Bagaimana cerita pembangunan Ka’bah dan peletakkan Hajar Aswad? Lalu apa sih Hajar Aswad dan Hijr?
Setelah sampai pada peletakan Hajar Aswad, mereka berselisih paham, tentang siapa yang berhak meletakkannya dan semua kabilah bermaksud untuk meletakkannya karena ingin mendapatkan kemuliaan, hingga hampir terjadi pertikaian di antara mereka. Bani Abdul Ad-Dar mendekatkan bejana berisi darah, kemudian mereka bersama Bani Adi Ka’ab bin Luai bersumpah untuk siap mati. Maka kondisi menegangkan itu berlangsung hingga beberapa hari.
Akhirnya tokoh paling sepuh di antara mereka yang bernama Abu Umayyah bin Al-Mughirah Al-Makhzumi mendapatkan ilham dan berkata, “Wahai Quraisy, jadikanlah seorang yang pertama kali masuk masjid menemui kalian sebagai penengah di antara kalian.” Mereka menerima tawaran itu dan menunggu siapa gerangan yang pertama masuk masjid, dan ternyata yang masuk adalah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Setelah mereka melihat, mereka berkata, “Ini adalah orang yang terpercaya, kami setuju, dia adalah Muhammad.”

Setelah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai, mereka menceritakan kepadanya. Kemudian Muhammad membentangkan kain lalu mengambil Hajar Aswad dan meletakkannya di atas kain itu, kemudian dia berkata kepada setiap pemimpin Kabilah, “Hendaklah setiap pemimpin kabilah memegang setiap ujung kain dan mengangkat Hajar Aswad ke tempatnya.” Setelah itu Nabi meletakkannya sendiri, dengan demikian terhindarlah pertumpahan darah orang-orang Quraisy dengan sesama saudara mereka.
Kenyataannya adalah harta yang terkumpul dari orang-orang Quraisy terbatas sehingga menyebabkan pembangunan Ka’bah tidak memungkinkan seperti bangunan Nabi Ibrahim ‘alaihis salam dahulu, menyebabkan mereka terpaksa mengurangi besar bangunan. Mereka hanya memberi tembok pendek di sisi utara hanya sebagai tanda bahwa itu adalah bagian dari Ka’bah. Itulah yang sekarang dikenal dengan Hijr. Mereka juga meninggikan pintu Ka’bah dari tanah, dan sedikit mengurangi dari sisi timur, yaitu yang dikenal dengan sebutan As-Syadzarwan.

Faedah dari Pembangunan Ka’bah dan Peletakkan Hajar Aswad
  1. Orang Arab sudah sadar tentang pentingnya membangun masjid dengan harta halal, sehingga mereka tidak menyalurkan harta hasil riba, zina, dan tindak kezaliman untuk membangun Ka’bah.
  2. Pribadi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat-sangat luar biasa. Semua sudah tahu bagaimana terpercayanya beliau dan bagaimana kejujuran beliau. Sehingga ketika beliau yang meletakkan Hajar Aswad terselesaikanlah perselisihan yang ada.
  3. Seorang pendakwah hendaklah bergaul dengan masyarakat dan mengerti akan pentingnya hidup di tengah-tengah masyarakat, walaupun mereka menentang misi pendakwah tersebut.
  4. Penyebab paling utama dalam mempengaruhi orang lain adalah akhlak dan moral. Akhlak dan moral Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebabkan mereka menerima beliau; senang tatkala melihatnya, bergembira karena dia menjadi perantara dalam masalah yang mereka hadapi, ridha, dan menerima sebelum dan setelah ia memutuskan.
  5. Pada kasus pasukan bergajah adalah penobatan kaum Quraisy sebagai pahlawan legendaris dan pada kasus pembangunan Ka’bah adalah penobatan Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai pahlawan legendaris yang memiliki keutamaan lebih di atas tokoh-tokoh Quraisy. Semua itu sebagai pengantar kenabian yang sebentar lagi akan tiba.
  6. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menghalangi terjadinya pertumpahan darah saat itu, dan akan menghalau terjadinya pertumpahan darah esok, serta mampu mempersatukan manusia kelah setelah mereka berpecah-belah. Oleh karena itu, beliaulah yang akan mempersatukan bangsa Arab dan yang akan menyatukan mereka dengan umat lainnya di bawah bendera keislaman dengan izin Allah Ta’ala.
  7. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dijaga oleh Allah sedari kecil. Seperti terlihat pada perkata pamannya Al-‘Abbas agar beliau mengenakan sarung saat membantu dalam pembangunan Ka’bah agar tidak terkena batu. Akhirnya beliau terjatuh, kemudian sadar lantas Al-‘Abbas menutupkan sarung pada beliau. Ini bukti penjagaan Allah pada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Hajar Aswad, Batu dari Surga
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
نَزَلَ الْحَجَرُ الأَسْوَدُ مِنَ الْجَنَّةِ وَهُوَ أَشَدُّ بَيَاضًا مِنَ اللَّبَنِ فَسَوَّدَتْهُ خَطَايَا بَنِى آدَمَ
Hajar aswad turun dari surga padahal batu tersebut begitu putih lebih putih daripada susu. Dosa manusialah yang membuat batu tersebut menjadi hitam.” (HR. Tirmidzi, no. 877 dan An-Nasa’i, no. 2938. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini hasan).
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الْحَجَرُ الأَسْوَدُ مِنَ الْجَنَّةِ وَكَانَ أَشَدَّ بَيَاضاً مِنَ الثَّلْجِ حَتَّى سَوَّدَتْهُ خَطَايَا أَهْلِ الشِّرْكِ
Hajar aswad adalah batu dari surga. Batu tersebut lebih putih dari salju. Dosa orang-orang musyriklah yang membuatnya menjadi hitam.” (HR. Ahmad, 1: 307. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth mengatakan bahwa lafazh ‘hajar Aswad adalah batu dari surga’ shahih dengan syawahidnya. Sedangkan bagian hadits setelah itu tidak memiliki syawahid yang bisa menguatkannya. Tambahan setelah itu dha’if karena kelirunya ‘Atha’)
Keadaan batu mulia ini di hari kiamat sebagaimana dikisahkan dalam hadits,
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فِى الْحَجَرِ « وَاللَّهِ لَيَبْعَثَنَّهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَهُ عَيْنَانِ يُبْصِرُ بِهِمَا وَلِسَانٌ يَنْطِقُ بِهِ يَشْهَدُ عَلَى مَنِ اسْتَلَمَهُ بِحَقٍّ »
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda mengenai hajar Aswad, “Demi Allah, Allah akan mengutus batu tersebut pada hari kiamat dan ia memiliki dua mata yang bisa melihat, memiliki lisan yang bisa berbicara dan akan menjadi saksi bagi siapa yang benar-benar menyentuhnya.” (HR. Tirmidzi, no. 961; Ibnu Majah, no. 2944; dan Ahmad, 1:247. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan).

Anjuran Mencium Hajar Aswad
Dari ‘Abis bin Rabi’ah, ia berkata,
قَالَ رَأَيْتُ عُمَرَ يُقَبِّلُ الْحَجَرَ وَيَقُولُ إِنِّى لأُقَبِّلُكَ وَأَعْلَمُ أَنَّكَ حَجَرٌ وَلَوْلاَ أَنِّى رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يُقَبِّلُكَ لَمْ أُقَبِّلْكَ
“Aku pernah melihat ‘Umar (bin Al-Khatthab) mencium hajar Aswad. Lantas ‘Umar berkata, “Sesungguhnya aku menciummu dan aku tahu bahwa engkau hanyalah batu. Seandainya aku tidak melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menciummu, maka tentu aku tidak akan menciummu.” (HR. Bukhari, no. 1597, 1605; Muslim, no. 1270).
Dalam lafazh lain disebutkan,
إِنِّى لأُقَبِّلُكَ وَإِنِّى أَعْلَمُ أَنَّكَ حَجَرٌ وَأَنَّكَ لاَ تَضُرُّ وَلاَ تَنْفَعُ وَلَوْلاَ أَنِّى رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَبَّلَكَ مَا قَبَّلْتُكَ
“Sesungguhnya aku menciummu dan aku tahu bahwa engkau adalah batu yang tidak bisa memberikan mudhorot (bahaya), tidak bisa pula mendatangkan manfaat. Seandainya bukan karena aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menciummu, maka aku tidak akan menciummu.” (HR. Muslim, no. 1270).

Keistimewaan Hajar Aswad
Imam Nawawi rahimahullah dalam Syarh Shahih Muslim (9:14) menjelaskan, “Ketahuilah bahwa Ka’bah itu memiliki empat rukun. Pertama adalah rukun Hajar Aswad. Kedua adalah rukun Yamani. Rukun Hajar Aswad dan rukun Yamani disebut dengan Yamaniyaani. Adapun dua rukun yang lain disebut dengan Syamiyyaani.
Rukun Hajar Aswad memiliki dua keutamaan, yaitu: [1] di sana adalah letak qawa’id (pondasi) Ibrahim ‘alaihis salam, dan [2] di sana terdapat Hajar Aswad. Sedangkan rukun Yamani memiliki satu keutamaan saja yaitu karena di sana adalah letak qawa’id (pondasi) Ibrahim. Sedangkan di rukun yang lainnya tidak ada salah satu dari dua keutamaan tadi. Oleh karena itu, Hajar Aswad dikhususkan dua hal, yaitu mengusap dan menciumnya karena rukun tersebut memiliki dua keutamaan tadi. Sedangkan rukun Yamani disyariatkan untuk mengusapnya dan tidak menciumnya karena rukun tersebut hanya memiliki satu keutamaan. Sedangkan rukun yang lainnya tidak dicium dan tidak diusap. Wallahu a’lam.”

Catatan tentang Hijr
Penyebutan yang tepat adalah Hijr, bukan Hijr Isma’il dan tidak ada kaitannya Hijr di sini dengan Nabi Isma’il ‘alaihis salam. Di situ juga bukanlah tempat dikuburkannya Isma’il atau Hajar (ibunya). Dalam hadits, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut Hijr dengan Jadr.
Hijr adalah bagian dari Ka’bah. Siapa yang shalat di Hijr berarti telah shalat di dalam Ka’bah. Shalat dalam Ka’bah dibolehkan untuk shalat sunnah saja. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah masuk Ka’bah lalu shalat dua raka’at di dalamnya. Ini terjadi pada saat Fathul Makkah, penaklukan kota Makkah.
Wallahu waliyyut taufiq.

Referensi:
Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim. Cetakan kedua, Tahun 1392. Yahya bin Syarf An-Nawawi. Dar Ihya’ At Turots (Maktabah Syamilah)
Bahjah An-Nazhirin Syarh Riyadh Ash-Shalihin. Cetakan pertama, Tahun 1430 H. Abu Usamah Salim bin ‘Ied Al Hilaliy, terbitan Dar Ibnul Jauzi. 1:223-224.
Fadhail Al-Hajj wa Al-‘Umrah. Dr. Nashir bin Ibrahim Al-‘Abudiy
Referensi Terjemahan:
Fikih Sirah Nabawiyah. Cetakan kelima, 2016. Prof. Dr. Zaid bin Abdul Karim Zaid. Penerbit Darus Sunnah.
Referensi Web:
https://islamqa.info/ar/22004, diakses pada 23 Februari 2018, 10:34 WIB
https://islamqa.info/ar/142783, diakses pada 23 Februari 2018, 10:34 WIB
Disusun di Perpus Rumaysho, 7 Jumadats Tsaniyyah 1439 H (23 Februari 2018), Jumat pagi
Artikel Rumaysho.Com


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

0 Komentar:

Post a Comment

Copyright © 2020.Junedi Ubaidilllah. Powered by Blogger.

Jumlah Pengunjung

Blog Archive

Anda Pengunjung Online

Followers