Istri Memerlukan Hiburan
Berbagai permainan dibuat oleh manusia, dengan inovasi baru dan
berbagai improvisasi demi memenuhi kebutuhan jiwa manusia dan mengusir
kejenuhan dari dirinya, untuk menghiburnya dari rutinitas yang
membosankan. Dan memang hiburan sangat diperlukan oleh setiap individu.
Dengan adanya hiburan manusia bisa kembali berpikir jernih dan kembali
fresh dalam menjalani semua aktifitasnya, dengan catatan bahwa jenis
hiburan tetap harus mengikuti aturan Ilahi.
Bila hal itu dicari dan diburu oleh kaum lelaki yang kebanyakan
mereka bekerja di luar rumah, maka untuk kaum perempuan yang
diperintahkan untuk menetap di dalam rumah lebih diperlukan lagi.
Apalagi dengan rutinitas yang tiada habisnya seperti pekerjaan rumah dan
mengurus anak-anak.
Biasanya seorang yang sedang jenuh atau bosan akan tampak dari
kualitas pekerjaannya yang menurun dikarenakan kondisi jiwa yang sedang
tidak mood. Maka dalam hal ini tiada solusi yang indah kecuali
memberikan hiburan dan permainan untuknya agar dapat mengembalikan
kualitas dan dedikasinya dalam mengemban amanatnya.
Jika seseorang yang bekerja 8 jam dalam sehari saja memerlukan
liburan sehari dalam sepekan, bagaimana bagi seorang yang bekerja
nonstop selama 24 jam x 30 hari dalam sebulan?
Bermain dan bercengkrama dengan istri tidak termasuk membuang-buang
waktu atau perbuatan sia-sia yang melalaikan sebagaimana diyakini oleh
sebagian orang. Bahkan Rasulullah shallalahu ‘alaihi wasallam
memasukkannya dalam kategori tindakan yang berpahala, tentunya karena
banyaknya manfaat yang didapat darinya, tidak seperti kebanyakan
permaian yang membuat orang terhibur namun menjadikannya lalai dan
semakin menjauh dari rel kehidupan yang harus ia jalani. Rasulullah shallallahu ‘alaaihi wasallam bersabda:
“Semua hal yang tidak mengandung dzikrullah adalah melengahkan,
melalaikan dan melupakan kecuali empat. Dan beliau menyebutkan salah
satunya bermain-main dengan istri.” (HR. Nasa’i dalam As Sunan Al Kubra no.8891 dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam Ash-Shahihah no.315)
Maka demi menyiram bunga yang layu, menyegarkan cinta yang loyo,
menghancurkan dinding-dinding yang menyekat cinta dan kasih sayang
antara suami istri, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyempatkan waktu untuk bersenda gurau dan bermain dengan istrinya. Tengoklah kisah Aisyah radhiyallahu anha:
“Aku pernah ikut Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam
satu perjalanan, dan ketika itu aku masih belum gemuk. Maka beliau
berkata kepada orang-orang, ”Bergeraklah maju, bergeraklah maju.”
Kemudian tatkala orang-orang sudah di depan, beliau berkata kepadaku,
”Kemarilah wahai Aisyah, kita berlomba lari.” Akupun berlari dan menang,
maka beliaupun diam. Sehingga tatkala aku mulai gemuk, aku kembali ikut
bersama Nabi di salah satu perjalanannya, beliau berkata kepada
orang-orang, ”Bergeraklah maju, bergeraklah maju.” Kemudian tatkala
orang-orang sudah di depan, beliau berkata kepadaku, ”Kemarilah wahai
Aisyah, kita berlomba lari.” Akupun berlari dan belau mengalahkanku.
Maka beliau tertawa dan berkata: “Ini balasan untuk kekalahanku dahulu
(satu-satu).” (HR. Abu Daud no.2578 dan Ahmad no.26277, dishahihkan
Al-Albani dalam Ash-Shahihah 131)
Begitu romantisnya sang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
terhadap istrinya. Dan renungkanlah bagaimana beliau mengetahui bahwa
perempuanpun memerlukan hiburan, beliau juga sangat pandai memanfaatkan
kesempatan yang ada untuk menghibur istrinya.
Pada kesempatan lainnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
menyempatkan diri untuk menemani ‘Aisyah menonton sebuah atraksi
permainan yang digelar di masjid sebagaimana diceritakan oleh ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha:
“Orang-orang Habasyah (Ethiopia) masuk ke dalam masjid bermain (atraksi kepiawaian mereka bermain senjata), maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadanya, ”Wahai Humaira’ (pipi yang kemerah-merahan), apakah engkau ingin melihat mereka?”, aku berkata, ”iya.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
lalu berdiri di pintu lalu aku mendatanginya lalu aku letakkan daguku
di atas pundaknya dan aku sandarkan wajahku di pipinya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
berkata, ”Sudah cukup (engkau melihat mereka bermain)”, aku berkata,
”Wahai Rasulullah, jangan terburu-buru”, lalu beliau (tetap) berdiri
untukku (agar aku bisa terus melihat mereka). Kemudian beliau berkata,
”Sudah cukup ”, aku berkata, ”Wahai Rasulullah, jangan terburu-buru”.
Aisyah berkata, ”Aku tidak ingin terus melihat mereka bermain, akan
tetapi aku ingin para perempuan tahu bagaimana kedudukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di sisiku dan kedudukanku di sisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. Bukhari no. 4938, Muslim no. 892 dan Nasai dalam As Sunan al-Kubro no.1594, dan ini adalah lafal Nasai)
Lihatlah bagaimana keromantisan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
dengan istrinya, dan kesabaran beliau memberikan apa yang diperlukan
oleh kaum perempuan, tanpa dengan marah-marah ketika hal itu menyita
waktu yang cukup lama dari waktu suami. Dimana beliau memberikan
kebebasan kepada ‘Aisyah, sehingga ia sendiri yang bosan, sebagaimana
disebutkan dalam riwayat lain.(HR.Bukhari no.4938)
Ibnul Jauzi berkata, ”Aku melihat bahwa manusia telah dibebani dengan
urusan-urusan yang sulit, dan diantara yang terberat adalah menundukkan
jiwa dan membebaninya agar bersabar untuk menjauhi apa yang
dicintainya dan menjalankan apa yang dibencinya. Dan aku melihat jalan
yang tepat adalah dengan memotong jalan kesabaran dengan hiburan dan
berlemah lembut terhadap jiwa.” (Shaidul Khathir hal:113)
Rekreasi Bersama Keluarga
Banyak dari kaum lelaki yang kesibukkannya membuat lupa dengan
hak-hak istrinya, ia tidak pernah memberikan kesempatan bagi mereka
untuk refreshing atau bertamasya. Lihatlah bagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama istri-istrinya, ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata,
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasanya bila hendak
safar, beliau mengundi diantara istri-istri nya. Dalam satu safar,
undian jatuh pada ‘Aisyah dan Hafshah, bila tiba malam hari, Nabi shallallahu ‘allaihi wa sallam
berjalan mengiringi unta ‘Aisyah dan berbincang dengannya. Maka
berkatalah Hafshah pada ‘Aisyah, “Maukah malam ini menuggangi untaku dan
aku menunggangi untamu, hingga egkau dan aku bisa saling merasakan?”
Menanggapi tawaran tersebut, ‘Aisyah berkata, “Tentu aku mau” ‘Aisyah
pun menunggangi unta Hafshah. Pada malam hari itu, datanglah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
ke unta ‘Aisyah sementara di atasnya (dalam sekedup) adalah Hafshah.
Nabi mengucapkan salam kepadanya, kemudian berjalan mengiringi unta
‘Aisyah tersebut hingga rombongan singgah di suatu tempat. “Aisyah
merasa kehilangan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka
ketika mereka telah singgah di suatu tempat, Aisyah turun dari unta yang
ditungganginya dan memasukkan kedua kakinya ke dalam rumput idzkhir
seraya berkata, “Wahai Rabbku, kuasakanlah seekor kalajengking atau ular
agar menyengatku dan aku tidak kuasa mengatakan apa-apa kepada Nabi-Mu”
(HR. Bukhari no: 5211 dan Muslim no: 6248)
Lihatlah saudaraku, dalam kondisi bersama para sahabatnya beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam
masih mengajak istrinya dan juga mengkhususkan waktu untuk
berjalan-jalan dan berbincang bersama istrinya pada kesempatan itu. Maka
selayaknya para suami mengkhususkan waktu untuk rekreasi dan bertamasya
bersama istrinya, demi menghilangkan kejenuhan dari istri dan
memberikan haknya yang juga memiliki ruh yang harus distirahatkan.
—
Dikutip dari buku Andai aku tidak Menikah Dengannya
Karya Dr. Syafiq Riza Basamalah, MA
Penerbit Rumah Ilmu, Cikarang, Bekasi, Jawa Barat
Karya Dr. Syafiq Riza Basamalah, MA
Penerbit Rumah Ilmu, Cikarang, Bekasi, Jawa Barat
(Judul dari Redaksi WanitaSalihah.Com)
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer