Permasalahan Syiah, sungguh tak
bisa dipisahkan dari agama. Bahkan, sangat bersentuhan dengan akidah yang
merupakan fondasi agama. Maka dari itu, cara menilainya pun harus dengan
timbangan agama. Hal-hal lain terkait dengan hukum, keamanan, dan ketertiban masyarakat
harus disesuaikan dengannya. Lantas, bagaimanakah penilaian agama tentang
Syiah?
Penilaian agama tentang Syiah
sebenarnya sudah final. Para ulama yang mulia, sejak dahulu sudah melakukan
kajian yang panjang dan cermat tentang Syiah. Hasilnya, Syiah adalah kelompok
sesat yang telah menyimpang dari kebenaran. Mereka berambisi untuk
menghancurkan Islam dengan cara menghujat al-Qur’an, menjatuhkan Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wasallam, dan mengafirkan para sahabat beliau yang mulia.
Mereka beragama dengan perkataan dusta dan persaksian palsu (taqiyah). Simaklah
keterangan para ulama berikut ini.
1. Al-Imam Amir asy-Sya’bi
rahimahullah berkata, “Aku tidak pernah melihat kaum yang lebih dungu dari
Syiah.” (as-Sunnah karya Abdullah bin al-Imam Ahmad 2/549)
2. Al-Imam Sufyan ats-Tsauri
rahimahullah ketika ditanya tentang seseorang yang mencela Abu Bakr dan Umar
(yakni Syiah, pen.) berkata, “Ia telah kafir kepada Allah Subhanahu wata’ala.”
Kemudian ditanya, “Apakah kita menshalatinya (bila meninggal dunia)?” Beliau
berkata, “Tidak, tiada kehormatan (baginya)….” (Siyar A’lamin Nubala karya
al-Imam adz-Dzahabi 7/253)
3. Al-Imam Malik bin Anas
rahimahullah berkata, “Mereka itu adalah suatu kaum yang berambisi untuk
menjatuhkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam namun tidak mampu. Akhirnya,
mereka mencela para sahabatnya agar kemudian dikatakan bahwa beliau (Nabi
MuhammadShallallahu ‘alaihi wasallam) seorang yang jahat. Sebab, kalau memang
beliau orang saleh, niscaya para sahabatnya adalah orangorang saleh.”
(ash-Sharimul Maslul ‘ala Syatimirrasulkarya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, hlm.
580)
4. Al-Imam asy-Syafi’i
rahimahullah berkata, “Aku belum pernah tahu ada yang melebihi Rafidhah (Syiah)
dalam persaksian palsu.” (Mizanul I’tidal karya al-Imam adz-Dzahabi 2/27—28)
5. Al-Imam Ahmad bin Hanbal
rahimahullah berkata, “Aku tidak melihat dia (orang yang mencela Abu Bakr,
Umar, dan Aisyah ) itu orang Islam.” (as- Sunnah karya al-Khallal 1/493)
6. Al-Imam al-Bukhari
rahimahullah berkata, “Bagiku sama saja shalat di belakang Jahmi (seorang
penganut akidah Jahmiyah) dan Rafidhi (Syiah) atau di belakang Yahudi dan
Kristen. Mereka tidak boleh diberi salam, tidak boleh pula dikunjungi ketika
sakit, dinikahkan, dijadikan saksi, dan dimakan sembelihannya.” (Khalqu Af’alil
‘Ibad, hlm. 125)
Bisa
jadi, Anda berkata, “Itu kan versi ulama Sunni! Bagaimanakah keterangan ulama
ahlul bait tentang mereka?” Baiklah, kalau begitu simaklah keterangan berikut
ini.
1. Khalifah Ali bin Abi Thalib
radhiyallahu ‘anhu berdoa, “Ya Allah, aku telah bosan dengan mereka (Syiah) dan
mereka pun telah bosan denganku. Maka dari itu, gantikanlah untukku orang-orang
yang lebih baik dari mereka, dan gantikan untuk mereka seorang yang lebih jelek
dariku…” (Nahjul Balaghah, hlm. 66—67, dinukil dari asy-Syiah wa Ahlul Bait
karya Dr. Ihsan Ilahi Zhahir, hlm. 300)
2. Hasan bin Ali radhiyallahu
‘anhuma berkata, “Demi Allah! Menurutku, Mu’awiyah lebih baik daripada
orang-orang yang mengaku sebagai Syiah-ku, mereka berupaya untuk membunuhku dan
mengambil hartaku.” (al-Ihtijaj, karya ath-Thabrisi hlm. 148, dinukil dari
asy-Syiah Wa Ahlul Bait karya Dr. Ihsan Ilahi Zhahir, hlm. 300)
3. Husain bin Ali radhiyallahu
‘anhu berdoa, “Ya Allah, jika Engkau memberi mereka (Syiah) kehidupan hingga
saat ini, porakporandakan mereka dan jadikan mereka berkeping-keping. Janganlah
Engkau jadikan para pemimpin (yang ada) ridha kepada mereka (Syiah)
selama-lamanya. Sebab, kami diminta untuk membantu mereka, namun akhirnya
mereka justru memusuhi kami dan menjadi sebab terbunuhnya kami.” (al-Irsyad,
karya al-Mufid hlm. 341, dinukil dari asy- Syiah wa Ahlul Bait karya Dr. Ihsan
Ilahi Zhahir, hlm. 302)
4. Al-Imam Ali bin Husain Zainal
Abidin rahimahullahberkata, “Mereka (Syiah) bukan dari kami, dan kami pun bukan
dari mereka.” (Rijalul Kisysyi, hlm. 111, dinukil dari asy-Syiah wa Ahlul Bait
karya Dr. Ihsan Ilahi Zhahir, hlm. 303)
5. Al-Imam Muhammad al-Baqir
rahimahullah berkata, “Seandainya semua manusia ini Syiah, niscaya tiga
perempatnya adalah orang-orang yang ragu dengan kami, dan seperempatnya adalah
orang-orang dungu.” (Rijalul Kisysyi, hlm. 179, dinukil dari asy-Syiah wa Ahlul
Bait karya Dr. Ihsan Ilahi Zhahir, hlm. 303)
6. Al-Imam Ja’far ash-Shadiq
rahimahullah berkata, “Allah Subhanahu wata’ala berlepas diri dari orang-orang
yang membenci Abu Bakr dan Umar radhiyallahu ‘anhuma.” (Siyar A’lamin
Nubala’karya al-Imam adz-Dzahabi 6/260) Bisa jadi, Anda heran terhadap
kesimpulan para ulama terkemuka di atas. Sejauh itukah kesimpulan mereka? Apa
yang melandasi berbagai kesimpulan itu? Mengapa Syiah bisa seperti itu? Dan
berbagai pertanyaan lainnya yang menggelitik di hati Anda. Jawaban ringkasnya,
karena Syiah adalah sekte (baca: agama) tersendiri yang sangat bertolak
belakang dengan Islam. Mengapa demikian? Untuk lebih jelasnya ikutilah
pembahasan berikut ini.
KEDEKATAN
SYIAH DENGAN YAHUDI
Syiah sangat dekat dengan Yahudi.
Kedekatan itu setidaknya dalam dua hal yang sangat prinsip:
1. Pendirinya
2. Prinsip keyakinannya
(akidahnya).
Pendiri agama Syiah adalah
seorang peranakan Yahudi kota Shan’a, Yaman. Dia bernama Abdullah bin Saba’ al-
Yahudi al-Himyari.2 Ibunya seorang wanita yang berkulit hitam, sehingga dikenal
pula dengan sebutan Ibnu Sauda’ (putra seorang wanita yang berkulit hitam).
Layaknya keumuman bangsa Yahudi, Abdullah bin Saba’ berkarakter buruk, licik,
dan penuh makar terhadap Islam dan umat Islam. Dia menyusup di tengah-tengah
umat Islam untuk merusak tatanan agama dan masyarakat. Awal kemunculannya di
akhir masa Khalifah Utsman bin Affanradhiyallahu ‘anhu. Dengan kedok keislaman,
semangat amar ma’ruf nahi mungkar, dan bertopengkan tanassuk (giat beribadah)
dia kemas berbagai misi jahatnya. Tak hanya akidah sesat yang dia tebarkan di
tengah umat, gerakan provokasi massa pun dilakukannya untuk menggulingkan
Khalifah Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu hingga terbunuhlah beliau.
Di masa Khalifah Ali bin Abi
Thalib radhiyallahu ‘anhu, dia menampakkan kecintaan dan loyalitas yang tinggi
terhadap sang Khalifah dan ahlul bait. Dia dan komplotannya menamakan diri
sebagai syi’atu Ali (para pengikut Ali). Dengan kedok kecintaan dan loyalitas
terhadap Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu dan ahlul bait itulah agama
Syiah terus menggurita di tengah umat. (Lihat Minhajus Sunnah karya Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyyah 8/479, Syarh al-Aqidah ath-Thahawiyyah karya al-Imam Ibnu
Abil ‘Iz, hlm. 490, dan Kitab at-Tauhid karya asy-Syaikh Shalih bin Fauzan
al-Fauzan, hlm. 123)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
rahimahullah menegaskan, “Para ulama menyebutkan bahwa latar belakang Rafdh
(Syiah) adalah dari seorang zindiq (Abdullah bin Saba’) yang menampakkan
keislaman dan menyembunyikan identitas Yahudinya. Dia berupaya merusak Islam
sebagaimana Paulus (seorang Yahudi, -pen.) yang menampakkan diri sebagai
seorang kristiani untuk merusak agama Kristen.” (Majmu’ Fatawa 28/483)
Adapun prinsip keyakinan (akidah)
Syiah, banyak kesamaannya dengan prinsip keyakinan (akidah) Yahudi. Hal ini
tentu tidak aneh, sebab pendirinya adalah seorang Yahudi. Di antara prinsip
keyakinan (akidah) mereka yang sama dengan Yahudi adalah sebagai berikut.
1. Tentang washiy
Washiy adalah seseorang yang
mendapat wasiat untuk melanjutkan tugas atau misi si pemberi wasiat. Dalam
agama Yahudi, adanya washiy adalah satu keharusan. Demikian pula dalam agama
Syiah. Kalau washiy dalam agama Yahudi adalah Yusya’ bin Nun yang didaulat
sebagai pengganti Nabi Musa ‘Alaihissalam, maka washiy dalam agama Syiah adalah
Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu sebagai pengganti Nabi Muhammad Shallallahu
‘alaihi wasallam. Jadi, dalam prinsip keyakinan (akidah) Syiah, para khalifah
sebelum Ali bin Abi Thalib rahimahullah, yaitu Abu Bakr, Umar, dan Utsman g
adalah perampas kekuasaan dan mereka telah kafir. (Untuk lebih rincinya,
silakan lihat Badzlul Majhud fi Itsbat Musyabahatir Rafidhah lil Yahudikarya
Abdullah al-Jumaili 1/169—197)
2. Tentang kepemimpinan umat
Dalam agama Yahudi, kepemimpinan
umat hanya berada pada keturunan Nabi Dawud q. Dalam agama Syiah, kepemimpinan
umat hanya berada pada keturunan Husain bin Ali bin Abi Thalibradhiyallahu
‘anhu. Demikianlah kondisi 12 imam mereka yang diyakini ma’shum (terlindungi
dari dosa), termasuk Imam Mahdi yang akan muncul di akhir zaman. Dalam
pandangan Islam, Imam Mahdi adalah keturunan Hasan bin Ali bin Abi Thalib
radhiyallahu ‘anhuma, bukan keturunan Husain bin Ali bin Abi Thalib
radhiyallahu ‘anhuma. (Untuk lebih rincinya, silakan lihatBadzlul Majhud fi
Itsbat Musyabahatir Rafidhah lil Yahudi karya Abdullah al-Jumaili 1/201—224)
3. Tentang raj’ah
Raj’ah adalah hidup kembali
setelah mati sebelum hari kiamat. Dalam agama Yahudi, orang yang sudah mati
dapat hidup kembali. Demikian pula menurut agama Syiah. Mereka meyakini bahwa
orang-orang yang sudah mati dan tinggi keimanannya akan dihidupkan kembali di
masa Imam Mahdi (akhir zaman) untuk dimuliakan. Demikian pula orang-orang yang
sudah mati dan tinggi tingkat kejahatannya akan dihidupkan kembali untuk
dihinakan. (Untuk lebih rincinya, silakan lihat Badzlul Majhud fi Itsbat
Musyabahatir Rafidhah lil Yahudi karya Abdullah al-Jumaili 1/275—312)
4. Tentang al-bada’
Al-bada’ adalah mengetahui
sesuatu yang sebelumnya tidak diketahui. Dalam agama Yahudi,al-bada’ terjadi
pada Allah Subhanahu wata’ala. Demikian pula menurut agama Syiah. Bahkan,
mereka menjadikannya bagian dari tauhid. Berbeda halnya dengan agama Islam,
ilmu Allah Subhanahu wata’ala sangat luas, tak dibatasi oleh sesuatu pun. Ilmu
Allah Subhanahu wata’ala bersifat azali (tak bermula dan berakhir). Tidak ada
sesuatu pun yang terluput dari ilmu- Nya. (Untuk lebih rincinya, silakan lihat
Badzlul Majhud fi Itsbat Musyabahatir Rafidhah lil Yahudi karya Abdullah al-
Jumaili 1/317—352)
5. Tentang mengubah Kitab Suci
Mengubah Kitab Suci adalah sifat
tercela yang melekat pada ulama Yahudi, sebagaimana yang disebutkan oleh Allah
l dalam banyak ayat-Nya. Demikian pula halnya dengan kaum Syiah. Mereka
mengubah al-Qur’an hingga berlipat jumlah ayatnya. Anehnya, mereka mengklaim
bahwa al-Qur’an yang ada di tangan umat Islamlah yang telah mengalami pengubahan.Wallahul
musta’an. (Lebih lanjut, lihat Badzlul Majhud fi Itsbat Musyabahatir Rafidhah
lil Yahudikarya Abdullah al-Jumaili 1/355—438)
6. Tentang kecintaan dan
kebencian
Kaum Yahudi berlebihan dalam hal
mencintai sebagian nabi mereka dan membenci sebagian yang lainnya. Demikian
pula sikap mereka terhadap para ulama yang membimbing mereka. Kaum Syiah tak
jauh berbeda. Mereka berlebihan mencintai para imam mereka, bahkan memosisikan
mereka di atas para malaikat dan para nabi. Di sisi lain, mereka membenci para
sahabat , bahkan mengafirkan mereka. (Lebih lanjut, lihat Badzlul Majhud fi
Itsbat Musyabahatir Rafidhah lil Yahudi karya Abdullah al-Jumaili 2/443—513)
7. Tentang pengagungan diri
mereka
Kaum Yahudi meyakini bahwa mereka
adalah manusia terbaik, bahkan mereka mengklaim sebagai anak-anak Allah
Subhanahu wata’ala dan lebih mulia dari para malaikat. Demikian pula halnya
dengan kaum Syiah. Mereka mengklaim sebagai orang-orang pilihan Allah Subhanahu
wata’ala dan lebih mulia dari para malaikat. Kaum Yahudi mengklaim bahwa
merekalah manusia yang seutuhnya, sedangkan selain mereka hina dina.
Demikian pula halnya dengan kaum
Syiah, mereka mengklaim sebagai manusia yang seutuhnya, sedangkan selain mereka
hina dina. (Lebih lanjut, lihat Badzlul Majhud fi Itsbat Musyabahatir Rafidhah
lil Yahudi karya Abdullah al-Jumaili 2/517—554)
8. Tentang pengafiran selain
mereka
Kaum Yahudi memvonis selain
mereka sebagai orang kafir, halal darah dan hartanya. Demikian pula halnya kaum
Syiah, memvonis selain mereka sebagai orang kafir, halal darah dan hartanya.
(Lebih lanjut, lihat Badzlul Majhud fi Itsbat Musyabahatir Rafidhah lil Yahudi
karya Abdullah al-Jumaili 2/559—597)
9. Tentang kedustaan yang ada
pada mereka
Sifat dusta sudah menjadi
karakter kaum Yahudi, baik dalam kehidupan beragama maupun keseharian. Tak beda
jauh dengan kaum Syiah, mereka menjalankan kehidupan beragama dengan kedustaan
yang mereka sebut dengan taqiyah. Oleh karena itu, al-Imam asy-Syafi’I
rahimahullah berkata, “Aku belum pernah tahu ada yang melebihi Rafidhah (Syiah)
dalam hal persaksian palsu.” (Untuk lebih rincinya, silakan lihat Badzlul
Majhud fi Itsbat Musyabahatir Rafidhah lil Yahudi karya Abdullah al Jumaili
2/631—669)
Patut dicatat di sini bahwa semua
yang telah disebutkan tentang kesamaan agama Syiah dengan agama Yahudi di atas,
tak didapati pada umat Islam Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Sebab, mereka meyakini
kewajiban menyelisihi kaum Yahudi dalam kehidupan ini, baik dalam hal akidah,
ibadah, akhlak, adab, dan muamalah. Anehnya, seiring dengan banyaknya kesamaan
antara agama Syiah dengan agama Yahudi, sebanyak itu pula perbedaannya dengan
agama Islam. Perbedaan itu bukan dalam hal yang kecil, melainkan dalam hal
mendasar yang merupakan prinsip dalam kehidupan beragama. Cobalah perhatikan!
Al-Qur’an mereka berbeda dengan al-Qur’an umat Islam, azan dan iqamat mereka
berbeda dengan azan dan iqamat umat Islam, tata cara berwudhu mereka berbeda
dengan tata cara berwudhu umat Islam, kaifiyah shalat mereka berbeda dengan
kaifiyah shalat umat Islam, dan hari wukuf mereka di Arafah (ketika berhaji)
pun berbeda dengan hari wukuf umat Islam. (Lihat VCD Bahaya Kesesatan Syiah dan
VCD Ada Syiah di Indonesia)
SYIAH
MEROBOHKAN TIGA PILAR UTAMA UMAT ISLAM
Ada tiga pilar utama dalam agama
Islam. Tanpa ketiganya agama seseorang menjadi rapuh dan sekejap akan runtuh.
Tiga pilar utama itu adalah al-Qur’an, Sunnah Rasulullah, dan pemahaman para
sahabat (salaful ummah). Bagaimanakah upaya Syiah merobohkan tiga pilar itu?
Al-Qur’an yang merupakan Kitab Suci umat Islam tak lagi dianggap suci oleh
mereka, bahkan tidak sah dan kurang dari yang aslinya. Disebutkan dalam kitab
al-Kafi (yang kedudukannya di sisi mereka seperti Shahih al-Bukhari di sisi
kaum muslimin) karya Abu Ja’far Muhammad bin Ya’qub al-Kulaini (2/634) dari Abu
Abdillah (Ja’far ash-Shadiq), dia berkata, “Sesungguhnya al-Qur’an yang dibawa
Jibril kepada Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam itu (ada) 17.000 ayat.”
Disebutkan juga dari Abu Abdillah
( 1 / 2 3 9 — 2 4 0 ) , dia berkata , “Sesungguhnya di sisi kami ada mushaf
Fatimah ‘alaihas salam, mereka tidak tahu apa mushaf Fatimah itu.” Abu Bashir
bertanya, “Apa mushaf Fatimah itu?” Dia (Abu Abdillah) berkata, “Mushaf yang
isinya tiga kali lipat dari yang ada di mushaf kalian. Demi Allah, tidak ada
padanya satu huruf pun dari al-Qur’an kalian.” (Dinukil dari kitab asy-Syiah
wal Qur’an karya Dr. Ihsan Ilahi zhahir, hlm. 31—32)
Bahkan, salah seorang “ahli
hadits” mereka yang bernama Husain bin Muhammad at-Taqi an-Nuri ath- Thabrisi
dalam kitabnya Fashlul Khithab Fii Itsbati Tahrifi Kitabi Rabbil
Arbabmengumpulkan berbagai riwayat dari para imam mereka yang diyakini ma’shum
(terjaga dari dosa), bahwa al-Qur’an yang ada di tangan umat Islam itu telah
terjadi pengubahan dan penyimpangan. Adapun terhadap Sunnah Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wasallam mereka merobohkannya dengan berbagai cara. Di
antaranya:
1. Mengklaim bahwa para istri
Rasul Shallallahu ‘alaihi wasallam adalah pelacur, agar timbul kesan bahwa
beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam adalah orang yang tidak baik, sehingga
sunnahnya tak bisa diamalkan. Disebutkan dalam kitab mereka, Ikhtiyar
Ma’rifatir Rijal, karya ath-Thusi (hlm. 57—60), dinukilkan (secara dusta)
perkataan sahabat Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma terhadap Ummul
Mukminin Aisyah, “Kamu tidak lain adalah seorang pelacur dari sembilan pelacur
yang ditinggalkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam.” (Dinukil dari
kitab Daf’ul Kadzibil Mubin al-Muftara Minarrafidhati ‘ala Ummahatil Mukminin
karya Dr. Abdul Qadir Muhammad ‘Atha, hlm. 11)
2. Mengafirkan para sahabat
kecuali beberapa orang saja dari mereka. Tentu saja, dengan dikafirkannya para
sahabat berarti gugur pula semua Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam
yang diriwayatkan melalui mereka. Disebutkan dalam kitab mereka Rijalul
Kisysyi(hlm. 12—13) dari Abu Ja’far Muhammad al-Baqir, dia berkata, “Manusia
(para sahabat) sepeninggal Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam dalam keadaan
murtad kecuali tiga orang.” Aku (perawi) berkata, “Siapa tiga orang itu?” Dia
(Abu Ja’far) berkata, “Al-Miqdad bin al-Aswad, Abu Dzar al-Ghifari, dan Salman
al-Farisi….” kemudian dia menyebutkan surat Ali Imran ayat 144. (Dinukil dari
asy- Syiah al-Imamiyah al-Itsna ‘Asyariyyah fi Mizanil Islam, hlm. 89)
Adapun sahabat Abu Bakr ash- Shiddiq
dan Umar bin al-Khaththab radhiyallahu ‘anhuma, dua manusia terbaik setelah
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, mereka cela dan laknat. Bahkan, mereka
berlepas diri dari keduanya adalah bagian dari prinsip agama mereka. Oleh
karena itu, didapati dalam kitab bimbingan doa mereka (Miftahul Jinan, hlm.
114), wirid laknat untuk keduanya:
اللَّهُمَّ
صَلِّ عَلىَ مُحَمَّدٍ وَعَلىَ آلِ مُحَمَّدٍ، وَالْعَنْ صَنَمَيْ قُرَيْشٍ
وَجِبْتَيْهِمَا وَطَاغُوْتَيْهِمَا وَابْنَتَيْهِمَا
“Ya Allah, semoga shalawat selalu
tercurahkan kepada Muhammad dan keluarganya, laknatlah kedua berhala Quraisy
(Abu Bakr dan Umar), setan dan thaghut keduanya, serta kedua putri mereka….
(yang dimaksud adalah Ummul Mukminin Aisyah dan Hafshah).” (Dinukil dari
kitabal-Khuthuth al- ‘Aridhah karya as-Sayyid Muhibbuddin al-Khatib, hlm. 18)
Oleh karena itu, al-Imam Malik
bin Anas rahimahullah berkata, “Mereka itu adalah suatu kaum yang berambisi
untuk menjatuhkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, namun tidak mmampu.
Akhirnya, mereka mencela para sahabatnya agar kemudian dikatakan bahwa beliau
(Nabi Muhammad) adalah seorang yang jahat. Sebab, kalau memang beliau orang
saleh, niscaya para sahabatnya adalah orang-orang saleh.” (ash-Sharimul Maslul
‘ala Syatimir Rasul, hlm. 580)
Dengan robohnya pilar kepercayaan
kepada para sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, akan roboh pula pilar
kepercayaan kepada al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wasallam. Al-Imam Abu Zur’ah ar-Razi rahimahullah berkata, “Jika engkau melihat
orang yang mencela salah seorang sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wasallam, ketahuilah bahwa iazindiq (seorang yang menampakkan keislaman dan
menyembunyikan kekafiran). Sebab, Rasul bagi kita adalah haq dan al-Qur’an
adalah haq. Sesungguhnya yang menyampaikan al-Qur’an dan as-Sunnah adalah para
sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Mereka mencela para saksi kita
(para sahabat) dengan tujuan untuk meniadakan al-Qur’an dan as-Sunnah. Mereka
(Syiah) lebih pantas untuk dicela dan mereka adalah orang-orang zindiq.”
(al-Kifayahkarya al-Khathib al-Baghdadi, hlm. 49)
Lebih dari itu, dengan robohnya
pilar kepercayaan kepada para sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, siapa
pun akan kesulitan untuk memahami agama Islam dengan baik dan benar. Sebab, melalui
merekalah ilmu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam diwariskan dan melalui
mereka pula pemahaman yang benar tentang agama ini didapatkan. Tanpa itu,
kesesatanlah kesudahannya. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,
وَمَن
يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِن بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَىٰ وَيَتَّبِعْ غَيْرَ
سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّىٰ وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ ۖ وَسَاءَتْ
مَصِيرًا
“Barang siapa menentang Rasul
sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan selain jalan orang-orang
beriman, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu
dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat
kembali.” (an-Nisa’: 115)
Al-Imam Ibnu Abi Jamrah al-
Andalusi rahimahullah berkata, “Para ulama telah menjelaskan tentang makna
firman Allah Subhanahu wata’ala (di atas) bahwa yang dimaksud orang-orang
mukmin di sini adalah para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dan
generasi pertama dari umat ini.” (al-Marqat fi Nahjis Salaf Sabilun Najah, hlm.
36—37)
PENGKHIANATAN
SYIAH TERHADAP UMAT ISLAM
Syiah tercatat kerap melakukan
pengkhianatan terhadap umat Islam. Mereka telah berkhianat terhadap Khalifah
Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, Khalifah Hasan bin Ali radhiyallahu
‘anhuma, dan Husain bin Ali radhiyallahu ‘anhuma. (Lihat ungkapan kekecewaan
mereka pada pembahasan sebelumnya)
Sejarah pun mencatat bahwa
runtuhnya Daulah Abbasiyah (tahun 656 H) yang mengendalikan kepemimpinan umat
Islam dalam skala internasional, adalah karena pengkhianatan sang Perdana
Menteri, Muhammad Ibnul Alqami, yang beragama Syiah. Akibatnya, Khalifah
Abdullah bin Manshur yang bergelar al-Musta’shim Billah dan para pejabat
pentingnya tewas mengenaskan dibantai oleh pasukan Tartar yang dipimpin oleh
Hulaghu Khan.
Kota Baghdad (ibu kota Daulah
Abbasiyah) porak-poranda. Kebakaran terjadi di mana-mana. Umat Islam yang
tinggal di Kota Baghdad dibantai secara massal; tua, muda, anak-anak,
laki-laki, perempuan, orang awam, dan ulama. Selama 40 hari pembantaian terus
menerus terjadi. Kota Baghdad bersimbah darah. Tumpukan mayat umat Islam
berserakan di mana-mana. Bau mayat yang sudah membusuk semakin menambah duka
nestapa. Nyaris sungai Tigris menjadi merah karena simbahan darah umat Islam.
Sementara itu, sungai Dajlah nyaris menjadi hitam karena lunturan tinta
kitab-kitab berharga umat Islam yang mereka buang ke dalamnya.Wallahul
musta’an. (Untuk lebih rincinya, silakan membaca al- Bidayah wan Nihayah karya
al-Imam Ibnu Katsir, 13/200—211, Tarikhul Islam wa Wafayatul Masyahir wal A’lam
karya al-Imam adz-Dzahabi 48/33—40, dan Tarikhul Khulafa’ karya al-Imam
as-Suyuthi, hlm. 325—335)
Demikianlah sekelumit tentang
agama Syiah, kesesatan, kejahatan, dan bahayanya terhadap umat Islam. Semoga
menjadi pelita dalam kegelapan dan embun penyejuk bagi pencari kebenaran.
Amin….
Sumber: http://asysyariah.com/manhaji-mewaspadai-bahaya-gerakan-syiah/
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer