Untuk menjaga hati dan perasaan, banyak orang menyampaikan nasehat
dengan cara langsung ke personal orangnya ataupun dengan cara sembunyi
sembunyi. Sejatinya, nasihat dan celaan itu bedanya sangat tipis.
Nasehat diberikan secara rahasia, sedangkan celaan disampaikan secara
terang-terangan. Fudhail bin ‘Iyadh rahimahumullah berkata: “Seorang mukmin menjaga rahasia dan memberi nasehat. Seorang fajir membongkar rahasia dan mencela”. (Al Farqu Baynan Nashiah Wat Ta’yir)
Perkataan Fudhail bin Iyad dibenarakan dan diperkuat oleh perkataan Ibnu Rajab :
“Apa yang diucapkan oleh Fudhail ini merupakan tanda-tanda
nasehat. Sesungguhnya nasehat digandeng dengan rahasia. Sedangkan celaan
digandeng dengan terang-terangan.” (Al Farqu Baynan Nashiah Wat Ta’yir)
Al-Imam Ibnu Hibban rahimahullah (wafat tahun 354 H) berkata:
“Nasehat itu merupakan kewajiban manusia semuanya, sebagaimana telah
kami sebutkan sebelum ini, tetapi dalam teknik penyampaiannya haruslah
dengan secara rahasia, tidak boleh tidak, karena barangsiapa yang
menasehati saudaranya di hadapan orang lain, maka berarti dia telah
mencelanya, dan barangsiapa yang menasehatinya secara rahasia, maka
berarti dia telah memperbaikinya. Sesungguhnya penyampaian dengan penuh
perhatian kepada saudaranya sesama muslim adalah kritik yang membangun,
lebih besar kemungkinannya untuk diterima dibandingkan penyampaian
dengan maksud mencelanya.”
Dari pendapat diatas jelaslah hendaknya kritik atau nasehat
disampaikan dengan cara yang baik dan tidak melukai perasaan dengan cara
mengungkapkannya langsung secara personal tidak di hadapan forum atau
untuk kehati-hatian hendaknya dilakukan dengan secara sembunyi sembunyi.
Kemudian Al-Imam Ibnu Hibban rahimahullah menyebutkan dengan sanadnya
sampai kepada Sufyan, ia berkata: “Saya berkata kepada Mis’ar, “Apakah
engkau suka apabila ada orang lain memberitahumu akan
kekurangan-kekuranganmu?” Maka ia berkata, “Apabila yang datang adalah
orang yang memberitahukan kekurangan-kekuranganku dengan cara
menjelek-jelekkanku, maka saya tidak senang, tetapi apabila yang datang
kepadaku adalah seorang pemberi nasehat, maka saya senang.”
Kemudian Imam Ibnu Hibban berkata bahwa Muhammad bin Said Al-Qazzaz
telah memberitahukan kepada kami, Muhammad bin Manshur telah
menceritakan kepada kami, Ali Ibnul Madini telah menceritakan kepadaku,
dari Sufyan, ia berkata: Thalhah datang menemui Abdul Jabbar bin Wail,
dan di situ banyak terdapat orang, maka ia berbicara dengan Abdul Jabbar
menyampaikan sesuatu dengan rahasia, kemudian setelah itu beliau pergi.
Maka Abdul Jabbar bin Wail berkata, “Apakah kalian tahu apa yang ia
katakan tadi kepadaku? Ia berkata, ‘Saya melihatmu ketika engkau sedang
shalat kemarin sempat melirik ke arah lain’.”
Abu Hatim (Imam Ibnu Hibban) rahimahullah berkata:”Nasehat apabila
dilaksanakan seperti apa yang telah kami sebutkan, akan melanggengkan
kasih sayang, dan menyebabkan terealisasinya hak ukhuwah.” (Raudhatul
‘Uqala wa Nuzhatul Fudhala, hal. 328-329)
Al Imam Abu Muhammad Ali bin Ahmad bin Said Ibnu Hazm rahimahullah
(wafat tahun 456 H) berkata: “Maka wajib atas seseorang untuk selalu
memberi nasehat, baik yang diberi nasehat itu suka ataupun benci,
tersinggung atau tidak tersinggung. Apabila engkau memberi nasehat, maka
nasehatilah secara rahasia, jangan di hadapan orang lain, dan cukup
dengan memberi isyarat tanpa terus terang secara lansung, kecuali
apabila orang yang dinasehati tidak memahami isyaratmu, maka harus
secara terus terang. jika engkau melampaui adab-adab tadi, maka engkau
orang yang zalim, bukan pemberi nasehat, dan gila ketaatan serta gila
kekuasaan, bukan pemberi amanat dan pelaksana hak ukhuwah. Ini bukanlah
termasuk hukum akal dan hukum persahabatan, melainkan hukum rimba,
seperti seorang penguasa dengan rakyatnya, dan tuan dengan hamba
sahayanya.” ( Al Akhlak wa As Siyar fi Mudaawaati An Nufus, hal. 45)
Dan orang-orang salaf membenci amar ma’ruf nahi munkar secara
terang-terangan, mereka suka kalau dilakukan secara rahasia antara yang
menasehati dengan yang dinasehati, dan ini merupakan ciri nasehat yang
murni dan ikhlas karena si penasehat tidak mempunyai tujuan untuk
menyebarluaskan aib-aib orang yang dinasehatinya, ia hanya mempunyai
tujuan menghilangkan kesalahan yang dilakukannya. Sedangkan
menyebarluaskan dan menampakkan aib-aib orang lain, maka hal tersebut
termasuk yang diharamkan oleh Allah dan RasulNya.
Allah berfirman: “Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar
(berita) perbuatan keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang
beriman, bagi mereka adzab yang pedih di dunia dan di akhirat. Dan Allah
mengetahui, sedang kalian tidak mengetahui.” (Surat An-Nuur: 19)
Ada sebuah syair yang dinisbahkan kepada Imam Syafi’i rahimahullah (204 H), syair itu berbunyi:
“Hendaklah engkau sengaja mendatangiku untuk memberi nasehat ketika aku sendirian
Hindarilah memberikan nasehat kepadaku di tengah khalayak ramai
Karena sesungguhnya memberi nasehat di hadapan banyak orang
Sama saja dengan memburuk-burukkan, saya tidak suka mendengarnya
Jika engkau menyalahi saya dan tidak mengikuti ucapanku
Maka jangalah engkau kaget apabila nasehatmu tidak ditaati.” Diwan Asy Syafi’i, hal. 56)
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin hafizhahullah berkata:
“Perlu diketahui bahwa nasehat itu adalah pembicaraan yang dilakukan
secara rahasia antaramu dengannya, karena apabila engkau menasehatinya
secara rahasia dengan empat mata, maka sangat membekas pada dirinya, dan
dia tahu bahwa engkau pemberi nasehat, tetapi apabila engkau bicarakan
dia di hadapan orang banyak, maka besar kemungkinan bangkit
kesombongannya yang menyebabkan ia berbuat dosa dengan tidak menerima
nasehat, dan mungkin pula ia menyangka bahwa engkau hanya ingin balas
dendam dan mendiskreditkannya serta untuk menjatuhkan kedudukannya di
mata manusia sehingga ia tidak menerima isi nasehat tersebut. Tetapi
apabila dilakukan secara rahasia antara kamu dan dia berdua, maka
nasehatmu itu amat berarti baginya, dan dia akan menerima darimu.”
(Syarah Riyadhus Shalihin, juz 4 hal. 483)
Seorang pemberi nasehat wajib menunaikan hak saudaranya seiman yang
memang wajib untuk ia tunaikan. Sehingga ia mendapatkan pahala dari
nasehat yang ia berikan untuk saudaranya. Adapun celaan, mengoyak
hak-hak hamba Allah, memecah belah persatuan serta merusak agama mereka.
Lebih jauh lagi dia berdosa di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai
balasan atas perbuatannya yang menyakiti hamba-hamba Allah dengan cara
menyebarkan gangguan dan kekejian di tengah mereka. Allah ‘Azza wa Jalla
berfirman:
“Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang
amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka
azab yang pedih di dunia dan di akhirat. dan Allah mengetahui, sedang,
kamu tidak mengetahui.”(QS. An-Nuur: 19) [ ]
Bersambung…..
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer