Menikah?
Siapa di antara kita yang tidak menginginkan menikah? Sudah menjadi
fitrah manusia memiliki keinginan untuk membangun suatu tali yang kuat
antara laki-laki dan wanita. Membangun sebuah rumah yang akan menjadi
tempat bernaung bagi hati dan jiwa. Bukankah Allah Ta’ala berfirman dalam ayatNya yang mulia?
وَمِنْ
آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا
إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ
لآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
“Dan di antara
tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri
dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram
kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda
bagi kaum yang berfikir” (QS. Ar-Rūm: 21)
Namun,
bagaimana jika semua yang kita harapkan dan impikan tidak berjalan
seperti yang kita kehendaki? Calon pasangan yang sudah sama-sama merasa
cocok, kedua keluarga sudah merestui, segala persiapan yang hampir
selesai dikerjakan, hanya tinggal menunggu hari bahagia itu tiba. Dan
ternyata sebuah kenyataan menyayat hati. Membuat si empunya menangis
dalam lara. Ketika semuanya tidak sesuai dengan apa yang engkau
harapkan. Ketika mimpimu harus berakhir dengan kekecewaan. Pernikahan
yang sudah engkau rencanakan sedemikian rupa harus berakhir di tengah
jalan. Siapa yang harus disalahkan dalam hal ini? Engkau ataukah pihak
laki-laki yang barangkali memilih mundur dengan alasan tertentu? Tidak,
tidak ada yang salah. Bukankah semuanya terjadi atas kehendak Allah Azza wa Jalla?
مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
“Tidak
ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah;
dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi
petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. At-Taghābun:11)
Wahai
hati… menangislah jika ingin menangis. Bersedihlah jika ingin bersedih.
Namun ingatlah untuk tetap sabar. Sabar bukan berarti kita tidak boleh
menangis dan bersedih. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidakkah menangis ketika istri tercinta beliau, Ummul Mukminin Khadijah Radhiallahu’anha meninggal dunia? Namun bukankah Rasulullah tetap sabar menerima takdir Allah?
Sudah
menjadi tabiat manusia jika ditimpa musibah dia bersedih dan menangis.
Tapi jangan sampai terlalu lama hingga berputus asa dari rahmat Allah.
Jangan biarkan ada celah bagi setan untuk menjauhkanmu dari bersyukur
atas segala ketetapan Allah.
Wahai muslimah, bertawakallah
pada Allah. Berbaik sangkalah atas kehendakNya terhadap dirimu. Allah
menginginkan kebaikan bagimu. Bisa jadi saat ini Allah tengah
menghindarkan keburukan dari pernikahan yang belum terjadi tersebut. Dia
adalah laki-laki yang telah engkau dambakan selama ini. Laki-laki
shalih dengan akhlak mulia. Sedap dipandang layaknya Nabi Yusuf ‘alaihissalam
yang menjadi objek kekaguman banyak mata. Dan secara materi dia tidak
akan menyulitkan engkau. Secara dzahir semuanya nampak pas denganmu.
Namun ingatlah bahwa Allah lebih mengetahui apa yang tidak kita ketahui.
Bisa jadi dia justru akan membawa penderitaan yang berkepanjangan
bagimu. Dan Allah ingin menjagamu dari keburukannya.
وَعَسَىٰ أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَىٰ أَنْ
تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا
تَعْلَمُونَ
“Boleh jadi kamu membenci sesuatu,
padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai
sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu
tidak mengetahui” (QS. Al-Baqarah: 216)
Ya ukhti…
jikalau engkau memang ingin menangis, menangislah dalam sujud dan doamu
yang panjang. Allah senang melihatmu bergantung padaNya. Allah senang
dengan doa-doamu. Bukanlah pada hakikatnya Allah menurunkan musibah
karena menginginkan hambaNya kembali? Sesudah itu kembalilah tenang. The show must go on. Mungkin
bukan dia yang akan menjadi tokoh utama dalam pertunjukkan ini. Namun
bukan berarti pertunjukkan tidak akan terjadi. Masih banyak di sekitar
kita yang akan memerankan peran pengganti yang barangkali lebih tepat
menjadi lawan mainmu. Bersabar dan bertakwalah. Allah Ta’ala berfirman,
وَإِنْ تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا فَإِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الأمُورِ
“Jika kamu bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan” (QS.’Āli `Imrān:186)
Ingatlah dengan tujuan kita diciptakan.
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإنْسَ إِلا لِيَعْبُدُونِ
”Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku” (QS. Adh- Dhāriyāt: 56).
Menikah
memang satu dari berbagai jenis ibadah. Dengan kata lain, ibadah bukan
hanya tentang menikah saja bukan? Sebelum status kita menjadi seorang
istri, status kita saat ini adalah seorang anak yang harus berbakti pada
orangtua. Kita adalah penuntut ilmu yang masih belum memiliki ilmu
apa-apa. Ilmu Allah teramat banyak. Jadi, sibukkan dengan status kita
sekarang. Masih banyak tugas yang harus kita tunaikan. Perhatikan pula
saudara-saudara serta orang miskin dan anak yatim. Sudahkah kita
memberikan bantuan terhadap mereka? Bersibuklah hingga tanpa engkau
sadari pangeranmu akan datang menjemput dengan kehendak Allah.
Mari
sejenak kita merenung. Bisa jadi, engkau memang harus menata hidup
untuk sementara waktu hingga waktu itu akan tiba dengan sendirinya.
Atau, bisa jadi Allah menunda pernikahanmu atas niat dan caramu yang
mulai bengkok. Karena tidak akan ada keberkahan di sana. Wallaahu a’lam.
Kita berlindung kepada Allah dari keburukan yang tidak kita ketahui.
Semoga Allah menganugerahkan rasa sabar dan istiqomah pada kita wahai ukhti muslimah.
***
2 Muharram 1437
Penulis: Megavitara Lilis Suyanta
Murojaah: Ustadz Abu Hatim Sigit
Artikel Muslimah.or.id
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer