Berqurban Sebelum Pemerintah, Tidak Sah? Jika ada orang berqurban
sebelum hari raya yang ditetapkan pemerintah, apakah qurbannya sah? Ada
yg bilang gak sah, apa benar? Jawab: Bismillah was shalatu was salamu
‘ala Rasulillah, wa ba’du, Dalam ibadah jama’i, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam mengajarkan agar kaum muslimin melaksanakan ibadah ini
bersama-sama secara berjamaah. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu,
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, الصَّوْمُ يَوْمَ تَصُومُونَ
وَالْفِطْرُ يَوْمَ تُفْطِرُونَ وَالأَضْحَى يَوْمَ تُضَحُّونَ “Hari
berpuasa (tanggal 1 Ramadhan) adalah pada hari dimana kalian semua
berpuasa. Hari fitri (tanggal 1 Syawal) adalah pada hari dimana kalian
semua melakukan hari raya, dan hari Idul Adha adalah pada hari dimana
kalian semua merayakan Idul Adha.” (HR. Turmudzi 701, ad-Daruquthni
dalam sunannya no. 2206 dan dishahihkan al-Albani).
Kita semua memahami,
untuk bisa mewujudkan puasa bersama, hari raya bersama, berarti harus
ada pihak yang menyatukan semua suara mereka. Pertanyaan berikutnya
adalah, siapa yang berwenang menyatukan suara itu? Jika ini dikembalikan
kepada ijtihad masing-masing ormas, tentu selamanya tidak akan pernah
bisa disatukan. Terlebih ketika mereka memiliki metode penetapan tanggal
yang berbeda. Untuk itu, ibadah yang bersifat jamaah semacam ini, tidak
mungkin bisa disatukan, kecuali melalui pemerintah. Karena satu ormas
tentu saja tidak mungkin mampu menyatukan suara satu negara, kecuali
hanya untuk para anggotanya. Sahabat Menyembelih Qurban Setelah Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam Lebih dari itu, kebiasaan para sahabat,
mereka baru menyembelih, setelah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
selesai berkhutbah. Kala itu, posisi beliau sebagai kepala negara. Ibnu
Umar menceritakan, أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
كَانَ يَنْحَرُ، أَوْ يَذْبَحُ بِالْمُصَلَّى Bahwa Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam menyembelih qurban di lapangan tempat shalat id. (HR.
Bukhari 982) Berdasarkan hadis ini, Imam Ibnu Utsaimin mengatakan,
“Yang ideal, hendaknya masyarakat tidak menyembelih, sampai imam
menyembelih qurbannya. Jika imam menyembelihnya di lapangan. Dalam
rangka meniru Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat.”
(Ahkam al-Udhiyah, hlm. 20) Menyembelih Qurban Sebelum Pemerintah, Tidak
Sah? Kita simak hadis Jabir radhiyallahu ‘anhu berikut, صَلَّى بِنَا
النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- يَوْمَ النَّحْرِ بِالْمَدِينَةِ
فَتَقَدَّمَ رِجَالٌ فَنَحَرُوا وَظَنُّوا أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه
وسلم- قَدْ نَحَرَ فَأَمَرَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- مَنْ كَانَ
نَحَرَ قَبْلَهُ أَنْ يُعِيدَ بِنَحْرٍ آخَرَ وَلاَ يَنْحَرُوا حَتَّى
يَنْحَرَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam mengimami kami shalat pada idul adha di Madinah. Seusai shalat,
tiba-tiba ada beberapa orang yang langsung menuju hewan qurbannya dan
langsung disembelih. Mereka mengira, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
telah menyembelih. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam perintahkan,
“Siapa yang sudah menyembelih sebelum beliau, agar diulangi
penyembelihannya dengan hewan yang lain.” Tidak boleh menyembelih
sebelum Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyembelih. (HR. Ahmad 15139
& Muslim 5195). Posisi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hal
ini adalah sebagai pemimpin. Beliau membatasi para sahabat, agar qurban
mereka dilakukan setelah qurban beliau. Hadis ini yang menjadi acuan
Malikiah untuk mengatakan bahwa masyarakat tidak boleh berqurban sebelum
pemerintah. Jika mereka tinggal bersama imamnya, maka acuannya setelah
imam berqurban. Dan jika mereka jauh dari imamnya, maka acuannya setelah
selesainya shalat imam. Dalam kitab al-Mudawwanah, Sahnun bertanya
kepada Ibnul Qosim – murid senior Imam Malik – قلت: أرأيت الضحية هل تجزئ
من ذبحها قبل أن يصلي الإمام في قول مالك؟ قال: لا. Aku bertanya (kepada
Ibnul Qosim), “Apa menurut anda untuk qurban yang disembelih sebelum
imam shalat, menurut pendapat Imam Malik, apakah qurbannya sah?” jawab
Ibnul Qosim, “Tidak sah.” (al-Mudawwanah, 1/546). Sahnun bertanya lagi,
قلت: أرأيت أهل البوادي وأهل القرى في هذا سواء؟ قال: سمعت مالكا يقول في
أهل القرى الذين ليس لهم إمام: إنهم يتحرون صلاة أقرب الأئمة إليهم وذبحه.
Saya bertanya lagi, “Bagaimana dengan masyarakat pelosok, penduduk
kampung, apakah mereka sama? Jawab Ibnul Qosim, Aku mendengar Malik
menjelaskan tentang penduduk kampung yang tidak memiliki (tinggal
bersama) imam, bahwa mereka memperkirakan shalat yang dikerjakan oleh
imam terdekat dengannya, lalu dia bisa menyembelihnya. (al-Mudawwanah,
1/546). Ibnul Qosim juga menegaskan قال ابن القاسم: فإن تحرى أهل البوادي
النحر فأخطئوا فذبحوا قبل الإمام لم أر عليهم إعادة إن تحروا ذلك ورأيت
ذلك مجزئا عنهم Ibnul Qosim mengatakan, Jika penduduk pelosok sudah
berusaha memilih waktu yang tepat untuk menyembelih, namun mereka salah
prediksi, sehingga mereka menyembelih sebelum imam shalat, maka menurut
saya, tidak perlu diulangi qurbannya, jika sudah berusaha memilih waktu.
Dan menurutku, qurbannya sah. (al-Mudawwanah, 1/546). Sementara
mayoritas ulama mengatakan, yang menjadi acuan waktu awal dalam
penyembelihan adalah shalat id yang dikerjakan imam. Dalam Tanwir
al-Ainain dinyatakan, وأن أحمد قال : لا يجوز قبل صلاة الامام ويجوز بعدها
قبل ذبح الامام وسواء عنده أهل القرى والأمصار Imam Ahmad mengatakan,
“Tidak boleh menyembelih sebelum shalat id imam dan boleh berqurban
setelah shalat id, meskipun imam belum menyembelih qurbannya. Ini
berlaku baik penduduk kampung maupun kota.” (Tanwir al-Ainain, hlm. 500)
Untuk itu, dalam rangka menghargai nilai besar ibadah qurban, maka
sebisa mungkin ibadah ini dilaksanakan bersama pemerintah, sehingga
kita bisa memastikan qurban ini sah. Allahu a’lam. Dijawab oleh Ustadz
Ammi Nur BaitsFree Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer