Oleh: Hartono Ahmad Jaiz
Mendidik
manusia agar menjadi hamba Allah yang taat kepada Allah ta’ala tidak
mudah. Lebih sulit dibanding mendidik kerbau agar bisa digunakan untuk
membajak sawah. Juga lebih sulit dibanding memproses ubi gadung yang
beracun agar jadi nyamikan yang renyah untuk dinikmati. Padahal, ubi
gadung pun ketika digarap sembarangan, bukannya jadi makanan yang enak
dinikmati namun justru jadi bahan beracun yang ketika dimakan
mengakibatkan ‘mendem”, mabuk yang sangat menjadikan pusing kepala.
Manusia justru lebih dari itu. Kalau salah kedaden,
salah cetak atau bahasa kininya mungkin mirip dengan produk gagal,
maka bukannya berguna bagi kehidupan dunia apalagi akheratnya, namun
justru menjadi perusak. Baik merusak dalam urusan dunia maupun
akibatnya akan menjerumuskan dirinya sendiri dan manusia lainnya ke
neraka di akherat kelak.
Manusia
ini rawan “salah kedaden”, rawan salah cetak, dan rawan jadi produk
gagal. Namun belum tentu dari awalnya diantisipasi oleh manusia itu
sendiri, baik orang tuanya, masyarakat, guru-gurunya, dan bahkan
pemimpin pemerintahannya.
Coba
mari kita lihat dan bandingkan, antara ajaran Islam dan praktek
manusia yang mengaku Muslim, maka sering kita lihat, betap jauh
bedanya. Hingga tidak sedikit, ngakunya Muslim, tapi blusak-blusuk ke
upacara kemusyrikan, kekafiran dan sebagainya.
Dari ketika masih bayi pun seolah sudah ada proses untuk jadi manusia yang “salah kedaden” atau salah cetak.
Dalam
Islam, setiap menengoki bayi, sebenarnya sudah ada doanya yang
dicontohi oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam riwayat dari
Ibnu Abbas.
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ : كَانَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- يُعَوِّذُ الْحَسَنَ وَالْحُسَيْنَ : « أُعِيذُكُمَا بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّةِ مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ وَهَامَّةٍ وَمِنْ كُلِّ عَيْنٍ لاَمَّةٍ ». سنن أبى داود – (ج 13 / ص 473) قال الشيخ الألباني : صحيح
Dulu Rasulullah mendo`akan perlindungan untuk Hasan dan Husain radhiyallahu ‘anhuma yang baru lahir, “Aku memohonkan perlindungan atas kalian berdua dengan Kalimat-kalimat Allah yang
sempurna dari segala syaitan dan binatang berbisa, serta dari setiap pandangan mata orang yang dengki.” (HR Abu Dawud, kata Syaikh Al-Albani: shahih).
sempurna dari segala syaitan dan binatang berbisa, serta dari setiap pandangan mata orang yang dengki.” (HR Abu Dawud, kata Syaikh Al-Albani: shahih).
Kata ganti (dhomir) kuma (kalian berdua – karena bayinya dua laki-laki) itu tinggal diganti, bila satu laki-laki diganti ka, jadi u’iidzuka. Dan bila perempuan satu maka ki, yaitu u’iidzuki.
Dalam
kenyataan, orang-orang yang menjenguk bayi jarang yang mendoakan
demikian. Biasanya ada perkataan-perkataan yang terlontar sebagai rasa
ikut gembira atau keakraban. Misalnya:
Aduuh… bayinya cakep banget, putih ya… kuning yaa. Mulus yaa. Matanya begini mulutnya begitu dan sebagainya.
Dengan
adanya ungkapan yang menyanjung-nyanjung bayi, ataupun ada di balik
itu memendam rasa dengki, maka perlu kita sadari, tuntunan Rasulullah
adalah tuntunan terbaik. Oleh karena itu doa yang dicontohkan oleh Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam itu penting diucapkan sebagai doa untuk
bayi, agar Allah lindungi. Baik dari segala gangguan syetan, bahaya
binatang berbisa, maupun segala bahaya mata yang dengki, yang dikenal
dengan penyakit ‘ain.
Di
Jawa masa lalu, sebelum adanya pengajian-pengajian yang sesuai sunnah,
maka ucapan orang-orang yang menengoki bayi macam-macam. Bahkan
rata-rata jorok dan aneh… masa’ rata-rata orang Jawa dulu di suatu desa
yang 100 persen penduduknya Muslim, kalau mereka menengoki bayi,
ucapan mereka adalah; aduuuh ayune/ baguse bayi iki kaya trk kebo… (aduh ayunya / bagusnya bayi ini seperti kemaluan kerbau…).
Coba
kita bayangkan… Anak orang dikatain seperti kerbau. Penyerupaan dengan
kerbau itu saja sudah sengak (tidak enak) sekali rasanya. Apalagi ini
malah sang bayi dikatain seperti kemaluan kerbau…. Bayangin…
Mungkin dulu kala masih bayi diserupakan kemaluan kerbau, kemudian kini ada yang jadi pejabat tinggi aqidahnya loyo
Itulah
adat Jawa… di suatu tempat tempo dulu. Dan katanya kalau tidak
mengikuti adat itu maka dianggap tidak njawani… dalam arti kurang baik,
menurut sebagian mereka. Kenapa tidak sekalian dikatakan seperti
monyet saja ya? Kenapa mereka pilih kebo alias kerbau? Padahal di Jawa
itu sendiri kebo itu jadi lambang bodoh. Sehingga ada nyanyian Jawa
untuk anak-anak sekolah rakyat zaman dulu (kini SD), yang intinya
jangan sampai malas belajar. Kalau malas maka akan jadi orang yang “longa-longo kayak kebo” (artinya plonga-plongo tidak tahu apa-apa seperti kerbau).
Entah ada kaitan atau tidak dengan ucapan ‘Aduh bagusnya bayi ini, seperti kemaluan kerbau”itu
tadi, tetapi dalam kenyataan kini, ada yang sampai jadi orang sangat
tinggi kedudukannya pun ketika dikatain kayak kerbau dia hanya tengok
kanan kiri… sambil monga-mangu, gendulak gendulik apa sido (jadi) apa
ora… rupanya kemungkinan dari kecil sudah dikudang-kudang bahwa dirinya
cakep, seperti kemaluan kerbau… Jadi “doa” ala Jawa kala itu, kini baru
terijabahi… mungkin.
Lebih
dari itu, ada yang sudah sampai berkedudukan sangat tinggi, tetap saja
tidak tahu mana yang haq dan mana yang batil. Mana kebenaran yang harus
dipegangi dan dibela, dan mana kesesatan yang harus dibenci dan
dijauhi pun tidak tahu. Bahkan lebih buruk lagi, membenci dan menjauhi
kebenaran, sambil membela dan menyukai kesesatan. Padahal di
tangannyalah kendali untuk dilarangnya kesesatan. Sehingga akibatnya,
bukannya di negeri yang dia pimpin itu kesesatan dia larang, tapi justru
dia bela, dan pembelaannya itu dia banggakan lagi kepada utusan-utusan
luar negeri. Astaghfirullahal ‘adhiem.
Sebaliknya,
suatu ketika orang yang mungkin ketika lahir dikudang-kudang bahwa
dirinya cakep seperti kemaluan kerbau ini ketika jadi petinggi yang
dikenal berfaham pluralism agama, suatu ketika dia mendengarkan khutbah
Jum’at tempat yang dia jadi penguasanya, dia dengarkan QS 3: 19 yang
menegaskan agama yang diterima oleh Allah itu hanyalah Islam. Maka
ghirah sesatiyah orang ini meradang, hingga diperintahkanlah ta’mir
masjid untuk mencoret khatib itu dari jadwal yang telah tercantum
setahun di antara para khatib. Karena khutbahnya jelas bertentangan
dengan pluralism agama alias kemusyrikan baru yang dia bela.
Di
balik itu, kalau yang namanya perayaan-perayaan kemusyrikan, maka hayo
saja. Diundang natalan… hayo… dia nongol paling depan. Diundang
waisakan… hayo… dia juga di paling depan. Diundang cap go meh-an… hayo…
dia juga nongol di barisan terdepan. Diundang untuk diberi gelar dari
agama kekafiran… hayoo… Sebenarnya agamanya apa?
Meskipun
demikian, siapapun dirinya, selagi masih belum sakaratul maut, maka
masih ada kesempatan mendandani diri dan bertaubat. Tinggal dirinya mau
atau tidak, itu persoalannya.
Bila
seorang muslim bertaubat dari dosa-dosa besarnya sebelum sakaratul
maut dengan taubatan nashuha, taubat yang murni, benar-benar, maka
insya Allah terhitung sebagai mukmin yang disabdakan Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam dalam hadits ini:
عَنِ الْبَرَاءِ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- فِى قَوْلِ اللَّهِ (يُثَبِّتُ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِى الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِى الآخِرَةِ) قَالَ « فِى الْقَبْرِ إِذَا قِيلَ لَهُ مَنْ رَبُّكَ وَمَا دِينُكَ وَمَنْ نَبِيُّكَ ». قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ.
قال الشيخ الألباني : صحيح
Dari Al-Bara’ dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai firman Allah: (Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan Ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat;).(QS Ibrahim: 27) beliau (Nabi) bersabda: di dalam kubur ketika dikatakan kepadanya (orang mukmin) siapa Tuhanmu, dan apa agamamu, dan siapa nabimu. (HR At-Tirmidzi, ia berkata, ini hadits hasan shahih, berkata Syaikh Al-Albani: shahih).
Imam
As-Sa’di dalam tafsirnya menjelaskan tentang orang-orang beriman yang
Allah teguhkan itu, di kubur nanti, saat menghadapi pertanyaan dua
malaikat (maka Allah meneguhkannya) dengan (memudahkannya untuk)
menjawabnya dengan jawaban yang benar, ketika dilontarkan kepada mayat: Siapakah Rabbmu? Apakah agamamu? Dan siapakah nabimu?
Allah
memberikan hidayah kepada mereka untuk menjawab dengan benar, dengan
menjawab,“Allah Rabbku, Islam agamaku, dan Muhammad nabiku.” (Tafsir
As-Sa’di dalam QS Ibrahim: 27).
ونسأل الله أن يثبتنا وإياك بالقول الثابت، وأن يجعل قبورنا روضة من رياض الجنة ولا يجعلها حفرة من حفر النار
Kami
mohon kepada Allah agar meneguhkan kami dan kamu dengan ucapan yang
teguh itu, dan hendaknya menjadikan kubur kami taman dari taman-taman
surga dan janganlah Allah menjadikannya lubang dari lubang-lubang
neraka. Amien.
Bagaimana
bila seseorang ketika di dunia sering ikut perayaan-perayaan aneka
kekafiran dan kemusyrikan akan mampu menjawab pertanyaan Malaikat di
kubur ketika diajukan pertanyaan:Apa agamamu?
Bahkan ketika ditanya: Siapa Tuhanmu,
belum tentu mampu menjawab. Karena di perayaan-perayaan kekafiran dan
kemusyrikan, Tuhan yang disebut-sebut bukanlah Allah Ta’ala yang tiada
sekutu sama sekali bagi-Nya. [voa-islam.com]
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer