Terhadap keterangan dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu’anhu,
اسْتَأْذَنَ جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلام عَلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ : ادْخُلْ . فَقَالَ : كَيْفَ أَدْخُلُ وَفِي بَيْتِكَ سِتْرٌ فِيهِ تَصَاوِيرُ فَإِمَّا أَنْ تُقْطَعَ رُؤوسُهَا أَوْ تُجْعَلَ بِسَاطًا يُوطَأُ فَإِنَّا مَعْشَرَ الْمَلائِكَةِ لا نَدْخُلُ بَيْتًا فِيهِ تَصَاوِيرُ
Jibril ‘alaihis salam meminta izin kepada Nabi maka Nabi bersabda, “Masuklah.” Jibril menjawab, “Bagaimana saya masuk sementara di dalam rumahmu ada tirai yang bergambar. Sebaiknya kamu potong bagian kepalanya atau kamu jadikan sebagai alas yang dipakai untuk berbaring, karena kami para malaikat tidak akan masuk rumah yang terdapat gambar-gambar” (HR. Abu Dawud no. 4157 dan An-Nasai no. 216)

Makna shuroh dalam hadis di atas adalah gambar makhluk hidup yang memiliki wajah atau kepala. Ibnu Abbas menyatakan,
الصورة الرأس، فإذا قطع الرأس فليس بصورة
shuroh (gambar) adalah kepala, bila kepala tersebut telah dipotong/dihilangkan maka hilanglah hakekat shuroh (gambar)” (Diriwayatkan oleh Imam Baihaqi 7/270).
Imam Khottobi -rahimahumullah- berkata, “pernyataan ini menunjukkan bahwa bila gambar telah diubah, yaitu dengan memangkas bagian kepalanya, atau memisahkan antara kepala dan badannya, hingga bentuknya tidak lagi seperti semula, maka hukumnya tidak mengapa memakainya” (Ma’alim As-sunan 6/82).
Jumhur ulama menegaskan, hukumnya boleh mengenakan sarung kasur, bantal atau kursi atau sandaran yang bergambar makhluk bernyawa. Begitu pula pada benda-benda yang terhinakan, seperti keset, tikar dan lain sebagainya. Mereka berdalil dengan hadis ‘Aisyah radhiyallahu’anha,
قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ سَفَرٍ وَقَدْ سَتَرْتُ بِقِرَامٍ لِي عَلَى سَهْوَةٍ لِي فِيهَا تَمَاثِيلُ، فَلَمَّا رَآهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَتَكَهُ، وَقَالَ: ” أَشَدُّ النَّاسِ عَذَابًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ الَّذِينَ يُضَاهُونَ بِخَلْقِ اللَّهِ ” قَالَتْ: فَجَعَلْنَاهُ وِسَادَةً أَوْ وِسَادَتَيْنِ
Pernah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam suatu ketika tiba dari perjalanan jauh. Ketika itu aku menutupkan rak kepunyaanku dengan sebuah tirai. Pada tirai itu terdapat gambar-gambar (makhluk bernyawa, pent). Saat Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam melihat tirai bergambar tersebut, beliau langsung mengambilnya seraya bersabda : “Manusia yang paling keras siksanya pada hari kiamat adalah orang-orang yang menyamai (menandingi) ciptaan Allah”. ‘Aaisyah radliyallaahu ‘anhaa berkata : “Maka tirai itu kami jadikan satu sampai dua bantal.” (HR. Bukhori no. 5954, Muslim no. 2107)
Dalam riwayat lain disebutkan, “Tirai itu aku jadikan menjadi dua bagian. Kemudian saya melihat Nabi shallallahu’alaihiwasallam, bersandar pada salah satu dari dua bagian tirai bergambar itu” (Al-Musnad, 43/209)
Nah… berangkat dari hadits ini, bila memakai tirai yang ada lukisan atau bordiran makhluk bernyawanya saja terlarang, maka memakai baju atau kaos yang terdapat gambar makhluk bernyawa, tentu lebih terlarang lagi. Karena dalam pakaian yang bergambar, terdapat unsur pengagungan yang lebih terhadap gambar, daripada pada tirai yang bergambar. Yang dikecualikan oleh mayoritas ulama adalah, bila gambar bernyawa tersebut dikenakan pada benda-benda yang dihinakan. Oleh karenanya, hukum memakai kaos atau baju yang bergambar makhluk bernyawa adalah terlarang berdasarkan hadis yang telah disebutkan di atas. (lihat: Syarah Manzhumatul Adab hal. 440).
Wallahu a’lam, semoga bermanfaat.
[Disarikan dari kitab: Al-Fawaidul Majmu’ah fi Syarhi Fushulil Adab wa Makaarimil Akhlaq Al-Masyruu’ah, karya Dr. Abdullah bin Sholih Al-Fauzan]
Penulis: Ahmad Anshori
Artikel Muslim.Or.Id


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

0 Komentar:

Post a Comment

Copyright © 2020.Junedi Ubaidilllah. Powered by Blogger.

Jumlah Pengunjung

Blog Archive

Anda Pengunjung Online

Followers