Showing posts with label Shalat. Show all posts
Showing posts with label Shalat. Show all posts
Rambut Wanita Terlihat Sedikit Ketika Shalat, Batal?
Bismillah, Apa yang harus dilakukan jika wanita saat sedang sholat auratnya tersingkap?
Dari Dewi Kania via Tanya Ustadz for Android
Jawab:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,
Rambut dan seluruh bagian kepala wanita, termasuk aurat yang wajib ditutupi ketika shalat. Bahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menegaskan,
لَا يَقْبَلُ اللَّهُ صَلَاةَ امْرَأَةٍ قَدْ حَاضَتْ إِلَّا بِخِمَارٍ
“Allah tidak menerima shalat wanita yang telah baligh, kecuali dengan memakai jilbab.” (HR. Ibnu Khuzaimah, 775 dan Al-A’dzami mengatakan sanadnya shahih).
Ini yang menjadi dasar bahwa rambut wanita termasuk bagian yang harus ditutupi ketika shalat.
Bagaimana jika ada sedikit rambut yang keluar jilbab atau tersingkap sehingga kelihatan?
Untuk kasus ini, ulama memberikan rincian:
Pertama, jika yang bersangkutan mengetahui dan segera membenahinya, maka shalatnya sah.
As-Syirazi – ulama Syafi’iyah –,
وإن كشفت الريح الثوب عن العورة ثم رده لم تبطل صلاته
Jika bajunya diterpa angin hingga terbuka auratnya, kemudian langsung dia tutup kembali, maka shalatnya tiak batal. (al-Muhadzab, 1/87)
Kedua, yang bersangkutan mengetahui dan tidak segera menutupi
Ulama berbeda pendapat,
Pendapat pertama, hukumnya batal. Karena terbuka aurat, baik sedikit maupun banyak hukumnya sama saja.
Ini adalah pendapat Imam as-Syafi’i.
Pendapat kedua, hukumnya tidak batal. Karena hanya sedikit.
Ini merupakan pendapat Imam Ahmad dan Imam Abu Hanifah.
Ibnu Qudamah mengatakan,
فإن انكشف من العورة يسير لم تبطل صلاته نص عليه أحمد وبه قال أبو حنيفة وقال الشافعي تبطل لأنه حكم تعلق بالعورة فاستوى قليله وكثيره كالنظرة
Jika aurat orang yang shalat terbuka sedikit, shalatnya tidak batal. Ini ditegaskan oleh Ahmad dan pendapat Abu Hanifah. Sementara as-Syafii mengatakan, shalatnya batal. Karena ini hukum terkait aurat, sehingga sama saja sedikit maupun banyak, sebagaimana melihat. (al-Mughni, 1/651).
Ada satu hadis yang bisa dijadikan acuan, hadis dari Amr bin Salamah radhiyallahu ‘anhuma, beliau menceritakan,
“Kami tinggal di kampung yang dilewati para sahabat ketika mereka hendak bertemu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di Madinah. Sepulang mereka dari Madinah, mereka melewati kampung kami. Mereka mengabarkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda demikian dan demikian. Ketika itu, saya adalah seorang anak yang cepat menghafal, sehingga aku bisa menghafal banyak ayat Al-Quran dari para sahabat yang lewat. Sampai akhirnya, ayahku datang menghadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama masyarakatnya, dan beliau mengajari mereka tata cara shalat. Beliau bersabda,
يَؤُمُّكُمْ أَقْرَؤُكُمْ
“Yang menjadi imam adalah yang paling banyak hafalan qurannya.” 
Sementara Aku (Amr bin Salamah) adalah orang yang paling banyak hafalannya, karena aku sering menghafal. Sehingga mereka menyuruhku untuk menjadi imam. Akupun mengimami mereka dengan memakai pakaian kecil milikku yang berwarna kuning. Ketika aku sujud, tersingkap auratku. Hingga ada seorang wanita berkomentar,
وَارُوا عَنَّا عَوْرَةَ قَارِئِكُمْ
‘Tolong tutupi itu itu aurat imam kalian.’
Kemudian mereka membelikan baju Umaniyah untukku. Tidak ada yang lebih menggembirakan bagiku setelah islam, melebihi baju itu. (HR. Abu Daud 585 dan dishahihkan al-Albani)


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
read more
Sebagaimana ibadah yang lain, wudhu pun wajib untuk mengikuti tuntunan dari Al Qur’an dan hadits-hadits Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam dalam mengerjakannya. Karena Al Qur’an dan hadits adalah sumber landasan hukum dalam Islam, serta acuan dalam mengerjakan ibadah. Maka tidak boleh kita melakukan ibadah hanya dengan dasar pendapat seseorang, opini seseorang atau logika semata. Lebih lagi jika tidak memiliki dasar sama sekali alias asal-asalan.
Oleh karena itu, pembahasan kali ini akan memaparkan secara ringkas beberapa amalan dan keyakinan yang salah seputar wudhu, karena amalan dan keyakinan tersebut tidak dilandasi oleh Al Qur’an dan hadits yang shahih. Beberapa amalan dan keyakinan tersebut adalah:
1. Melafalkan niat wudhu
Sebagian orang melafalkan niat wudhu semisal dengan mengucapkan: “nawaitul wudhu’a liraf’il hadatsil asghari lillahi ta’ala” (saya berniat wudhu untuk mengangkat hadats kecil karena Allah Ta’ala) atau semacamnya. Padahal Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam tidak pernah mencontohkan melafalkan niat sebelum wudhu, dan niat itu adalah amalan hati. Mengeraskan bacaan niat tidaklah wajib dan tidak pula sunnah dengan kesepakatan seluruh ulama. Imam Ibnu Abil Izz Al Hanafi mengatakan, “Tidak ada seorang imam pun, baik itu Asy Syafi’i atau selain beliau, yang mensyaratkan pelafalan niat. Niat itu tempatnya di hati berdasarkan kesepakatan mereka (para imam)” (Al Ittiba’ hal. 62, dinukil dari Al Qaulul Mubin Fii Akhta-il Mushallin, hal. 91).


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
read more
Shalat tarawih adalah shalat yang hukumnya sunnah berdasarkan kesepakatan para ulama. Shalat tarawih merupakan shalat malam atau di luar Ramadhan disebut dengan shalat tahajud. Shalat malam merupakan ibadah yang utama di bulan Ramadhan untuk mendekatkan diri pada Allah Ta’ala. Ibnu Rajab rahimahullah dalam Lathoif Al Ma’arif berkata, “Ketahuilah bahwa seorang mukmin di bulan Ramadhan memiliki dua jihadun nafs (jihad pada jiwa) yaitu jihad di siang hari dengan puasa dan jihad di malam hari dengan shalat malam. Barangsiapa yang menggabungkan dua ibadah ini, maka ia akan mendapati pahala yang tak hingga.”
Keutamaan Shalat Tarawih
Pertama: Shalat tarawih mengampuni dosa yang telah lewat. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Barangsiapa melakukan qiyam Ramadhan karena iman dan mencari pahala, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari no. 37 dan Muslim no. 759). Yang dimaksud qiyam Ramadhan adalah shalat tarawih sebagaimana yang dituturkan oleh Imam Nawawi (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 6:39).
Hadits ini memberitahukan bahwa shalat tarawih bisa menggugurkan dosa dengan syarat dilakukan karena iman yaitu membenarkan pahala yang dijanjikan oleh Allah dan mencari pahala dari Allah, bukan karena riya’ atau alasan lainnya (Lihat Fathul Bari, 4:251). Imam Nawawi menjelaskan, “Yang sudah ma’ruf di kalangan fuqoha bahwa pengampunan dosa yang dimaksudkan di sini adalah dosa kecil, bukan dosa besar. Dan mungkin saja dosa besar ikut terampuni jika seseorang benar-benar menjauhi dosa kecil.” (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 6:40).


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
read more
Pertanyaan.
Bagaimana kepastian hukum shalat di Masjid Nabi yang di dalamnya terdapat kuburan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam? Boleh atau tidak?
Jawaban.
Untuk menjawab pertanyaan ini, perlu kami jelaskan beberapa hal menyangkut permasalahan ini.
Bahwasanya Islam melarang kita membangun masjid di atas kuburan ataupun mengubur seseorang di dalam masjid. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:
لَعْنَةُ اللَّهُ عَلَى الْيَهُودِ وَالنَّصَارَى اتَّخَذُوا قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ
Semoga Allah melaknat orang Yahudi dan Nashara yang telah membangun kuburan para nabi mereka sebagai masjid. [Muttafaqun ‘alaihi].
Demikian juga, dalam sebuah hadits disebutkan adanya larangan shalat menghadap kuburan, sebagaimana sabda Rasulullah:
لَا تُصَلُّوا إِلَى الْقُبُورِ وَلَا تَجْلِسُوا عَلَيْهَا
Janganlah kalian shalat menghadap kuburan, dan janganlah duduk di atasnya. [HR Muslim].


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
read more
Pertanyaan.
Apakah hadits yang menerangkan sedekap setelah ruku` (i’tidal) shahih? Dan bagaimana pendapat ulama dalam masalah ini?
Jawaban.
Kami belum mendapatkan suatu hadits yang secara jelas menjelaskan tentang sedekap ketika i’tidal, kecuali dua hadits yang dipergunakan sebagian ulama untuk menunjukkan sunnahnya perbuatan ini. Berikut kami bawakan hadits tersebut.
كَانَ النَّاسُ يُؤْمَرُوْنَ أَنْ يَضَعَ الرَّجُلُ يَدَهُ الْيُمْنَى عَلَى ذِرَاعِهِ الْيُسْرَى فِيْ الصَّلاَةِ
Orang-orang dahulu diperintahkan untuk meletakkan tangan kanannya di atas hasta tangan kirinya dalam shalat. [HR al Bukhari].
كَانَ إِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ اسْتَوَى حَتَّى يَعُوْدَ كُلُّ فَقَارٍ مَكَانَهُ
Apabila mengangkat kepalanya (bangkit dari ruku’), maka beliau n meluruskan (badannya) hingga semua rangkaian tulang belakangnya kembali ke posisinya. [HR al Bukhari].


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
read more
Membunyikan jari-jari tangan ketika shalat dilarangkarena dia termasuk perbuatan sia-sia yang mengganggu kekhusyuan dirinyasendiri dan orang lain. Ibnu Abbas radhiyallahu anhu pernah melarang syu’bahdari melakukan hal yang demikian.
صَلَّيْتُ إِلَى جَنْبِ ابْنِ عَبَّاسٍفَفَقَعْتُ أَصَابِعِي، فَلَمَّا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ قَالَ: لَا أُمَّ لَكَ،تُقَعْقِعُ أَصَابِعَكَ وَأَنْتَ فِي الصَّلَاةِ
“Aku pernah shalat disamping Ibnu Abbas, maka akumembunyikan jari-jari tanganku. Setelah shalat selesai, Ibnu Abbas berkata:“Celaka engkau, engkau membunyikan jari-jarimu sedangkan engkau sedangshalat?!” (HR. Ibnu Abi Syaibah dan dihasankan oleh Al-Albani)
Dan diriwayatkan dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam:
لَا تُفَقِّعْ أَصَابِعَكَ وَأَنْتَفِي الصَّلَاةِ
“Janganlah kamumembunyikan jari-jarimu sedangkan engkau sedang shalat” (HR. Ibnu Majah dengansanad yang lemah)


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
read more

Bersedekap adalah sunnah shalat

Di antara sunnah shalat adalah tangan bersedekap di atas dada. Wa`il bin Hujr radhiyallahu’anhu meriwayatkan tentang disyari’atkannya sedekap bagi orang yang menunaikan shalat,
صليت مع رسول الله صلى الله عليه و سلم و وضع يده اليمنى على يده اليسرى على صدره
“Saya shalat bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau meletakkan tangan kanannya di atas tangan kirinya, di atas dada beliau”. (Hadits shahih, Al-Irwa` 352 dan Shahih Ibnu Khuzaimah 1/243/479).

Bersedekap di atas dada cerminan kekhusyu’an



Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
read more
Sebagian orang menganggap bahwa kita tidak boleh mengeringkan anggota badan setelah berwudhu dengan handuk, kain, dan sejenisnya karena akan terluput dari keutamaan wudhu yang dijelaskan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits berikut ini:
إِذَا تَوَضَّأَ الْعَبْدُ الْمُسْلِمُ – أَوِ الْمُؤْمِنُ – فَغَسَلَ وَجْهَهُ خَرَجَ مِنْ وَجْهِهِ كُلُّ خَطِيئَةٍ نَظَرَ إِلَيْهَا بِعَيْنَيْهِ مَعَ الْمَاءِ – أَوْ مَعَ آخِرِ قَطْرِ الْمَاءِ -، فَإِذَا غَسَلَ يَدَيْهِ خَرَجَ مِنْ يَدَيْهِ كُلُّ خَطِيئَةٍ كَانَ بَطَشَتْهَا يَدَاهُ مَعَ الْمَاءِ أَوْ مَعَ آخِرِ قَطْرِ الْمَاءِ -، فَإِذَا غَسَلَ رِجْلَيْهِ خَرَجَتْ كُلُّ خَطِيئَةٍ مَشَتْهَا رِجْلَاهُ مَعَ الْمَاءِ – أَوْ مَعَ آخِرِ قَطْرِ الْمَاءِ – حَتَّى يَخْرُجَ نَقِيًّا مِنَ الذُّنُوبِ
“Jika seorang hamba yang muslim atau mukmin berwudhu, ketika dia membasuh wajahnya, maka keluarlah dari wajahnya tersebut semua kesalahan yang dilakukan oleh pandangan matanya bersama dengan (tetesan) air atau tetesan air terakhir (yang mengalir darinya). Ketika dia membasuh kedua tangannya, maka keluarlah dari kedua tangannya tersebut semua kesalahan yang dilakukan oleh kedua tangannya bersama dengan (tetesan) air  atau tetesan air terakhir (yang mengalir darinya). Ketika dia membasuh kedua kakinya, maka keluarlah dari kedua kakinya tersebut semua kesalahan yang dilakukan (dilangkahkan) oleh kedua kakinya, bersama dengan (tetesan) air atau tetesan air terakhir (yang mengalir darinya), sehingga dia keluar dalam keadaan bersih dari dosa (yaitu dosa kecil, pen.)” (HR. Muslim no. 244).
Mereka beranggapan, jika air bekas wudhu yang masih menempel di anggota badan dikeringkan, maka mereka tidak bisa mendapatkan keutamaan dibersihkan dari dosa (kesalahan) bersamaan dengan tetesan air wudhu yang terakhir. Benarkah anggapan semacam ini?
Berkenaan dengan masalah ini, terdapat perselisihan pendapat di kalangan para ulama tentang makruh-nya mengeringkan anggota badan setelah berwudhu. [1]
Pendapat pertama menyatakan bahwa hukumnya makruh. Para ulama yang berpendapat seperti ini berdalil dengan hadits yang diriwayatkan oleh Maimunah radhiyallahu ‘anha ketika menggambarkan tata cara mandi wajib (mandi janabah) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dalam hadits tersebut Maimunah radhiyallahu ‘anha mengatakan,
ثُمَّ أَتَيْتُهُ بِالْمِنْدِيلِ فَرَدَّهُ
“Kemudian aku ambilkan kain untuk beliau, namun beliau menolaknya(Muttafaq ‘alaihi. Lafadz hadits ini milik Muslim no. 317).
Pendapat kedua menyatakan bahwa hukumnya mubah (boleh), baik setelah berwudhu atau setelah mandi. Para ulama yang berpendapat seperti ini berdalil dengan hadits yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata,
كَانَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خِرْقَةٌ يُنَشِّفُ بِهَا بَعْدَ الوُضُوءِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki kain yang beliau gunakan untuk mengeringkan anggota badan setelah berwudhu” (HR. At-Tirmidzi no. 53, dan beliau mendha’ifkan hadits ini. Namun yang lebih tepat, hadits ini memiliki penguat sehingga dinilai hasan oleh Al-Albani dalam Shahihul Jami’ hadits no. 4706).
Juga hadits yang diriwayatkan oleh Salman Al-Farisi radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَوَضَّأَ، فَقَلَبَ جُبَّةَ صُوفٍ كَانَتْ عَلَيْهِ، فَمَسَحَ بِهَا وَجْهَهُ
“Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berwudhu, kemudian membalik jubah wol beliau dan mengusap wajahnya dengannya (bagian dalam jubahnya, pen.)” (HR. Ibnu Majah no. 468 dengan sanad yang hasan).
Para ulama yang membolehkan berargumentasi bahwa hadits Maimunah radhiyallahu ‘anha di atas tidak bisa digunakan sebagai dasar makruhnya mengeringkan anggota badan setelah berwudhu atau mandi. Hal ini karena penolakan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tersebut mengandung banyak kemungkinan, misalnya karena kainnya yang kotor (tidak bersih), atau beliau tidak ingin kain tersebut basah terkena air, atau alasan-alasan lainnya. Selain itu, hadits Maimunah radhiyallahu ‘anha ini justru mengisyaratkan bahwa di antara kebiasaan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah beliau biasa mengeringkan anggota badan setelah berwudhu sehingga Maimunah pun menyiapkan kain untuk beliau. Isyarat ini dikuatkan oleh hadits ‘Asiyah radhiyallahu ‘anha yang menyatakan bahwa beliau memiliki kain khusus yang biasa beliau gunakan untuk menyeka air setelah berwudhu. [2]
Kesimpulannya, pendapat yang lebih kuat adalah bahwa mengeringkan atau menyeka anggota badan setelah berwudhu hukumnya boleh (mubah) dan tidak makruh.
Syaikh Abu Malik mengatakan,Boleh mengeringkan anggota badan setelah berwudhu karena tidak adanya dalil yang melarang hal tersebut, sehingga hukum asalnya adalah mubah.[3]
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang mengabarkan tentang keutamaan berwudhu dalam hadits riwayat Muslim di atas sehingga beliau adalah orang yang paling paham dalam masalah ini dan paling paham bagaimanakah cara meraih keutamaannya. Oleh karena itu, antara terhapusnya dosa bersamaan dengan tetesan air wudhu yang terahir dengan mengeringkan anggota badan setelah berwudhu, tidaklah saling bertentangan. Wallahu a’lam.
Selesai disusun di pagi hari, Masjid Nasuha ISR Rotterdam, 2 Rabiul Awwal 1436
Penulis: dr. M. Saifudin Hakim, MSc.

Catatan kaki:
[1] Lihat Shifat Wudhu’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, karya Fahd bin Abdurrahman Ad-Dausri, hal. 42-43. [2] Lihat Shahih Fiqh Sunnah 1/127. [3] Shahih Fiqh Sunnah 1/126.

Penulis: M. Saifudin Hakim
Artikel Muslim.Or.Id



Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
Pertanyaan:
Bolehkah shalat setelah witir? Karena yang sering saya dengar, witir adalah penghujung shalat malam. Benarkah?
Jawaban:


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
read more
> Ikhwan fillah....
> Mohon pencerahannya kami br menempati masjid baru kami dg 2 lantai. Agar
> bisa menampung jamaah yg membludak di awal Ramadhan, takmis masjid
> memutuskan untuk para akhwat di lantai atas dan ikhwan di lantai bawah.
> Masalahnya, posisi shof akhwat hrs berada di belakang makmum ikhwan, apabila
> barisan shof akhwat di lantai 2 hampir mencapai shof depan, bagaimana
> menurut syaria'at ?
Wa'alaykumussalaam Warahmatullahi Wabarakatuh

Afwan akhi Syaikh Muhammad nasiruddin Al Albani Rahimahullah pernah
ditanya pertanyaan yang sama dan jawaban Syaikh adalah Shalat dalam
kondisi demikian tetap sah, para wanita shalat di masjid baik di
lantai atas atau bawah, dan selama mereka mendengar takbir sang imam,
ketika berpindah dari berdiri ke ruku’, sujud dan seterusnya.

Tidak sepatutnya bagi para wanita melaksanakan shalat seperti

disebutkan di atas, kecuali jika tempat shalat laki-laki telah penuh
sesak dan mereka tidak mendapatkan tempat untuk membuat shaf pada
bagian belakang shaf laki-laki. Dalam kondisi penuh sesak dibolehkan
bagi para wanita untuk melakukan shalat baik di lantai atas atau
bawah. Adapun jika mereka shalat di masjid yang mana di belakang shaf
laki-laki masih terdapat yang kosong, maka mereka tidak dibolehkan
untuk naik ke lantai atas atau turun ke lantai bawah, lalu shalat
tanpa melihat gerakan imam atau para makmum yang mengikuti imam.

Pembahasan selengkapnya adalah sbb:

Hukum Sholat Berjama'ah di Lantai Dua

Soal:

Pada sebagian masjid wanita melakukan shalat ber-jama’ah dilantai
dasar atau lantai atas, sehingga terkadang kami (para wanita) shalat
dengan mengikuti imam yang tidak tampak oleh pandangan kami, bahkan
para makmum laki-lakipun tidak tampak. Terkadang ada pula masjid yang
memiliki ruang shalat untuk laki-laki yang luas sehingga masih
terdapat tempat kosong yang tidak terisi.

Apakah shalat yang kami lakukan (tanpa melihat gerakan imam atau
gerakan makmum yang ada di belakangnya itu sah?, bahkan terkadang kami
masuk masjid tanpa mengetahui pada rakaat keberapakah sang imam itu
shalat?. Dalam kondisi seperti ini bisakah kita hanya mengikuti
pengeras suara?. Dan apakah sah shalat kami di lantai atas atau bawah,
padahal pada masjid tersebut terkadang masih terdapat tempat yang
kosong untuk diisi ?

Jawab :

Imam al-Albani رحمه الله menjawab:

Jawaban pertanyaan ini dari dua sisi :

Shalat dalam kondisi demikian tetap sah, para wanita shalat di masjid
baik di lantai atas atau bawah, dan selama mereka mendengar takbir
sang imam, ketika berpindah dari berdiri ke ruku’, sujud dan
seterusnya.

Tidak sepatutnya bagi para wanita melaksanakan shalat seperti
disebutkan di atas, kecuali jika tempat shalat laki-laki telah penuh
sesak dan mereka tidak mendapatkan tempat untuk membuat shaf pada
bagian belakang shaf laki-laki. Dalam kondisi penuh sesak dibolehkan
bagi para wanita untuk melakukan shalat baik di lantai atas atau
bawah. Adapun jika mereka shalat di masjid yang mana di belakang shaf
laki-laki masih terdapat yang kosong, maka mereka tidak dibolehkan
untuk naik ke lantai atas atau turun ke lantai bawah, lalu shalat
tanpa melihat gerakan imam atau para makmum yang mengikuti imam. Apa
yang kami sebutkan diatas disebabkan dua hal :

Nabi صلي الله عليه وسلم bersabda :

خَيْرُ صُفُوفِ الرِّجَالِ أَوَّلُهَا وَشَرُّهَا آخِرُهَا وَخَيْرُ
صُفُوفِ النِّسَاءِ آخِرُهَا وَشَرُّهَا أَوَّلُهَا

“Sebaik-baik shaf laki-laki adalah yang pertama, dan sejelek-jeleknya
adalah yang paling akhir, sebaik-baik shaf wanita adalah yang akhir,
dan sejelek-jeleknya adalah yang pertama.”

Makna yang dimaksud hadits ini menggambarkan lantai masjid yang
digunakan Nabi صلي الله عليه وسلم dan para Sahabatnya dalam
melaksanakan shalat bersama beliau, di sini para wanita tidak berada
di lantai atas atau bawah. Lagipula sesuatu yang tersirat dari
permasalahan ini bahwa pengeras suara terkadang tidak terdengar atau
rusak, sehingga dapat menyebabkan batalnya shalat para wanita yang
mengikuti imam dari lantai atas tanpa melihat para makmum yang shalat
dibelakang imam.

Inti jawaban ini bahwa shalat yang dilakukan para wanita dengan
sengaja melakukan shalat pada tempat tersebut selama masih ada
keleluasaan pada tempat shalat kaum lelaki, dan mereka mampu membuat
shaf pada bagian belakang tempat tersebut. (Al-Ashaalah 19, hal :
73-74)

Sumber :
Biografi Syaikh al-Albani, penyusun Ustadz Mubarok Bamuallim, Penerbit
Pustaka Imam asy-Syafi’i, hal 250-252.

Semoga memberikan pencerahan


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
Pertanyaan:
Assalamualaikum,ini sambungan yg tadi sy kirim email. Sy dpt dr sebuah blog namanya ta’nisil qobri dg mengambil hadis tentang apa yg di tinggalkan oleh org yg sudah meninggal. Yakni dg sholat menghadiahkan kpd ayah atau ibunya yg telah meninggal. Merujuk dr kitab syarh sittina mas’alah hal 67 karya syekh ahmad arromly. Dg tata cara stiap rekaat membaca fatihah 1x ayat kursi 1x attakatsur 1x al ikhlas 11x kemudian brdoa. Berdoanya jg ada ketentuannya,ustad. Silahkan ustad googling dg kalimat ta’nisil qobri. Itu sj ust sambungan yg email pertama sy kirim. Jazakmllh atas perhatiannya.
Dari: Holib Masduqi
Jawaban
Wa ‘alaikumus salam
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,
Mengenai shalat ta’nis, nama lengkapnya shalat ta’nis al-qabr [arab: صلاة تأنيس القبر]. Ta’nis artinya menjadikan sesuatu tidak asing. Ta’nisul qabr berarti membuat kuburan menjadi sesuatu yang tidak asing, karena dikirimi dengan pahala dari orang yang masih hidup.


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
read more
Jika ada makmum sendirian, bolehkah dia berdiri di sebelah kiri imam? Misalnya, karena di sebelah kanan imam ada tembok.
Trim’s
Jawaban:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,
Praktek yang sesuai sunah, makmum yang sendirian, berdiri di sebelah kanan imam.
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma menceritakan,


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
read more
Tanya: Apa kalimat yang tepat yang harus diucapkan imam ketika merapatkan shaf makmum? Trim’s
Jawaban:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,
Terdapat beberapa riwayat yang menyebutkan anjuran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada para sahabat untuk merapatkan shaf. Diantaranya,


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
read more
Saya srng mendengar orang yang bergerak lebih 3 kali dalam shalat, bisa membatalkan shalatnya. Apa ini benar? apa dalilnya?
Jawab:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,
Sebelumnya kita perlu mempertegas bahwa yang dimaksud gerakan dalam pembahasan ini adalah gerakan yang bukan termasuk gerakan shalat.
Terdapat banyak dalil yang menunjukkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan gerakan yang bukan termasuk gerakan shalat, seperti menggendong cucu beliau, memindahkan orang, melepas sandal, membukakan pintu, bergerak maju, dan yang lainnya. Berikut beberapa riwayat tersebut,


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
read more
Assalamualaikum wr.wb. di kampung saya ada sebagian org melakukan sholat sunat dengan duduk padahal dia melakukan sholat wajib dengan berdiri dan masih sehat dan kuat berdiri. mereka melakukan sholat sunat dengan duduk ketika sholat sunat saja. apa hukumnya? terima kasih. wassalamualaikumwarohmatullohiwabarokatuh
Dari: Rahmat Taufik
Jawaban:
Wa alaikumus salam warohmatullohiwabarokatuh
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,
Terdapat beberapa aturan tentang berdiri dalam shalat,


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
read more
Pertanyaan
Assalaamualaikum ustad…
Maaf saya mau tanya bolehkah anak yang belum disunat/dikhitan masuk masjid dan ikut solat dengan orang tuanya? Terimakasih atas jawabannya
Jawaban:
Waalaikum salam warohmatulloh…
Pertama: Dibolehkan membawa anak kecil masuk ke dalam masjid, walaupun belum disunat.
Kedua: Berikut hadits-hadits yang menunjukkan hukum di atas:


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
read more
Pertanyaan :
Bagaiman cara mengerjakan shalat nabi daud,berapakah jumlah rakaatnya
dan apakah ada doa khusus?…
Dari: bel……..@gmail.com
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,
Tata cara ibadah shalat dan puasa Nabi Daud alaihis sholatu was salam telah dijelaskan dalam hadis secara global. Dari Abdullah bin Amr bin Ash radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada beliau,
أَحَبُّ الصَّلاَةِ إِلَى اللَّهِ صَلاَةُ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ ، وَأَحَبُّ الصِّيَامِ إِلَى اللَّهِ صِيَامُ دَاوُدَ ، وَكَانَ يَنَامُ نِصْفَ اللَّيْلِ وَيَقُومُ ثُلُثَهُ وَيَنَامُ سُدُسَهُ ، وَيَصُومُ يَوْمًا وَيُفْطِرُ يَوْمًا
“Shalat yang paling dicintai oleh Allah adalah shalatnya Nabi Daud ‘alaihis salam. Dan puasa yang paling dicintai Allah adalah puasa Nabi Daud. Beliau tidur setengah malam kemudian bangun (qiyam lail) sepertiga malam dan tidur lagi seperenam malam. Beliau puasa selang-seling, sehari puasa, sehari tidak.” (HR. Bukhari 1131, Muslim 1159, Abu Daud 2448, dan yang lainnya).


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
read more
Pertanyaan :
Assalamu’alaikum,
Suatu hari di kantor saya pernah melakukan sholat Maghrib, namun ternyata setelah selesai sholat, saya baru mendengar adzan maghrib
dari teras kantor. Saya salah mengira saat itu sudah masuk Maghrib,dikarenakan keadaan di kantor, jika saya sedang ada di dalam ruangan tidak terdengar suara adzan. Yang ingin saya tanyakan, apakah sholat tersebut sah, dihitung sebagai sholat Maghrib? Dan apakah jika terjadi hal semacam itu seseorang perlu mengulangi sholatnya (Maghrib) lagi atau tidak?
Sesudah dan sebelumnya saya ucapkan terima kasih.
Wa alaikumus salam
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,
Allah berfirman,
إِنَّ الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا
Sesunggunya shalat adalah kewajiban bagi kaum mukminin yang telah ditetapkan waktunya. (QS. An-Nisa: 103).


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
read more
Bolehkah shalat dengan memakai masker? Mengingat sekarang lagi musim debu, krn gunung kelud meletus. Mohon penjelasannya.
Jawab:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,
Para ulama sepakat bahwa menutup mulut dalam shalat hukumnya makruh. Baik bagi laki-laki maupun wanita. (Fatawa Syabakah Islamiyah, no. 52652).
Dihukumi makruh, mengingat adanya larangan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dalam hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan,
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُغَطِّيَ الرَّجُلُ فَاهُ فِي الصَّلَاةِ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang seseorang menutup mulutnya ketika shalat. (HR. Abu Daud 643, Ibnu Majah 966, Ibnu Hibban 2353, dan dihasankan Syuaib al-Arnauth).
Tindakan menutup mulut atau hidung disebut dengan istilah talatsum [arab: التلثم].


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
read more

Tanya:
Ada orang muallaf yg dia sdh hafal Fatihah. Tapi utk surat pendek lainnya, blm hafal. Bolehkah dia baca al-Fatihah saja?
Jawab:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,
Bacaan al-Quran yang statusnya rukun dalam shalat hanyalah al-Fatihah, menurut pendapat mayoritas ulama. Inilah pendapat yang lebih kuat, berdasarkan hadis dari Ubadah bin Shomit bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ صَلاَةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الكِتَابِ
“Tidak sah shalat seseorang yang tidak membaca Al Fatihah.” (HR. Bukhari 756, Muslim 394, Nasai 910, dan yang lainnya)


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
read more
Copyright © 2020.Junedi Ubaidilllah. Powered by Blogger.

Jumlah Pengunjung

Blog Archive

Anda Pengunjung Online

Followers