakut-takuti dengan
cerita horor? Konon katanya di rumah-rumah angker terdapat hantu-hantu
yang bergentangayan.
Pernahkah kamu berpikir untuk memperbaiki cara berjilbabmu, supaya lebih menutup
lekuk tubuh dan lebih syar’i? Lalu terlintas di benakmu kekhawatiran
bila diledek teman-temanmu, “Ih, enggak usah segitunya kali! Islam mah
yang biasa-biasa aja, enggak usah terlalu ekstrim.”
Atau pernahkah seorang lelaki berulang kali menghubungimu agar
menerimanya jadi pacarmu, tapi selalu kamu tolak? Alasanmu tiada lain
karena takut berdekatan dengan pacaran dan zina; kamu takut kepada
Allah.
Ya, itulah rasa takut. Ia adalah bagian jiwa manusia. Tiap orang
pasti merasakannya, namun dengan jenis dan kadar yang berbeda. Ada rasa
takut yang bisa mengantarkan ke surga dan ada rasa takut yang malah
menjerumuskan dalam kepedihan neraka. Supaya kita bisa membedakannya,
mari simak uraian berikut ini.
Pertama: Takut yang bernilai ibadah.
Yaitu rasa takut kepada Allah semata, takut yang disertai
pengagungan. Dan itu terbentuk karena iman dan keyakinan. Sekalipun kita
tidak pernah melihat Allah, namun dorongan iman yang ada dalam hatinya,
membuat seseorang merasa sangat takut karena mengagungkan Allah.
Ini merupakah bentuk ibadah hati, sebagai bentuk penghambaan kita kepada Allah.
Allah menjanjikan,
وَلِمَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ جَنَّتَانِ
“Dan bagi orang yang takut akan saat menghadap Tuhannya, ada dua surga.” (QS. Ar-Rahman: 46)
وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَى (*) فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَى
“Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal-(nya).” (QS. An-Nazi’at: 40-41)
Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
سبعة يظلهم الله تعالى في ظله يوم لا ظل إلا ظله إمام عدل وشاب نشأ في
عبادة الله ورجل قلبه معلق في المساجد ورجلان تحابا في الله اجتمعا عليه
وتفرقا عليه ورجل دعته امرأة ذات منصب وجمال فقال إني أخاف الله ورجل تصدق
بصدقة فأخفاها حتى لا تعلم شماله ما تنفق يمينه ورجل ذكر الله خاليا ففاضت
عينا
“Ada tujuh golongan yang akan dinaungi Allah Ta’ala di bawah
naungannya kala tidak ada lagi naungan selain naungan-Nya: (1) pemimpin
yang adil; (2) pemuda yang tumbuh dengan ibadah kepada Allah; (3) lelaki
yang hatinya terpaut dengan masjid; (4) dua orang yang saling mencintai
karena Allah; mereka bersama karena Allah dan berpisah karena Allah;
(5) seorang lelaki yang dirayu untuk berzina oleh seorang wanita yang
berkedudukan dan berparas jelita, namun dia berkata, ‘Sungguh, aku takut
kepada Allah.'; (6) seseorang yang bersedekah secara sembunyi-sembunyi,
sampai-sampai tangan kirinya tidak tahu apa saja yang disedekahkan oleh
tangan kanannya; dan (7) seseorang yang mengingat Allah kala ia
sendirian kemudian berurailah air matanya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Kemudian dinyatakan dalam hadis dari Syaddad bin Aus radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Sesungguhnya Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman,
وعزتي وجلالي لا أجمع لعبدي أبدا أمنين ولا خوفين ؛ إن هو أمنني في
الدنيا ؛ أخفته يوم أجمع فيه عبادي ، وإن هو خافني في الدنيا ؛ أمنته يوم
أجمع فيه عبادي
‘Demi kemuliaan dan ketinggian-Ku, tidaklah mungkin bersatu dua
rasa aman dan dua rasa takut pada diri hamba-Ku, selamanya! Bila ia
merasa aman dari (siksa)-Ku di dunia, Aku akan jadikan dia diliputi
ketakutan pada hari ketika Aku mengumpulkan seluruh hamba-Ku. Bila ia takut kepada (siksa)-Ku di dunia, Aku akan selimuti dirinya dengan rasa aman pada hari ketika Aku mengumpulkan seluruh hamba-Ku.” (HR. Abu Nu’aim; lihat Al-Jami’ Ash-Shahih, no. 4332 dan Ash-Shahihah, no. 742)
Kedua: Rasa takut yang tergolong kesyirikan
Ulama menyebutnya khouf as-Sir (rasa takut kepada sesuatu yang tersembunyi).
Itulah rasa takut yang disertai pengagungan, namun ditujukan kepada
selain Allah. Karena rasa takut semacam ini hakekatnya adalah takut
ibadah. Jika itu diberikan kepada selain Allah, menjadi perbuatan
kesyirikan.
Dulu, orang-orang musyrik menakut-nakuti Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
dan para sahabat, bahwa mereka akan kualat karena menentang Lata, Uzza,
Hubal dan yang sesembahan musyrikin lainnya. Allah berfirman,
وَيُخَوِّفُونَكَ بِالَّذِينَ مِنْ دُونِهِ
”Mereka menakut-nakutimu dengan sesembahan selain Allah.” (QS. az-Zumar: 36).
Kita bisa saksikan, masyarakat yang demen dengan mengagungkan kuburan
wali atau memuja makhluk penjaga beringin atau laut kidul, mereka tidak
segan menakut-nakuti, awas nanti nyi Roro Kidul ngamuk, awas mbah
Petruk ngamuk, hati-hati kalo bicara di pohon itu, dst.
Jenis rasa takut yang statusnya kesyirikan, ada dua,
- Takut kepada selain Allah, karena diyakini dia bisa menimpakan balak kepada dirinya, padahal tidak ada hubungan apapun antara dia dengan yang ditakuti. Seperti ketakutan sebagian orang kepada sosok yang diyakini sebagai penjaga gunung, laut, atau tempat-tempat tertentu. Penjaga ini bisa ngamuk dan akan menghukum mereka yang kurang ajar kepadanya.
- Takut kepada selain Allah terkait akhirat. Dia takut jika tidak memberikan pemujaan kepada makhluk itu, maka si makhluk tidak akan memberi pertolongan kepadanya kelak di akhirat.
(Syarh Kitab Tauhid Syaikh Soleh Alu Syaikh).
Ketiga: Rasa takut yang bernilai maksiat
Itulah ketakutan yang bersumber dari tabiat asli manusia, namun
menyebabkan seseorang melanggar larangan Allah atau meniggalkan
kewajiban. Rasa takut ini bernilai maksiat karena dia menjadi sebab
orang melakukan maksiat.
Allah melarang hal ini dalam al-Quran. Orang takut kepada manusia sehingga membuat dia meninggalkan kewajiban kepada Allah.
Allah berfirman,
فَلاَ تَخَافُوهُمْ وَخَافُونِ
“Karenaitu, janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku.” (QS. Ali Imran: 175)
Allah juga berfirman,
فَلاَ تَخْشَوُاْ النَّاسَ وَاخْشَوْنِ
“Karenaitu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlahkepada-Ku.” (QS. Al-Maidah: 44)
Keempat: Rasa takut yang manusiawi
Itulah rasa takut terhadap semua hal yang membahayakan diri kita.
Seperti takut terhadap orang jahat, takut singa, takut ular, dan
lain-lain. Rasa takut semacam ini dibolehkan, selama tidak sampai
kelewat batas.
Ketika Musa dikejar-kejar Fir’aun, beliau sangat ketakutan. Allah menceritakan,
فَأَصْبَحَ فِي الْمَدِينَةِ خَائِفاً يَتَرَقَّبُ
“Karena itu, di kota itu Musamenjadi takutmenunggu-nunggu dengan khawatir (akibat perbuatannya).” (QS. Al-Qashash: 18)
Musa juga mengatakan,
قَالَ رَبِّ إِنِّي أَخَافُ أَن يُكَذِّبُونِ
“Musaberkata,’WahaiTuhanku, sesungguhnyaaku takut bilamereka akanmendustakanku.” (QS.
Asy-Syu’ara: 12).
قَالَا رَبَّنَا إِنَّنَا نَخَافُ أَن يَفْرُطَ عَلَيْنَا أَوْ أَن
يَطْغَى (*) قَالَ لَا تَخَافَا إِنَّنِي مَعَكُمَا أَسْمَعُ وَأَرَى
“Merekaberdua berkata,’WahaiTuhan kami, sesungguhnya kami khawatir
bahwa ia segera menyiksa kamiatau akan bertambah melampaui batas.’Allah
berfirman, ‘Jangankhawatir! SesungguhnyaAku beserta kalianberdua;Aku
mendengar dan melihat.’” (QS. Thaha: 45-46)
Kelima: Rasa takut yang tak beralasan
Yaitu ketakutan tanpa sebab atau penyebab takutnya itu sepele. Rasa
takut seperti ini tercela. Bila ada orang yang merasakan ketakutan jenis
ini berarti dia termasuk penakut. Sifat penakut membuat orang menjadi
rendah. Iman yang sempurna, sifat tawakal, dan sifat berani mampu
menghilangkan jenis takut ini.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam meminta perlindungan kepada Allah agar jangan sampai menjadi penakut,
اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِن َالْعَجْزِ وَ الْكَسَلِ وَ
الْجُبْنِ وِ الْبُخْلِ وَ الْهَرَمِ وَ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ
الْقَبْرِ وَ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ النَّارِ وَ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ
فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ
(Allaahummaainnii a’udzuu bika minal ‘ajzi wal kasali wal jubni
wal bukhli walharami, wa a’udzuu bika min ‘adzaabil qabri wa a’uudzu
bika min’adzaabin naari wa ‘adzuu bika min fitnatil mahyaa wal mamaat)
“YaAllah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari sifat malas dansifat penakut,
serta dari sifat kikir dan kepikunan. Aku berlindungkepadamu dari siksa
di alam kubur. Aku berlindung kepadamu dari siksaneraka. Aku berlindung
kepadamu dari ujian semasa hidup (di dunia)dan ujian semasa di alam
kematian.” (HR. Muslim, no. 2706)
Wallahua’lam.
Semoga bermanfaat.
—
Penyusun: Athirah Mustadjab (Ummu Asiyah)
Murajaah: Ustadz Ammi Nur Baits
Murajaah: Ustadz Ammi Nur Baits
Artikel WanitaSalihah.Com
Referensi:
Qaulul Mufid fi Adillatit Tauhid, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Al-Wushabi, 1427 H (2006 M), Dar Ibnu Hazm.
Shahih Muslim, Al-Maktabah Asy-Syamilah.
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer