Pertanyaan:
Aturan
ini berlaku baik bagi laki-laki maupun wanita. Berlaku bagi setiap
insan yang sedang meminang atau dipinang calon pasangan hidupnya. Pada
proses ini masing-masing akan menyampaikan semua informasi yang
dibutuhkan. Termasuk diantaranya, kondisi kesehatan yang sedang dialami.
Lantas
bagaimanakah batasan kondisi kesehatan yang wajib dinformasikan oleh
masing-masing pihak, agar tidak dianggap telah mengelabuhi dan menipu
calon pasangan hidupnya?
Sebuah pertanyaan dilayangkan kepada seorang ulama Aljazair, Syaikh Dr. Muhamad Ali Farkus;
Saya
memiliki saudara perempuan yang saat ini sedang dikhitbah oleh
seseorang. Sementara dulu saudari saya ini pernah sakit. Dokter
menyampaikan bahwa dia boleh menikah, hanya saja dia tidak bisa sembuh
sempurna dari penyakitnya. Terkadang sakitnya itu kembali kambuh sejak
masa pertumbuhannya. Apakah dia wajib mengabarkan kepada calon suaminya?
Jawaban:
Jika penyakit yang dia derita
sifatnya kronis (lama untuk sembuh), maka wajib diberitahukan kepada
calon suami, agar tidak dianggap menipunya. Jika calon suami bersedia
menerima sakit yang ada pada istrinya maka dia harus membantu proses
pengobatan, disamping wajib memberikan nafkah yang harus dia tunaikan
untuk istrinya.
Jika calon suami ini tidak
bersedia, semoga Allah memberikan untuk wanita ini ganti yang lain,
selama dia mau jujur dan terbuka kepada yang lain. Sikap semacam ini
termasuk sikap yang dicintai Allah, sebagaimana yang Allah nyatakan
dalam firmannya:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah, dan bergabunglah bersama orang-orang yang jujur.” (QS. At-Taubah: 119)
Kemudian, apabila penyakitnya
sudah sembuh sempurna, dalam kondisi ini dia tidak wajib menyampaikan
penyakit yang pernah dia derita dan telah sembuh.
Jika sakitnya itu insidental dan
tidak kronis maka tidak perlu menyampaikan hal ini kepada calon
suaminya, karena sakit ini bisa segera sembuh. Seperti pilek atau
semacamnya. Karena manusia sudah terbiasa dengan sakit yang sifatnya
insidental dan tidak menaun. Sementara kaidahnya: kebiasaan masyarakat
bisa menjadi standar.
Allahu a’lam
Diterjemahkan dari kitab: Al-Adat Al-Jariyah fi Al-A’ras Al-Jazairiyah, Dr. Muhammad Ali Farkus, hlm. 101 – 102.
Artikel www.KonsultasiSyariah.com
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer