Dalam
mengarungi samudra kehidupan ini, manusia memiliki prinsip dasar hidup
yang berbeda-beda. Setiap mereka berpegang teguh dengan norma-norma yang
telah diatur dan ditata oleh setiap prinsip masing-masing. Jika ada
suatu kelompok yang mengejek atau menghina aturan yang lain, maka mereka
tidak terima dan membalas lebih dari sekedar ejekan atau hinaan. Wajar
saja jika gesekan antara satu sama lain terkadang tak dapat dihindarkan.
Dan akhirnya dapat berwujud permusuhan, saling benci, saling
melecehkan, bahkan bisa berbuntut kepada perkelahian dan pembunuhan.
Itulah manusia yang memiliki sifat enggan direndahkan dan selalu ingin
lebih tinggi dan lebih kuat dari yang lainnya.
Ketika
mereka begitu perhatian dengan prinsip dasar hidup masing-masing,
tenggelam dengan norma-normanya dan menjunjung tinggi segala aturan
adat-istiadat, ternyata mereka lupa atau bahkan sengaja melupakan sebuah
aturan yang jauh lebih berhak untuk dipegang dan diikuti dari pada
semua aturan yang ada, yaitu aturan agama. Sebuah
aturan yang berbuah kedamaian antar sesama. Sebuah prinsip yang
menerangi manusia dari gelap-gulitanya ketidaktahuan menuju terangnya
cahaya ilmu. Sebuah syariat sempurna yang mengajak kita untuk berfikir
bahwa setiap manusia telah diciptakan sama oleh Rabb alam semesta
meskipun daerah, suku dan warna kulit saling berbeda. Tidak ada nilai
lebih bagi hamba di sisi-Nya melainkan dengan ketakwaan dan keimanan.
Inilah agama Islam, agama satu-satunya yang diterima di sisi Allah Yang
Maha Kuasa.
Islam
mengajarkan kepada kita bagaimana menghormati sesama. Terlebih lagi,
bagaimana kita menghormati dan beribadah kepada Allah sesuai tuntunan
dan syariat-Nya. Dan juga, bagaimana kita menghormati dan memuliakan
Rasulullah -shallallahu’alaihi wa sallam- yang telah mewariskan
kepada umat ini ilmu agama yang melimpah ruah. Sebanyak apa yang telah
kita ambil, sisanya masih jauh lebih banyak lagi.
Maka
itu, wajib bagi kita untuk taat kepada Allah dan rasul-Nya, tunduk dan
patuh kepada aturan-Nya, bukan aturan manusia yang berupa adat-istiadat
yang banyak menyelisihi aturan agama. Apabila sejalan dengan agama maka
tidak mengapa kita mengambilnya. Namun jika bertolak-belakang, tentu
wajib bagi kita untuk menomorsatukan syariat agama dan membuang
jauh-jauh segala aturan yang menyelisihinya.
Janganlah kita sengaja mengolok-olok dan melecehkan syariat Islam,
mengatakan bahwa agama tidak layak lagi diterapkan di tengah-tengah
masyarakat modern, atau mencibir seraya berkata: “Agama akan menjadikan
umat ini semakin mundur dan terus mundur.”
Sungguh
benar, ketika seorang menghidupkan agama Islam maka dia akan semakin
mundur. Namun ia mundur menjauh dari neraka dan mendekat ke surga.
Lantas, adakah kehidupan yang lebih kita damba-dambakan dari kehidupan
surga. Adakah cita-cita dan kemenangan yang lebih tinggi darinya. Setiap
orang berakal pasti memiliki asa, dan asa termulia seorang muslim
adalah surga Rabb alam semesta.
Sebaliknya,
orang-orang yang mengklaim diri mereka maju dan tidak mau menyentuh
nilai-nilai agama atau membatasinya ketika berada di tempat ibadah
(masjid) saja, kemanakah sebenarnya mereka maju?! Apa sebenarnya
definisi “maju” versi mereka?!
Tidaklah
orang-orang tersebut semakin “maju”, melainkan mereka akan kian jauh
dari agama dan surga. Pintu-pintu kesesatan di hadapan mereka kian
lebar. Hati-hati mereka bak di neraka, panas dan kering kerontang dari
siraman sejuk embun agama, meskipun mereka hidup mewah, harta melimpah
hingga seolah-olah dunia berada dalam genggaman mereka.
Sadar
atau tidak, mereka telah begitu jauh dari ajaran agama. Mereka telah
menyalahi tuntunan Islam, mencampakkan sunnah-sunnah Nabi shallallahu’alaihi wa sallam
yang membawa keberkahan bagi siapa saja yang menghidupkannya. Mereka
pun telah bermaksiat kepada Allah yang telah menciptakan mereka dan
memudahkan segala jalan untuk mendapatkan kenikmatan dunia. Kita hanya
bisa berdoa, semoga hidayah Allah segera menyapa mereka selama hayat
masih dikandung badan.
KEBINASAAN UMAT TERDAHULU
Allah -subhanahu wata’ala-
telah menjelaskan kepada kita dalam banyak ayat al-Qur`an bagaimana
kesudahan suatu kaum yang menyelisihi perintah rasul-Nya, bermaksiat
kepadanya dan menentang ajaran dan aturan yang ia bawa.
Kaum nabi Nuh -alaihi salam- Allah binasakan dengan banjir yang tiada duanya. Raja Firaun lantaran kalimat kufur yang keluar dari mulutnya (Dua
kalimat kufur yang penah diucapkan Firaun tersebut adalah: (1). Aku
tidak mengetahui tuhan bagi kalian selain diriku (2). Aku adalah Rabb
kalian yang paling tinggi. Lihat keterangannya pada surat al-Qashash
ayat 38 dan surat an-Nâzi’ât ayat 24.) dan enggan taat kepada nabi
Musa dan Harun -alaihima salam- Allah binasakan ia dan kaumnya dengan
gulungan air laut. Tsamud kaum nabi Shalih -alaihi salam-, ‘Aad kaum
nabi Hud -alaihi salam- dan kaum-kaum nabi-nabi yang lain yang
bermaksiat kepada nabi utusan, semuanya Allah binasakan dengan adzab
yang begitu mengerikan.
Kisah nyata tersebut tidaklah Allah
sebutkan di al-Qur`an begitu saja tanpa faedah atau tujuan. Justru
faedahnya begitu melimpah, di antaranya adalah agar kita mengambil
pelajaran bahwa siapa saja yang meragukan, durhaka, melecehkan,
membenci, mencela, mengingkari, menetang dan memusuhi setiap rasul yang
Allah utus pasti ada akibatnya cepat atau lambat.
Di akhir surat Yūsuf Allah ta’âlâ berfirman:
Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. (QS. Yūsuf: 111)
Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. (QS. Yūsuf: 111)
Itulah
kaum yang telah berlalu. Apabila mereka baik tentu ada pahalanya, dan
jika tidak maka ada balasan yang setimpal pula. Firman-Nya:
Itu adalah umat yang lalu, baginya
apa yang telah diusahakan dan bagimu apa yang sudah kamu usahakan, dan
kamu tidak akan diminta pertanggungan jawab tentang apa yang telah
mereka kerjakan. (QS. al-Baqarah: 134)
BALASAN DI DUNIA
Allah telah memperingatkan umat ini agar tidak menyelisihi perintah rasul-Nya shallallahu’alaihi wa sallam. Allah ta’âlâ berfirman:
Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintahnya (Rasululllah) takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa adzab yang pedih. (QS. an-Nūr: 63)
Siapa saja yang mencela atau melecehkan
salah satu ajaran atau sunnah Rasul -shollallahu alaihi wa sallam-,
sadar atau tidak dia telah membenci agama Islam. Dan kosekuensinya
adalah Allah akan menimpakan adzab kepadanya, mungkin di dunia, mungkin
di akhirat, atau mungkin juga di dunia dan di akhirat. Dan Allah Maha
Mengetahui segala gerak-gerik setiap hamba-Nya.
Di bawah ini, kami akan ketengahkan
beberapa kisah aneh yang pernah menimpa orang-orang sebelum kita
lantaran keraguan mereka terhadap ajaran Islam atau sunnah Nabi
-shollallahu alaihi wa sallam-, menyelisihi, melecehkan, mengolok-olok
atau bahkan mengingkarinya. Semoga dapat menjadi pelajaran bagi kita
semua.
• Rupa Berubah Keledai.
Ibnu Hajar -rahimahullah- pernah
menyampaikan cerita tentang sebagian penuntut ilmu, bahwasanya ada di
antara mereka yang melakukan perjalanan ke Damaskus untuk menimba hadits
dari seorang Syaikh tersohor yang ada di sana. Lalu ia pun belajar dan
membacakan beberapa hadits di hadapan Syaikh tersebut. Akan tetapi
Syaikh itu selalu membatasi antara diri dengan murid-muridnya dengan
sebuah tabir, sehingga mereka tidak dapat melihat wajahnya.
Ketika seorang murid tersebut telah lama
mengambil ilmu darinya, dan ia mengetahui betapa antusias murid yang
satu ini, akhirnya ia membuka tabir agar muridnya itu dapat melihat
wajahnya. (Setelah dibuka) ternyata rupa Syaikhnya berwujud keledai.
Kemudian Syaikh tersebut berkata seraya
menasehati: “Berhati-hatilah wahai muridku dari mendahului imam (dalam
shalat), karena sesungguhnya aku pernah membaca sebuah hadits (Hadits tersebut berbunyi:
أَمَا يَخْشَى الَّذِي يَرْفَعُ رَأْسَهُ قَبْلَ الإِمَامِ أَنْ يُحَوِّلَ اللَّهُ رَأْسَهُ رَأْسَ حِمَارٍ
Tidakkah
takut orang yang mengangkat kepalanya sebelum imam, Allah akan merubah
kepalanya menjadi kepala keledai?! -HR. al-Bukhari dan Muslim) dan
aku menganggap hal itu tidak mungkin terjadi. Lalu aku pun mendahului
imam dan ternyata wajahku berubah seperti yang engkau lihat sekarang
ini. [al-Qaul al-Mubîn fî Akhtâ` al-Mushallîn, karya Syaikh Masyhur
Hasan Alu Salman, hlm. 252, cetakan Dâr Ibnul Qayyim dan Dâ Ibn Hazm]
Semoga Allah merahmati Syaikh dan mengampuni segala dosanya.
Semoga Allah merahmati Syaikh dan mengampuni segala dosanya.
Meskipun ia pernah meragukan sebuah hadits Nabi -shallallahu’alaihi wa sallam-,
namun alhamdulillâh ia bertaubat kepada Allah dan menasehati
murid-muridnya agar tidak meragukan, melecehkan atau menentang sunnah
yang datang dari beliau -shollallahu alaihi wa sallam-.
• Kaki Lumpuh Seketika.
Ibnul
Qayyim -rahimahullah- berkata: Ahmad bin Marwan al-Maliki bercerita
dalam kitabnya al-Mujâlasah: Zakaria bin Abdurrahman al-Bashri pernah
bercerita kepadaku: Aku pernah mendengar Ahmad bin Syu’aib bertutur:
Kami pernah menghadiri majlis ilmu ulama hadits. Kemudian ia bercerita
kepada kami hadits Nabi -shallallahu’alaihi wa sallam- berikut:
وَإِنَّ الْمَلاَئِكَةَ لَتَضَعُ أَجْنِحَتَهَا رِضًا لِطَالِبِ الْعِلْمِ
Dan
sesungguhnya malaikat-malaikat meletakkan sayapnya lantaran ridha
kepada penuntut ilmu. (Hadits shahih. Lihat: Shahîh Abî Dawūd, no. 3641,
Shahîh Ibn Mâjah, no. 223, Shahîh at-Tirmidzi, no. 2682, dll)
Dan
tatkala itu ada seorang mu’tazilah ikut hadir bersama kami. Ia
melecehkan hadits tersebut seraya berkata: “Demi Allah, besok akan aku
penuhi alas kakiku dengan paku untuk menginjak sayap malaikat.”
Ternyata ia benar-benar melakukannya.
Dan tatkala ia berjalan dengan alas kakinya itu, tiba-tiba kedua kakinya
langsung lumpuh dan seketika itu pula keduanya dipenuhi dengan ulat
(belatung).
Ath-Thabrani
juga bercerita: Aku pernah mendengar Abu Yahya Zakaria bertutur: Dahulu
kami pernah berjalan di lorong kota Bashroh menuju majlis ulama hadits.
Kami berjalan dengan tergesa-gesa. Dan pada waktu itu ada seorang yang
fasik berjalan bersama kami. Lalu ia berkata seraya mengejek: Angkatlah
kaki-kaki kalian dari sayap malaikat! Awas, jangan sampai merobeknya!
Dan
anehnya, tiba-tiba kedua kaki orang itu langsung lumpuh dan ia jatuh
tersungkur di tempatnya itu. [Miftâh Dâr as-Sa'âdah, karya Ibnul Qayyim,
jilid 1, hlm. 256-257, cetakan Dâr Ibn Affân]
• Akibat Menyindir Rasulullah -shallallahu’alaihi wa sallam-.
Kisah yang lain lagi diceritakan oleh
Syaikh Ahmad Muhammad Syakir -rahimahullah- dalam kitabnya kalimah
al-Haq, hlm. 149-153. Ia berkata: “Bahwasanya raja Fuad (Mesir) akan
melaksanakan shalat di masjid Abidin. Lalu diundanglah Syaikh Muhammad
al-Mahdi, karena dia adalah seorang khatib yang pandai berbicara, dan
raja Fuad senang shalat di belakangnya. Dan mentri Waqaf pun telah
menunjukknya sebagai khatib di masjid itu.
Peristiwa itu bertepatan dengan datangnya Toha Husain yang baru saja merampungkan pendidikan S3 juruan Sastra di Perancis. Dan raja Fuad adalah orang yang memberikan bea siswa kepadanya dan mengirimnya untuk belajar di Perancis.
Peristiwa itu bertepatan dengan datangnya Toha Husain yang baru saja merampungkan pendidikan S3 juruan Sastra di Perancis. Dan raja Fuad adalah orang yang memberikan bea siswa kepadanya dan mengirimnya untuk belajar di Perancis.
Kemudian Muhammad al-Mahdi ingin menyanjung raja Fuad yang telah memuliakan seorang yang buta, yakni Toha Husain. Ia berkata:
مَا عَبَسَ وَ لاَ تَوَلَّى لَمَّا جَاءَهُ الأَعْمَى
Dia (raja Fuad) tidak bermuka masam dan tidak berpaling tatkala seorang buta datang kepadanya.
Dia berucap demikian dengan maksud untuk menyindir Nabi shallallahu’alaihi wa sallam, yang mana Allah ‘azza wa jalla berfirman:
Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling. Karena telah datang seorang buta kepadanya. (QS. ‘Abasa: 1 & 2)
Jika demikian, maka sikap raja Fuad lebih utama dari pada sikap Nabi -shallallahu’alaihi wa sallam- di mata khatib yang telah menjual agamanya dengan harga murah dan segelintir logam dirham ini.
Dan
pada waktu itu Syaikh Muhammad Syakir -rahimahullah-, ayah Syaikh Ahmad
Syakir -rahimahullah- ada di sana, yang mana ia bekerja sebagai wakil
di masjid al-Azhar. Ia bangkit dan berkata: “Wahai sekalian manusia,
shalat kalian batal dan khatib kafir, maka itu ulangilah shalat kalian.”
Hal
itu mengakibatkan terjadi sedikit kegaduhan dan keributan. Namun raja
Fuad hanya diam saja. Setelah itu Syaikh Muhammad pergi ke istana Abidin
dengan membawa fatwa untuk raja dan memerintahkannya untuk mengulangi
shalat zhuhur.
Namun Muhammad al-Mahdi adalah orang
yang memiliki banyak pembela dan penasehat. Dan mereka pun menyuruhnya
untuk melayangkan surat gugatan kepada hakim atas pencemaran nama baik
yang dilakukan oleh Syaikh Muhammad Syakir.
Sedangkan
Syaikh Muhammad Syakir mengirim surat kepada para orientalis asing yang
memiliki ilmu dan pengalaman atas kandungan makna ungkapan-ungkapan
arab. Di dalam surat itu ia bertanya, apakah ucapan khatib –Muhammad
al-Mahdi- ini mengandung sindiran terhadap Nabi mulia -shollallahu
alaihi wa sallam- atau tidak. Sengaja beliau tidak pergi datang kepada
ulama al-Azhar agar tidak dikatakan beliau mencari dukungan dari mereka
(sebab beliau merupakan ulama al-Azhar). Dan tatkala diketahui bahwa
kasus ini akan berbuntut fitnah dan khatib itu pasti kalah di
pengadilan, maka para penasehatnya melarang Muhammad al-Mahdi untuk
melanjutkan kasus itu ke pengadilan.
(Ketika
bercerita kisah ini) Syaikh Muhammad Syakir bersumpah dengan nama Allah
dan berkata: “Sungguh, aku melihat kejadian ini dengan kedua mataku,
dan waktu telah lama berlalu dari orang ini (Muhammad al-Mahdi), yang
mana dahulu ia termasuk khatib besar kota Mesir yang begitu masyhur,
sampai-sampai raja Fuad semangat untuk shalat di belakangnya, sungguh
aku telah melihatnya begitu hina dina, ia menjadi tukang bersih-bersih
dan penitipan alas kaki di salah satu masjid. Aku sengaja bersembunyi
darinya -karena dia mengenalku dan aku pun mengenalnya- agar dia tidak
melihatku. Dan aku tidak merasa iba dengannya, karena dia tidak layak
mendapatkan rasa iba dariku.”
Sungguh
Allah telah mensegerakan baginya balasan buruk di dunia sebelum di
akhirat. Kita berlindung kepada Allah dari dicampakkan oleh-Nya.
[Kalimah al-Haq, karya Syaikh Ahmad Syakir, hlm. 149-153]
BELAJAR DARI PENGALAMAN
Inilah
tiga kisah dari orang-orang sebelum kita –dan kisah seperti ini yang
lainnya masih banyak lagi-, bagaimana mereka meragukan, melecehkan atau
menentang sunnah Rasulullah -shallallahu’alaihi wa sallam-, semuanya berakibat kepada turunnya adzab dari Allah.
Maka
itu, hendaklah orang-orang yang masih meragukan, melecehkan,
mengolok-olok, merendahkan, menghinakan, menentang atau mengingkari
sunnah Nabi n segera bertaubat dan kembali kepada Allah l dengan segala
penyesalan. Hendaklah mereka jera dari menyalahi atau menyelisihi ajaran
Islam. Hendaklah mereka belajar dari pengalaman, bahwa kesudahan buruk
akan menimpa siapa saja yang melecehkan sunnah Nabi-Nya, cepat atau
lambat. Dan hendaklah mereka juga merubah gaya hidup yang buruk menjadi
menjadi pola hidup yang sesuai dengan syariat Islam, yang dapat
menghantarkan setiap orang kepada kehidupan yang bahagia baik di dunia
maupun di akhirat.
Dan
hanya kepada Allah-lah kita bertaubat dan memohon ampunan. Karena hanya
Dia-lah Rabb Pemberi taufiq para hamba-Nya lagi Maha mengampuni segala
dosa dan kesalahan. Tiada Ilâh yang berhak diibadahi dengan benar
kecuali Allah Rabbul ‘Alamîn. Wallâhu ta’âlâ a’lam.
Ditulis oleh Abu Musa al-Atsari
Majalah Adz-Dzakhiirah Al-Islamiyyah Ed 48, hal. 48-54
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer