Jangan kira bahwa prinsip mengikuti dalil hanya jadi prinsip Wahabi
atau Salafi. Prinsip juga jadi prinsip ulama Syafi’iyah. Ini yang
penulis temukan di antaranya dari Imam Nawawi ketika beliau membahas
mengenai duduk istirahat dalam kitab beliau Al Majmu’.
Perhatikanlah …
Imam Nawawi menasehatkan tentang sunnah duduk istirahat,
“Sudah sepantasnya duduk istirahat ini dilakukan oleh setiap orang
karena hadits yang membicarakan hal itu adalah hadits yang shahih dan
tidak ada bertentangan dengan hadits shahih yang lain. Tak usahlah
peduli dengan orang yang mudah-mudahan dalam meninggalkannya.
Allah
Ta’ala berfirman,
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ
“Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku,
niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” (QS. Ali Imran:
31).
وَمَا آَتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ
“Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah.” (QS. Al Hasyr : 7). (Al Majmu’, 3: 292).
Prinsip inilah yang harus kita pegang.
Karena orang yang punya prinsip demikian yang akan selamat.
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,
العَامِلُ
بِلاَ عِلْمٍ كَالسَّائِرِ بِلاَ دَلِيْلٍ وَمَعْلُوْمٌ أنَّ عَطَبَ
مِثْلِ هَذَا أَقْرَبُ مِنْ سَلاَمَتِهِ وَإِنْ قُدِّرَ سَلاَمَتُهُ
اِتِّفَاقًا نَادِرًا فَهُوَ غَيْرُ مَحْمُوْدٍ بَلْ مَذْمُوْمٌ عِنْدَ
العُقَلاَءِ
“Orang yang beramal tanpa ilmu bagai orang yang berjalan tanpa ada
penuntun. Sudah dimaklumi bahwa orang yang berjalan tanpa penuntun akan
mendapatkan kesulitan dan sulit untuk selamat. Taruhlah ia bisa selamat,
namun itu jarang. Menurut orang yang berakal, ia tetap saja tidak
dipuji bahkan dapat celaan.”
Guru dari Ibnul Qayyim yaitu Ibnu Taimiyah rahimahullah juga berkata,
مَنْ فَارَقَ الدَّلِيْلَ ضَلَّ السَّبِيْل وَلاَ دَلِيْلَ إِلاَّ بِمَا جَاءَ بِهِ الرَّسُوْلُ
“Siapa yang terpisah dari penuntun jalannya, maka tentu ia akan
tersesat. Tidak ada penuntun yang terbaik bagi kita selain dengan
mengikuti ajaran Rasul -shallallahu ‘alaihi wa sallam-.” (Miftah Daris Sa’adah, 1: 299-300)
Hanya Allah yang memberi taufik dan hidayah.
—
19 Rajab 1435 H, di Pesantren DS Gunungkidul
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer