Al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan,
“Betapa banyak orang yang mencelakakan anaknya—belahan hatinya—di
dunia dan di akhirat karena tidak memberi perhatian dan tidak memberikan
pendidikan adab kepada mereka. Orang tua justru membantu si anak
menuruti semua keinginan syahwatnya. Ia menyangka bahwa dengan berbuat
demikian berarti dia telah memuliakan si anak, padahal sejatinya dia
telah menghinakannya. Bahkan, dia beranggapan, ia telah memberikan kasih
sayang kepada anak dengan berbuat demikian. Akhirnya, ia pun tidak bisa
mengambil manfaat dari keberadaan anaknya. Si anak justru membuat orang
tua terluput mendapat bagiannya di dunia dan di akhirat. Apabila engkau
meneliti kerusakan yang terjadi pada anak, akan engkau dapati bahwa
keumumannya bersumber dari orang tua.” (Tuhfatul Maudud hlm. 351)
Beliau rahimahullah menyatakan pula,
“Mayoritas anak menjadi rusak dengan sebab yang bersumber dari orang
tua, dan tidak adanya perhatian mereka terhadap si anak, tidak adanya
pendidikan tentang berbagai kewajiban agama dan sunnah-sunnahnya. Orang
tua telah menyia-nyiakan anak selagi mereka masih kecil, sehingga anak
tidak bisa memberi manfaat untuk dirinya sendiri dan orang tuanya ketika
sudah lanjut usia. Ketika sebagian orang tua mencela anak karena
kedurhakaannya, si anak menjawab, ‘Wahai ayah, engkau dahulu telah
durhaka kepadaku saat aku kecil, maka aku sekarang mendurhakaimu ketika
engkau telah lanjut usia. Engkau dahulu telah menyia-nyiakanku sebagai
anak, maka sekarang aku pun menyia-nyiakanmu ketika engkau telah berusia
lanjut’.” (Tuhfatul Maudud hlm. 337)
(Diambil dari Huququl Aulad ‘alal Aba’ wal Ummahat hlm. 8—9, karya asy-Syaikh Abdullah bin Abdirrahim al-Bukhari hafizhahullah)
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer