Dalam kitab Ar Rakhiqul Makhtum, Syaikh Shafiyurrahman Al Mubarakfuri rahimahullah menjelaskan beragam pendapat tentang kapan terjadinya peristiwa Isra Mi’raj:
1. Isra’ Mi’raj terjadi pada tahun ketika Allah memuliakan beliau shallallahu’alaihi wasallam dengan kenabian. Inilah pendapat yang dipilih Ath Thabrani.
2. Isra’ Mi’raj terjadi 5 tahun setelah beliau diutus sebagai seorang
Nabi. Inilah pendapat yang dipilih An Nawawi dan Al Qurthubi.
3. Isra’ Mi’raj terjadi pada malam ke 27 bulan Rajab tahun 10 keenabian. Inilah pendapat yang dipilih Al Allamah Almanshurfuri.
4. Isra’ Mi’raj terjadi 16 bulan setelah sebelum hijrah ke Madinah tepatnya di bulan Ramadhan tahun 12 kenabian.
5. Isra’ Mi’raj terjadi 1 tahun 2 bulan sebelum hijrah. Tepatnya di bulan Muharram tahun 13 kenabian.
6. Isra’ Mi’raj terjadi 1 tahun sebelum hijrah. Tepatnya di bulan Rabiul Awwal tahun 13 kenabian.
Lalu beliau melanjutkan,
وردت الأقوال الثلاثة الأول بأن خديجة رضي الله عنها توفيت في رمضان سنة
عشر من النبوة، وكانت وفاتها قبل أن تفرض الصلوات الخمس، ولا خلاف أن فرض
الصلوات الخمس كانت ليلة الإسراء. أما الأقوال الثلاثة الباقية فلم أجد ما
أرجح به واحدا منها، غير أن سياق سورة الإسراء يدل على أن الإسراء متأخر
جدا.
“Tiga pendapat yang pertama diatas tertolak dikarenakan Khadijah radhiyallahu’anha
wafat di bulan Ramadhan tahun 10 kenabian. Dan peristawa meninggalnya
Khadijah itu sebelum (turun) perintah kewajiban shalat lima waktu. Tidak
ada khilaf (diantara para ulama) bahwa kewajiban shalat lima waktu
pertama kali turun di malam Isra’. Adapun tiga pendapat terakhir, saya
belum menemukan sesuatu yang dapat menguatkan salah satu pendapat
(diantara ketiga pendapat tersebut) selain alur cerita di dalam surat Al
Isra’ yang menunjukkan bahwa peristiwa Isra’ terjadi pada tahun-tahun
terakhir sekali.”
Hikmah peerbedaan peendapat diantara ulama diatas bahwa dahulu di jaman Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam, juga para sahabat ridhwanullahi alaihim ajma’in,
begitupula di jaman para tabi’in dan generasi setelah mereka tidak ada
satupun dari manusia-manusia terbaik tersebut yang merayakan peristiwa
Isra’ Mi’raj. Andai mereka merayakan sebagaimana orang jaman sekarang
ini tentu tidak ada perselisihan pendapat diantara para ulama dan tentu
mereka akan sepakat kapan terjadinya peristiwa tersebut.
Syaikh Al Albani rahimahullah setelah menyebutkan beragam pendapat tentang peristiwa tersebut beliau mengatakan,
وفي ذلك ما يشعر اللبيب أن السلف ما كانوا يحتفلون بهذه الليلة، ولا كانوا
يتخذونها عيداً، لا في رجب، ولا في غيره ولو أنهم احتفلوا بها، كما يفعل
الخلف اليوم، لتواتر ذلك عنهم، ولتعينت الليلة عند الخلف، ولم يختلفوا هذا
الاختلاف العجيب
“Di dalam perbedaan pendapat ini ada sesuatu yang disadari oleh orang
yang cerdas bahwa para salaf tidak merayakan peristiwa malam Isra’
Mi’raj. Mereka juga tidak menjadikan malam tersebut sebagai hari raya.
Tidak di bulan Rajab, tidak juga di bulan-bulan lainnya. Andai mereka
merayakan malam tersebut sebagaimana orang-orang jaman sekarang ini
tentu akan dinukil secara mutawatir dari mereka dan tentu malam tersebut
telah ditetapkan oleh generasi sekarang ini dan mereka tidak akan
berselisih dengan perselisihan yang luar biasa.” (Hasyiah Adain Maa
Wajaba, hal.54)
****
Penyusun: Ummu Fatimah Abdul Mu’ti
Sumber :
Arrahiqul Makhtum, Dar ‘Ashma’, Damaskus.
Penyusun: Ummu Fatimah Abdul Mu’ti
Sumber :
Arrahiqul Makhtum, Dar ‘Ashma’, Damaskus.
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer