Allah Subhaanahu wa Ta’aala telah memilihkan untuk para nabi beberapa sunnah dan memerintahkan umatnya untuk mengikutinya serta menjadikannya sebagai syi’ar yang membedakan mereka dengan selain mereka. Sunnah-sunnah itu dinamakan Sunanul Fitrah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
« عَشْرٌ مِنَ الْفِطْرَةِ قَصُّ الشَّارِبِ وَإِعْفَاءُ اللِّحْيَةِ وَالسِّوَاكُ وَاسْتِنْشَاقُ الْمَاءِ وَقَصُّ الأَظْفَارِ وَغَسْلُ الْبَرَاجِمِ وَنَتْفُ الإِبْطِ وَحَلْقُ الْعَانَةِ وَانْتِقَاصُ الْمَاءِ » . قَالَ زَكَرِيَّاءُ قَالَ مُصْعَبٌ وَنَسِيتُ الْعَاشِرَةَ إِلاَّ أَنْ تَكُونَ الْمَضْمَضَةَ
“Ada 10 sunnah yang termasuk fitrah (yakni sunanul fitrah), yaitu: mencukur kumis, membiarkan janggut, bersiwak, menghirup air ke hidung, memotong kuku, mencuci lipatan jari, mencabut bulu ketiak, mencukur bulu kemaluan dan beristinja’.” Zakariyya salah seorang perawi hadits tersebut berkata, “Saya lupa yang kesepuluhnya, namun kalau tidak salah adalah berkumur-kumur.” (HR. Muslim)
خَمْسٌ مِنَ الْفِطْرَة ِالْخِتَانُ ، وَالاِسْتِحْدَادُ ، وَنَتْفُ الإِبْطِ ، وَتَقْلِيمُ الأَظْفَارِ ، وَقَصُّ الشَّارِبِ »
“Ada lima hal yang termasuk fitrah (sunanul fitrah), yaitu: khitan, istihdaad, mencabut bulu ketiak, memotong kuku dan mencukur kumis.” (HR. Bukhari)
Hadits ini dan lainnya menunjukkan perhatian Islam terhadap kebersihan jasmani di samping rohani.
Penjelasan tentang Sunanul Fitrah:
1. Khitan
Khitan artinya memotong kulit yang menutupi kepala dzakar. Hal ini bagi laki-laki, adapun wanita, maka dengan memotong bagian farji yang agak maju ke depan.
Jumhur ulama berpendapat bahwa berkhitan hukumnya wajib. Di antara dalilnya adalah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada seeorang yang baru masuk Islam:
أَلْقِ عَنْكَ شَعْرَ الْكُفْرِ وَاخْتَتِنْ
“Hilangkanlah rambut kekufuran dan berkhitanlah.” (Hasan, diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Baihaqi)
Khitan disyari’atkan tidak hanya bagi laki-laki, wanita juga disyari’atkan, dalilnya adalah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada wanita tukang khitan di Madinah:
اِخْفِضِيْ وَلاَ تُنْهِكِيْ فَإِنَّهُ أَنْضَرُ لِلْوَجْهِ وَاحْظَى لِلزَّوْجِ
“Rendahkanlah dan jangan terlalu naik, karena hal itu dapat mencemerlangkan wajah dan menguntungkan suami.” (HR. Abu Dawud dan lain-lain)
Khitan merupakan sunnah Nabi Ibrahim ‘alaihis salam, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
اخْتَتَنَ إِبْرَاهِيمُ عَلَيْهِ السَّلَام وَهُوَ ابْنُ ثَمَانِينَ سَنَةً بِالْقَدُّومِ
“Nabi Ibrahim ‘alaihis salam berkhitan ketika berusia 80 tahun dengan menggunakan qaddum.” (HR. Bukhari)
Qaddum bisa berarti kapak, bisa juga berarti nama sebuah tempat di Syam, yakni Nabi Ibrahim ‘alaihis salam berkhitan di Qaddum.
Ulama madzhab Syafi’i menganjurkan agar khitan dilakukan pada hari ketujuh dari kelahiran, dalilnya adalah hadits Jabir bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meng’aqiqahkan Hasan dan Husain serta mengkhitannya ketika hari ketujuh. Juga berdasarkan kata-kata Ibnu Abbas, ia berkata, “Ada tujuh sunnah bagi bayi ketika hari ketujuh, yaitu: diberi nama, dikhitan,…dst.” kedua hadits ini meskipun ada kelemahan, namun yang satu menguatkan yang lain, karena sumbernya berbeda dan di sana tidak terdapat seorang yang tertuduh dusta (Lih. Tamaamul Minnah).
Tidak ada dalil yang menerangkan kapan batas waktunya. Meskipun begitu, hendaknya seorang wali tidak membiarkan anaknya tidak dikhitan hingga baligh.
Manfaat khitan adalah agar tidak berkumpul kotoran di sana, keluar air kencing tanpa sisa yang mengendap dan agar tidak mengurangi kenikmatan berjima’.
2. Mencukur bulu kemaluan dan mencabut bulu ketiak
Mencukur bulu kemaluan dan mencabut bulu ketiak bisa dilakukan dengan alat cukur, dengan gunting, dicabut langsung dengan tangan dan boleh dengan obat yang menghilangkan bulu tersebut.
3. Memotong kuku
Tentang memotong kuku sudah cukup jelas, manfaatnya adalah agar bersih dari kotoran, karena jika kuku dibiarkan panjang, akan berkumpul kotoran di sana, sedangkan kita makan menggunakan jari-jemari tangan. Ketika memotong kuku, dianjurkan mendahulukan tangan kanan, lalu yang kiri, kaki kanan, lalu kaki kiri.
4. Mencukur kumis
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
خَالِفُوا الْمُشْرِكِيْنَ، وَوَفِّرُوا اللِّحَى، وَأَحْفُوا الشَّوَارِبَ
“Selisihilah orang-orang musyrikin, lebatkanlah janggut dan cukurlah kumis.” (HR. Bukhari dan Muslim)
مَنْ لَمْ يَأْخُذْ مِنْ شَارِبِهِ، فَلَيْسَ مِنَّا
“Barang siapa yang tidak mencukur kumisnya, maka ia tidak termasuk orang yang menempuh jalan kami.” (HR. Ahmad, Nasai’, Tirmidzi dan ia menshahihkannya)
Dalam mencukur kumis dibolehkan mencabut habis maupun meratakan. Ibnu Qudaamah dalam Al Mughniy berkata, “Seseorang diberi pilihan antara mencabut habis maupun hanya memotong tanpa menghabiskan (meratakan).”
Dalil mencabut habis adalah hadits di atas, sedangkan dalil meratakan adalah hadits berikut:
جُزُّوا الشَّوَارِبَ وَأَرْخُوا اللِّحَى خَالِفُوا الْمَجُوسَ
“Ratakanlah kumis dan lebatkanlah janggut, selisihilah orang-orang Majusi.” (HR. Muslim)
Tujuan mencukur kumis adalah agar kumis tidak menjulur ke bawah sehingga makanan atau minuman menempel di situ, serta agar tidak berkumpul kotoran.
Faedah/catatan:
Dianjurkan mencukur bulu kemaluan, mencabut bulu ketiak, memotong kuku, mencukur kumis sepekan sekali. Namun batas terakhirnya adalah selama 40 hari, tidak boleh lebih, berdasarkan hadits Anas radhiyallahu ‘anhu berikut:
وَقَّتَ لَنَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي قَصِّ الشَّارِبِ ، وَتَقْلِيْمِ الْاَظَافِرِ ، وَنَتْفِ اْلاِبْطِ ، وَحَلْقِ الْعَانَةِ ، أَلَّا يُتْرَكَ أَكْثَرُ مِنْ أَرْبَعِيْنَ لَيْلَةً
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi waktu kepada kami dalam mencukur kumis, memotong kuku, mencabut bulu ketiak dan mencukur bulu kemaluan agar tidak lebih dari 40 hari.” (HR. Ahmad, Abu Dawud dan lain-lain)
5. Membiarkan janggut
Janggut yang tumbuh merupakan ciri kelaki-lakian seseorang. Oleh karenanya, Islam memerintahkan untuk membiarkan janggut tumbuh di samping untuk menyelisihi orang-orang musyrik. Berdasarkan beberapa hadits di atas para fuqaha’ (ahli fiqh) berpendapat wajibnya membiarkan janggut tumbuh dan haramnya mencukur janggut.
Dalam hal memelihara janggut, hendaknya seseorang bersikap tengah-tengah, yakni jika ia memendekkannya, maka jangan terlalu pendek dan jangan juga membiarkan janggut hingga panjang sekali serta tidak terurus. Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Selisihilah orang-orang musyrik; lebatkanlah janggut dan cukurlah kumis” (Muttafaq ‘alaih, Bukhari menambahkan, “Ibnu Umar apabila naik hajji atau umrah, ia menggenggam janggutnya, selebihnya ia cukur.”)
6. Ikraamusy sya’r (memelihara rambut)
Memelihara rambut maksudnya adalah merapihkan, menyisir dan meminyaki rambut. Hal ini diperintahkan oleh Islam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ كَانَ لَهُ شَعْرٌ فَلْيُكْرِمْهُ
“Barang siapa yang memiliki rambut, maka hendaknya ia pelihara.” (HR. Abu Dawud)
Jabir bin Abdullah berkata:
أَتَانَا رَسُوْلُ اللّهِ صَلَّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرَأَى رَجُلاً شَعِثاً قَدْ تَفَرَّقَ شَعْرُهُ فَقَالَ: “أَمَا كَانَ يَجِدُ مَا يُسَكِّنُ بِهِ شَعْرَهُ؟” وَرَأَى رَجُلاً آخَرَ وَعَلَيْهِ ثِيَابٌ وَسِخَةٌ فَقَالَ: “أَمَا كَانَ هَذَا يَجِدُ مَاءً يَغْسِلُ بِهِ ثَوْبَهُ؟”.
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah datang kepada kami, lalu dilihatnya ada seorang yang berambut kusut dan tidak tertata, maka Beliau bersabda, “Apakah ia tidak memiliki sesuatu yang digunakan untuk menata rambutnya?” pernah juga dilihatnya seseorang mengenakan pakaian kotor, maka Beliau bersabda, “Apakah orang ini tidak memperoleh air untuk mencuci bajunya?” (HR. Abu Dawud)
Namun demikian, dalam menyisir janganlah terlalu berlebihan sampai menjadikannya sebagai kebiasaan atau memberikan perhatian yang besar terhadapnya. Oleh karena itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang seseorang sering-sering dalam menyisir. Abdullah bin Mughaffal radhiyallahu ‘anhu berkata:
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ التَّرَجُّلِ إِلَّا غِبًّا
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang terlalu sering menyisir kecuali jika jarang-jarang.” (HR. Nasa’i)
Dalam menyisir, kita dianjurkan mendahulukan bagian kanan. Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata: “Beliau suka mendahulukan bagian kanan dalam hal yang bisa dilakukan, baik dalam menyisir maupun dalam berwudhu’.” (HR. Bukhari)
Faedah/catatan:
Mencukur habis rambut kepala hukumnya mubah, demikian juga memanjangkannya bagi orang yang siap memeliharanya. Namun dalam memanjangkan rambut tidak boleh mirip dengan kaum wanita. Ibnu Abbas berkata:
لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُتَشَبِّهَاتِ بِالرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْمُتَشَبِّهِينَ بِالنِّسَاءِ مِنَ الرِّجَالِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat wanita yang menyerupai laki-laki dan laki-laki yang menyerupai wanita.” (HR. Tirmidzi, ia berkata: “Hadits hasan shahih”)
Meskipun demikian, lebih dianjurkan seseorang berambut pendek, karena rambut Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kira-kira sampai pertengahan leher. Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata:
كَانَ شَعْرُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَوْقَ الْوَفْرَةِ وَدُونَ الْجُمَّةِ
“Rambut Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melebihi wafrah, namun tidak sampai jammah.” (HR. Abu Dawud)
Wafrah adalah rambut yang sampai ke bagian bawah telinga, jika melewatinya disebut lammah, sedangkan jika sampai pundak disebut jammah.
Perlu diingat, bahwa dalam mencukur rambut, dilarang dengan model qaza’, yakni mencukur sebagian rambut dan meninggalkan bagian yang lain. Ibnu Umar berkata:
نَهَى رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الْقَزَعِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang qaza’.”
Lalu ada yang bertanya kepada Naafi’: “Apa itu qaza’?” Ia menjawab, “Yaitu mencukur sebagian kepala si anak dan membiarkan sebagian lagi.” (Muttafaq ‘alaih)
7. Membiarkan uban tumbuh baik di janggut maupun di kepala.
Dalam hal ini laki-laki maupun wanita adalah sama. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ تَنْتِفِ الشَّيْبَ فَإِنَّهُ نُوْرُ الْمُسْلِمِ ، مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَشِيْبُ شَيْبَةً فِي الْاِسْلاَمِ إِلَّا كَتَبَ اللهُ لَهُ بِهَا حَسَنَةً ، وَرَفَعَهُ بِهَا دَرَجَةً ، وَحَطَّ عَنْهُ بِهَا خَطِيْئَةٌ
“Janganlah kamu mencabut uban, karena ia merupakan cahaya seorang muslim. Tidak ada satu pun muslim yang tumbuh uban di masa Islam kecuali Allah akan mencatat untuknya satu kebaikan, meninggikan satu derajat dan menggugurkan satu kesalahan.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’i dan Ibnu Majah)
Anas radhiyallahu ‘anhu berkata: “Kami tidak menyukai seseorang mencabut rambut putih di kepala dan janggutnya.” (HR. Muslim)
8. Merubah warna uban dengan hina’ (inai), warna merah, kuning dsb.
Hal ini berdasarkan hadits Abu Hurairah ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ الْيَهُوْدَ وَالنَّصَارَى لاَ يَصْبِغُوْنَ فَخَالِفُوْهُمْ
“Sesungguhnya orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak mencelup/mewarnai (uban), maka selisihilah mereka.” (HR. Jama’ah)
Juga berdasarkan hadits Abu Dzar, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ أَحْسَنَ مَا غَيَّرْتُمْ بِهِ هَذَا الشَّيْبَ الْحِنَاءُ وَالْكَتْمُ
“Sesungguhnya alat terbaik yang dapat kamu gunakan untuk merubah warna uban ini adalah inai dan katam.” (Shahih, HR. Lima orang)
Katam adalah sejenis tumbuhan yang mengeluarkan warna hitam ke merah-merahan.
Dalam mewarnai uban, jauhilah warna hitam. Dalilnya adalah hadits Jabir berikut:
“Abu Quhaafah (bapak Abu Bakar Ash Shiddiq) pernah dibawa pada saat penaklukkan Makkah. Ketika itu, rambut dan janggutnya putih seperti kapas. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Rubahlah warnanya dengan sesuatu, dan hindarilah warna hitam.” (HR. Muslim)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
يكون قَوْمٌ يَخْضِبُونَ في آخِرِ الزَّمَانِ بِالسَّوَادِ كَحَوَاصِلِ الْحَمَامِ لَا يَرِيحُونَ رَائِحَةَ الْجَنَّةِ
“Akan ada di akhir zaman orang-orang yang akan mewarnai dengan warna hitam seperti tembolok merpati, mereka itu tidak mencium baunya surga.” (Shahih, HR. Abu Dawud dan Nasa’i)
9. Memakai minyak wangi, baik kesturi maupun lainnya.
Minyak wangi dapat menyegarkan jiwa, menenangkan hati dan membangkitkan jiwa serta membuatnya semangat.
Tentang memakai minyak wangi, Rasulullah bersabda:
مَنْ عُرِضَ عَلَيْهَ طِيْبٌ فَلاَ يَرُدَّهُ ، فَإِنَّهُ خَفِيْفُ الْمَحْمَلِ طَيِّبُ الرَّائِحَةِ
“Barangsiapa yang ditawarkan minyak wangi, maka janganlah menolak, karena ia mudah dibawa dan baunya wangi.” (HR. Muslim, Nasa’i dan Abu Dawud)
10. Bersiwak
Bersiwak dianjurkan dalam setiap keadaan, hanyasaja lebih ditekankan lagi dalam beberapa keadaan berikut:
- Ketika hendak berwudhu’
- Ketika hendak shalat
- Ketika hendak membaca Al Qur’an
- Ketika masuk rumah
- Ketika bangun malam
Wallahu a’lam, wa shallallahu ‘alaa Muhammad wa ‘alaa aalihi wa shabihi wa salam.
Ditulis oleh Marwan bin Musa, Disebarluaskan melalui www.arabic.web.id
Maraaji’: Fiqhus Sunnah, Fat-hul Bari, Tamaamul Minnah, Al Wajiz, Zaadul Ma’aad dll.

Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
Segala puji hanyalah untuk Allah semata, Shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada nabi yang tiada lagi nabi sesudahnya, Nabi kita Muhammad dan juga kepada keluarga nya, para Sahabat, dan orang-orang yang mengikuti petunjuknya sampai hari kiamat.  Amma ba’du.
Wahai saudaraku seiman.. Sesungguhnya pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan ada malam kemuliaan (lailatul qadar). Ini adalah malam yang memiliki keutamaan yang agung. Diantara keutamaannya:
1. Malam lailatul qadar adalah malam yang penuh keberkahan sebagaimana firman Allah ta’ala:
﴿ إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ * فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ * أَمْرًا مِنْ عِنْدِنَا إِنَّا كُنَّا مُرْسِلِينَ ﴾ [الدخان: 3 -5].
“ Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan Sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah,(yaitu) urusan yang besar dari sisi kami. Sesungguhnya Kami adalah yang mengutus rasul-rasul” (Ad Dukhan : 3-5)
2. Malam lailatul qadar adalah malam mulia nan agung sebagaimana firman Allah ta’ala:
﴿ إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ ﴾ [القدر: 1]
Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan” (Al Qadar:1)
Pada malam itu Allah menetapkan apa yang terjadi sepanjang tahun dan memutuskan segala perkara nya yang penuh hikmah.



Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
read more
Oleh: Ummu ‘Abdillah Al Wadi’iyyah Hafizhahallahu
Al-Bukhari rahimahullâh berkata (9/132): Musaddad mengabarkan kepada kami, dia berkata: Yahya mengabarkan kepada kami dari dari ‘Ubaidillah, ia berkata: Sa’id bin Abi Sa’id mengabarkan kepadaku dari bapaknya, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لأَرْبَعٍ: لِمَالِهَا، وَلِحَسَبِهَا، وَجَمَالِهَا، وَلِدِينِهَا، فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ
“Wanita itu dinikahi karena empat perkara: karena hartanya, kemuliaan nasabnya, kecantikannya, dan karena agamanya. Maka nikahilah wanita yang baik agamanya niscaya kamu beruntung.”
Hadits tersebut diriwayatkan pula oleh Al-Imam Muslim (2/1086).
Makna hadits tersebut adalah bahwa dalam memilih wanita sebagai istri, manusia terbagi menjadi empat bagian:
1. Di antara mereka ada yang menyukai wanita yang memiliki agama dan berharta.
2. Ada yang menyukai wanita yang memiliki nasab mulia.
3. Ada yang menyukai wanita berwajah rupawan.
4. Dan yang menyukai wanita yang baik agamanya.
Memilih wanita hanya karena hartanya, jika wanita tersebut tidak berhias dengan ketaqwaan, maka hal ini tidak sepantasnya dilakukan. Karena dengan kondisinya itu, dia menginginkan untuk memiliki kebebasan yang mutlak. Suaminya menjadi budaknya, dan dia akan membanggakan dirinya di hadapan suaminya. Tindak tanduknya menunjukkan hal itu, bahkan terkadang juga ucapannya.
أَيُّهَا المنْكِحُ الثُّرَيَّا سُهَيْلا عَمْرَكَ اللهُ كَيْفَ يَلْتَقِيَانِ
هِيَ شَامِيَّةٌ إِذَا مَا اسْتَهَلَّتْ وَسُهَيْلٌ إِذَا اسْتَهَلَّ يَمَانِي
Wahai orang yang menikahkan (bintang) Tsurayya dengan (bintang) Suhail
Aku ingatkan engkau kepada Allah, bagaimana mungkin keduanya bertemu
Tsurayya adalah bintang negeri Syam jika tampak bercahaya
Sedangkan Suhail jika tampak bercahaya adalah bintang Yaman
Demikianlah juga wanita yang bernasab mulia (terpandang). Jika suaminya tidak setara dengannya dalam hal nasab, dia akan membanggakan dirinya di hadapannya jika tidak berhias dengan ketaqwaan. Setiap saat, wanita itu akan menyebut-nyebut nasabnya yang mulia dan berkata:
وَمَا هِنْدُ إِلا مُهْرَةً عَرَبِيَّةً سُلالَةَ أَفْرَاسٍ تَخَلَّلَهَا بَغْلُ
فَإِنْ وَلَدَتْ فَحْلا فَمِنْ طِيبِ أَصْلِهَا وَإِنْ وَلَدَتْ بَغْلا فَمِنْ ذَلِكَ البَغْلُ
Tiadalah Hindun melainkan anak kuda Arab
Keturunan kuda yang dicampuri baghal (peranakan kuda dengan keledai)
Jika dia melahirkan anak kuda jantan, maka asalnya dari nasab yang baik
Jika dia melahirkan baghal, maka asalnya dari baghal itu
Demikian juga wanita yang berwajah rupawan. Dia akan membanggakan dirinya di hadapan suaminya jika dia tidak berhias dengan ketakqwaan. Dan wanita yang dianjurkan Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam untuk dipilih adalah yang memiliki agama yang baik.
Hal ini bukan berarti seorang laki-laki hendaknya berpaling dari wanita yang berharta, rupawan dan bernasab mulia. Namun maksudnya adalah agar dia tidak menjadikan hal-hal tersebut sebagai tolak ukur sehingga lebih mengutamakannya daripada wanita yang memiliki agama yang baik. Adapun seandainya semua hal tersebut terkumpul dengan kebaikan agama, maka yang demikian lebih bagus.
Wanita yang baik agamanya adalah wanita yang bertaqwa. Dia senantiasa melaksanakan perkara-perkara yang telah Allah Subhânahu wa Ta’âlâ wajibkan dan meninggalkan larangan-larangan-Nya. Sebagaimana firman Allah Subhânahu wa Ta’âlâ:
فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللهُ
“Sebab itu maka wanita yang shalihah, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka).” (An-Nisaa’: 34)
Dia akan menjaga dirinya dan harta suaminya. Dia tidak akan keluar kecuali dengan izin suaminya, dan mengetahui hak-haknya tanpa melampaui batas.



Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
read more
Sesungguhnya Allah mewajibkan dalam sehari semalam shalat lima waktu. Shalat lima waktu tersebut adalah tiang agama, di samping sebagai pemisah antara seseorang dengan kekufuran. Selain shalat lima waktu ada pula shalat-shalat lainnya yang disyari’atkan sebagai tambahan dan penutup kekurangan, hukumnya sunat. Shalat inilah yang disebut dengan nama shalat tathawwu’ (sunat).
Dalam sebuah hadits disebutkan, bahwa ada seseorang yang bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang (kewajiban) dalam Islam? Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab:
« خَمْسُ صَلَوَاتٍ فِى الْيَوْمِ وَاللَّيْلَةِ » .
“Shalat lima waktu sehari semalam.”
Orang itu bertanya, “Apakah ada kewajiban lagi selain itu?”
Beliau menjawab, “Tidak, kecuali jika anda ingin bertathawwu’…dst.” (HR. Bukhari)
Keutamaan shalat tathawwu’
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ النَّاسُ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ أَعْمَالِهِمُ الصَّلاَةُ قَالَ: يَقُوْلُ رَبُّنَا عَزَّ وَجَلَّ لِمَلاَئِكَتِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ: اُنْظُرُوا فِي صَلاَةِ عَبْدِيْ أَتَمَّهَا أَمْ نَقَصَهَا فَإِنْ كَانَتْ تَامَّةً كُتِبَتْ لَهُ تَامَّةً، وَإِنْ كَانْ انْتَقَصَ مِنْهَا شَيْئاً قَالَ: انْظُرُوْا هَلْ لِعَبْدِيْ مِنْ تَطَوُّعٍ، فَإِنْ كَانَ لَهُ تَطَوُّعٌ قَالَ: أَتِمُّوْا لِعَبْدِيْ فَرِيْضَتَهُ مِنْ تَطَوُّعِهِ ثُمَّ تُؤْخَذُ اْلأَعْمَالُ عَلَى ذَلِكُمْ
“Sesungguhnya amalan yang pertama kali dihisab pada hari kiamat adalah shalat. Allah Azza wa Jalla akan berkata kepada para malaikat-Nya sedangkan Dia lebih mengetahui, “Lihatlah shalat hamba-Ku, apakah dia menyempurnakannya atau menguranginya?” jika ternyata sempurna, maka dicatat sempurna. Namun jika kurang, Allah berfirman, “Lihatlah! Apakah hamba-Ku memiliki ibadah sunat?” Jika ternyata ada, Allah berfirman, “Sempurnakanlah shalat fardhu hamba-Ku dengan shalat sunatnya,” lalu diambil amalannya seperti itu.” (HR. Empat orang ahli hadits dan dishahihkan oleh Syaikh Al Albani)
Macam-macam shalat sunat dan keutamaanya
1. Shalat sunat rawatib
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا مِنْ عَبْدٍ مُسْلِمٍ يُصَلِّى لِلَّهِ كُلَّ يَوْمٍ ثِنْتَىْ عَشْرَةَ رَكْعَةً تَطَوُّعًا غَيْرَ فَرِيضَةٍ إِلاَّ بَنَى اللَّهُ لَهُ بَيْتًا فِى الْجَنَّةِ أَوْ إِلاَّ بُنِىَ لَهُ بَيْتٌ فِى الْجَنَّةِ »
“Tidak ada seorang muslim yang melakukan shalat karena Allah dalam setiap harinya sebanyak 12 rak’at; yakni shalat sunat yang bukan fardhu, kecuali Allah akan membangunkan untuknya rumah di surga atau akan dibangunkan untuknya rumah di surga.” (HR. Muslim)
Yaitu 4 rak’at sebelum Zhuhur dan 2 rak’at setelahnya, 2 rak’at setelah Maghrib, 2 rak’at setelah Isya dan 2 rak’at sebelum shalat Shubuh sehingga jumlahnya 12. Bisa juga sebelum Zhuhur 2 rak’at, sehingga jumlahnya 10.
2. Shalat malam (Tahajjud)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
« أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلاَةُ اللَّيْلِ » .
“Puasa yang paling utama setelah Ramadhan adalah bulan Allah Muharram (yakni tanggal sepuluh dengan sembilannya), dan shalat yang paling utama setelah shalat fardhu adalah shalat malam.” (HR. Muslim)
3. Shalat dhuha

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
« يُصْبِحُ عَلَى كُلِّ سُلاَمَى مِنْ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ فَكُلُّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْىٌ عَنِ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ وَيُجْزِئُ مِنْ ذَلِكَ رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُمَا مِنَ الضُّحَى » .
“Pada pagi hari setiap persendian kamu harus bersedekah; setiap tasbih adalah sedekah. Setiap tahmid adalah sedekah, setiap tahlil (ucapan Laailaahaillallah) adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, amar ma’ruf adalah sedekah, nahi mungkar juga sedekah dan hal itu bisa terpenuhi oleh dua rak’at yang dikerjakannya di waktu Dhuha.” (HR. Muslim)
Jumlah shalat Dhuha bisa 2 rak’at, 4 rak’at, 6 rak’at, 8 rak’at maupun 12 rak’at.
4. Shalat dua rak’at setelah wudhu’
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوئِى هَذَا ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ ، لاَ يُحَدِّثُ فِيهِمَا نَفْسَهُ ، غَفَرَ اللَّهُ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ » .
“Barang siapa yang berwudhu seperti wudhuku ini, kemudian shalat dua rak’at dengan khusyu’ melainkan Allah akan mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari dan Muslim)
5. Shalat tahiyyatul masjid
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا دَخَلَ أَحَدُكُمُ الْمَسْجِدَ فَلاَ يَجْلِسْ حَتَّى يُصَلِّيَ رَكْعَتَيْنِ
“Apabila salah seorang di antara kamu masuk ke masjid, maka janganlah duduk sampai ia shalat dua rak’at.” (HR. Bukhari)
Zhahir hadits ini adalah wajibnya shalat tahiyyatul masjid, namun jumhur ulama berpendapat bahwa hukumnya sunat.
6. Shalat antara azan dan iqamat
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
بَيْنَ كُلِّ أَذَانَيْنِ صَلاَةٌ بَيْنَ كُلِّ أَذَانَيْنِ صَلاَةٌ ثُمَّ قَالَ فِي الثَّالِثَةِ لِمَنْ شَاءَ
“Antara dua azan (azan dan iqamat) ada shalat, antara dua azan ada shalat,” pada ketiga kalinya Beliau mengatakan, “Bagi siapa saja yang mau.” (HR. Bukhari)
7. Shalat tobat
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا مِنْ رَجُلٍ يُذْنِبُ ذَنْباً ثُمَّ يَقُوْمُ فَيَتَطَهَّرُ ثُمَّ يُصَلِّي ثُمَّ يَسْتَغْفِرُ اللهَ إِلاَّ غَفَرَ اللهُ لَهُ
“Tidak ada seseorang yang melakukan suatu dosa, kemudian ia berdiri dan berwudhu, lalu shalat. Setelah itu, ia meminta ampun kepada Allah, melainkan Allah akan mengampuninya.”
Kemudian Beliau membacakan surat Ali Imran: 135. (HR. Tirmidzi dan Abu Dawud, dan dihasankan oleh Al Albani)
8. Shalat Sebelum Adzan Jum’at
Rasulullah shallalllahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
« مَنِ اغْتَسَلَ ثُمَّ أَتَى الْجُمُعَةَ فَصَلَّى مَا قُدِّرَ لَهُ ثُمَّ أَنْصَتَ حَتَّى يَفْرُغَ مِنْ خُطْبَتِهِ ثُمَّ يُصَلِّىَ مَعَهُ غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجُمُعَةِ الأُخْرَى وَفَضْلَ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ » .
“Barang siapa yang mandi kemudian menghadiri shalat Jum’at, sebelumnya ia shalat semampunya, lalu ia diam sampai khatib menyelesaikan khutbahnya, kemudian ia shalat bersamanya, maka akan diampuni dosa-dosanya antara Jum’at yang satu ke Jum’at berikutnya dengan ditambah tiga hari.” (HR. Muslim)
Shalat ini tidak dilakukan setelah azan dikumandangkan, tetapi sebelumnya sampai khatib datang.
9. Shalat ba’diyyah Jum’at
Rasulullah shallalllahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
« إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمُ الْجُمُعَةَ فَلْيُصَلِّ بَعْدَهَا أَرْبَعًا » .
“Apabila salah seorang di antara kamu shalat Jum’at, maka kerjakanlah setelahnya empat rak’at.” (HR. Muslim)
Bisa juga ia kerjakan hanya dua rak’at karena Rasulullah shallalllahu ‘alaihi wa sallam pernah melakukannya.
10. Shalat sunat di masjid sepulang safar
Ka’ab bin Malik mengatakan: Beliau –yakni Rasulullah shallalllahu ‘alaihi wa sallam- apabila pulang dari safar, memulai datang ke masjid, lalu shalat dua rak’at, kemudian duduk menghadap orang-orang.” (HR. Bukhari dan Muslim)



Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
read more
Kurma adalah buah yang berkah yang telah diwasiatkan kepada kita dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam untuk memulai buka puasa kita pada bulan Ramadhan dengannya. Dari Salman bin ‘Amir radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
" إذا أفطر أحدكم فليفطر على تمر ، فإنه بركة ، فإن لم يجد تمرا فالماء ، فإنه طهور " رواه أبو داود والترمذي .

Apabila salah seorang di antara kalian berbuka, hendaklah berbuka dengan kurma, karena dia adalah berkah, apabila tidak mendapatkan kurma maka berbukalah dengan air karena dia adalah bersih.” (HR. at-Tirmidzi dan Abu Dawud rahimahumallah)


وعن أنس رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم كان يفطر قبل أن يصلي على رطبات ، فإن لم تكن رطبات فتميرات ، فإن لم تكن تميرات حسا حسوات من الماء " رواه أبو داود والترمذي .

Dan dari Anas radhiyallahu 'anhu, sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berbuka sebelum shalat (maghrib) dengan memakan beberapa ruthab (kurma segar/basah), apabila tidak mendapatkan mendapatkannya maka beliau berbuka dengan tamr (kurma kering). Dan apablia tidak mendapatkannya maka beliau berbuka dengan beberapa teguk air.”

Dan tidak diragukan lagi bahwa di balik sunah Nabi ini ada petunjuk medis, faidah kesehatan, dan hikmah yang besar. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah memilih makanan-makanan di atas di antara sekian makanan yang ada, dikarenakan faidah yang bnyak yang berkaitan dengan kesehatan, dan bukanlah dikarenakan banyaknya ha-hal tersebut di lingkungan beliau shallallahu 'alaihi wasallam.

Maka ketika seorang yang berpuasa memulai berbuka, aktiflah jaringan-jaringan dalam tubuh, dan mulailah jairngan pencernaan bekerja, khususnya lambung yang harus diperlakukan dengan pelan dan dibangunkan dengan lembut. Dan orang yang berpuasa pada kodisi itu membutuhkan sumber zat gula dengan cepat, yang bisa menghilangkan lapar, seperti ketika membutuhkab air.

Dan unsur makanan yang paling cepat untuk dicerna dan paling cepat masuk ke dalam darah adalah zat gula, khususnya yang terkandung di dalamnya monosakarida (sukrosa ) dan duosakarida (glukosa) karena badan kita dapat dengan mudah dan cepat menyerapnya dalam waktu beberapa detik saja. Lebih-lebih apabila lambung dan usus-usus dalam keadaan kosong sebagaimana hal itu adalah kondisinya yang berpuasa.


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
read more
Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan para sahabatnya.
An Nawawi dalam Shohih Muslim membawakan bab dengan judul “Keutamaan tidak beranjak dari tempat shalat setelah shalat shubuh dan keutamaan masjid“.
Dalam bab tersebut terdapat suatu riwayat dari seorang tabi’in –Simak bin Harb-. Beliau rahimahullah mengatakan bahwa dia bertanya kepada Jabir bin Samuroh,
أَكُنْتَ تُجَالِسُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-
“Apakah engkau sering menemani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam duduk?”



Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
read more
Sudah beberapa tahun ini, sering kali kaum muslimin di Indonesia tidak merasakan berhari raya bersama-sama. Mungkin dalam berpuasa boleh berbarengan, namun untuk berhari raya kadang kaum muslimin berbeda pendapat. Ada yang manut saja dengan keputusan Departemen Agama RI (pemerintah). Ada pula yang manut pada organisasi atau kelompok tertentu. Ada juga yang mengikuti hari raya di Saudi Arabia karena di sana sudah melihat hilal. Ada pula yang berpegang pada hasil hisab dari ilmu perbintangan. Ada pula yang semaunya sendiri kapan berpuasa dan berhari raya, mana yang berhari rayanya paling cepat itulah yang diikuti. Lalu manakah yang seharusnya diikuti oleh seorang muslim? Berikut kami bawakan beberapa fatwa Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi (Al Lajnah Ad Da’imah Lil Buhuts Al ‘Ilmiyah wal Ifta’).



Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
read more
Mengenai pengertian lailatul qadar, para ulama ada beberapa versi pendapat. Ada yang mengatakan bahwa malam lailatul qadr adalah malam kemuliaan. Ada pula yang mengatakan bahwa lailatul qadar adalah malam yang penuh sesak karena ketika itu banyak malaikat turun ke dunia. Ada pula yang mengatakan bahwa malam tersebut adalah malam penetapan takdir. Selain itu, ada pula yang mengatakan bahwa lailatul qadar dinamakan demikian karena pada malam tersebut turun kitab yang mulia, turun rahmat dan turun malaikat yang mulia.[1] Semua makna lailatul qadar yang sudah disebutkan ini adalah benar.



Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
read more
Kematian, salah satu rahasia ilmu ghaib yang hanya diketahui oleh Allah ta’ala. Allah telah menetapkan setiap jiwa pasti akan merasakannya. Kematian tidak pandang bulu. Apabila sudah tiba saatnya, malaikat pencabut nyawa akan segera menunaikan tugasnya. Dia tidak mau menerima pengunduran jadwal, barang sedetik sekalipun. Karena bukanlah sifat malaikat seperti manusia, yang zalim dan jahil.
Manusia tenggelam dalam seribu satu kesenangan dunia, sementara ia lalai mempersiapkan diri menyambut akhiratnya. Berbeda dengan para malaikat yang senantiasa patuh dan mengerjakan perintah Tuhannya. Duhai, tidakkah manusia sadar. Seandainya dia tahu apa isi neraka saat ini juga pasti dia akan menangis, menangis dan menangis. SubhanAllah, adakah orang yang tidak merasa takut dari neraka. Sebuah tempat penuh siksa. Sebuah negeri kengerian dan jeritan manusia-manusia durhaka. Neraka ada di hadapan kita, dengan apakah kita akan membentengi diri darinya ? Apakah dengan menumpuk kesalahan dan dosa, hari demi hari, malam demi malam, sehingga membuat hati semakin menjadi hitam legam ? Apakah kita tidak ingat ketika itu kita berbuat dosa, lalu sesudahnya kita melakukannya, kemudian sesudahnya kita melakukannya ? Sampai kapan engkau jera ?
Sebab-sebab su’ul khatimah
Saudaraku seiman mudah -mudahan Allah memberikan taufik kepada Anda- ketahuilah bahwa su’ul khatimah tidak akan terjadi pada diri orang yang shalih secara lahir dan batin di hadapan Allah. Terhadap orang-orang yang jujur dalam ucapan dan perbuatannya, tidak pernah terdengar cerita bahwa mereka su’ul khotimah. Su’ul khotimah hanya terjadi pada orang yang rusak batinnya, rusak keyakinannya, serta rusak amalan lahiriahnya; yakni terhadap orang-orang yang nekat melakukan dosa-dosa besar dan berani melakukan perbuatan-perbuatan maksiat. Kemungkinan semua dosa itu demikian mendominasi dirinya sehingga ia meninggal saat melakukannya, sebelum sempat bertaubat dengan sungguh-sungguh.
Perlu diketahui bahwa su’ul khotimah memiliki berbagai sebab yang banyak jumlahnya. Di antaranya yang terpokok adalah sebagai berikut :
  • Berbuat syirik kepada Allah ‘azza wa jalla. Pada hakikatnya syirik adalah ketergantungan hati kepada selain Allah dalam bentuk rasa cinta, rasa takut, pengharapan, do’a, tawakal, inabah (taubat) dan lain-lain.
  • Berbuat bid’ah dalam melaksanakan agama. Bid’ah adalah menciptakan hal baru yang tidak ada tuntunannya dari Allah dan Rasul-Nya. Penganut bid’ah tidak akan mendapat taufik untuk memperoleh husnul khatimah, terutama penganut bid’ah yang sudah mendapatkan peringatan dan nasehat atas kebid’ahannya. Semoga Allah memelihara diri kita dari kehinaan itu.
  • Terus menerus berbuat maksiat dengan menganggap remeh dan sepele perbuatan-perbuatan maksiat tersebut, terutama dosa-dosa besar. Pelakunya akan mendapatkan kehinaan di saat mati, disamping setan pun semakin memperhina dirinya. Dua kehinaan akan ia dapatkan sekaligus dan ditambah lemahnya iman, akhirnya ia mengalami su’ul khotimah.
  • Melecehkan agama dan ahli agama dari kalangan ulama, da’i, dan orang-orang shalih serta ringan tangan dan lidah dalam mencaci dan menyakiti mereka.
  • Lalai terhadap Allah dan selalu merasa aman dari siksa Allah. Allah berfirman yang artinya, “Apakah mereka merasa aman dari azab Allah (yang tidak terduga-duga). Tiadalah yang merasa aman dari azab Allah kecuali orang-orang yang merugi” (QS. Al A’raaf [7] : 99)
  • Berbuat zalim. Kezaliman memang ladang kenikmatan namun berakibat menakutkan. Orang-orang yang zalim adalah orang-orang yang paling layak meninggal dalam keadaan su’ul khotimah. Allah berfirman yang artinya, “Sesungguhnya Allah tidak akan memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim” (QS. Al An’aam [6] : 44)
  • Berteman dengan orang-orang jahat. Allah berfirman yang artinya, “(Ingatlah) hari ketika orang yang zalim itu menggigit dua tangannya, seraya berkata, “Aduhai kiranya (dulu) aku mengambil jalan yang lurus bersama Rasul. Kecelakaan besarlah bagiku, kiranya aku dulu tidak menjadikan si fulan sebagai teman akrabku” (QS. Al Furqaan [25] : 27-28)
  • Bersikap ujub. Sikap ujub pada hakikatnya adalah sikap seseorang yang merasa bangga dengan amal perbuatannya sendiri serta menganggap rendah perbuatan orang lain, bahkan bersikap sombong di hadapan mereka. Ini adalah penyakit yang dikhawatirkan menimpa orang-orang shalih sehingga menggugurkan amal shalih mereka dan menjerumuskan mereka ke dalam su’ul khotimah.
Demikianlah beberapa hal yang bisa menyebabkan su’ul khotimah. Kesemuanya adalah biang dari segala keburukan, bahkan akar dari semua kejahatan. Setiap orang yang berakal hendaknya mewaspadai dan menghindarinya, demi menghindari su’ul khotimah.
Tanda-tanda husnul khotimah
Tanda-tanda husnul khotimah cukup banyak. Di sini kami menyebutkan sebagian di antaranya saja :
  • Mengucapkan kalimat tauhid laa ilaaha illallaah saat meninggal. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang akhir ucapan dari hidupnya adalah laa ilaaha illallaah, pasti masuk surga” (HR. Abu Dawud dll, dihasankan Al Albani dalam Irwa’ul Ghalil)
  • Meninggal pada malam Jum’at atau pada hari Jum’at. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Setiap muslim yang meninggal pada hari atau malam Jum’at pasti akan Allah lindungi dari siksa kubur” (HR.Ahmad)
  • Meninggal dengan dahi berkeringat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Orang mukmin itu meninggal dengan berkeringat di dahinya” (HR. Ahmad, Tirmidzi dll. dishahihkan Al Albani)
  • Meninggal karena wabah penyakit menular dengan penuh kesabaran dan mengharapkan pahala dari Allah, seperti penyakit kolera, TBC dan lain sebagainya
  • Wanita yang meninggal saat nifas karena melahirkan anak. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seorang wanita yang meninggal karena melahirkan anaknya berarti mati syahid. Sang anak akan menarik-nariknya dengan riang gembira menuju surga” (HR. Ahmad)
  • Munculnya bau harum semerbak, yakni yang keluar dari tubuh jenazah setelah meninggal dan dapat tercium oleh orang-orang di sekitarnya. Seringkali itu didapatkan pada jasad orang-orang yang mati syahid, terutama syahid fi sabilillah.
  • Mendapatkan pujian yang baik dari masyarakat sekitar setelah meninggalnya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melewati jenazah. Beliau mendengar orang-orang memujinya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda, “Pasti (masuk) surga” Beliau kemudian bersabda, “kalian -para sahabat- adalah para saksi Allah di muka bumi ini” (HR. At Tirmidzi)
  • Melihat sesuatu yang menggembirakan saat ruh diangkat. Misalnya, melihat burung-burung putih yang indah atau taman-taman indah dan pemandangan yang menakjubkan, namun tidak seorangpun di sekitarnya yang melihatnya. Kejadian itu dialami sebagian orang-orang shalih. Mereka menggambarkan sendiri apa yang mereka lihat pada saat sakaratul maut tersebut dalam keadaan sangat berbahagia, sedangkan orang-orang di sekitar mereka tampak terkejut dan tercengang saja.
Bagaimana kita menyambut kematian?

Saudara tercinta, sambutlah sang kematian dengan hal-hal berikut :
  • Dengan iman kepada Allah, para malaikat, kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya, Hari Akhir, dan takdir baik maupun buruk.
  • Dengan menjaga shalat lima waktu tepat pada waktunya di masjid secara berjama’ah bersama kaum muslim dengan menjaga kekhusyu’an dan merenungi maknanya. Namun, shalat wanita di rumahnya lebih baik daripada di masjid.
  • Dengan mengeluarkan zakat yang diwajibkan sesuai dengan takaran dan cara-cara yang disyari’atkan.
  • Dengan melakukan puasa Ramadhan dengan penuh keimanan dan mengharap pahala.
  • Dengan melakukan haji mabrur, karena pahala haji mabrur pasti surga. Demikian juga umrah di bulan Ramadhan, karena pahalanya sama dengan haji bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
  • Dengan melaksanakan ibadah-ibadah sunnah, yakni setelah melaksanakan yang wajib. Baik itu shalat, zakat, puasa maupun haji. Allah menandaskan dalam sebuah hadits qudsi, “Seorang hamba akan terus mendekatkan diri kepada-Ku melalui ibadah-ibadah sunnah, hingga Aku mencintai-Nya”
  • Dengan segera bertobat secara ikhlas dari segala perbuatan maksiat dan kemungkaran, kemudian menanamkan tekad untuk mengisi waktu dengan banyak memohon ampunan, berdzikir, dan melakukan ketaatan.
  • Dengan ikhlas kepada Allah dan meninggalkan riya dalam segala ibadah, sebagaimana firman Allah yang artinya, “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam menjalankan agama yang lurus” (QS. Al Bayyinah [98] : 5)
  • Dengan mencintai Allah dan Rasul-Nya.
  • Hal itu hanya sempurna dengan mengikuti ajaran Nabi, sebagaimana yang Allah firmankan yang artinya, “Katakanlah, ‘Jika kamu benar-benar mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu’. Allah Maha pengampun lagi Maha penyayang” (QS. Ali Imran [3] : 31)
  • Dengan mencintai seseorang karena Allah dan membenci seseorang karena Allah, berloyalitas karena Allah dan bermusuhan karena Allah. Konsekuensinya adalah mencintai kaum mukmin meskipun saling berjauhan dan membenci orang kafir meskipun dekat dengan mereka.
  • Dengan rasa takut kepada Allah, dengan mengamalkan ajaran kitab-Nya, dengan ridha terhadap rezeki-Nya meski sedikit, namun bersiap diri menghadapi Hari Kemudian. Itulah hakikat dari takwa.
  • Dengan bersabar menghadapi cobaan, bersyukur kala mendapatkan kenikmatan, selalu mengingat Allah dalam suasana ramai atau dalam kesendirian, serta selalu mengharapkan keutamaan dan karunia dari Allah. Dan lain-lain
(dicuplik dari Misteri Menjelang Ajal, Kisah-Kisah Su’ul Khatimah dan Husnul Khatimah, penerjemah Al Ustadz Abu ‘Umar Basyir hafizhahullah). Semoga sholawat dan salam terlimpahkan kepada Nabi kita Muhammad, kepada sanak keluarga beliau dan para sahabat beliau
Penyusun ulang: Abu Mushlih Ari Wahyudi
Artikel www.muslim.or.id

Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
Kedatangan bulan Ramadhan setiap tahunnya tak henti menjadi penghibur hati orang mukmin. Bagaimana tidak, beribu keutamaan ditawarkan di bulan ini. Pahala diobral, ampunan Allah bertebaran memenuhi setiap ruang dan waktu. Seorang yang menyadari kurangnya bekal yang dimiliki untuk menghadapi hari penghitungan kelak, tak ada rasa kecuali sumringah menyambut Ramadhan. Insan yang menyadari betapa dosa melumuri dirinya, tidak ada rasa kecuali bahagia akan kedatangan bulan Ramadhan.

Mukmin Sejati Itu Dermawan
Salah satu pintu yang dibuka oleh Allah untuk meraih keuntungan besar dari bulan Ramadhan adalah melalui sedekah. Islam sering menganjurkan umatnya untuk banyak bersedekah. Dan bulan Ramadhan, amalan ini menjadi lebih dianjurkan lagi. Dan demikianlah sepatutnya akhlak seorang mukmin, yaitu dermawan. Allah dan Rasul-Nya memerintahkan bahkan memberi contoh kepada umat Islam untuk menjadi orang yang dermawan serta pemurah. Ketahuilah bahwa kedermawanan adalah salah satu sifat Allah Ta’ala, sebagaimana hadits:
‏إن الله تعالى جواد يحب الجود ويحب معالي الأخلاق ويكره سفسافها
“Sesungguhnya Allah Ta’ala itu Maha Memberi, Ia mencintai kedermawanan serta akhlak yang mulia, Ia membenci akhlak yang buruk.” (HR. Al Baihaqi, di shahihkan Al Albani dalam Shahihul Jami’, 1744)
Dari hadits ini demikian dapat diambil kesimpulan bahwa pelit dan bakhil adalah akhlak yang buruk dan bukanlah akhlak seorang mukmin sejati. Begitu juga, sifat suka meminta-minta, bukanlah ciri seorang mukmin. Bahkan sebaliknya seorang mukmin itu banyak memberi. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
‏اليد العليا خير من اليد السفلى واليد العليا هي المنفقة واليد السفلى هي السائلة
“Tangan yang di atas lebih baik dari tangan yang di bawah. Tangan di atas adalah orang yang memberi dan tangan yang dibawah adalah orang yang meminta.” (HR. Bukhari no.1429, Muslim no.1033)
Selain itu, sifat dermawan jika di dukung dengan tafaqquh fiddin, mengilmui agama dengan baik, sehingga terkumpul dua sifat yaitu alim dan juud (dermawan), akan dicapai kedudukan hamba Allah yang paling tinggi. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إنَّما الدنيا لأربعة نفر: عبد رزقه الله مالاً وعلماً فهو يتقي فيه ربه ويصل فيه رحمه، ويعلم لله فيه حقاً فهذا بأفضل المنازل
“Dunia itu untuk 4 jenis hamba: Yang pertama, hamba yang diberikan rizqi oleh Allah serta kepahaman terhadap ilmu agama. Ia bertaqwa kepada Allah dalam menggunakan hartanya dan ia gunakan untuk menyambung silaturahim. Dan ia menyadari terdapat hak Allah pada hartanya. Maka inilah kedudukan hamba yang paling baik.” (HR. Tirmidzi, no.2325, ia berkata: “Hasan shahih”)



Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
read more
Betapa sering kita mengucapkan, mendengar, mendambakan dan berdoa untuk mendapatkan keberkahan, baik dalam umur, keluarga, usaha, maupun dalam harta benda dan lain-lain. Akan tetapi, pernahkah kita bertanya, apakah sebenarnya yang dimaksud dengan keberkahan itu? Dan bagaimana untuk memperolehnya?
Apakah keberkahan itu hanya terwujud jamuan makanan yang kita bawa pulang saat kenduri? Atau apakah keberkahan itu hanya milik para kyai, tukang ramal, atau para juru kunci kuburan, sehingga bila salah seorang memiliki  suatu hajatan, ia datang pada mereka untuk ”ngalap berkah”, agar cita-citanya tercapai?
Makna keberkahan
Bila kita pelajari dengan sebenarnya, baik melalui ilmu bahasa Arab maupun dalil-dalil Al-Qur’an, dan As-Sunnah, kita akan mendapatkan bahwa kata ”al-barakah” memiliki kandungan dan pemahaman yang sangat luas dan agung. Secara ilmu bahasa, ”al-barakah”, berarti berkembang, bertambah, dan kebahagiaan[1]. Imam an-Nawawi rahimahullah berkata, ”Asal makna keberkahan, ialah kebaikan yang banyak dan abadi”[2].
Dahulu, Saba Merupakan Negeri penuh Berkah
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
بَلْدَةٌ طَيِّبَةٌ وَرَبٌّ غَفُورٌ
” (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Rabbmu) adalah Rabb Yang Maha Pengampun”.” (QS. Saba’ [34]: 15)
Ayat di atas berbicara tentang negeri Saba’ sebelum mengalami kehancuran lantaran kekufuran mereka kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Dalam Al-Qur’an Allah telah menjelaskan kisah bangsa Saba’, suatu negeri yang tatkala penduduknya beriman dan beramal shalih, maka mereka dilingkupi dengan keberkahan. Sampai-sampai ulama ahli tafsir mengisahkan, kaum wanita Saba’ tidak perlu bersusah payah memanen buah-buahan di kebun-kebun mereka. Untuk memanen hasil kebunnya, cukup menaruh keranjang di atas kepala, lalu melintas di kebun, maka buah-buahan yang telah masak akan berjatuhan memnuhi keranjangnya, tanpa harus memetik atau mendatangkan pekerja untuk memanennya.
Sebagian ulama lain juga menyebutkan, dahulu di negeri Saba’ tidak ada lalat, nyamuk, kutu, atau serangga lainnya. Kondisi demikian itu lantaran udaranya yang bagus, cuacanya bersih, dan berkat rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang senantiasa meliputi mereka[3].
Kisah keberkahan yang menakjubkan pada zaman keemasan umat Islam juga pernah diungkapkan oleh Imam Ibnul Qayyim rahimahullah: ‘Sungguh, biji-bijian dahulu, baik gandum maupun lainnya lebih besar dibanding yang sekarang, sebagaimana keberkahan yang ada padanya (biji-bijian kala itu-pen) lebih banyak. Imam Ahmad rahimahullah telah meriwayatkan melalui jalur sanadnya, bahwa talah ditemukan di gudang sebagian kekhilafahan Bani Umawi sekantung gandum yang biji-bijinya sebesar biji kurma, dan bertuliskan pada kantung luarnya: “Ini adalah gandum hasil panen pada masa keadilan ditegakkan”.[4]

Bila demikian, tentu masing-masing kita mendambakan untuk mendapatkan keberkahan dalam pekerjaan, penghasilan dan harta. Sehingga kita bertanya-tanya, bagaimanakah cara agar usaha, penghasilan dan harta saya diberkahi Allah?
Dua Syarat Meraih Keberkahan
Untuk memperoleh keberkahan dalam hidup secara umum dan dalam usaha penghasilan secara khusus, terdapat dua syarat yang mesti dipenuhi.
Pertama, Iman Kepada Allah.
Inilah syarat pertama dan terpenting agar rizki kita diberkahi Allah Subhanahu wa Ta’ala, yaitu dengan merealisasikan keimanan kepada Allah ’Azza wa Jalla.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَىٰ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَٰكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
”Andaikata penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka keberkahan dari langit dan bumi. Tetapi, mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya”. (QS. al-A’raaf [7] : 96)
Demikian balasan Allah ’Azza wa Jalla kepada hamba-hamba-Nya yang beriman, dan sekaligus menjadi penjelas bahwa orang yang kufur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, niscaya tidak akan pernah merasakan keberkahan dalam hidup.
Diantara perwujudan iman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala yang berkaitan dengan penghasilan adalah senantiasa yakin dan menyadari bahwa rizki apapun yang kita peroleh merupakan karunia dan kemurahan Allah ’Azza wa Jalla, bukan semata-mata jerih payah atau kepandaian kita. Yang demikian itu, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menentukan kadar rizki setiap manusia semenjak ia masih berada dalam kandungan ibunya.
Bila kita pikirkan diri dan bangsa kita, niscaya kita bisa membukukan buktinya. Setiap kali kita mendapatkan suatu keberhasilan, maka kita lupa daratan, dan merasa keberhasilan itu karena kehebatan kita. Dan sebaliknya, setiap terjadi kegagalan  atau bencana, maka kita menuduh  alam sebagai penyebabnya, dan melupakan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Bila demikian, maka mana mungkin Allah ’Azza wa Jalla akan memberkahi kehidupan kita? Bukankah pola pikir semacam ini telah menyebabkan Qarun mendapatkan adzab dengan ditelan bumi? Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
قَالَ إِنَّمَا أُوتِيتُهُ عَلَىٰ عِلْمٍ عِنْدِي ۚ أَوَلَمْ يَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ قَدْ أَهْلَكَ مِنْ قَبْلِهِ مِنَ الْقُرُونِ مَنْ هُوَ أَشَدُّ مِنْهُ قُوَّةً وَأَكْثَرُ جَمْعًا ۚ وَلَا يُسْأَلُ عَنْ ذُنُوبِهِمُ الْمُجْرِمُونَ
Qarun berkata: “Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku”. dan Apakah ia tidak mengetahui, bahwasanya Allah sungguh telah membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya, dan lebih banyak mengumpulkan harta? (QS. al-Qashash [28] : 78)
Perwujudan bentuk yang lain dalam hal keimanan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala berkaitan dengan rizki, yaitu kita senantiasa  menyebut nama Allah ’Azza wa Jalla ketika hendak menggunakan salah satu kenikmatan-Nya, misalnya ketika makan:
Dari sahabat Aisyah radhiyallahu ’anha, bahwasanya Nabi Shallallahu ’alaihi wa sallam pada suatu saat sedang makan bersama enam orang sahabatnya, tiba-tiba datang seorang Arab Badui, lalu menyantap makanan beliau dalam dua kali suapan (saja). Maka Nabi Shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda: ”Ketahuilah seandainya ia menyebut nama Allah (membca basmalah-pen), niscaya makanan itu akan mencukupi kalian. (HR. Ahmad, an-Nasa’i dan Ibnu Hibban).
Pada hadits lain Nabi Shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda: ”Ketahuilah, bahwasanya salah seorang dari kamu bila hendak menggauli istrinya ia berkata: ”Dengan menyebut nama Allah, ya Allah Jauhkanlah kami dari setan dan jauhkanlah setan dari anak yang Engkau karuniakan kepada kami”, kemudian mereka berdua dikaruniai anak (hasil dari hubungan tersebut-pen), niscaya anak itu tidak akan diganggu setan.” (HR. al-Bukhari).
Demikian, sekilas penjelasan peranan iman kepada Allah ’Azza wa Jalla, yang terwujud pada menyebut nama-Nya ketika hendak menggunakan suatu kenikmatan, sehingga dapat mendatangkan keberkahan pada harta dan anak keturunan.
Kedua, amal shalih
Yang dimaksud amal shalih, ialah menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya sesuai degan syariat yang diajarkan Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa sallam. Inilah hakikat ketakwaan yang menjadi syarat datangnya keberkahan, sebagaimana ditegaskan pada surat al-A’raaf [7] ayat 96 di atas. Tatkala Allah Subhanahu wa Ta’ala menceritakan tentang Ahlul Kitab yang hidup pada zaman Nabi Shallallahu ’alaihi wa sallam, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَلَوْ أَنَّهُمْ أَقَامُوا التَّوْرَاةَ وَالْإِنْجِيلَ وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْهِمْ مِنْ رَبِّهِمْ لَأَكَلُوا مِنْ فَوْقِهِمْ وَمِنْ تَحْتِ أَرْجُلِهِمْ
”Dan sekiranya mereka sungguh-sungguh menjalankan (hukum) Taurat, Injil dan (Al Quran) yang diturunkan kepada mereka, niscaya mereka akan mendapatkan makanan dari atas dan dari bawah kaki mereka”. (QS. al-Ma’idah [5] : 66).
Para ulama tafsir menjelaskan, bahwa yang dimaksud dengan ”mendapatkan makanan dari atas dan dari bawah kaki”, ialah Allah ’Azza wa Jalla akan melimpahkan kepada mereka rizki  yang sangat banyak dari langit dan dari bumi, sehingga mereka akanmendapatkan kecukupan dan berbagai kebaikan, tanpa susah payah, letih, lesu, dan tanpa adanya tantangan atau berbagai hal yang mengganggu ketentraman hidup mereka.[5]
Diantara contoh nyata keberkahan harta orang yang beramal shalih, ialah kisah Khidir dan Nabi Musa bersama dua orang anak kecil. Pada kisah tersebut, Khidir menegakkan tembok pagar yang hendak roboh guna menjaga agrar harta warisan yang dimiliki dua orang anak kecil dan terpendam di bawah pagar tersebut, sehingga tidak tampak dan tidak bisa diambil oleh orang lain.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَأَمَّا الْجِدَارُ فَكَانَ لِغُلَامَيْنِ يَتِيمَيْنِ فِي الْمَدِينَةِ وَكَانَ تَحْتَهُ كَنْزٌ لَهُمَا وَكَانَ أَبُوهُمَا صَالِحًا فَأَرَادَ رَبُّكَ أَنْ يَبْلُغَا أَشُدَّهُمَا وَيَسْتَخْرِجَا كَنْزَهُمَا رَحْمَةً مِنْ رَبِّكَ
“Adapun dinding rumah itu adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang shalih, maka Rabbmu menghendaki agar mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Rabbmu”. (QS. al-Kahfi : [18] : 82).
Menurut penjelasan para ulama tafsir, ayah yang dinyatakan dalam ayat ini sebagai ayah yang shalih itu bukan ayah kandung kedua anak tersebut. Akan tatapi, orang tua itu adalah kakeknya yang ketujuh, yang semasa hidupnya berprofesi sebagai tukang tenun.
Ibnu Katsir rahimahullah berkata: ”Pada kisah ini terdapat dalil, bahwa anak keturunan orang shalih akan dijaga, dan keberkahan amal shalihnya akan meliputi mereka di dunia  dan di akhirat. Ia akan memberi syafaat kepada mereka, dan derajatnya akan diangkat ke tingkatan tertinggi, agar orangtua mereka menjadi senang, sebagaimana dinyatakan dalam Al-Qr’an dan As-Sunnah”.[6]
Sebaliknya, bila seseorang enggan beramal shalih, atau bahkan malah berbuat kemaksiatan, maka yang ia petik juga kebalikan dari apa yang telah disebutkan di atas. Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda:
”Sesungguhnya seseorang dapat saja tercegah dari rizkinya akibat dari dosa yang ia kerjakan”. (HR. Ahmad, Ibnu Majah, al-Hakim, dll).
Membusuknya daging dan membasinya makanan, sebenarnya menjadi dampak buruk  yang harus ditanggung manusia. Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa sallam menyebutkan bahwa itu semua terjadi akibat perbuatan dosa manusia. Beliau Shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda:
”Seandainya kalau bukan ulah Bani Israil, niscaya makanan tidak akan pernah basi dan daging tidak pernah akan membusuk”. (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Para ulama menjelaskan, tatkala Bani Israil diberi rizki oleh Allah ’Azza wa Jalla berupa burung-burung Salwa (semacam burung puyuh) yang datang dan dapat mereka tangkap dengan mudah setiap pagi hari, mereka dilarang untuk menyimpan daging-daging burung tersebut. Setiap pagi hari, mereka hanya dibenarkan untuk mengambil daging yang akan mereka makan pada hari tersebut. Akan tetapi mereka melanggar perintah ini, dan mengambil daging dalam jumlah yang melebihi kebutuhan mereka pada hari tersebut untuk disimpan. Akibat perbuatan mereka ini, Allah ’Azza wa Jalla menghukum mereka, sehingga daging-daging yang mereka simpan tersebut menjadi busuk.[7]
Demikian penjelasan dua syarat penting guna meraih keberkahan.
Amal Shalih Membantu Mendatangkan Keberkahan
Setelah terpenuhi dua syarat di atas, keberkahan juga bisa diraih  berkat beberapa amal shalih yang nyata telah kita lakukan. Misalnya sebagai berikut:
Pertama. Mensyukuri Segala Nikmat
Tiada kenikmatan, apapun wujudnya yang dirasakan manusia, melainkan datang dari Allah ’Azza wa Jalla. Atas dasar itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala mewajibkan manusia untuk senantiasa bersyukur kepada-Nya. Dengan cara senantiasa mengingat bahwasanya kenikmatan tersebut datang dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, diteruskan mengucakan Hamdalah, dan selanjutnya menafkahkan sebagian kekayaannya di jalan-jalan yang diridhai Allah ’Azza wa Jalla. Seseorang yang telah mendapatkan taufik untuk bersyukur, ia akan mendapatkan keberkahan dalam hidupnya, sehingga Allah akan senantiasa melipatgandakan kenikmatan baginya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”. (QS. Ibrahim [14] : 7).
Pada ayat lain, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَمَنْ شَكَرَ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ
”Dan barangsiapa yang bersyukur, maka sesungguhnya Dia bersyukur demi (kebaikan) dirinya sendiri”. (QS. an-Naml [27] : 40).
Imam al-Qurthubi rahimahullah berkata: ”Manfaat bersyukur tidak akan dirasakan, kecuali oleh pelakunya sendiri. Dengan itu, ia akan mendapatkan kesempurnaan dari nikmat yang telah ia dapatkan, dan nikmat tersebut akan kekal dan bertambah. Sebagaimana syukur, juga berfungsi untuk mengikat kenikmatan yang telah didapat serta menggapai kenikmatan yang belum dicapai.”[8]
Sebagai contoh nyata, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
لَقَدْ كَانَ لِسَبَإٍ فِي مَسْكَنِهِمْ آيَةٌ ۖ جَنَّتَانِ عَنْ يَمِينٍ وَشِمَالٍ ۖ كُلُوا مِنْ رِزْقِ رَبِّكُمْ وَاشْكُرُوا لَهُ ۚ بَلْدَةٌ طَيِّبَةٌ وَرَبٌّ غَفُورٌ [٣٤:١٥]فَأَعْرَضُوا فَأَرْسَلْنَا عَلَيْهِمْ سَيْلَ الْعَرِمِ وَبَدَّلْنَاهُمْ بِجَنَّتَيْهِمْ جَنَّتَيْنِ ذَوَاتَيْ أُكُلٍ خَمْطٍ وَأَثْلٍ وَشَيْءٍ مِنْ سِدْرٍ قَلِيلٍ
”Sesungguhnya bagi kaum Saba’ ada tanda (kekuasaan Rabb) di tempat kediaman mereka, yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (Kepada mereka dikatakan): “Makanlah olehmu dari rizki yang (dianugerahkan) Rabbmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Rabbmu) adalah Rabb yang Maha Pengampun”. Tetapi mereka berpaling, maka Kami datangkan kepada mereka banjir yang besar dan Kami ganti kedua kebun mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi (pohon-pohon) yang berbuah pahit, pohon atsel (cemara) dan sedikit dari pohon bidara.” (QS. Saba’ [34] : 15-16).
Tatkala bangsa Saba’ masih dalam keadaan makmur dan tenteram, Allah Subhanahu wa Ta’ala hanya memerintahkan kepada mereka agar bersyukur. Ini menunjukkan dengan bersyukur, mereka dapat menjaga kenikmatan dari bencana, dan mendatangkan kenikmatan lain yang belum pernah mereka dapatkan
Kedua. Membayar Zakat (Sedekah)
Zakat, baik zakat wajib maupun sunnah (sedekah) merupakan salah satu amalan yang menjadi faktor yang dapat menyebabkan turunnya keberkahan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
يَمْحَقُ اللَّهُ الرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ
”Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah.” (QS. al-Baqarah [2] : 276).
Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda: ”Tiada pagi hari melainkan ada dua malaikat yang turun, kemudian salah satunya berkata (berdoa): ”Ya Allah, berilah pengganti bagi orang yang berinfak”, sedangkan yang lain berdoa: ”Ya Allah, limpahkanlah kepada orang-orang yang kikir (tidak berinfak) kehancuran. (Muttafaqun ’alaih).
Ketiga. Bekerja Mencari Rizki dengan Hati yang Qona’ah, Tidak Dipenuhi Ambisi dan Serakah
Sifat qona’ah dan lapang dada dengan pembagian dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, merupakan kekayaan yang tidak ada bandingannya. Dengan jiwa yang dipenuhi dengan qona’ah, dan keridhaan dengan segala rizki yang Allah ’Azza wa Jalla turunkan untuknya, maka keberkahan akan datang kepadanya. Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda:
”Sesungguhnya Allah Yang Maha Luas Karunia-Nya Lagi Maha Tinggi, akan menguji setiap hamba-Nya dengan rizki yang telah Ia berikan kepadanya. Barangsiapa yang ridha dengan pembagian Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka Allah akan memberkahi dan melapangkan rizki tersebut untuknya. Dan barangsiapa yang tidak ridha (tidak puas), niscaya rixkinya tidak akan diberkahi. (HR. Ahmad dan dishahihkan oleh al-Albani).
Al-Munawi rahimahullah menyebutkan: ”Penyakit ini (yaitu tidak ppuas dengan apa-apa yang telah Allah Subhanhu wa Ta’ala karuniakan kepadnya, pen) banyak dijumpai pemuja dunia. Hingga enkau temui salah seorang dari mereka meremehkan rizki yang telah dikaruniakan untuknya, merasa hartanya sedikit, buruk, serta terpana dengan rizki orang lain dan menganggapnya lebih bagus dan banyak. Oleh karena itu, ia akan senantiasa membanting-tulang untuk menambah hartanya, sampai umurnya habis, kekuatannya sirna, dan ia pun menjadi tua-renta (pikun) akibat  dari ambisi yang digapainya dan merasa letih. Dengan itu, ia telah menyiksa tubuhnya,, menghitamkan lembaran amalannya dengan berbagai dosa yang ia lakukan  demi mendapatkan harta kekayaan. Padahal, ia tidak memperoleh selain apa yang telah Allah Subhanahu wa Ta’ala tentukan untuknya. Pada akhir hayatnya, ia meninggal dunia dalam keadaan pailit. Dia tidak mensyukuri apa yang ia telah peroleh, dan juga tidak berhasil menggapai apa yang ia inginkan”.[9]
Oleh karena itu, Islam mengajarkan kepada umatnya agar senantiasa menjaga kehormatan agama dan diri, dalam setiap  usaha yang ditempuhnya guna mencari rizki. Sehingga, seorang muslim tidak akan menempuh, melainkan jalan-jalan yang telah dihalalkan dan dengan tetap menjaga kehormatan dirinya.
Keempat. Bertaubat dari Segala Perbuatan Dosa
Sebagaimana perbuatan dosa menjadi salah satu penyebab terhalangnya rizki dari pelakunya, maka sebaliknya, taubat dan istighfar merupakan salah satu faktor yang dapat mendatangkan rizki dan keberkahannya. Allah Subhanahu wa Ta’ala menceritakan tentang nabi Hud ’alaihis salam bersama kaumnya:
وَيَا قَوْمِ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا وَيَزِدْكُمْ قُوَّةً إِلَىٰ قُوَّتِكُمْ وَلَا تَتَوَلَّوْا مُجْرِمِينَ
”Dan (Hud berkata): “Hai kaumku, beristighfarlah kepada Rabbmu lalu bertaubatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan atasmu hujan yang sangat deras, dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu, dan janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa.” (QS.Hud [11] : 52)
Akibat kekufuran dan perbuatan dosa kaum ’Ad –berdasarkan keterangan para ulama tafsir- mereka ditimpa kekeringan dan kemandulan, sehingga tidak seorang pun bisa melahirkan anak. Keadaan ini berlangsung selama beberapa tahun lamanya. Oleh karena itu, nabi Hud ’alaihis salam memerintahkan mereka untuk bertaubat dan beristighfar. Sebab, dengan taubat dan istighfar itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menurunkan hujan dan mengaruniai mereka anak keturunan.[10]
Kelima. Menyambung Tali Silaturahmi
Diantara amal shalih yang akan mendatangkan keberkahan dalam hidup, yaitu menyambung tali silaturahmi. Ini merupakan upaya menjalin hubungan baik dengan setiap  orang yang terkait hubungan nasab dengan kita. Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda:
”Barangsiapa yang senang untuk dilapangkan (atau diberkahi) rizkinya, atau ditunda (dipanjangkan) umurnya, maka hendaknya ia bersilaturahmi”. (Muttafaqun ’alaih)
Yang dimaksud dengan ditunda ajalnya ialah umurnya diberkahi, diberi taufik untuk beramal shalih, mengisi waktunya dengan berbagai amalan yang berguna bagi kehidupannya di akhirat, dan ia terjaga dari menyia-nyiakan waktunya dalam hal yang tidak berguna. Atau menjadikan nama harumnya senantiasa dikenang orang. Atau benar-benar umurnya ditambah oleh Allah ’Azza wa Jalla.[11]
Keenam, Mencari Rizki dari Jalan yang Halal
Merupakan syarat mutlak bagi terwujudnya keberkahan harta, ialah memperolehnya dengan jalan yang halal. Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda;
”Janganlah kamu merasa bahwa rizkimu datang terlambat. Karena sesungguhnya, tidaklah seorang hamba akan meninggal, hingga telah datang kepadanya rizki terakhir (yang telah ditentukan) untuknya. Maka, tempuhlah jalan yang baik dalam mencari rizki, yaitu dengan mengambil yang halal dan meninggalkan yang haram.” (HR. Abdur-Razaq, Ibnu Hibban, dan al-Hakim).
Salah satu yang mempengaruhi keberkahan ini ialah praktek riba. Perbuatan riba termasuk faktor yang dapat menghapus keberkahan.
يَمْحَقُ اللَّهُ الرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ
”Allah memusnahkan Riba dan menyuburkan sedekah” (QS. al-Baqarah [2] : 276)
Ibnu Katsir rahimahullah berkata: ”Allah Subhanahu wa Ta’ala mengabarkan bahwa Dia akan memusnahkan riba. Maksudnya, bisa saja memusnahkannya secara keseluruhan dari tangan pemiliknya, atau menghalangi pemiliknya dari keberkahan hartanya tersebut. Dengan demikian, pemilik riba tidak mendapatkan manfaat dari harta ribanya. Bahkan dengan harta tersebut, Allah Subhanahu wa Ta’ala akan membinasakannya dalam kehidupan dunia, dan kelak di hari akhirat, Allah ’Azza wa Jalla akan menyiksanya akibat harta tersebut”.[12]
Bila mengamati kehidupan orang-orang yang menjalankan praktek riba, niscaya kita dapatkan banyak bukti bagi kebenaran ayat dan hadits di atas. Betapa banyak pemakan riba yang hartanya berlimpah, hingga tak terhitung jumlahnya, akan tetapi tidak satupun dari mereka yang merasakan keberkahan, ketentraman, dan kebahagiaan dari harta haram tersebut.
Begitu pula dengan meminta-minta (mengemis) dalam mencari rizki, termasuk perbuatan yang diharamkan dan tidak mengandung keberkahan. Dalam salah satu hadits, Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa sallam menjelaskan sebagian dampak hilangnya keberkahan dari orang yang meminta-minta;
”Tidaklah seseorang terus-menerus meminta-minta kepada orang lain, hingga kelak akan datang pada hari Kiamat, dalam keadaan tidak ada secuil daging pun melekat di wajahnya.” (Muttafaqun ’alaih)
Ketujuh, Bekerja Saat Waktu Pagi
Diantara jalan untuk meraih keberkahan dari Allah, ialah menanmkan semangat untuk hidup sehat dan produktif, serta menyingkirkan sifat malas sajauh-jauhnya. Caranya, senantiasa memanfaatkan karunia Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan hal-hal yang berguna dan mendatangkan kemaslahatan bagi hidup kita.
Termasuk waktu yang paling baik untuk memulai bekerja dan mencari rizki, ialah waktu pagi. Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa sallam pernah memanjatkan doa keberkahan;
”Ya Allah, berkahilah untuk ummatku waktu pagi mereka.” (HR. Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasa’i, Ibnu Majah, dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani).
Hikmah dikhususkannya waktu pagi dengan doa keberkahan, lantaran waktu pagi merupakan waktu dimulainya berbagai aktivitas manusia. Saat itu pula, seseorang merasakan semangat usai beristirahat di malam hari. Oleh karenanya, beliau Shallallahu ’alaihi wa sallam mendoakan keberkahan pada waktu pagi ini agar seluruh umatnya memperoleh bagian dari doa tersebut.
Sebagai penerapan langsung dari doa ini, bila mengutus pasukan perang, Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa sallam melakukannya di pagi hari, sehingga pasukan diberkahi dan mendapatkan pertolongan serta kemenangan.
Contoh lain dari keberkahan waktu pagi ialah sebagaimana yang dilakukan oleh sahabat Shakhr al-Ghamidi radhiyallahu ’anhu yaitu perawi hadits ini dari Nabi Shallallahu ’alaihi wa sallam. Shakhr bekerja sebagai pedagang. Usai mendengarkan hadits ini, ia pun menerapkannya. Tidaklah ia mengirimkan barang dagangannya melainkan di pagi hari. Dan benarlah, keberkahan Allah Subhanahu wa Ta’ala dapat ia peroleh. Diriwayatkan, perniagaannya berhasil dan hartanya melimpah-ruah. Dan berdasarkan hadits ini pula, sebagian ulama menyatakan, tidur pada pagi hari makruh hukumnya.
Masih banyak lagi amalan-amalan yang akan mendatangkan keberkahan dalam kehidupan seorang muslim. Apa yang saya paparkan di atas hanyalah sebagai contoh.
Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala senantiasa melimpahkan taufik dan keberkahan-Nya kepada kita semua. Dan semoga pemaparan singkat ini dapat berguna bagi saya pribadi dan setiap orang yang mendengar atau membacanya. Tak lupa, bila pemaparan di atas ada kesalahan, maka hal itu datang dari saya  dan dari setan, sehingga saya beristighfar kepada Allah. Dan apabila ada kebenaran, maka itu semua adalah atas taufik dan ’inayah-Nya. Wallahu a’lam bish-shawab.

[1] Al-Mishbahul Munir (1/45). Al-Qamus Al-Muhith (2/236), Lisanul Arab (10/395)
[2] Syarah Shahih Muslim (1/225)
[3] Tafsir Ibnu Katsir (3/531)
[4] Lihat Zadul Ma’ad (4/363) dan Musnad Ahmad (2/2969)
[5] Tafsir Ibnu Katsir (2/76)
[6] Tafsir Ibnu Katsir (3/99)
[7] Ma’alimt Tanzil (1/97), Syarah Shahih Muslim (10/59), Fathul Bari Syarh Shahih al-Bukhari (6/411)
[8] Tafsir al-Qurthubi (13/206)
[9] Fathul Qadir (2/236)
[10] Lihat Tafsir ath-Thabari (15/359) dan Tafsir al-Qurthubi (9/51)
[11] Lihat Syarah Shahih Muslim (8/350) dan ‘Aunul Ma’bud (4/102)
[12] Tafsir Ibnu Katsir (1/328)
Artikel ini ditulis oleh Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri, M.A. yang dimuat di Majalah As Sunnah edisi 01/tahun XII/1429 H/2008 M.

Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala mewajibkan hamba-Nya berpuasa sebulan penuh selama bulan Ramadhan dan tidak mewajibkan puasa di luar bulan Ramadhan kecuali hukumnya sunnat, sehingga Allah menjanjikan bagi orang-orang yang berpuasa akan mendapatkan kebahagiaan abadi di akhirat kelak, bahkan mereka akan memasuki surga dari pintu yang dikhususkan buat mereka yaitu pintu ar Rayyan [1]. Oleh karena itu, kita semua berharap mendapatkan ganjaran yang terbesar dengan melaksanakan kewajiban puasa sebagaimana Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam berpuasa dan menghindari pembatal-pembatal di zaman modern yang mungkin belum jelas hukumnya bagi kebanyakan kaum muslimin.
Kaidah-kaidah Pembatal Puasa
Para ulama dari berbagai madzhab telah menyebutkan di dalam kitab-kitab fikihnya beberapa hal yag dapat membatalkan puasa yang dapat kita simpulkan dalam beberapa kaidah di antaranya:
1. Al Jima’ (الجماع) atau bersetubuh (hubungan intim antara suami dan istri), yaitu memasukkan dzakar (penis) ke dalam farji (kemaluan) wanita. Ini adalah pembatal yang paling besar, serta pelakunya waib membayar kafarat. Hal ini didasari oleh sebuah hadits yang menceritakan seorang laki-laki menyetubuhi istrinya ketika berpuasa kemudian diperintahkan membayar kafarat (HR. Bukhari 11/56, Muslim 1111).
2. Ikhrajul Mani (إخراج المني) atau mengeluarkan air mani (sperma) dengan sengaja, seperti onani dan semisalnya, sebagaimana dalam hadits qudsi Allah berfirman:
يَدَعُ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ وَشَهْوَتَهُ مِنْ أَجْلِيْ
“Dia (orang yang berpuasa) meninggalkan makan, minum dan syahwatnya karena Aku.” (HR. Bukhari kitab shaum: 3)
3. Al Aklu wa asy Syurbu Amdan (الأكل و الشرب) atau makan dan minum dengan sengaja, yaitu memasukkan sesuatu ke dalam rongga [2]-nya melalui mulut atau hidung. Adapun makan dan minum termasuk pembatal puasa, maka didasari firma-Nya (yang artinya):
“Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam…” (QS. al Baqarah [2] : 187).
Dan adapun memasukkan sesuatu ke dalam rongganya lewat hidung termasuk juga membatalkan puasa, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang orang yang berwudhu menghirup air dalam-dalam ke hidungnya. Sabda beliau:
وَ بَالِغْ فِي الإِسْتِنْشَاقِ إِلاَّ اَنْ تَكُوْنَ صَائِمًا
“Hiruplah air dalam-dalam ke hidung kecuali kalau engkau berpuasa” (HR. Tirmidzi: 27, Abu Dawud: 2366, Ibnu Majah: 407, dan dishahihkan oleh al Albani dalam Irwa’ul Ghalil: 935)


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
read more
Oleh
Syaikh Salim bin 'Ied Al-Hilaaly
Syaikh Ali Hasan Ali Abdul Hamid


[1]. Hikmahnya
Allah mewajibkan puasa kepada kita sebagaimana telah mewajibkan kepada orang-orang sebelum kita dari kalangan Ahlul Kitab. Allah berfirman.

"Artinya : Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa" [Al-Baqarah : 183]

Waktu dan hukumnya pun sesuai dengan apa yang diwajibkan pada Ahlul Kitab, yakni tidak boleh makan dan minum dan menikah (jima') setelah tidur. Yaitu jika salah seorang dari mereka tidur, tidak boleh makan hingga malam selanjutnya, demikian pula diwajibkan atas kaum muslimin sebagaimana telah kami terangkan di muka [1] karena dihapus hukum tersebut. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menyuruh makan sahur sebagai pembeda antara puasa kita dengan puasanya Ahlul Kitab.

Dari Amr bin 'Ash Radhiyallahu 'anhu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sllam bersabda.

"Artinya : Pembeda antara puasa kita dengan puasanya ahli kitab adalah makan sahur" [Hadits Riwayat Muslim 1096]

[2]. Keutamaannya
[a] Makan Sahur Adalah Barokah.
Dari Salman Radhiyallahu 'anhu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

"Artinya : Barokah itu ada pada tiga perkara : Al-Jama'ah, Ats-Tsarid dan makan Sahur" [2]

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

"Artinya : Sesungguhnya Allah menjadikan barokah pada makan sahur dan takaran" [3]

Dari Abdullah bin Al-Harits dari seorang sahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam : Aku masuk menemui Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam ketika itu beliau sedang makan sahur, beliau bersabda.

"Artinya : Sesungguhnya makan sahur adalah barakah yang Allah berikan kepada kalian, maka janganlah kalian tinggalkan'" [Hadits Riwayat Nasa'i 4/145 dan Ahmad 5/270 sanadnya SHAHIH]



Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
read more
Oleh : Abu Hamzah Agus Hasan Bashori al-Sanuwi
1. Dari Abul Khaththab Qatadah, dia berkata: Saya katakan kepada Anas -Radiallahu anhu-:
Apakah jabat tangan itu ada pada para sahabat Nabi -Shalallahu alaihi wa salam-? Dia menjawab: "Ya." (HR. Bukhari: 5908)
2. Hadits Bara' Ibn Azib -Radiallahu anhu-

«مَا مِنْ مُسْلِمَيْنِ يَلْتَقِيَانِ، فَيَتَصَافَحَانِ ، إِلاَّ غُفِرَ لَهُمَا، قَبْلَ أَنْ يَتَفَرَّقَا»

"Tidak ada dua orang muslim yang bertemu lalu berjabat tangan melainkan pasti diampuni untuk keduanya sebelum mereka berpisah." (HR. Tirmidzi: 2804, Abu Daud: 5207, Ibnu Majah: 3786, Ahmad: 18199, 18348 , Baihaqi: 13746) Imam Nawawi berkata: Berjabat tangan adalah sunnah secara ijma', pada setiap bertemu. Adapun kebiasaan berjabat tangan setelah shalat Subuh dan Ashar[1] maka hal itu tidak ada dasarnya, akan tetapi tidak masalah. Barang siapa haram memandanginya maka haram menyentuhnya (termasuk menjabat tangannya) (Faidul Qadir: 8109) Disamping sunnah pada saat bertemu berjabat tangan juga sunnah ada saat berpisah. Syekh al-Albani berkata: "Jabat tangan disyari'atkan ketika perpisahan. Jabat tangan setelah shalat berjama'ah adalah bid'ah, kecuali antara dua orang yang sebelum shalat belum bertemu maka hukumnya sunnah." (Lihat Silsilah shahihah: 14, 16, Musnad Ahmad: 4947 dll)
3. Hadits Anas -Radiallahu anhu-

«سَيَقْدُمُ عَلَيْكُمْ قَوْمٌ هُمْ أَرَقُّ قُلُوباً لِلإسْلاَمِ مِنْكُمْ»

"Akan datang kepadamu satu kaum, hati mereka lebih lembut kepada Islam dari pada kalian." Maka datanglah Bani 'Asy'ariy, di antara mereka adalah abu Musa al-'Asy'ari t. Ketika mereka mendekati Madinah mereka melantunkan bait-bait syair:

غَدًا نَلْقَى اْلأَحِبَّةَ # مُحَمَّدًاً وَحِزْبَهْ

"Besok kami bertemu para kekasih # Yaitu Muhammad dan para sahabatnya." Anas t berkata: "Maka mereka adalah orang yang pertama kali mengadakan jabat tangan." (HR. Ahmad: 13042, al-Mundziri berkata: Sanadnya shahih sesuai dengan syarat Muslim.) Sedangkan hadits Uqbah ibnu Amir -Radiallahu anhu- berbunyi:

«أَهْلُ الْيَمَنِ أَرَقُّ قُلُوبَاً وَأَلْيَنُ أَفْئِدَةً وَأَسْمَعُ طَاعَةً

"Penduduk Yaman itu lebih lembut qalbunya (hatinya, apa yang nampak bagi pandangan hati. Disebut qalbu karena berbolak-baliknya), lebih halus fu'adnya (hatinya, apa yang nampak bagi pandangan mata. Disebut fu'ad karena tembusnya kebenaran ke dalam hatinya) dan lebih mendengar dalam ketaatan." (HR. Ahmad: 17077, Faidhul Qadir: 2770, Silsilah Shahihah: 527)
4. Hadits Hudzaifah Ibnul Yaman -Radiallahu anhu-:

إِنَّ الْمٍّومِنَ إِذَاْ لَقِيَ الْمٍّومِنَ فَسَلَّمَ عَلَيْهِ وَأَخَذَ بِيَدِهِ فَصَافَحَهُ تَنَاثَرَتْ خَطَايَاهُمَا كَمَا يَتَنَاثَرُ وَرَقُ الشَّجَرِ

"Sesungguhnya seorang mukmin apabila bertemu dengan mukmin lain kemudian mengucakan salam kepadanya, dan mengambil tangannya lalu menjabatnya maka berguguranlah dosanya seperti dedaunan berguguran." (Silsilah Shahihah: 526, 2004, 2692)
5. Hadits Anas -Radiallahu anhu- dia berkata: 


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
read more
Copyright © 2020.Junedi Ubaidilllah. Powered by Blogger.

Jumlah Pengunjung

Blog Archive

Anda Pengunjung Online

Followers