Front of the QuranImage via Wikipedia
Banyak hal yang menyebabkan ilmu nahwu disusun. Secara umum sebab nya adalah seputar  kekeliruan orang-orang arab pada bahasa mereka yang disebabkan bercampurnya mereka dengan orang-orang ‘ajam (non arab) yang masuk islam sehingga mempengaruhi tata bahasa mereka. Diantara penyebab utama disusunnya ilmu nahwu adalah:
- Pada masa Rasulullah diriwayatkan bahwa ada seseorang yang keliru bahasanya, maka Rasulullah bersabda: “ Bimbinglah saudura kalian ini.. Sesungguhnya dia tersesat



Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
read more
Segala puji hanya bagi Allah. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Råsulullåh (shållallåhu 'alaihi wa sallam), keluarganya, para sahabat dan para pengikut yang setia sampai hari kiamat. Amma ba'du.

Allåh subhanahu wa ta'ala berfirman,

Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawabnya."(Al-Isra': 36)

Sesuatu yang paling mulia pada diri manusia ialah hatinya. Peran hati terhadap seluruh anggota badan, ibarat raja terhadap para prajuritnya. Semua bekerja atas dasar perintahnya dan tunduk kepadanya. Pada kemudian hari nanti, hati akan ditanya tentang para prajuritnya. Sebab setiap pemimpin itu bertanggung jawab atas yang dipimpinnya.

Råsulullåh (shållallåhu 'alaihi wa sallam) bersabda, yang artinya:

"Ketahuilah, di dalam tubuh itu ada segumpal daging. Bila ia baik, maka baik pulalah seluruh tubuh. Dan apabila ia rusak, maka rusak pulalah seluruh tubuh. Ketahuilah, itu adalah hati" (HR. Bukhari dan Muslim)

Abu Hurairah rådhiyallåhu 'anhu berkata,

"Hati adalah raja anggota tubuh. Dan anggota tubuh adalah para prajuritnya. Apabila raja baik, maka baik pulalah para prajuritnya. Dan apabila raja busuk, maka busuk pulalah para prajuritnya."



Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
read more
Abdullah bin Abdul Hamid Al-Atsari

Pengertian as-Sunnah Secara Bahasa (Etimologi)
As-Sunnah  secara bahasa berasal dari kata: "sanna yasinnu", dan "yasunnu sannan", dan "masnuun" yaitu yang disunnahkan. Sedang "sanna amr" artinya menerangkan (menjelaskan) perkara.
As-Sunnah juga mempunyai  arti "at-Thariqah" (jalan/metode/pandangan hidup) dan "as-Sirah" (perilaku) yang terpuji dan tercela. Seperti sabda Rasulullah SAW, 
"Sungguh kamu  akan mengikuti perilaku orang-orang sebelum kamu sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta." (HR. Al-Bukhari dan Muslim). (HR. Al-Bukhari no 3456, 7320 dan Muslim no. 2669 dari Sahabat Abu Sa'id al-Khudri).
Lafazh "sanana" maknanya adalah (pandangan hidup mereka dalam urusan agama dan dunia). 
"Barangsiapa memberi contoh suatu sunnah (perilaku) yang baik dalam Islam, maka baginya pahala kebaikan tersebut dan pahala orang yang mengerjakannya setelahnya, tanpa mengurangi sesuatu apapun dari pahala mereka. Dan barang siapa memberi contoh sunnah (perilaku) yang jelak dalam Islam ...." (HR. Muslim). ((HR. Muslim no. 1017, at-Tirmidzi no. 2675, Ibnu Majah no. 203, ad-Darimi no. 514, Ahmad (IV/357), an-Nasa-i no. 2553, dan yang lainnya dari Sahabat Jarir bin ‘Abdillah.
Hadist selengkapknya adalah sebagai berikut, "Dari al-Mundzir  bin jarir, dari bapaknya, dia berkata, "Kami pernah berada bersama Rasulullah SAW pada permulaan terik siang. Dia berkata, ‘Lalu datanglah kepada Rasulullah SAW suatu kaum dalam keadaan tidak beralas kaki dan telanjang, hanya memakai kain selimut (yang nampak dari yang memakainya hanya bagian kepala saja) atua mantel dari karung sambil menyandang pedang, kebanyakan mereka  dari kabilah Mudhar, bahkan semuanya dari Mudhar. Melihat kondisi demikian raut wajah Rasulullah SAW menjadi berubah (karena merasa iba) karena melihat kefakiran yang menimpa mereka. Lalu  beliau masuk kemudian keluar, kemudian  menyuruh Bilal untuk mengumandangkan adzan dan iqamah. Rasulullah SAW lalu mengerjakan shalat kemudian dikuti dengan berkhutbah, sambil bersabda : ‘Hai sekalain manusia bertakwalah kepada Rabb-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, .... sampai akhir ayat ‘Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu,' (An-Nisaa': 1) juga membaca ayat dalam surat Al-Hasyr, ‘Hari orang-orang  yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memeprhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah....' (Al-Hasyr: 18). (Karena mendengar khutbah Nabi tersebut) Kemudian ada seseorang bershadaqah dari dinarnya, diharmnya, pakaiannya, dari satu sha' (kira-kira 3 kg) gandumnya, satu sha' kurma, sampai-sampai beliau mengatakan walaupun hanya dengan setengah butir kurma kering.' Dia berkata: "Kemudian seorang laki-laki dari Kaum Anshar membawa  membawa sekantung penuh kurma, hampir-hampir telapak tangannya tidak kuat untuk membawahnya, bahkan benar-benar lemah, maka hal itu diikuti silih berganti oleh banyak orang. Sampai-sampai aku melihat dua tumpukan makanan dan pakaian yang sangat banyak. Akupun melihat raut wajah Rasulullah SAW bergembira seakan-akan bersinar cerah sekali,  kemudian beliau bersabda: "Barangsiapa  yang mencontohkan suatu sunnah yang baik dalam Islam, maka baginya pahala sunnah tersebut dan pahala orang yang mengamalkannya sesudahnya, tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun, dan barang siapa mencontoh suatu sunnah yang jelek/buruk dalam Islam, maka dosanya akan ditanggungnya dan juga dosa orang yang mengamalkannya setelahnya, tanpa mengurangi dosa mereka sedikitpun.')
"Barangsiapa memberi contoh suatu sunnah (perilaku) yang baik dalam Islam, maka baginya pahala kebaikan tersebut dan pahala orang yang mengerjakannya setelahnya, tanpa mengurangi sesuatu apapaun dari pahalam mereka. Dan barangsiapa memberi contoh sunnah (perilaku) yang jelak dalam Islam ...."
Lafazh "sunnah" maknanya adalah "sirah" (perilaku). (Lihat kamus bahasa, Lisaanul ‘Arab, Mukhtaarush Shihaah dan al-Qaamuusul Muhith: (bab: Sannana). 


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
read more
aOleh
Syaikh Muhammad bin Ibrahim Al-Hamd
 
Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah memiliki ciri-ciri khusus. Adapun ciri-ciri itu dapat dijelaskan sebagai berikut.
[1] Sumber pengambilannya bersih dan akurat. Hal ini karena aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah berdasarkan Kitab dan Sunnah serta Ijma' para Salafush Shalih, yang jauh dari keruhnya hawa nafsu dan syubhat.
[2] Ia adalah aqidah yang berlandaskan penyerahan total kepada Allah dan Rasul-Nya. Sebab aqidah ini adalah iman kepada sesuatu yang ghaib. Karena itu, beriman kepada yang ghaib merupakan sifat orang-orang mukmin yang paling agung, sehingga Allah memuji mereka : " Kitab (Al-Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya ; petunjuk bagi orang yang bertakwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib". [Al-Baqarah : 2-3]. Hal itu karena akal tidak mampu mengetahui hal yang ghaib, juga tidak dapat berdiri sendiri dalam memahami syari'at, karena akal itu lemah dan terbatas. Sebagaimana pendengaran, penglihatan dan kekuatan manusia itu terbatas, demikian pula dengan akalnya. Maka beriman kepada yang ghaib dan menyerah sepenuhnya kepada Allah adalah sesuatu yang niscaya.
[3] Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah adalah aqidah yang sejalan dengan fithrah dan logika yang benar, bebas dari syahwat dan syubhat.
[4] Sanadnya bersambung kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, sahabat, tabi'in dan para imam, baik dalam ucapan, perbuatan maupun keyakinan. Ciri ini banyak diakui oleh para penentangnya. Dan memang -Alhamdulillah- tidak ada suatu prinsip pun dari aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah yang tidak memiliki dasar Al-Qur'an dan As-Sunnah atau dari Salafus Shalih. Ini tentu berbeda dengan aqidah-aqidah bid'ah lainnya.
[5] Ia adalah aqidah yang mudah dan terang, seterang matahari di siang bolong. Tidak ada yang rancu, masih samar-samar maupun yang sulit. Semua lafazh-lafazh dan maknanya jelas, bisa dipahami oleh orang alim maupun awam, anak kecil maupun dewasa. Ia adalah aqidah yang berdasar kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah. Sedangkan dalil-dalil Al-Qur'an dan As-Sunnah laksana makanan yang bermanfaat bagi segenap manusia. Bahkan seperti air yang bermanfaat bagi bayi yang menyusu, anak-anak, orang kuat maupun lemah.
[6] Selamat dari kekacauan, kontradiksi dan kerancuan. Betapa tidak, ia adalah bersumber kepada wahyu yang tak mungkin datang kepadanya kebatilan, dari manapun datangnya. Dan kebenaran tidak mungkin kacau, rancu dan mengandung kontradiksi. Sebaliknya, sebagiannya membenarkan sebagian yang lain. Allah berfirman : "Kalau sekiranya Al-Qur'an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapatkan pertentangan yang banyak di dalamnya" [An-Nisaa : 82] 


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
read more
(Hasil Sidang Aktivis Zionisme)
Kejahatan kaum Yahudi benar-benar keterlaluan dan di luar batas peri kemanusiaan. Namun, hal ini tidaklah aneh karena mereka memang berobsesi untuk menguasai dunia dan menghancurkan semua agama. Hal ini terlihat dalam dokumen rahasia hasil keputusan para tokoh Yahudi dalam kongres yang mereka adakan pada 1895 di Basel, Swiss.Dokumen ini terdiri dari 24 Pasal yang sangat dirahasiakan dan hanya diketahui oleh tokoh-tokoh Zionis tingkat atas.
Namun, diluar dugaan, dokumen ini berhasil dibocorkan oleh seorang Perancis yang mencurinya dari salah satu tokoh organisasi Free Masonry di Perancis. Dokumen tersebut akhirnya sampai ke tangan Sergey Nylos, pendeta orthodoks Rusia. Sergey lalu menerjemahkan dokumen tersebut ke dalam bahasa Rusia dan menerbitkannya untuk pertama kalinya pada 1901.Hasil terjemahan Sergey menimbulkan keresahan yang luar biasa di kalangan masyarakat Rusia ketika itu sehingga berbuntut kerusuhan yang menelan korban ribuan orang Yahudi.
Akhirnya, pihak Yahudi pun segera memborong semua buku terjemahan Sergey yang ada di pasaran di berbagai pelosok Eropa Timur.Namun, sebuah naskah lolos dibawa seorang wartawan Inggris, Victor E. Mersden. Ia lalu menerjemahkannya dan menerbitkannya dalam bahasa Inggris pada 1917 dengan judul “The Protocols of The Learned Elders of Zion”. Akhirnya, tulisan ini tersebar di Amerika dan Jerman.


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
read more
datang seruan dakwah yang penuh berkah, ia sambut dengan berani dengan mengumumkan keislamannya. Sehingga ia termasuk orang ketujuh yang masuk Islam. Tatkala Bani Makhzum mengetahui keislamannya, beliau bersama suaminya, Yasir radhiyallahu 'anhu, mendapat berbagai macam siksaan dengan cara mengeluarkan ia dan suaminya ke padang pasir saat panas menyengat.

Mereka, Bani Makhzum, membuang Sumayyah binti Khayyat radhiyallahu 'anha ke sebuah tempat dan menaburinya dengan pasir yang sangat panas, kemudian meletakkan di atas dadanya sebongkah batu yang berat. Akan tetapi tiada terdengar rintihan ataupun ratapan melainkan ucapan ahad…ahad…, beliau ulang-ulang kata tersebut sebagaimana yang dilakukan oleh Yasir, Ammar dan Bilal radhiyallahu 'anhuma.

Suatu ketika Rasulullah radhiyallahu 'anhu menyaksikan keluarga muslim tersebut sedang mendapat siksaan yang sangat kejam, beliau menengadahkan tangan ke langit dan berseru, “bersabarlah wahai keluarga Yasir karena sesungguhnya tempat kembali kalian adalah Surga.” (al-Mustadrak oleh al-Hakim, bab Mengenal Shahabat III/383)

Sumayyah radhiyallahu 'anha mendengar seruan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, maka ia bertambah tegar dan optimis bahkan mengulang-ulang dengan berani, “Aku bersaksi bahwa engkau adalah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan aku bersaksi bahwa janjimu adalah benar.”



Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
read more
Jika kita ke toko buku, terkadang tertarik dengan suatu buku. Namun jangan tergesa-gesa dahulu untuk membelinya. Lihat dulu pengarangnya. Apakah dari Ahlus Sunnah wal jama'ah atau bukan. Kalo perlu, lihat juga penerjemahnya (untuk yang bahasa Indonesia) dan penerbitnya. Jangan sampai kita salah di dalam memilih buku.

Pada kesempatan ini kami bawakan daftar buku-buku syiah yang kami dapatkan dari situs salah satu yayasan syiah di Yogyakarta.
Maksud kami ini tidak lain dan tidak bukan agar kita tidak tersesat dalam memilih buku. Kita tahu dan belajar kejelekan bukan untuk kita amalkan tapi untuk kita jauhi.

Penerbit : Lentera

1. Akhlak Keluarga Nabi, Musa Jawad Subhani
2. Ar-Risalah, Syaikh Ja'far Subhani
3. As-Sair Wa As-suluk, Sayid Muhammad Mahdi Thabathaba'i Bahrul Ulum
4. Bagaimana Membangun Kepribadian Anda, Khalil Al Musawi
5. Bagaimana Menjadi Orang Bijaksana, Khalil al-Musawi
6. Bagaimana Menyukseskan Pergaulan, Khalil al-Musawi
7. Belajar Mudah Tasawuf, Fadlullah Haeri
8. Belajar Mudah Ushuluddin, Syaikh Nazir Makarim Syirasi
9. Berhubungan dengan Roh, Nasir Makarim Syirazi
10. Ceramah-Ceramah (1), Murtadha Muthahhari
11. Ceramah-Ceramah (2), Murtadha Muthahhari
12. Dunia Wanita Dalam Islam, Syaikh Husain Fadlullah
13. Etika Seksual dalam Islam, Murtadha Muthahhari
14. Fathimah Az-Zahra, Ibrahim Amini
15. Fiqih Imam Ja'far Shadiq [1], Muhammad Jawad Mughniyah
16. Fiqih Imam Ja'far Shadiq Buku [2], Muh Jawad Mughniyah
17. Fiqih Lima Mazhab, Muh Jawad Mughniyah
18. Fitrah, Murthadha Muthahhari
19. Gejolak Kaum Muda, Nasir Makarim Syirazi
20. Hak-hak Wanita dalam Islam, Murtadha Muthahhari
21. Imam Mahdi Figur Keadilan, Jaffar Al-Jufri (editor)
22. Kebangkitan di Akhirat, Nasir Makarim Syirazi
23. Keutamaan & Amalan Bulan Rajab, Sya'ban dan Ramadhan,Sayid Mahdi al-Handawi
24. Keluarga yang Disucikan Allah, Alwi Husein, Lc
25. Ketika Bumi Diganti Dengan Bumi Yang Lain, Jawadi Amuli
26. Kiat Memilih Jodoh, Ibrahim Amini
27. Manusia Sempurna, Murtadha Muthahhari
28. Mengungkap Rahasia Mimpi, Imam Ja'far Shadiq
29. Mengendalikan Naluri, Husain Mazhahiri
30. Menumpas Penyakit Hati, Mujtaba Musawi Lari
31. Metodologi Dakwah dalam Al-Qur'an, Husain Fadhlullah
32. Monoteisme, Muhammad Taqi Misbah
33. Meruntuhkan Hawa Nafsu Membangun Rohani, Husain Mazhahiri
34. Memahami Esensi AL-Qur'an, S.M.H. Thabatabai
35. Menelusuri Makna Jihad, Husain Mazhahiri
36. Melawan Hegemoni Barat, M. Deden Ridwan (editor)
37. Mengenal Diri, Ali Shomali
38. Mengapa Kita Mesti Mencintai Keluarga Nabi Saw, Muhammad Kadzim Muhammad Jawad
39. Nahjul Balaghah, Syarif Radhi (penyunting)
40. Penulisan dan Penghimpunan Hadis, Rasul Ja'farian
41. Perkawinan Mut'ah Dalam Perspektif Hadis dan Tinjauan Masa Kini, Ibnu Mustofa (editor)
42. Perkawinan dan Seks dalam Islam, Sayyid Muhammad Ridhwi
43. Pelajaran-Pelajaran Penting Dalam Al-Qur'an (1), Murtadha Muthahhari
44. Pelajaran-Pelajaran Penting Dalam Al-Qur'an (2), Murtadha Muthahhari
45. Pintar Mendidik Anak, Husain Mazhahiri
46. Rahasia Alam Arwah, Sayyid Hasan Abthahiy
47. Suara Keadilan, George Jordac
48. Yang Hangat dan Kontroversial dalam Fiqih, Ja'far Subhani
49. Wanita dan Hijab, Murtadha Muthahhari

Penerbit : Pustaka Hidayah


1. 14 Manusia Suci, WOFIS IRAN
2. 70 Salawat Pilihan, Al-Ustads Mahmud Samiy
3. Agama Versus Agama, Ali Syari'ati
4. Akhirat dan Akal, M Jawad Mughniyah
5. Akibat Dosa, Ar-Rasuli Al-Mahalati
6. Al-Quran dan Rahasia angka-angka, Abu Zahrah Al Najdiy
7. Asuransi dan Riba, Murtadha Muthahhari
8. Awal dan Sejarah Perkembangan Islam Syiah, S Husain M Jafri
9. Belajar Mudah Ushuluddin, Dar al-Haqq
10. Bimbingan Keluarga dan Wanita Islam, Husain Ali Turkamani
11. Catatan dari Alam Ghaib, S Abd Husain Dastaghib
12. Dari Saqifah Sampai Imamah, Sayyid Husain M. Jafri
13. Dinamika Revolusi Islam Iran, M Riza Sihbudi
14. Falsafah Akhlak, Murthadha Muthahhari
15. Falsafah Kenabian, Murthada Muthahhari
16. Gerakan Islam, A. Ezzati
17. Humanisme Antara Islam dan Barat, Ali Syari'ati
18. Imam Ali Bin Abi Thalib & Imam Hasan bin Ali Ali Muhammad Ali
19. Imam Husain bin Ali & Imam Ali Zainal Abidin Ali Muhammad Ali
20. Imam Muhammad Al Baqir & Imam Ja'far Ash-Shadiq Ali Muhammad Ali
21. Imam Musa Al Kadzim & Imam Ali Ar-Ridha Ali Muhammad Ali
22. Inilah Islam, SMH Thabataba'i
23. Islam Agama Keadilan, Murtadha Muthahhari
24. Islam Agama Protes, Ali Syari'ati
25. Islam dan Tantangan Zaman, Murthadha Muthahhari
26. Jejak-jejak Ruhani, Murtadha Muthahhari
27. Kepemilikan dalam Islam, S.M.H. Behesti
28. Keutamaan Fatimah dan Ketegaran Zainab, Sayyid Syarifuddin Al Musawi
29. Keagungan Ayat Kursi, Muhammad Taqi Falsafi
30. Kisah Sejuta Hikmah, Murtadha Muthahhari
31. Kisah Sejuta Hikmah [1], Murthadha Muthahhari
32. Kisah Sejuta Hikmah [2],Murthadha Muthahhari
33. Memilih Takdir Allah, Syaikh Ja'far Subhani
34. Menapak Jalan Spiritual, Muthahhari & Thabathaba'i
35. Menguak Masa Depan Umat Manusia, Murtadha Muthahhari
36. Menolak Isu Perubahan Al-Quran, Rasul Ja'farian
37. Mengurai Tanda Kebesaran Tuhan, Imam Ja'far Shadiq
38. Misteri Hari Pembalasan, Muhsin Qara'ati
39. Muatan Cinta Ilahi, Syekh M Mahdi Al-syifiy
40. Nubuwah Antara Doktrin dan Akal, M Jawad Mughniyah
41. Pancaran Cahaya Shalat, Muhsin Qara'ati
42. Pengantar Ushul Fiqh, Muthahhari & Baqir Shadr
43. Perayaan Maulid, Khaul dan Hari Besar Islam, Sayyid Ja'far Murtadha al-Amili
44. Perjalanan-Perjalan an Akhirat, Muhammad Jawad Mughniyah
45. Psikologi Islam, Mujtaba Musavi Lari
46. Prinsip-Prinsip Ijtihad Dalam Islam, Murtadha Muthahhari& M. Baqir Shadr
47. Rasulullah SAW dan Fatimah Ali Muhammad Ali
48. Rasulullah: Sejak Hijrah Hingga Wafat, Ali Syari'ati
49. Reformasi Sufistik, Jalaluddin Rakhmat
50. Salman Al Farisi dan tuduhan Terhadapnya, Abdullah Al Sabitiy
51. Sejarah dalam Perspektif Al-Quran, M Baqir As-Shadr
52. Tafsir Surat-surat Pilihan [1], Murthadha Muthahhari
53. Tafsir Surat-surat Pilihan [2], Murthadha Muthahhari
54. Tawasul, Tabaruk, Ziarah Kubur, Karamah Wali, Syaikh Ja'far Subhani
55. Tentang Dibenarkannya Syafa'at dalam Islam, Syaikh Ja'far Subhani
56. Tujuan Hidup, M.T. Ja'fari
57. Ummah dan Imamah, Ali Syari'ati
58. Wanita Islam & Gaya Hidup Modern, Abdul Rasul Abdul Hasan al-Gaffar

Penerbit : MIZAN

1. 40 Hadis [1], Imam Khomeini
2. 40 Hadis [2], Imam Khomeini
3. 40 Hadis [3], Imam Khomeini
4. 40 Hadis [4], Imam Khomeini
5. Akhlak Suci Nabi yang Ummi, Murtadha Muthahhari
6. Allah dalam Kehidupan Manusia, Murtadha Muthahhari
7. Bimbingan Islam Untuk Kehidupan Suami-Istri, Ibrahim Amini
8. Berhaji Mengikuti Jalur Para Nabi, O.Hasem
9. Dialog Sunnah Syi'ah, A Syafruddin al-Musawi
10. Eksistensi Palestina di Mata Teheran dan Washington, M Riza Sihbudi
11. Falsafah Pergerakan Islam, Murtadha Muthahhari
12. Falsafatuna, Muhammad Baqir Ash-Shadr
13. Filsafat Sains Menurut Al-Quran, Mahdi Gulsyani
14. Gerakan Islam, A Ezzati
15. Hijab Gaya Hidup Wanita Muslim, Murtadha Muthahhari
16. Hikmah Islam, Sayyid M.H. Thabathaba'i
17. Ideologi Kaum Intelektual, Ali Syari'ati
18. Ilmu Hudhuri, Mehdi Ha'iri Yazdi
19. Islam Aktual, Jalaluddin Rakhmat
20. Islam Alternatif, Jalaluddin Rakhmat
21. Islam dan Logika Kekuatan, Husain Fadhlullah
22. Islam Mazhab Pemikiran dan Aksi, Ali Syari'ati
23. Islam Dan Tantangan Zaman, Murtadha Muthahhari
24. Islam, Dunia Arab, Iran, Barat Dan Timur tengah, M Riza Sihbudi
25. Isu-isu Penting Ikhtilaf Sunnah-Syi'ah, A Syafruddin Al Musawi
26. Jilbab Menurut Al Qur'an & As Sunnah, Husain Shahab
27. Kasyful Mahjub, Al-Hujwiri
28. Keadilan Ilahi, Murtadha Muthahhari
29. Kepemimpinan dalam Islam, AA Sachedina
30. Kritik Islam Atas Marxisme dan Sesat Pikir Lainnya, Ali Syari'ati
31. Lentera Ilahi Imam Ja'far Ash Shadiq
32. Manusia dan Agama, Murtadha Muthahhari
33. Masyarakat dan sejarah, Murtadha Muthahhari
34. Mata Air Kecemerlangan, Hamid Algar
35. Membangun Dialog Antar Peradaban, Muhammad Khatami
36. Membangun Masa Depan Ummat, Ali Syari'ati
37. Mengungkap Rahasia Al-Qur'an, SMH Thabathaba'i
38. Menjangkau Masa Depan Islam, Murtadha Muthahhari
39. Menjawab Soal-soal Islam Kontemporer, Jalaluddin Rakhmat
40. Menyegarkan Islam, Chibli Mallat (*0
41. Menjelajah Dunia Modern, Seyyed Hossein Nasr
42. Misteri Kehidupan Fatimah Az-Zahra, Hasyimi Rafsanjani
43. Muhammad Kekasih Allah, Seyyed Hossein Nasr
44. Muthahhari: Sang Mujahid Sang Mujtahid, Haidar Bagir
45. Mutiara Nahjul Balaghah, Muhammad Al Baqir
46. Pandangan Dunia Tauhid,. Murtadha Muthahhari
47. Para Perintis Zaman Baru Islam,Ali Rahmena
48. Penghimpun Kebahagian, M Mahdi Bin Ad al-Naraqi
49. PersinggahanPara Malaikat, Ahmad Hadi
50. Rahasia Basmalah Hamdalah, Imam Khomeini
51. Renungan-renungan Sufistik, Jalaluddin Rakhmat
52. Rubaiyat Ummar Khayyam, Peter Avery
53. Ruh, Materi dan Kehidupan, Murtadha Muthahhari
54. Spritualitas dan Seni Islam, Seyyed Hossein Nasr
55. Syi'ah dan Politik di Indonesia, A. Rahman Zainuddin (editor)
56. Sirah Muhammad, M. Hashem
57. Tauhid Dan Syirik, Ja'far Subhani
58. Tema-Tema Penting Filsafat, Murtadha Muthahhari
59. Ulama Sufi & Pemimpin Ummat, Muhammad al-Baqir

Penerbit : YAPI JAKARTA

1.Abdullah Bin Saba' dalam Polemik, Non Mentioned
2.Abdullah Bin Saba' Benih Fitnah, M Hashem
3.Al Mursil Ar Rasul Ar Risalah, Muhammad Baqir Shadr
4.Cara Memahami Al Qur'an, S.M.H. Bahesti
5.Hukum Perjudian dalam Islam, Sayyid Muhammad Shuhufi
6.Harapan Wanita Masa Kini, Ali Shari'ati
7.Hubungan Sosial Dalam Islam, Sayyid Muh Suhufi
8.Imam Khomeini dan Jalan Menuju Integrasi dan Solidaritas Islam, Zubaidi Mastal
9.Islam Dan Mazhab Ekonomi, Muhammad Baqir Shadr
10. Kedudukan Ilmu dalam Islam, Sayyid Muh Suhufi
11. Keluarga Muslim, Al Balaghah Foundation
12. Kebangkitan Di Akhirat, Nasir Makarim Syirazi
13. Keadilan Ilahi, Nasir Makarim Syirazi
14. Kenabian, Nasir Makarim Syirazi
15. Kota Berbenteng Tujuh, Fakhruddin Hijazi
16. Makna Ibadah, Muhammad Baqir Shadr
17. Menuju Persahabatan, Sayyid Muh Suhufi
18. Mi'raj Nabi, Nasir Makarim Syrazi
19. Nasehat-Nasehat Imam Ali, Non Mentioned
20. Prinsip-Prinsip Ajaran Islam, SMH Bahesti
21. Perjuangan Melawan Dusta, Bi'that Foundation
22. Persaudaraan dan Persahabatan, Sayyid Muh Suhufi
23. Perjanjian Ilahi Dalam Al-Qur'an, Abdul Karim Biazar
24. Rasionalitas Islam, World Shi'a Muslim Org.
25. Syahadah, Ali Shari'ati
26. Saqifah Awal Perselisihan Umat, O Hashem
27. Sebuah Kajian Tentang Sejarah Hadis, Allamah Murthadha Al Askari
28. Tauhid, Nasir Makarim Syirazi
29. Wasiat Atau Musyawarah, Ali Shari'ati
30. Wajah Muhammad, Ali Shari'ati

Penerbit : YAPI Bangil

1. Akal dalam Al-Kafi, Husein al-Habsyi
2. Ajaran- ajaran Al-Quran, Sayid T Burqi & Bahonar
3. Bimbingan Sikap dan Perilaku Muslim, Al Majlisi Al-Qummi
4. Hawa Nafsu, M Mahdi Al Shifiy
5. Konsep Ulul Amri dalam Mazhab-mazhab Islam, Musthafa Al Yahfufi
6. Kumpulan Khutbah Idul Adha, Husein al-Habsyi
7. Kumpulan Khutbah Idul Fitri, Husein al-Habsyi
8. Metode Alternatif Memahami Al-Quran, Bi Azar Syirazi
9. Manusia Seutuhnya, Murtadha Muthahhari
10. Polemik Sunnah-Syiah Sebuah Rekayasa, Izzudddin Ibrahim
11. Pesan Terakhir Rasul, Non Mentioned
12. Pengantar Menuju Logika, Murtadha Muthahhari
13. Shalat Dalam Madzhab AhlulBait, Hidayatullah Husein Al-Habsyi

Penerbit : Rosdakarya

1. Catatan Kang Jalal, Jalaluddin Rakhmat
2. Derita Putri-Putri Nabi, M. Hasyim Assegaf
3. Fatimah Az Zahra, Jalaluddin Rakhmat
4. Khalifah Ali Bin Abi Thalib, Jalaluddin Rakhmat
5. Meraih Cinta Ilahi, Jalaluddin Rakhmat
6. Rintihan Suci Ahlul Bait Nabi, Jalaluddin Rakhmat
7. Tafsir Al fatihah: Mukaddimah, Jalaluddin Rakhmat
8. Tafsir Bil Ma'tsur, Jalaluddin Rakhmat
9. Zainab Al-Qubra, Jalaluddin Rakhmat

Penerbit : Al-Hadi

1. Al-Milal wan-Nihal, Ja'far Subhani
2. Buku Panduan Menuju Alam Barzakh, Imam Khomeini
3. Fiqh Praktis, Hasan Musawa

Penerbit : CV Firdaus

1. Al-Quran Menjawab Dilema keadilan, Muhsin Qira'ati
2. Imamah Dan Khalifah, Murtadha Muthahhari
3. Keadilan Allah Qadha dan Qadhar, Mujtaba Musawi Lari
4. Kemerdekaan Wanita dalam Keadilan Sosial Islam, Hashemi Rafsanjani
5. Pendidikan Anak: Sejak Dini Hingga Masa Depan, Mahjubah Magazine
6. Tafsir Al Mizan: Ayat-ayat Kepemimpinan, S.M.H. Thabathaba'i
7. Tafsir Al-Mizan: Surat Al-Fatihah, S.M.H. Thabathaba'i
8. Tafsir Al-Mizan: Ruh dan Alam Barzakh, S.M.H. Thabathaba'i
9. Tauhid: Pandangan Dunia Alam Semesta, Muhsin Qara'ati
10. Al-Qur'an Menjawab Dilema Keadilan, Muhsin Qara'ati

Penerbit : Pustaka Firdaus

1. Saat Untuk Bicara, Sa'di Syirazi
2. Tasawuf: Dulu dan Sekarang, Seyyed Hossein Nasr

Penerbit : Risalah Masa

1. Akar Keimanan, Sayyid Ali Khamene'i
2. Dasar-Dasar Filsafat Islam[2], Bahesty & Bahonar
3. Hikmah Sejarah-Wahyu dan Kenabian [3], Bahesty & Bahonar
4. Kebebasan berpikir dan Berpendapat dalam Islam, Murtadha Muthahhari
5. Menghapus Jurang Pemisah Menjawab Buku al Khatib, Al Allamah As Shafi
6. Pedoman Tafsir Modern, Ayatullah Baqir Shadr
7. Kritik Terhadap Materialisme, Murtadha Muthahhari
8. Prinsip-Prinsip Islam [1], Bahesty & Bahonar
9. Syi'ah Asal-Usul dan Prinsip Dasarnya, Sayyid Muh. Kasyful Ghita
10. Tauhid Pembebas Mustadh'afin, Sayyid Ali Khamene'i
11. Tuntunan Puasa, Al-Balagha
12. Wanita di Mata dan Hati Rasulullah, Ali Syari'ati
13. Wali Faqih: Ulama Pewaris Kenabian,

Penerbit : Qonaah
Pendekatan Sunnah Syi'ah, Salim Al-Bahansawiy

Penerbit : Bina Tauhid
Memahami Al Qur'an, Murthadha Muthahhari

Penerbit : Mahdi
Tafsir Al-Mizan: Mut'ah, S.M.H. Thabathabai

Penerbit : Ihsan
Pandangan Islam Tentang Damai-Paksaan, Muhammad Ali Taskhiri

Penerbit : Al-Kautsar

1. Agar Tidak Terjadi Fitnah, Husein Al Habsyi
2. Dasar-Dassar Hukum Islam, Muhsin Labib
3. Nabi Bermuka Manis Tidak Bermuka Masam, Husein Al Habsyi
4. Sunnah Syi'ah Dalam Ukhuwah Islamiyah, Husain Al Habsyi
5. 60 Hadis Keutamaan Ahlul Bait, Jalaluddin Suyuti

Penerbit : Al-Baqir

1. 560 Hadis Dari Manusia Suci, Fathi Guven
2. Asyura Dalam Perspektif Islam, Abdul Wahab Al-Kasyi
3. Al Husein Merajut Shara Karbala, Muhsin Labib
4. Badai Pembalasan, Muhsin Labib
5. Darah Yang Mengalahkan Pedang, Muhsin Labib
6. Dewi-Dewi Sahara, Muhsin Labib
7. Membela Para Nabi, Ja'far Subhani
8. Suksesi, M Baqir Shadr
9. Tafsir Nur Tsaqalain, Ali Umar Al-Habsyi

Penerbit : Al-Bayan

1.Bimbingan Islam Untuk Kehidupan Suami Istri, Ibrahim Amini
2.Mengarungi Samudra Kebahagiaan, Said Ahtar Radhawi
3.Teladan Suci Kelurga Nabi, Muhammad Ali Shabban

Penerbit : As-Sajjad

1.Bersama Orang-orang yang Benar, Muh At Tijani
2.Imamah, Ayatullah Nasir Makarim Syirazi
3.Ishmah Keterpeliharaan Nabi Dari Dosa, Syaikh Ja'far Subhani
4.Jihad Akbar, Imam Khomeini
5.Kemelut Kepemimpinan, Ayatullah Muhammad Baqir Shadr
6.Kasyful Asrar Khomeini, Dr. Ibrahim Ad-Dasuki Syata
7.Menjawab Berbagai Tuduhan Terhadap Islam, Husin Alhabsyi
8.Nabi Tersihir, Ali Umar
9.Nikah Mut'ah Ja'far, Murtadha Al Amili
10. Nikah Mut;ah Antara Halal dan Haram, Amir Muhammad Al-Quzwainy
11. Surat-Surat Revolusi, AB Shirazi

Penerbit : Basrie Press

1.Ali Bin Abi Thalib di Hadapan Kawan dan Lawan, Murtadha Muthahhari
2.Manusia Dan Takdirnya, Murtadha Muthahhari
3.Fiqh Lima Mazhab, Muhammad Jawad Mughniyah

Penerbit : Pintu Ilmu

Siapa, Mengapa Ahlul Bayt, Jamia'ah Al-Ta'limat Al-Islamiyah Pakistan

Penerbit : Ulsa Press

1. Mengenal Allah, Sayyid MR Musawi Lari
2.Islam Dan Nasionalisme, Muhammad Naqawi
3.Latar Belakang Persatuan Islam, Masih Muhajeri
4.Tragedi Mekkah Dan Masa Depan Al-Haramain, Zafar Bangash
5.Abu Dzar, Ali Syari'ati
6.Aqidah Syi'ah Imamiyah, Syekh Muhammad Ridha Al Muzhaffar
7.Syahadat Bangkit Bersaksi, Ali Syari'ati

Penerbit : Gua Hira

Kepemimpinan Islam, Murtadha Muthahhari

Penerbit : Grafiti

1. Islam Syi'ah: Allamah M.H. Thabathaba'i
2. Pengalaman Terakhir Syah, William Shawcross
3. Tugas Cendikiawan Muslim, Ali Syaria'ti

Penerbit : Effar Offset

Dialog Pembahasan Kembali Antara Sunnah & Syi'ah Sulaim Al-Basyari &
Syaraduddien Al 'Amili

Penerbit : Shalahuddin Press

1. Fatimah Citra Muslimah Sejati, Ali Syari'ati
2. Gerbang Kebangkitan, Kalim Siddiqui
3. Islam Konsep Akhlak Pergerakan, Murtadha Muthahhari
4. Panji Syahadah, Ali Syari'ati.
5. Peranan Cendekiawan Muslim, Ali Syari'ati

Penerbit : Ats-Tsaqalain

Sunnah Syi'ah dalam Dialog, Husein Al Habsyi

Penerbit : Pustaka

Kehidupan Yang Kekal, Morteza Muthahari

Penerbit : Darut Taqrib

Rujuk Sunnah Syi'ah, M Hashem

Penerbit : Al-Muntazhar

1. Fiqh Praktis Syi'ah Imam Khomeini, Araki, Gulfaigani, Khui
2. Ringkasan Logika Muslim, Hasan Abu Ammar
3. Saqifah Awal Perselisihan Umat, O Hashem
4. Tauhid: Rasionalisme Dan Pemikiran dalam Islam, Hasan Abu Ammar

Penerbit : Gramedia

Biografi Politik Imam Khomeini, Riza Sihbudi

Penerbit : Toha Putra

Keutamaan Keluarga Rasulullah, Abdullah Bin Nuh

Penerbit : Gerbang Ilmu

Tafsir Al-Amtsal (Jilid 1), Nasir Makarim Syirazi

Penerbit : Al-Jawad

1. Amalan Bulan Ramadhan Husein Al-Kaff
2. Mi'raj Ruhani [1], Imam Khomeini
3. Mi'raj Ruhani [2] Imam Khomeni
4. Mereka Bertanya Ali Menjawab, M Ridha Al-Hakimi
5. Pesan Sang Imam, Sandy Allison (penyusun)
6. Puasa dan Zakat Fitrah Imam Khomeini & Imam Ali Khamene'i

Penerbit : Jami'ah al-Ta'limat al-Islamiyah

Tuntutan Hukum Syari'at, Imam Abdul Qasim

Penerbit : Sinar Harapan

1. Iran Pasca Revolusi, Syafiq Basri
2. Perang Iran Perang Irak, Nasir Tamara
3. Revolusi Iran, Nasir Tamara

Penerbit : Mulla Shadra

1. Taman Para Malaikat, Husain Madhahiri
2. Imam Mahdi Menurut Ahlul Sunnah Wal Jama'ah, Hasan Abu Ammar

Penerbit : Duta Ilmu

1. Wasiat Imam Ali, Non Mentioned
2. Menuju Pemerintah Ideal, Non Mentioned

Penerbit : Majlis Ta'lim Amben

114 Hadis Tanaman, Al Syeikh Radhiyuddien

Penerbit : Grafikatama Jaya

Tipologi Ali Syari'ati

Penerbit : Nirmala

Menyingkap Rahasia Haji, Syeikh Jawadi Amuli

Penerbit : Hisab

Abu Thalib dalam Polemik, Abu Bakar Hasan Ahmad

Penerbit : Ananda
Tentang Sosiologi Islam, Ali Syari'ati

Penerbit : Iqra

Islam dalam Perspektif Sosiologi Agama, Ali Shari'ati

Penerbit : Fitrah

Tuhan dalam Pandangan Muslim, S Akhtar Rizvi

Penerbit : Lentera Antarnusa

Sa'di Bustan, Sa'di

Penerbit : Pesona

Membaca Ali Bersama Ali Bin Abi Thalib, Gh R Layeqi

Penerbit : Rajawali Press

Tugas Cendekiawan Muslim, Ali Shari'ati

Penerbit : Bina Ilmu

Demonstran Iran dan Jum'at Berdarah di Makkah, HM Baharun

Penerbit : Pustaka Pelita

1. Akhirnya Kutemukan Kebenaran, Muh Al Tijani Al Samawi
2. Cara Memperoleh Haji Mabrur, Husein Shahab
3. Fathimah Az-Zahra: Ummu Abiha, Taufik Abu 'Alama
4. Pesan Terakhir Nabi, Non Mentioned

Penerbit : Pustaka

1. Etika Seksual dalam Islam, Morteza Muthahhari
2. Filsafat Shadra, Fazlur Rahman
3. Haji, Ali Syari'ati
4. Islam dan Nestapa Manusia Modern, Seyyed Hosein Nasr
5. Islam Tradisi Seyyed, Hosein Nasr
6. Manusia Masa Kini Dan Problem Sosial, Muhammad Baqir Shadr
7. Reaksi Sunni-Syi'ah, Hamid Enayat
8. Surat-Surat Politik Imam Ali, Syarif Ar Radhi
9. Sains dan Peradaban dalam Islam, Sayyed Hossein Nasr

Penerbit : Pustaka Jaya

Membina Kerukunan Muslimin, Sayyid Murthadha al-Ridlawi

Penerbit : Islamic Center Al-Huda


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
read more
“Kematian itu pasti datang dan akan terjadi pada setiap makhluk yang bernyawa, setiap makhluk pasti akan mati, maka bersiaplah akan mati..... adakah disini yang berani menjamin bahwa ia masih dapat hidup 10 menit kedepan?! Jika ada maju kedepan dan katakan dengan lantang..!”


Seperti itulah suasana pesantren sabtu-ahad yang diadakan oleh salah satu sekolah tingkat atas di bilangan Bekasi. Ustadz yang berceramah mencoba memberikan shock therapy bagi para pemuda agar kembali memikirkan orientasi dari kehidupan dunia yang sedang dijalani. Identik dengan masa muda maka salah satu jargon seringkali terbaca dengan istilah ‘balita hura-hura, muda foya-foya, tua kaya raya, mati masuk surga’. Seperti itulah jargon yang kadangkala berdengung seru untuk mempelajari dan menelaahnya kembali apa hal dibalik seruan tersebut. Dan yang sangat tak masuk akal adalah ucapan ‘mati masuk surga’ seakan-akan mereka yang berkata demikian telah mendapatkan janji surga dan melihat surga telah berada di genggaman tangannya. Padahal para sahabat sebagai orang-orang yang terbaik dan telah mendapatkan janji surga masih tetap melaksanakan amal ibadah dalam kesehariannya. Bahkan hal ini juga terjadi pada diri Rasulullah shalallahu ‘alayhi wa sallam yang senantiasa mensyukuri nikmat dari Allah azza wa jalla.

Berbicara soal kematian, benar sekali tanpa disadari kawan setiap kali ada salah satu kaum muslimin meninggal di tengah-tengah kita, yang pertama kali dan kita repotkan untuk diuraikan adalah soal “wafatnya jam berapa”, “kenapa”, “karena apa”, bahkan tak jarang jika semua cerita telah runtut didengar ditelinga maka sebuah ucapan “kasihan yaa dia..” atau “wah padahal kemarin segar bugar lho”.

Itulah fenomena dan realita yang ada. Seseorang lebih senang untuk mencari tahu lebih dalam tentang sebab kematian seseorang tersebut dan lebih menarik didengar bila menceritakannya kembali terhadap orang-orang disekitarnya. Bukannya berkaca bahwa ia pasti akan menyusulnya sehingga ia dapat mempersiapkan perbekalan yang terbaik bagi dirinya. Sebagaimana yang Allah firmankan:

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang Telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al Hasyr : 18).

Sungguh keadaan demikian sudah menjadi barang yang langka, terlebih ketika mengetahui bahwa amalannya masih dirasa kurang dan mereka masih memiliki kesempatan untuk memperbaikinya. Tapi itu semua menjadi mustahil di saat jenazah telah dikuburkan, para peziarah telah pulang ke rumah masing-masing, mereka kembali larut dalam aktivitas yang melenakan seperti sedia kala. Apa yang diucapkan soal sebab wafat ataupun ucapan kasihan tersebut tidak kembali pada diri pribadi.

Padahal Rasulullah shalallahu ‘alayhi wa sallam senantiasa berwasiat agar mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya persiapan untuk menempuh perjalanan yang sangat panjang. Suatu saat Rasulullah shalallahu ‘alayhi wa sallam bersama para sahabat pergi mengantarkan jenazah. Selepasnya beliau shalallahu ‘alayhi wa sallam duduk di tepi kubur dan para shahabat pun duduk di sekelilingnya. Beliau menyapu kepalanya dan menancap-nancapkan tanah dengan tongkat pendek yang berada ditangannya. Kemudia beliau shalallahu ‘alayhi wa sallam mengangkat kepalanya dan terlihat air matanya mengalir melalui jenggotnya, lalu bersabda: “Wahai manusia, demi Allah, seandainya kalian mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kalian sedikit tertawa dan banyak menangis.” (HR. Bukhari & Muslim).

Kematian adalah suatu hitungan waktu yang pasti dan sangat dekat bagi setiap muslimin. Ia (kematian) datang tidak mengenal situasi dan keadaan seseorang karena setiap ajal telah ditentukan waktunya, tidaklah ia muda ataupun tua, tidak pula ia yang kaya maupun miskin, pria maupun wanita, kematian akan datang pasti. Oleh karena itu alangkah sangat berbahagianya jika seseorang telah mengisi hari-hari dalam hidupnya dengan hal-hal yang bermanfaat bagi dirinya dan agamanya.

Rasulullah shalallahu ‘alayhi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang menjadikan akhirat sebagai tujuan hidupnya, maka Allah akan menjadikan kekayaan di dalam hatinya. Dan Allah akan mengumpulkan kekuatannya, dan dunia akan datang sendiri padanya. Namun barangsiapa yang menjadikan dunia sebagai tujuan hidupnya, maka Allah akan menjadikan kefakiran ada di depan matanya, dan mencerai beraikan kekuatannya, dan dunia tidak akan datang kepadanya kecuali apa yang telah di takdirkan kepadanya.” (HR. Tirmidzi).

Mulai sekarang hendaklah kita bersama untuk mempersiapkan dan menyongsong kematian dengan keadaan sebaik-baiknya. Terbiasa mengerjakan amal kebaikan diatas landasan keikhlasan dan kebenaran itu merupakan sebuah keharusan agar jangan sampai ada amalan yang kita bawa nanti bagaikan debu berterbangan dikarenakan tidak dikerjakan sesuai dengan landasan yang benar dalam beribadah.

Ingat dan pahamilah, bahwa senantiasa masih ada waktu untuk membenahi amalan-amalan kita demi mempersiapkan hari akhir yang dijanjikan pasti kedatangannya. Perbaikilah dan isilah keseharian dengan amalan-amalan yang terbaik dan benar. Semoga Allah mencabut nyawa kita dalam keadaan sedang memberikan manfaat dan amalan yang memberatkan sebagaimana lazimnya kebiasaan yang dilakukan.

Dari Anas bin Malik radhiyallohu anhu, ia mengatakan bahwa Rasulullah shalallahu ‘alayhi wa sallam bersabda: “Apabila Allah menghendaki kebaikan kepada seorang hamba-Nya, maka Dia akan menjadikannya sebagai orang yang rajin beramal.”

Para sahabat pun bertanya “Bagaimana maksudnya?.” Maka Rasulullah shalallahu ‘alayhi wa sallam bersabda, “Allah memberikan taufik kepadanya untuk beramal shalih sebelum wafatnya.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi)

“Sesungguhnya amal-amal itu tergantung dari akhirnya.“ (HR. Bukhari)


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
عن أبي هريرة t قال: قال رسول الله r قال: ((من حسن إسلام المرء تركه ما لا يعنيه)).

 حديث حسن, رواه الترمذي, وغيره وهكذا.
Abu Hurairah t berkata, Rasulullah ٍٍshallallahu 'alaihi wassalam bersabda, "Di antara tanda kebaikan keIslaman seseorang: jika dia meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat baginya ".
Hadits hasan, diriwayatkan oleh at-Tirmidzi (no: 2318) dan yang lainnya.

DERAJAT HADITS:
          Derajat hadits ini adalah hasan lighairihi [1]. Sebab meskipun hadits ini menurut ulama ahli ‘ilal [2] adalah mursal [3], akan tetapi ia memiliki syawahid yang cukup banyak dengan redaksi yang  semisal, sehingga menguatkannya dan menjadikannya hasan lighairihi [4].

BIOGRAFI SINGKAT PERAWI HADITS [5]:
          Abu Hurairah bernama Abdurrahman bin Shakhr ad-Dausy, berasal dari negeri Yaman. Beliau merupakan shahabat Nabi r yang paling banyak meriwayatkan hadits Rasulullah r. Hadits-hadits musnad yang beliau riwayatkan sebanyak 5374 hadits. Banyaknya hadits yang beliau riwayatkan membuat orang-orang orientalis dan antek-anteknya merasa berkepentingan untuk menjatuhkan kedudukan beliau, dengan tujuan agar kaum muslimin kehilangan sebagian besar tuntunan Nabinya r. Akan tetapi ulama kita bahu-membahu dalam menghadapi tuduhan-tuduhan keji mereka, serta menyapu bersih syubhat-syubhat yang mereka lontarkan. Di antara buku-buka yang ditulis dalam hal ini adalah: Al-Anwar al-Kasyifah fi Kitab Adhwa’ ‘ala as-Sunnah min az-Zalal wa at-Tadhlil wa al-Mujazafah, yang ditulis oleh salah satu ulama besar negeri Yaman; al-‘Allamah Abdurrahman bin Yahya al-Mu’allimy (1313-1386 H).
          Pada tahun 57 H Abu Hurairah meninggal dunia, dalam usia 78 tahun.

KEDUDUKAN HADITS INI: 
          Hadits yang ada di hadapan kita ini merupakan salah satu dasar pokok bidang akhlak dalam agama Islam. Imam Ibnu Abi Zaid al-Qairawany menerangkan, “Adab-adab kebaikan terhimpun dan bersumber dari 4 hadits: hadits “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya berkata baik atau diam”, hadits “Salah satu pertanda kebaikan Islam seseorang, jika ia meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfat baginya”, hadits “Janganlah engkau marah”, dan hadits “Seorang mu’min mencintai kebaikan untuk saudaranya, sebagaimana ia mencintai kebaikan tersebut bagi dirinya sendiri” [6].

PENJELASAN TENTANG HADITS INI:

______________________________________________________________________________

من حسن إسلام المرء تركه ما لا يعنيه

“Di antara tanda kebaikan keislaman seseorang; jika dia meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat baginya”.
          “Min husni islamil mar’i” i’rabnya adalah khabar yang didahulukan. Sedangkan “‘Tarku” adalah mubtada’ yang diakhirkan[7].
Huruf min dalam hadits ini jenisnya tab’idhiyyah (sebagian). Jadi makna hadits ini adalah: meninggalkan perkara-perkara yang tidak bermanfaat, merupakan sebagian dari hal-hal yang bisa mendatangkan baiknya keIslaman seseorang.[8]
Kapankah keislaman seseorang dianggap baik?. Para ulama berbeda pendapat:
- Sebagian memandang bahwa kebaikan Islam seseorang dicapai dengan mengerjakan kewajiban-kewajiban dan menjauhi larangan-larangan. Dan ini adalah tingkatan golongan yang pertengahan, yang disitir oleh Allah ta’ala dalam firman-Nya:
ثم أورثنا الكتاب الذين اصطفينا من عبادنا فمنهم ظالم لنفسه ومنهم مقتصد ومنهم سابق بالخيرات بإذن الله
Artinya: “Kemudian kitab itu kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri, di antara mereka ada yang pertengahan dan di antara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah” [9]. Orang yang baik keislamannya adalah golongan pertengahan yang mengerjakan kewajiban-kewajiban dan sebagian yang sunah, serta meninggalkan semua hal-hal yang diharamkan.
- Pendapat kedua mengatakan: Kebaikan Islam seseorang artinya: jika ia telah mencapai tingkatan ihsan yang disebutkan dalam hadits:
قال: فأخبرني عن الإحسان, قال: أن تعبد الله كأنك تراه, فإن لم تكن تراه فإنه يراك
Jibril bertanya kepada Rasulullah r: “Apakah ihsan itu?” Beliau menjawab: “Kamu beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya. Seandainya engkau tidak mampu, ketahuilah bahwasanya Dia itu melihatmu” [10].

- Pendapat ketiga memandang bahwa kebaikan keislaman itu bertingkat-tingkat, masing-masing orang berbeda-beda tingkatannya. Besarnya pahala dan keutamaan seseorang tergantung tingkatan kebaikan keislaman dia. Rasulullah r bersabda :
إذا أحسن أحدكم إسلامه فكل حسنة يعملها تكتب له بعشر أمثالها إلى سبعمائة ضعف
“Jika Islam salah seorang dari kalian baik, maka setiap amal kebaikan yang ia lakukan akan dicatat (pahalanya) sepuluh kali lipat hingga tujuh ratus kali lipat” [11].
Keterangan para ulama ahli penelitian (tahqiq) mengatakan bahwa kebaikan keislaman itu bertingkat-tingkat, tidak hanya satu level saja[12] (menguatkan pendapat ketiga).
Hal lain yang perlu dikemukakan di sini adalah bahwasanya agama Islam telah menghimpun segala macam bentuk kebaikan. Syeikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’dy dalam hal ini telah mengarang bukunya: “Keindahan-keindahan Agama Islam”, demikian pula Syeikh Abdul Aziz bin Muhammad bin Salman mempunyai tulisan tentang pembahasan ini. Dan perlu diketahui bahwa seluruh kebaikan ajaran Islam telah terhimpun dalam dua kata yang disebutkan Allah dalam surat An Nahl ayat 90 :
إن الله يأمر بالعدل والإحسان
Artinya: ”Sesungguhnya Allah menyuruh (kalian) berlaku adil dan berbuat kebajikan”
______________________________________________________________________________
Al-‘Inayah secara etimologi berarti: perhatian yang sangat terhadap sesuatu, atau suatu hal penting yang diperhatikan. Jadi maksud dari “maa laa ya’ni”  adalah sesuatu yang tidak bermanfaat bagi pemerhatinya dan tidak ada maslahat baginya[13].
Sesuatu yang tidak bermanfaat bagi seorang muslim, bisa berbentuk perkataan bisa juga berbentuk perbuatan. Jadi setiap perkataan dan perbuatan yang tidak ada manfaatnya baik itu untuk kepentingan ukhrawi seorang muslim ataupun untuk kepentingan duniawinya, seharusnya dia tinggalkan agar keislamannya menjadi baik[14].
Bagaimana kita bisa mengetahui apakah sesuatu itu termasuk bermanfaat bagi kita atau tidak?. Apakah standar dan patokan yang kita gunakan untuk menentukan suatu perbuatan itu termasuk bermanfaat bagi seorang muslim atau tidak?.
Ketahuilah bahwa standar yang harus kita gunakan dalam masalah ini adalah syari’at dan bukan hawa nafsu. Mengapa? Karena Nabi r  menjadikan “meninggalkan suatu hal yang tidak bermanfaat” sebagai tanda dari kebaikan keislaman seseorang. Ini menunjukkan bahwa patokan yang harus  kita gunakan dalam menilai bermanfaat tidaknya suatu perbuatan adalah syari’at Islam. Hal ini perlu ditekankan karena banyak orang yang salah paham dalam memahami hadits ini, sehingga dia meninggalkan hal-hal yang diwajibkan syari’at atau disunahkan, dengan alasan bahwa hal-hal itu tidak bermanfaat baginya[15]. InsyaAllah di akhir penjelasan hadits akan kita bawakan contoh dari kesalahpahaman tersebut.
Adapun sekarang, maka terlebih dahulu akan kita datangkan contoh hal-hal yang tidak bermanfaat bagi seorang muslim, antara lain:
  1. Maksiyat atau hal-hal yang diharamkan oleh Allah ta’ala. Dan ini hukumnya wajib untuk ditinggalkan oleh setiap manusia[16]. Karena dia bukan hanya tidak bermanfaat, tapi juga membahayakan diri sendiri, baik di dunia maupun di akherat. Di antara bahaya yang ditimbulkan maksiyat di dunia adalah: mengerasnya hati dan menghitam, hingga cahaya yang ada di dalamnya padam. Akibatnya, diapun menjadi buta jadi tidak bisa membedakan mana yang haq dan mana yang batil[17]. Akibat buruk ini telah dijelaskan oleh Nabi kita r:
إن العبد إذا أخطأ خطيئة نكتت في قلبه نكتة سوداء, فإن هو نزع واستغفر صقل قلبه, وإن زاد زيد فيها حتى تعلو قلبه وهو الران الذي ذكر الله ((كلا بل ران على قلوبهم ما كانوا يكسبون)).
“Jika seorang hamba berbuat sebuah dosa, maka akan ditorehkan sebuah noktah hitam di dalam hatinya. Tapi jika ia meninggalkannya dan bertaubat niscaya hatinya akan dibersihkan dari noktah hitam itu. Sebaliknya jika ia terus berbuat dosa, noktah-noktah hitam akan terus bertambah hingga menutup hatinya. Itulah dinding penutup yang Allah sebutkan dalam ayat (Sekali-kali tidak demikian, sebenarnya apa yang selalu mereka kerjakan itu menutup hati mereka)” [18] [19]. Adapun di akherat, maka orang yang gemar berbuat maksiyat, diancam oleh Allah untuk dimasukkan ke dalam neraka, na’udzubillah min dzalik.
  1. Hal-hal yang dimakruhkan dalam agama kita, juga berlebih-lebihan dalam mengerjakan hal-hal yang diperbolehkan agama, yang sama sekali tidak mengandung manfaat, malah justru terkadang menghalangi seseorang dari berbuat amal kebajikan[20]. Di antara yang harus mendapat porsi terbesar dari perhatian kita adalah masalah lisan. Imam an-Nawawi menasehatkan, “Ketahuilah, seyogyanya setiap muslim berusaha untuk selalu menjaga lisannya dari segala macam bentuk ucapan, kecuali ucapan yang mengandung maslahat. Jikalau dalam suatu ucapan, maslahat untuk mengucapkannya dan maslahat untuk meninggalkannya adalah sebanding, maka yang disunnahkan adalah meninggalkan ucapan tersebut. Sebab perkataan yang diperbolehkan terkadang membawa kepada perkataan yang diharamkan atau yang dimakruhkan. Dan hal itu sering sekali terjadi. Padahal keselamatan (dari hal-hal yang diharamkan atau dimakruhkan) adalah sebuah (mutiara) yang tidak ternilai harganya” [21].
Pengalaman membuktikan bahwa perkataan yang baik, indah dan yang telah dipertimbangkan secara bijak, atau diam, akan mendatangkan kewibawaan dan kedududukan dalam kepribadian seorang muslim. Sebaliknya, banyak bicara dan gemar mencampurtangani perkara yang tidak bermanfaat, akan menodai kepribadian seorang muslim, mengurangi kewibawaan dan menjatuhkan kedudukannya di mata orang lain[22].
Imam Ibnu Hibban berpetuah: “Orang yang berakal seharusnya lebih banyak mempergunakan kedua telinganya daripada mulutnya. Dia perlu menyadari bahwa dia diberi telinga dua buah, sedangkan diberi mulut hanya satu; adalah supaya dia lebih banyak mendengar daripada berbicara. Seringkali seseorang menyesal di kemudian hari akibat perkataan yang ia ucapkan, sementara diamnya dia tidak akan pernah membawa penyesalan. (Perlu diketahui pula) bahwa menarik diri dari perkataan yang belum diucapkan adalah lebih mudah daripada mencabut perkataan yang telah terlanjur diucapkan. Karena biasanya jika seseorang tengah berbicara, maka kata-katanyalah yang akan menguasai dirinya, sebaliknya jika tidak berbicara, maka ia mampu untuk mengontrol kata-katanya[23].
Banyak orang meremehkan perkataan-perkataan yang terlepas dari lisannya, serta tidak mempedulikan dampak baik buruknya. Padahal jauh-jauh hari Nabi kita r telah memperingatkan:
إن العبد ليتكلم بالكلمة ما يتبين ما فيها يهوي بها في النار أبعد ما بين المشرق والمغرب
“Seringkali seorang hamba mengucapkan suatu perkataan yang tidak ia pikirkan dampaknya, padahal ternyata perkataan itu akan menjerumuskannya de dalam neraka yang dalamnya lebih jauh dari jarak timur dengan barat” [24].
  1. Menyibukkan diri mengurusi kesalahan orang lain, dan lupa untuk membenahi diri sendiri. Padahal salah satu prinsip agama Islam adalah, bahwa setiap muslim sebelum ia menyibukkan diri dengan kekurangan orang lain, hendaknya ia berusaha dengan sungguh-sungguh untuk membenahi diri, berupaya merealisasikan keselamatan dan menjauhkan segala hal yang akan membinasakan dirinya. Sebagaimana firman Allah:
والعصر * إن الإنسان لفي خسر * إلا الذين آمنوا وعملوا الصالحات وتواصوا بالحق وتواصوا بالصبر
Artinya: “Demi masa * Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian * Kecuali orang-orang yang beriman, mengerjakan amal shalih, nasehat-menasehati untuk menetapi kebenaran, serta nasehat-menasehati supaya menetapi kesabaran” [25].
Dalam untaian ayat-ayat ini, Allah ta’ala telah menerangkan karakteristik golongan orang-orang yang selamat dari kerugian. Di antara karakteristik mereka; merealisasikan keimanan dan amal shalih dalam diri mereka sendiri terlebih dahulu, sebelum mendakwahi orang lain untuk berpegang kepada al-haq dan bersabar. Dan ini merupakan penegasan atas permasalahan yang kita bahas.
Di sisi lain Allah ta’ala telah mencela Bani Israil, dikarenakan mereka menyelisihi prinsip ini:
أتأمرون الناس بالبر وتنسون أنفسكم وأنتم تتلون الكتاب أفلا تعقلون
Artinya: “Mengapa kalian suruh orang lain (mengerjakan) kebaikan, sedang kalian melupakan diri (kewajiban)mu sendiri, padahal kalian membaca al-Kitab (Taurat). Maka tidakkah kalian berpikir?” [26].
Oleh sebab itu, hendaknya kita senantiasa berusaha membenahi diri sendiri sebelum berusaha membenahi orang lain. Jikalau telah beristiqamah (dalam kebaikan), lantas kita berusaha untuk memadukan antara penerapan ajaran agama Allah dalam diri sendiri dengan usaha untuk mendakwahi orang lain, di saat itulah kita benar-benar berada di atas petunjuk salaf, dan niscaya Allah akan menjadikan kita bermanfaat (untuk umat). Itulah (karakteristik) para da’i sunnah dengan perkataan dan perilakunya. Metode ini, demi Allah, benar-benar merupakan tingkatan tertinggi, yang mana jika seseorang telah berhasil mencapainya, maka ia termasuk hamba Allah yang paling tinggi kedudukannya kelak di hari akhir. Allah ta’ala berfirman:
ومن أحسن قولا ممن دعا إلى الله وعمل صالحا وقال إنني من المسلمين
Artinya: “Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal shalih dan berkata, ‘Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri’ ” [27] [28].
          Telah disinggung di awal makalah ini, di saat kita menerangkan tentang standar atau patokan apa yang harus kita gunakan dalam menilai bermanfaat tidaknya suatu perbuatan, kita peringatkan di sana tentang kekeliruan yang dialami oleh sebagian orang tatkala mereka meninggalkan hal-hal yang diwajibkan agama dengan alasan hal itu tidak berguna baginya. Maka di sini kita akan membawakan berbagai contoh dari perintah-perintah agama yang ditinggalkan oleh sebagian orang, akibat keliru dalam memahami hadits ini.  Sebagian orang meninggalkan amar ma’ruf (menyuruh kepada kebaikan) dan nahi munkar (mencegah dari kemungkaran), dengan alasan hal tersebut tidak bermanfaat baginya. Ini jelas-jelas merupakan kekeliruan yang nyata, sebab amar ma’ruf dan nahi munkar merupakan perkara yang amat penting bagi seorang muslim. Allah berfirman:
ولتكن منكم أمة يدعون إلى الخير ويأمرون بالمعروف وينهون عن المنكر
Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kalian, segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar” [29] [30].
Setiap yang diperintahkan Allah adalah penting dan bermanfaat bagi manusia.
          Sebagian yang lain mengabaikan nasehat untuk umat, dikira bahwa hal itu tidak bermanfaat bagi dirinya. Hal ini tidak diragukan lagi bertentangan dengan ayat-ayat dan hadits-hadits yang memerintahkan untuk membudayakan nasehat antar umat[31]. Dan di antara bentuk nasehat yang seringkali diabaikan, bahkan diperangi oleh banyak orang, adalah menerangkan kesalahan dan kesesatan ahlul bid’ah kepada umat, dengan tujuan agar umat tidak terjerumus ke dalam kesalahan dan kesesatan mereka. Para ulama telah berijma’ (bersepakat) tentang disyariatkannya bahkan diwajibkannya mengkritik ahlul bid’ah, sebab bahaya mereka bagi umat lebih besar dari segala bentuk marabahaya[32]. Dan ini bukanlah termasuk ghibah (menggunjing) yang diharamkan, sebagaimana yang diterangkan oleh Imam an-Nawawy [33] dan ulama lainnya[34].
          Kemudian, dalam mengingkari suatu kesalahan dan membantah orang yang terjatuh ke dalamnya, kita perlu memperhatikan norma-norma yang telah digariskan oleh agama kita. Di antara norma-norma tersebut:
  1. Pengingkaran tersebut harus dilakukan dengan penuh rasa ikhlas dan niat yang tulus semata-mata dalam rangka membela kebenaran. Di antara konsekwensi ikhlas dalam masalah ini, adalah berharap agar orang yang terjatuh ke dalam kesalahan mendapatkan hidayah dan kembali kepada al-haq. Maka hendaknya ia menempuh segala cara yang dapat dilakukan, agar orang yang berbuat kesalahan hatinya mendekat, bukan malah menjadikannya semakin menjauh. Dan hendaknya pengingkaran tersebut juga diiringi dengan doa kepada Allah agar mendapat petunjuk-Nya. Apalagi jika ia termasuk golongan ahlus sunnah, ataupun kaum muslimin lainnya. Dahulu Nabi kita r telah mendoakan sebagian orang kafir agar mendapatkan petunjuk, bagaimana halnya jika orang yang bersalah berasal dari kaum muslimin yang bertauhid? (tentunya lebih berhak untuk didoakan).
  2. Hendaknya bantahan tersebut dilakukan oleh seorang alim yang telah mumpuni ilmunya; mengetahui secara detail segala sudut pandang dalam materi bantahan, entah yang berkaitan dengan dalil-dalil syari’at yang menjelaskannya serta keterangan para ulama, maupun tingkat kesalahan lawan serta sumber munculnya syubhat dalam dirinya plus mengetahui keterangan-keterangan para ulama yang membantah syubhat tersebut.
Hendaklah orang yang membantah juga memiliki kriteria: kemampuan untuk mengemukakan dalil-dalil yang kuat tatkala menerangkan kebenaran dan mematahkan syubhat. Memiliki ungkapan-ungkapan yang cermat, agar tidak nampak atau dipahami dari perkataannya,  kesimpulan yang tidak sesuai dengan apa yang dia inginkan. Jika tidak (memenuhi kriteria itu), maka justru yang akan timbul adalah besarnya kerusakan.
  1. Hendaklah tatkala membantah, ia memperhatikan: perbedaan tingkat kesalahan, perbedaan kedudukan orang yang bersalah baik dalam bidang keagamaan maupun sosial, juga perbedaan motivasi pelanggaran; apakah karena tidak tahu, atau hawa nafsu dan keinginan untuk berbuat bid’ah, atau mungkin cara penyampaiannya yang keliru dan salah ucap, atau karena terpengaruh dengan seorang guru dan lingkungan masyarakatnya, atau karena ta’wil, atau karena tujuan-tujuan lain di saat ia melakukan pelanggaran terhadap syari’at. Barang siapa yang tidak mempedulikan atau memperhatikan perbedaan-perbedaan ini, niscaya ia akan terjerumus ke dalam sikap ghuluw (berlebih-lebihan) atau sebaliknya (kelalaian), yang mana akan berakibat tidak bergunanya perkataan dia atau paling tidak sedikit manfaatnya.
  2. Hendaklah ia senantiasa berusaha mewujudkan maslahat yang disyariatkan dari bantahan tersebut. Jika bantahan tersebut justru mengakibatkan kerusakan yang lebih besar dibanding dengan kesalahan yang hendak dibantah, maka tidak disyariatkan untuk membantah. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menerangkan, “Tidak dibenarkan menghindari kerusakan kecil dengan melakukan kerusakan yang lebih besar, juga tidak dibenarkan mencegah kerugian yang ringan dengan melakukan kerugian yang lebih berat. Karena syariat Islam datang dengan tujuan merealisasikan maslahat dan menyempurnakannya, juga melenyapkan kerusakan dan menguranginya sedapat mungkin. Pendek kata, jika tidak mungkin untuk memadukan antara dua kebaikan, maka syariat Islam (mengajarkan untuk) memilih yang terbaik. Begitu pula halnya dengan dua kerusakan, jika tidak dapat dihindarkan kedua-duanya, maka kerusakan terbesarlah yang harus dihindarkan”[35].
  3. Hendaknya bantahan disesuaikan dengan tingkat tersebarnya kesalahan tersebut. Sehingga jika suatu kesalahan hanya muncul di suatu daerah atau sekelompok masyarakat, maka tidak layak bantahannya disebarluaskan ke daerah lain atau kelompok masyarakat lain yang belum mendengar kesalahan tersebut, baik dengan menerbitkan buku, kaset maupun dengan menggunakan media-media lain. Karena menyebarluaskan bantahan, berarti secara tidak langsung, turut menyebarluaskan pula kesalahan tersebut. Bisa jadi ada orang yang membaca atau mendengar suatu bantahan, akan tetapi syubhat-syubhat (kesalahan itu) masih membayangi hati dan pikirannya, juga tidak merasa puas dengan bantahan itu. Jadi, menghindarkan masyarakat dari mendengarkan kebatilan, adalah lebih baik daripada mendengarkannya kemudian mendengarkan bantahannya. Para salar senantiasa mempertimbangkan norma ini dalam bantahan-bantahan mereka. Banyak sekali kita dapatkan kitab-kitab mereka yang bertemakan bantahan, mereka hanya menyebutkan dalil-dalil yang menjelaskan al-haq, yang merupakan kebalikan dari kesalahan tersebut, tanpa meyebutkan kesalahan itu. Tentu ini membuktikan akan akan tingkat pemahaman mereka yang belum dicapai oleh sebagian orang yang hidup di zaman ini.
Pembahasan yang baru saja diutarakan -yang berkaitan dengan menyebarkan bantahan di negeri yang belum terjangkiti kesalahan-, sama halnya dengan pembahasan tentang menyebarkan bantahan di tengah-tengah sekelompok orang yang tidak mengetahui kesalahan itu, walaupun ia tinggal di negeri yang sama. Maka tidak seyogyanya menyebarkan bantahan baik melalui buku maupun kaset, di tengah-tengah masyarakat yang tidak mengetahui atau mendengar adanya kesalahan tersebut. Betapa banyak orang awam yang terfitnah dan terjatuh ke kubang keraguan tentang dasar-dasar agama, akibat membaca buku-buku bantahan yang tidak dapat dipahami oleh akal pikiran mereka. Maka hendaknya orang-orang yang menyebarkan buku-buku bantahan ini, merasa takut kepada Allah dan berhati-hati, agar tidak menjadi penyebab terpicunya fitnah di masyarakat yang akal pikiran mereka tidak dapat memahaminya. Dan di antara kejadian yang amat mengherankan; sebagian orang membagi-bagikan beberapa buku-buku bantahan kepada orang-orang yang keislamannya baru berjalan beberapa hari atau beberapa bulan saja, kemudian mereka diarahkan untuk membaca buku-buku tersebut. Alangkah mengherankan perbuatan mereka ini!.
  1. Hukum membantah pelaku suatu kesalahan adalah fardhu kifayah, sehingga bila telah ada seorang ulama yang melaksanakannya, tujuan syari’at telah terealisasi dengan bantahan dan peringatan darinya. Maka tanggungjawab (kewajiban) para ulama yang lain telah gugur. Hal ini telah ditetapkan oleh para ulama dalam pebbahasan hukum fardhu kifayah. Di antara kesalahan yang kerap terjadi: tatkala ada seorang ulama membantah orang yang melakukan kesalahan atau mengeluarkan tahdzir (fatwa dalam rangka memperingatkan dari kesalahan seseorang), banyak para penuntut ilmu yang menisbahkan diri mereka ke as-sunnah, menuntut ulama lain atau penuntut ilmu lainnya , agar menyatakan sikap mereka terhadap ulama pembantah, terhadap orang yang bersalah, atau terhadap tahdzir tersebut. Bahkan sampai-sampai para pemula dari kalangan  penuntut ilmu dan bahkan masyarakat awam, juga dituntut untuk menentukan sikap mereka terhadap ulama yang membantah dan orang yang bersalah. Terlebih dari itu semua, mereka kemudian menkan permasalahan ini sebagai dasar wala’ dan bara’ (loyalitas dan benci), hingga akhirnya yang terjadi adalah saling menghajr (memboikot atau mendiamkan) hanya karena masalah ini. Terkadang seorang penuntut ilmu menghajr  syeikhnya (ustadznya) yang selama bertahun-tahun ia telah menuntut ilmu di tangannya, hanya karena permasalahan ini. Terkadang pula fitnah ini menyelusup ke dalam sebuah keluarga, sehingga kita dapati seseorang menghajr saudaranya, seorang anak bersikap tidak sopan kepada orang tuanya, bahkan terkadang seorang istri diceraikan, yang berakibat terlunta-luntanya anak-anak mereka, hanya karena perkara ini.
Dan bila melihat fenomena yang menimpa umat, niscaya kita akan mendapatkan mereka terpecah menjadi dua kelompok atau bahkan lebih. Setiap kelompok melemparkan berbagai tuduhan kepada yang lain, yang akhirnya mereka saling menghajr. Semua ini terjadi di kalangan orang-orang yang menisbatkan diri mereka ke as-sunnah (ahlus sunnah), yang mana sebelumnya setiap kelompok tidak dapat mencela akidah dan manhaj kelompok lain, sebelum terjadinya perbedaan ini. Fenomena ini bersumber dari kebodohan yang akut terhadap as-sunnah (manhaj ahlus sunnah) dan kaidah-kaidah mengingkari suatu kemungkaran menurut ahlus sunnah, atau (mungkin juga) bersumber dari hawa nafsu. Kita memohon perlindungan dan keselamatan kepada Allah…[36].
          Di antara permasalahan yang dapat kita pahami dari hadits ini, bahwa masing-masing dari kita berkewajiban untuk menyibukkan diri dengan hal-hal yang bermanfaat, jangan sampai menyia-nyiakan hal-hal yang penting, baik itu berkenaan dengan perkara agama maupun perkara dunia. Mari kita berusaha keras semampunya untuk menggapai ridha Allah, dan meraih tujuan (yang digariskan-Nya), sambil terus memohon pertolongan dari-Nya dan meminta taufiq serta kebenaran. Nabi r bersabda:
المؤمن القوي خير وأحب إلى الله من المؤمن الضعيف وفي كل خير, احرص على ما ينفعك واستعن بالله ولا تعجز
“Mu’min yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah dari mu’min yang lemah, dan masing-masing memiliki kebaikan. Bersungguh-sungguhlah dalam (mengerjakan) hal-hal yang bermanfaat bagimu, mohonlah pertolongan dari Allah dan janganlah bersikap lemah” [37] [38].

BEBERAPA PELAJARAN YANG DAPAT DIPETIK DARI HADITS INI:
  1. Dorongan untuk mempergunakan waktu di dalam hal-hal yang mendatangkan manfaat bagi seorang hamba di dunia dan akherat.
  2. Hasungan untuk menjauhi perkara-perkara yang tidak ada artinya, serta menyibukkan diri dengan hal-hal yang mulia.
  3. Dorongan untuk menundukkan diri sendiri dan meluruskannya, dengan cara menjauhkannya dari hal-hal yang bisa mecorengkan noda di atasnya, berupa tingkah laku yang rendah dan hina.
  4. Campur tangan dalam perkara-perkara yang tidak bermanfaat akan mengakibatkan timbulnya pepecahan dan permusuhan antar umat[39]. 

DAFTAR PUSTAKA:
  1. Al-Qur’an dan Terjemahannya.
  2. Ad-Durar as-Saniyah bi Fawaid al-Arba’in an-Nawawiyah, Dr. Bandar bin Nafi’ al-‘Abdaly.          
  3. Al-Mahajjah al-Baidha fi Himayati as-Sunnah al-Gharra’ min Zallati Ahl al-Akhtha’ wa Zaighi Ahl al-Ahwa’, Prof. Dr. Rabi’ bin Hadi al-Madkhaly.
  4. Badai’ at-Tafsir al-Jami’ li Tafsir Ibn Qayyim al-Jauziyah, Yusri as-Sayyid Muhammad.
  5. Bahjah al-Qulub al-Abrar wa Qurratu ‘Uyun al-Akhbar fi Syarh Jawami’ al-Akhbar, Abdurrahman bin Nashir as-Sa’dy.
  6. Bahjah an-Nadzirin Syarh Riyadh ash-Shalihin, Salim bin ‘Ied al-Hilaly.
  7. Iqadz al-Himam al-Muntaqa  min Jami’ al-Ulum wa al-Hikam, Salim bin ‘Ied al-Hilaly.
  8. Jami’ al Ulum wa al-Hikam, Ibnu Rajab.
  9. Mauqif Ahl as-Sunnah wa al-Jama’ah min Ahl al-Ahwa’ wa al-Bida’, Dr. Ibrahim bin Amir ar-Ruhaily.
  10. Nashihah li asy-Syabab, Dr. Ibrahim bin ‘Amir ar-Ruhaily.
  11. Qawa’id wa Fawaid min al-Arbain an-Nawawiyah, Nadzim Muhammad Sulthan.
  12. Rifqan Ahl as-Sunnah bi Ahl as-Sunnah Menyikapi Fenomena Tahdzir dan Hajr, Abdul Muhsin bin Hamd al-Abbad al-Badr.
  13. Riyadh ash-Shalihin, Muhyiddin an-Nawawy.
  14. Shahih al-Bukhary, Muhammad bin Ismail al-Bukhary.
  15. Shahih Muslim, Muslim bin Hajjaj.
  16. Siyar A’lam an-Nubala, Syamsuddin adz-Dzahaby.
  17. Sunan at-Tirmidzy, Abu ‘Isa at-Tirmidzy.
  18. Sunan Ibnu Majah, Ibnu Majah al-Qazwiny.
  19. Syarh al-Arba’in an-Nawawiyah, Muhammad bin Shalih al-Utsaimin.
  20. Syarh al-Arba’in an-Nawawiyah, Shalih Alu Syeikh.
  21. Syarh al-Arba’in Haditsan an-Nawawiyah, Muhyiddin an-Nawawy.
  22. Tahdzib al-Kamal fi Asma ar-Rijal, Abul Hajjaj al-Mizzy.
  23. Taisir al-Karim Ar-Rahman fi tafsir Kalam al-Mannan, Abdurrahman bin Nashir as-Sa’dy.



____________________________________Purbalingga, Jum’at 17 Jumadal Ula 1426 H

 



[1]  Syarh al-Arbain an-Nawawiyah, oleh Syeikh Shalih Alu Syeikh, hal: 80.
[2]  Antara lain Ahmad bin Hanbal, Yahya bin Ma’in dan lain-lain.
[3]  Jami’ al-ulum wa al-Hikam, oleh Ibn Rajab, hal 207.
[4]  Lihat takhrij hadits ini dalam Shahih Kitab al-Adzkar wa Dha’ifuhu, 1013/774, 1130/884, 1244/978. Dinukil dari Iqadzu al-Himam al-Muntaqa min Jami’ al Ulum wa al-Hikam, oleh Syaikh Salim al-Hilaly, hal 172.
[5]  Lihat: Tahdzib al-Kamal fi Asma’ ar-Rijal, oleh al-Mizzy, no: 8276, dan Siyar A’lam an-Nubala’, oleh adz-Dzahaby, II/578-632.
[6]  Jami’ al-Ulum wa Al-Hikam, hal 208.
[7]  Syarah al-Arba’in an-Nawawiyah oleh Syeikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, hal 181.
[8] Jami’ al-‘Ulum hal  208
[9]  QS. Fathir: 32.
[10] HR. Muslim no: 93
[11] HR. Bukhari no: 42
[12] Ibid hal 77-78
[13] Syarh al-Arba’in an-Nawawiyah, oleh Syeikh Shalih Alu Syeikh,  hal: 78
[14] Lihat: Syarh al-Arba’in Haditsan an-Nawawiyah, oleh Imam Nawawi hal: 40
[15] Qawa’id wa Fawaid min al-Arba’in an-Nawawiyah, oleh Nadzim Sulthan, hal: 123, dan Bahjah an- Nadzirin Syarh Riyadh ash-Shalihin, oleh Salim al-Hilaly I/142
[16]  Bahjah al-Qulub al-Abrar wa Qurrat ‘Uyun al-Akhbar fi Syarh Jawami’ al-Akhbar, oleh Syeikh Abdurrahman as-Sa’dy, hal: 137.
[17]  Lihat: Badai’ at-Tafsir al-Jami’ li Tafsiri Ibn al-Qayyim, oleh Yusri as-Sayyid Muhammad, V/153-155, dan Taisir al-Karim ar-Rahman fi Tafsir Kalam al-Mannan, oleh Syeikh Abdurrahman as-Sa’dy, hal 916.
[18]  QS.al-Muthaffifin: 14.
[19]  HR Tirmidzi dan Ibn Majah serta dihasankan oleh Syeikh Al Albani.
   [20] Bahjah al-Qulub al-Abrar, hal: 137, lihat pula: Syarh al-Arbain oleh Syeikh Shalih Alu Syeikh, hal: 80.
[21]  Riyadh ash-Shalihin, hal: 483.
[22]  Qawa’id wa Fawaid, hal: 123.
[23]  Raudhah al-‘Uqala wa Nuzhah al-Fudhala, hal: 45, dinukil dari Rifqan Ahl as-Sunnah bi Ahl as-Sunnah Menyikapi Fenomena Tahdzir dan Hajr, oleh Syeikh Abdul Muhsin al-‘Abbad hafidzhahullah, hal 31.
[24]  HR. Bukhari, no: 6477, dan Muslim, no: 7407.
[25]  QS. Al-Ashr: 1-3.
[26]  QS. Al-Baqarah: 44.
[27]  QS. Fushilat: 33.
[28]  Nashihah li asy-Syabab, oleh Syeikh Dr Ibrahim bin ‘Amir ar-Ruhaily hafidzhullah, hal: 1.
[29]  QS. Ali Imran: 104.
[30]  Lihat: Syarh al-Arba’in, oleh Syeikh al-Utsaimin, hal: 182.
[31]  Qawa’id wa Fawa’id, hal: 123-124.
[32]  Lihat keterangan dari para ulama tentang masalah ini dalam kitab al-Mahajjah al-Baidha’ fi Himaayati as-Sunnah al-Gharra’ min Zallati ahl al-Akhtha’ wa Zaighi ahl al-Ahwa’, oleh Syeikh Prof Dr Rabi’ bin Hadi al-Madkhaly ,  hal: 55-74.
[33]  Dalam Riyadh ash-Shalihin, hal: 489-490.
[34]  Lihat: Mauqif Ahl as-Sunnah wa al-Jama’ah min Ahl al-Ahwa’ wa al-Bida’, oleh Syeikh Dr Ibrahim bin ‘Amir ar-Ruhaily, I/496-509.
[35]  Al-Masail al-Mardiniyah, hal: 63-64, dinukil dari Nashihah li asy-Syabab, hal: 7.
[36]  Nashihah li asy-Syabab, oleh Syeikh Dr Ibrahim bin ‘Amir ar-Ruhaily hafidzahullah, hal: 6-8.
[37]  HR. Muslim, no: 6716.
[38]  Ad-Durar as-Saniyyah bi Fawaid al-Arba’in an-Nawawiyah, oleh Dr. Bandar al-‘Abdaly, hal: 55.
[39]  Qawaid wa Fawaid, hal: 124.



Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
Copyright © 2020.Junedi Ubaidilllah. Powered by Blogger.

Jumlah Pengunjung

Blog Archive

Anda Pengunjung Online

Followers