Sebagaimana ibadah yang lain, wudhu pun wajib untuk mengikuti tuntunan dari Al Qur’an dan hadits-hadits Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam dalam
mengerjakannya. Karena Al Qur’an dan hadits adalah sumber landasan
hukum dalam Islam, serta acuan dalam mengerjakan ibadah. Maka tidak
boleh kita melakukan ibadah hanya dengan dasar pendapat seseorang, opini
seseorang atau logika semata. Lebih lagi jika tidak memiliki dasar sama
sekali alias asal-asalan.
Oleh karena itu, pembahasan kali ini akan memaparkan secara ringkas
beberapa amalan dan keyakinan yang salah seputar wudhu, karena amalan
dan keyakinan tersebut tidak dilandasi oleh Al Qur’an dan hadits yang
shahih. Beberapa amalan dan keyakinan tersebut adalah:
1. Melafalkan niat wudhu
Sebagian orang melafalkan niat wudhu semisal dengan mengucapkan: “nawaitul wudhu’a liraf’il hadatsil asghari lillahi ta’ala” (saya berniat wudhu untuk mengangkat hadats kecil karena Allah Ta’ala) atau semacamnya. Padahal Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam
tidak pernah mencontohkan melafalkan niat sebelum wudhu, dan niat itu
adalah amalan hati. Mengeraskan bacaan niat tidaklah wajib dan tidak
pula sunnah dengan kesepakatan seluruh ulama. Imam Ibnu Abil Izz Al
Hanafi mengatakan, “Tidak ada seorang imam pun, baik itu Asy Syafi’i
atau selain beliau, yang mensyaratkan pelafalan niat. Niat itu tempatnya
di hati berdasarkan kesepakatan mereka (para imam)” (Al Ittiba’ hal. 62, dinukil dari Al Qaulul Mubin Fii Akhta-il Mushallin, hal. 91).
Sekali lagi niat itu amalan hati dan itu mudah, tidak perlu
dipersulit. Dengan adanya itikad dan kemauan dalam hati untuk melakukan
wudhu untuk melakukan shalat atau yang lainnya, maka itu sudah niat yang
sah.
2. Tidak mengucapkan basmalah
Para ulama berbeda pendapat apakah basmalah atau mengucapkan “bismillah” hukumnya wajib ataukah sunnah. ٍSebagian ulama mewajibkan dengan dalil hadits: “tidak ada shalat bagi yang tidak berwudhu, dan tidak ada wudhu bagi yang tidak menyebut nama Allah Ta’ala” (HR. Ahmad dan Abu Daud, dihasankan oleh Al Albani dalam Irwaul Ghalil). Namun jumhur ulama berpendapat hukumnya sunnah karena beberapa hal:
a. Membaca basmalah tidak disebutkan bersamaan dengan hal-hal wajib lainnya dalam surat Al Maidah ayat 6
b. Keumuman hadits-hadits yang menjelaskan mengenai cara wudhu Nabi, tidak menyebutkan mengucapkan basmalah (lihat Asy Syarhul Mumthi’, 1/159).
c. Makna “tidak ada wudhu bagi yang tidak menyebut nama Allah Ta’ala” adalah penafian kesempurnaan wudhu (lihat Asy Syarhul Mumthi’, 1/158 – 159).
Namun demikian, baik beranggapan hukumnya sunnah ataupun wajib, meninggalkannya dengan sengaja adalah sebuah kesalahan.
3. Melafalkan doa untuk setiap gerakan
Sebagian orang menganggap ada doa khusus yang dibaca pada setiap
gerakan wudhu. Yang benar, doa-doa tersebut tidak pernah diajarkan oleh
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, dan hanya berasal dari hadits-hadits yang palsu. Ibnul Qayyim dalam kitab Zaadul Ma’ad
(1/195) mengatakan: “semua hadits tentang dzikir-dzikir yang dibaca
pada setiap gerakan wudhu adalah kedustaan yang dibuat-buat, tidak
pernah dikatakan oleh Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam sedikit pun dan tidak pernah beliau ajarkan kepada umatnya”.
4. Memisahkan cidukan air untuk berkumur dan istinsyaq-istintsar
Jika dalam berwudhu anda berkumur-kumur tiga kali, kemudian setelah
itu baru beristinsyaq (memasukan air ke hidung) dan istintsar
(mengeluarkan air dari hidung) dengan cidukan air yang berbeda, maka ini
tidak sesuai dengan praktek Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam. Yang beliau contohkan adalah berkumur-kumur, istinsyaq, dan istintsar itu dengan satu cidukan kemudian ulang sebanyak 3x. Sehingga untuk berkumur-kumur, istinsyaq, dan istintsar hanya melakukan 3 cidukan. Dari Abdullah bin Zaid radhiallahu’anhu beliau menceritakan cara wudhu Nabi, “Rasulullah
menciduk air dengan kedua telapak tangannya dari bejana kemudian
mencuci keduanya, kemudian mencuci (yaitu berkumur-kumur dan
beristinsyaq) dari satu cidukan telapak tangan, beliau melakukannya 3x …” (HR. Bukhari 191).
5. Tidak mencuci lengan hingga siku
Padahal Allah Ta’ala berfirman mengenai rukun wudhu (yang artinya): “Hai
orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka
basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan basuhlah kepalamu
dan kakimu sampai dengan kedua mata kaki” (QS. Al Maidah: 6).
6. Tidak membasuh seluruh kepada
Membasuh sebagian kepala semisal hanya membasuh bagian depannya saja,
adalah sebuah kesalahan. Padahal dalam surat Al Maidah ayat 6 di atas
disebutkan “.. dan basuhlah kepalamu..”. “kepala” di sini
maknanya tentu seluruh kepala, bukan sebagiannya saja. Diperkuat lagi
oleh hadits lain dari Abdullah bin Zaid radhiallahu’anhu mengenai tata cara membasuh kepala dalam wudhu, “… kemudian
Rasulullah membasuh kepalanya dengan kedua tangannya. Beliau
menggerakan kedua tangannya ke belakang dan ke depan. Di mulai dari
bagian depan kepalanya hingga ke tengkuknya, lalu beliau gerakkan
kembali ke tempat ia mulai…” (HR. Bukhari 185, Muslim 235).
7. Membasuh leher setelah membasuh kepala
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “tidak shahih hadits yang menyatakan Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam
membasuh leher dalam wudhu, bahkan tidak diriwayatkan dalam hadits
shahih satu pun. Bahkan hadits-hadits shahih mengenai tata cara wudhu
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam tidak menyebutkan mengenai membasuh leher” (Majmu’ Fatawa 21/127-128, dinukil dari Mausu’ah Fiqhiyyah Muyassarah, 1/142).
8. Mengulang mencuci kaki, sehingga lebih dari sekali
Sebagian orang mencuci kaki kanan, lalu kaki kiri, lalu kembali ke
kanan lagi, sampai 3 x. Hal ini tidak sesuai dengan tuntunan Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam. Syaikh Husain Al ‘Awaisyah dalam Mausu’ah Fiqhiyyah Muyassarah
(1/143) mengatakan: “(Yang sesuai sunnah adalah) mencuci kedua kaki
tanpa berulang, berdasarkan hadits Yazid bin Abi Malik yang di dalamnya
disebutkan, “Rasulullah berwudhu tiga kali – tiga kali, sedangkan beliau ketika mencuci kakinya tanpa berulang (cukup sekali)” (HR. Abu Daud 116, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Abi Daud). Maka yang tepat adalah mencuci kaki kanan sekali, lalu kaki kiri sekali.
9. Kurang sempurna mencuci kaki, dan juga anggota wudhu yang lain
Terkadang karena kurang serius dalam berwudhu atau karena
terburu-buru, seseorang tidak sempurna dalam mencuci kedua kakinya.
Karena Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam pernah melihat sebagian
sahabat yang ketika berwudhu tidak menyempurnakan mencuci kakinya,
beliau memperingatkan mereka dengan keras dengan bersabda: “celaka tumit-tumit (yang tidak tersentuh air wudhu) di neraka” (HR. Bukhari 60, 165, Muslim 240). Tidak hanya kaki, pada anggota wudhu yang lain juga wajib isbagh (serius dan sempurna) dalam membasuh dan mencuci sehingga air mengenai anggota wudhu dengan sempurna.
10. Membiarkan ada penghalang di kulit
Dalam wudhu, ulama 4 madzhab mensyaratkan tidak adanya benda yang dapat menghalangi air mengenai kulit (Lihat Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah,
43/330). Membiarkan adanya benda yang dapat menghalangi sampainya air
ke kulit adalah sebuah kesalahan dan bisa menyebabkan wudhunya tidak
sah. Dikecualikan jika volumenya sangat kecil dan sedikit seperti
kotoran yang ada di kuku, maka ini tidak mengapa. Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah mengatakan: “Jika kulit terhalang air oleh sesuatu yang yasiir (sedikit) seperti kotoran di kuku atau semisalnya, thaharah tetap sah” (Fatawa Al Kubra, 5/303). Juga jika benda tersebut tidak memiliki volume atau sulit dihilangkan, maka tidak mengapa. Al Lajnah Ad Daimah Lil Buhuts wal Ifta‘
menyatakan: “jiak benda yang menghalangi tersebut tidak bervolume, maka
tidak mengapa. Henna dan semacamnya, atau minyak yang dioleskan atau
semacamnya, ini tidak mengapa. Adapun jika ia memiliki volume, dalam
artian ia tebal dan bisa dihilangkan, maka wajib dihilangkan. Seperti
cat kuku, ia memiliki volume, maka wajib dihilangkan. Adapun sekedar
polesan tipis, maka itu tidak menghalangi air” (Fatwa Nuurun ‘alad Darbi, no. 161, juz 5 hal. 246).
11. Boros dalam menggunakan air
Berlebih-lebih dan boros adalah hal yang tercela dalam Islam. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan”
(QS. Al A’raf: 31). Demikian juga dalam berwudhu, tidak boleh
berlebih-lebihan dalam menggunakan air. Air adalah nikmat dari Allah
yang wajib kita syukuri, dan salah satu cara mensyukuri nikmat air
adalah dengan tidak menyia-nyiakannya. Dan banyak diantara saudara kita
di tempat yang lain yang tidak bisa menikmat air yang melimpah.
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam sendiri mencontohkan hal ini. Beliau biasa berwudhu hanya dengan 1 mud saja. Anas bin Malik radhiallahu’anhu menyatakan, “Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam biasanya berwudhu dengan 1 mud air dan mandi dengan 1 sha’ sampai 5 mud air”
(HR. Bukhari 201, Muslim 326). Sedangkan konversi 1 mud para ulama
berbeda pendapat antara 0,6 sampai 1 liter. Sungguh hemat sekali bukan?
Boleh saja berwudhu dengan air keran dan lebih dari 1 mud selama tidak
berlebih-lebihan dan tetap berusaha untuk menghemat.
Wallahu ta’ala a’lam.
Referensi
- Asy Syarhul Mumthi ‘ala Zaadil Mustaqni’, Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin
- Al Qaulul Mubin fii Akhta’il Mushallin, Syaikh Musthafa Al ‘Adawi
- Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Muyassarah, Syaikh Husain Al ‘Awaisyah
- Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, Departemen Agama Kuwait
- Fatawa Nuurun ‘alad Darbi
***
Penyusun: Yulian Purnama
Artikel Muslim.or.id
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer