Pertanyaan:
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Pengasuh konsultasisyariah.com yang dirahmati Allah, apakah boleh seorang akhwat mengajukan syarat
kepada ikhwan yang menjadi calon pasangan hidupnya nanti sebelum
pernikahan. Syarat tersebut dimisalkan tidak mengikuti lembaga yang
kurang disukai oleh akhwat tersebut.
Kapankah waktu yang tepat untuk menyampaikannya? Sebelum dilamar atau setelahnya? Serta apa saja yang perlu diketahui akhwat terhadap ikhwan yang menjadi pasangannya sebelum menikah?
Kapankah waktu yang tepat untuk menyampaikannya? Sebelum dilamar atau setelahnya? Serta apa saja yang perlu diketahui akhwat terhadap ikhwan yang menjadi pasangannya sebelum menikah?
Jazakallahu khairan
Jawaban:
Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh
Pertama, dibolehkan bagi kedua belah pihak, baik wanita maupun laki-laki untuk mengajukan syarat dalam nikah, selama tidak bertentangan dengan konsekuensi nikah.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ أَحَقَّ الشُّرُوطِ أَنْ تُوَفَّى مَا اسْتَحْلَلْتُمْ بِهِ الْفُرُوجَ
“Sesungguhnya persyaratan yang paling layak untuk dipenuhi adalah persyaratan yang diajukan untuk melanjutkan pernikahan.” (HR. Bukhari 2721, Muslim 1418, dna yang lainnya).
Ibnu Qudamah mengatakan:
أَنَّ
الشُّرُوطَ فِي النِّكَاحِ تَنْقَسِمُ أَقْسَامًا ثَلَاثَةً، أَحَدُهَا مَا
يَلْزَمُ الْوَفَاءُ بِهِ، وَهُوَ مَا يَعُودُ إلَيْهَا نَفْعُهُ
وَفَائِدَتُهُ، مِثْلُ أَنْ يَشْتَرِطَ لَهَا أَنْ لَا يُخْرِجَهَا مِنْ
دَارِهَا أَوْ بَلَدِهَا أَوْ لَا يُسَافِرَ بِهَا، أَوْ لَا يَتَزَوَّجَ
عَلَيْهَا، وَلَا يَتَسَرَّى عَلَيْهَا، فَهَذَا يَلْزَمُهُ الْوَفَاءُ
لَهَا بِهِ، فَإِنْ لَمْ يَفْعَلْ فَلَهَا فَسْخُ النِّكَاحِ، يُرْوَى
هَذَا عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ – رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ – وَسَعْدِ
بْنِ أَبِي وَقَّاصٍ، وَمُعَاوِيَةَ وَعَمْرِو بْنِ الْعَاصِ – رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُمْ -
“Syarat yang diajukan dalam
nikah, terbagi menjadi tiga: Pertama, syarat yang wajib dipenuhi. Itulah
syarat yang manfaat dan faidahnya kembali kepada pihak wanita.
Misalnya, syarat agar si wanita tidak diajak pindah dari rumahnnya atau
daerahnya, atau tidak diajak pergi safar, atau tidak poligami selama
istri masih hidup, atau tidak menggauli budak. Wajib bagi pihak suami
untuk memenuhi semua persyaratan yang diajukan ini. Jika suami tidak
memenuhinya maka istri punya hak untuk melakukan fasakh. Pendapat ini
diriwayatkan dari Umar bin Khatab, Sa’d bin Abi Waqqash, Muawiyah, dan
Amr bin Ash radhiyallahu ‘anhum.” (al-Mughni, 7:93).
Kedua, bahwa syarat yang dianjukan dalam nikah wajib untuk dipenuhi jika diajukan sebelum akad nikah atau ketika akad nikah.
Al-Buhuti mengatakan:
الشروط
في النكاح أي ما يشترطه أحد الزوجين في العقد على الآخر مما له فيه غرض (
ومحل المعتبر منها ) أي من الشروط ( صلب العقد ) كأن يقول : زوجتك بنتي
فلانة بشرط كذا ونحوه ويقبل الزوج على ذلك ( وكذا لو اتفقا ) أي الزوجان (
عليه ) أي الشرط ( قبله ) أي العقد
“Syarat dalam nikah adalah syarat
karena tujuan tertentu yang diajukan salah satu pihak, calon suami atau
istri kepada yang lain ketika akad. Waktu yang ternilai untuk pengajuan
syarat itu adalah ketika akad. Misalnya, pihak wali mengatakan: “Saya
nikahkan Anda dengan putriku fulanah dengan syarat berikut.” Kemudian
pihak suami menerimanya. Demikian pula ketika kedua calon membuat
kesepakatan syarat tertentu sebelum akad nikah.” (Kassyaful Qana’, 5:91).
Imam Ibnu Utsaimin mengatakan:
واعلم أن الشروط في النكاح يعتبر أن تكون مقارنة للعقد ، أو سابقة عليه ، لا لاحقة به
“Ketahuilah bahwa persyaratan
yang diajukan dalam nikah hanya ternilai ketika bersamaan dengan akad
nikah atau sebelum akad nikah. Bukan menyusul (setelah) akad nikah.” (Asy-Syarhul Mumthi’, 12:163).
Syarat sebelum akad nikah bisa dilakukan ketika lamaran atau menjelang akad nikah.
Allahu a’lam
Referensi: Fatawa Islam, no. 186240 dan al-Mughni Ibn Qudamah, Maktabah al-Qahirah.
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina KonsultasiSyariah.com)
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer