Seringkali perasaan tidak enak menjadikan seseorang terus berbuat
dosa. Kesyirikan yang telah mengakar dan menjadi adat istiadat di
masyarakat kita sebenarnya hampir setiap orang telah mengetahui. Seperti
tidak bolehnya memberikan sesajen kepada pohon atau penguasa laut,
ritual keagamaan lainnya yang disandarkan pada islam yang tidak
dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabat radhiallahu anhum.
Akan tetapi karena perasaan tidak enak terhadap penghulu adat kampung
menjadikan mereka terus berkutat dalam kegiatan tersebut.
Perasaan takut dikucilkan, diasingkan, diboikot bahkan diputuskan
hubungan kekeluargaan selalu menjadi perasaan-perasaan yang menghantui
jiwa setiap orang yang ingin berbuat kebaikan dan kembali ke jalan islam
yang benar yaitu dengan berpedoman pada Al-Qur’an dan As-Sunah yang
shahih berdasarkan pemahaman ulama salaf.
Hendaknya perasaan dan pikiran tersebut harus dihilangkan. Simaklah sabda Rasululullah shallallahu ‘alaihi wasallam berikut ini,
مَنِ الْتَمَسَ رِضَا اللَّهِ بِسَخَطِ النَّاسِ، كَفَاهُ اللَّهُ
مَئُونَةَ النَّاسِ، وَمَنِ الْتَمَسَ سَخَطَ اللَّهِ بِرِضَا النَّاسِ،
وَكله اللَّهُ إِلَى النَّاسِ
“Barangsiapa yang mencari ridha Allah saat manusia tidak suka,
maka Allah akan cukupkan dia dari beban manusia. Barangsiapa yang
mencari ridha manusia namun Allah itu murka, maka Allah akan biarkan dia
bergantung pada manusia.” (HR. Tirmidzi no. 2414 dan Ibnu Hibban no. 276. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Penolakan manusia tidak akan mempengaruhi penilaian Allah terhadap
hamba-Nya. Sekalipun semua manusia membencinya. Ini tak akan
mempengaruhi bagaimana seseorang di hadapan Allah.
Kedzaliman saudaramu terhadapmu tidak akan menjauhkanmu dari sisi Allah namun semakin mendekatkan jarakmu terhadap Allah.
Dari Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
اِتَّقِ دَعْوةَ الْمَظْلُوْمِ فَإِنَّهُ لَيْسَ بَيْنَ اللَّهِ حِجَابٌ
“Takutlah kepada doa orang-orang yang teraniyaya, sebab tidak ada hijab antaranya dengan Allah (untuk mengabulkan)”. (Shahih Muslim, kitab Iman 1/37-38)
Akan tetapi kedzaliman yang dilakukan terhadap orang lain ini yang akan menjadi adzab kelak.
Allah Ta’ala berfirman:
إِنَّمَا السَّبِيلُ عَلَى الَّذِينَ يَظْلِمُونَ النَّاسَ وَيَبْغُونَ
فِي الْأَرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّ أُوْلَئِكَ لَهُم عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat zalim kepada
manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak. Mereka itu mendapat
azab yang pedih.” (QS Asy-Syura [42]: 42)
Kebencian manusia terhadap tak akan mempengaruhi bagaimana diri kita
di hadapan Allah. Tapi perasaan benci terhadap hamba Allah tanpa alasan
yang syar’i yang dibenarkan syariat akan mempengaruhi beratnya
timbanganmu di hari peradilan.
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ
اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : لاَ تَحَاسَدُوْا ، وَلاَ
تَنَاجَشُوْا ، وَلاَ تَبَاغَضُوْا ، وَلاَ تَدَابَرُوْا ، وَلاَ يَبِعْ
بَعْضُكُمْ عَلَى بَيْعِ بَعْضٍ ، وَكُوْنُوْا عِبَادَ اللهِ إِخْوَانًا ،
اَلْـمُسْلِمُ أَخُوْ الْـمُسْلِمِ ، لاَ يَظْلِمُهُ ، وَلاَ يَخْذُلُهُ ،
وَلاَ يَحْقِرُهُ ، اَلتَّقْوَى هٰهُنَا ، وَيُشِيْرُ إِلَى صَدْرِهِ
ثَلاَثَ مَرَّاتٍ ، بِحَسْبِ امْرِئٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ
الْـمُسْلِمَ ، كُلُّ الْـمُسْلِمِ عَلَى الْـمُسْلِمِ حَرَامٌ ، دَمُهُ
وَمَالُهُ وَعِرْضُهُ .
Dari Abu Hurairah radhyallahu anhu ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Kalian jangan saling mendengki, jangan saling najasy, jangan
saling membenci, jangan saling membelakangi ! Janganlah sebagian kalian
membeli barang yang sedang ditawar orang lain, dan hendaklah kalian
menjadi hamba-hamba Allah yang bersaudara. Seorang muslim itu adalah
saudara bagi muslim yang lain, maka ia tidak boleh menzhaliminya,
menelantarkannya, dan menghinakannya. Takwa itu disini –beliau memberi
isyarat ke dadanya tiga kali-. Cukuplah keburukan bagi seseorang jika ia
menghina saudaranya yang Muslim. Setiap orang Muslim, haram darahnya,
hartanya, dan kehormatannya atas muslim lainnya.” (Muslim no. 2564, Imam
Ahmad II/277, 311-dengan ringkas, 360, Ibnu Majah no. 3933, 4213-secara
ringkas, Al-Baihaqi VI/92; VIII/250, Al-Baghawy dalam Syarhus Sunnah
XIII/130, no. 3549)
Tetap menyebarkan kebaikan dan saling menasehati dalam kebaikan dan
kebenaran tentu saja tanpa mengabaikan adab dan akhlak yang mulia.
Bergaul dengan baik selama hal tersebut tidak keluar dari batasan
syariat dan hal-hal yang diharamkan Allah subhanahu wa ta’ala.
Menghindari adanya sekat-sekat sosial dan merasa diri paling eksklusif
atau paling baik mengutamakan sikap rendah hati. Bersikap bijak ketika
seorang muslim melakukan kesalahan. Karena tugas kita hanyalah
menasihati bukan menghakimi orang lain.
Demikian pula halnya dengan keridhaan kedua orang tua akan
mempengaruhi keridhaan Allah terhadap diri kita. Selama hal yang mereka
perintahkan tidak melanggar batasan-batasan syariat.
Dalam hadits Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, disebutkan:
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا
أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: رِضَا
الرَّبِّ فِي رِضَا الْوَالِدِ، وَسُخْطُ الرَّبِّ فِي سُخْطِ الْوَالِدِ “
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash radhiyallaahu ‘anhuma, bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam
bersabda: “Ridha Allah bergantung kepada keridhaan orang tua dan murka
Allah bergantung kepada kemurkaan orang tua” (Al-Bukhari dalam Adabul
Mufrad no. 2, Ibnu Hibban no. 2026 al-Mawaarid, at-Tirmidzi no. 1899,
al-Hakim IV/151-152)
Tak perlu merasa takut jika itu adalah kebenaran hanya karena
mementingkan keridhaan manusia, karena keridhaan Allah adalah hal utama
yang menjadi pegangan dan motto hidup seorang muslim karena islam bukan
dibangun di atas perasaan akan tetapi di atas dalil yang jelas.
Wallahu a’lam.
—
Penyusun: Arviani Ardillah
Murajaah: Ustadz Ammi Nur Baits
Murajaah: Ustadz Ammi Nur Baits
Artikel WanitaSalihah.Com
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer