Fatwa Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah
Ada yang mengatakan hasad itu berarti berangan-angan hilangnya nikmat Allah dari diri orang lain.
Ada lagi yang mendefinisikan hasad yaitu membenci nikmat yang Allah berikan kepada oranglain.
Definisi pertama masyhur dikalangan para ulama. Adapun yang kedua, definisi yang ditetapkan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah. Semata-mata lantaran rasa benci atas nikmat yang Allah karuniakan kepada seseorang maka bisa dianggap hasad, sementara hasad hukumnya haram. Karena Nabi shallallahu’alaihi wasallam melarangnya.
Hasad termasuk karakter yahudi. Mereka dengki kepada manusia yang diberi keutamaan Allah.
Ada lagi yang mendefinisikan hasad yaitu membenci nikmat yang Allah berikan kepada oranglain.
Definisi pertama masyhur dikalangan para ulama. Adapun yang kedua, definisi yang ditetapkan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah. Semata-mata lantaran rasa benci atas nikmat yang Allah karuniakan kepada seseorang maka bisa dianggap hasad, sementara hasad hukumnya haram. Karena Nabi shallallahu’alaihi wasallam melarangnya.
Hasad termasuk karakter yahudi. Mereka dengki kepada manusia yang diberi keutamaan Allah.
Hasad memiliki banyak bahaya:
1. Merasa keberatan dan tidak ridha dengan ketetapan dan takdir Allah
Azza wa Jalla. Karena orang yang hasad membenci nikmat yang Allah
berikan kepada orang yang di-hasad-i.
2. Orang hasad akan selalu merasa gelisah, terbakar dan jengkel.
Karena nikmat Allah kepada hambaNya tidak terhitung. Setiap kali ia
melihat nikmat orang lain timbullah hasad pada dirinya dan membenci
nikmat tersebut. Tidak ada pilihan kecuali ia senantiasa berada dalam
kegalauan. Demikianlah keadaan orang yang hasad –waliyyadzubillah-.
3. Umumnya orang yang hasad membenci orang yang di-hasad-i. Iapun
berusaha menyembunyikan nikmat Allah kepada orang tersebut atau bahkan
berusaha menghilangkan nikmat tersebut. Maka terkumpullah rasa hasad dan
permusuhan.
4. Orang hasad menyerupai kebiasaan yahudi yang merasa hasad dengan pemberian kutamaan Allah kepada orang lain.
5. Orang hasad meremehkan nikmat Allah kepada dirinya sendiri. Karena
dia merasa nikmat Allah kepada orang lain lebih sempurna dan lebih
utama sehingga ia menganggap kecil nikmat Allah pada dirinya lalu iapun
tidak bersyukur kepada Allah Ta’ala atas nikmat tersebut.
6. Orang hasad menunjukkan betapa sensitif dirinya serta tidak suka
kebaikan pada orang lain. Bahkan dia seorang rendahan karena tidak
memandang sesuatu kecuali kepada dunia. Andai ia memandang akhirat,
iapun akan berpaling darinya.
Andai ada orang berkata, “Jika tertimpa hasad pada hatiku tanpa pilihan. Apakah obatnya?”
Obat hasad ada dua:
Pertama: berpaling dari perkara yang memicu hasad
secara total, melupakannya serta menyibukkan diri dengan urusan yang
penting bagi dirinya.
Kedua: memperhatikan dan mengingat-ingat bahaya
hasad. Karena dengan berfikir merenung bahaya suatu perbuatan maka iapun
bersegera untuk berlari dan menjauhinya. Hendaknya ia mempraktekkannya.
Jika ia suka kebaikan pada orang lain dan tetap tenang atas nikmat Allah kepada orang lain. Apakah hal ini termasuk keebaikan ataukah kebaikan itu dengan menguntit nikmat Allah pada orang lain. Kemudian ia selalu merasa panas dalam jiwanya serta marah dengan ketetapan dan takdir Allah.
Hendaknya ia memilih manakah dari dua jalan yang ia suka.
Jika ia suka kebaikan pada orang lain dan tetap tenang atas nikmat Allah kepada orang lain. Apakah hal ini termasuk keebaikan ataukah kebaikan itu dengan menguntit nikmat Allah pada orang lain. Kemudian ia selalu merasa panas dalam jiwanya serta marah dengan ketetapan dan takdir Allah.
Hendaknya ia memilih manakah dari dua jalan yang ia suka.
****
Sumber: Silsilah Fatawa Nur Ala Darb No. 264
Diterjemahkan oleh Tim Penerjemah Wanitasalihah.Com
Sumber: Silsilah Fatawa Nur Ala Darb No. 264
Diterjemahkan oleh Tim Penerjemah Wanitasalihah.Com
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer