Sebagian orang menganggap bahwa kita tidak boleh mengeringkan anggota
badan setelah berwudhu dengan handuk, kain, dan sejenisnya karena akan
terluput dari keutamaan wudhu yang dijelaskan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits berikut ini:
إِذَا تَوَضَّأَ الْعَبْدُ الْمُسْلِمُ – أَوِ الْمُؤْمِنُ
– فَغَسَلَ وَجْهَهُ خَرَجَ مِنْ وَجْهِهِ كُلُّ خَطِيئَةٍ نَظَرَ
إِلَيْهَا بِعَيْنَيْهِ مَعَ الْمَاءِ – أَوْ مَعَ آخِرِ قَطْرِ الْمَاءِ
-، فَإِذَا غَسَلَ يَدَيْهِ خَرَجَ مِنْ يَدَيْهِ كُلُّ خَطِيئَةٍ كَانَ
بَطَشَتْهَا يَدَاهُ مَعَ الْمَاءِ أَوْ مَعَ آخِرِ قَطْرِ الْمَاءِ -،
فَإِذَا غَسَلَ رِجْلَيْهِ خَرَجَتْ كُلُّ خَطِيئَةٍ مَشَتْهَا رِجْلَاهُ
مَعَ الْمَاءِ – أَوْ مَعَ آخِرِ قَطْرِ الْمَاءِ – حَتَّى يَخْرُجَ
نَقِيًّا مِنَ الذُّنُوبِ
“Jika seorang hamba yang muslim atau mukmin berwudhu, ketika dia
membasuh wajahnya, maka keluarlah dari wajahnya tersebut semua kesalahan
yang dilakukan oleh pandangan matanya bersama dengan (tetesan) air atau
tetesan air terakhir (yang mengalir darinya). Ketika dia membasuh kedua
tangannya, maka keluarlah dari kedua tangannya tersebut semua kesalahan
yang dilakukan oleh kedua tangannya bersama dengan (tetesan) air atau
tetesan air terakhir (yang mengalir darinya). Ketika dia membasuh kedua
kakinya, maka keluarlah dari kedua kakinya tersebut semua kesalahan yang
dilakukan (dilangkahkan) oleh kedua kakinya, bersama dengan (tetesan)
air atau tetesan air terakhir (yang mengalir darinya), sehingga dia
keluar dalam keadaan bersih dari dosa (yaitu dosa kecil, pen.)” (HR. Muslim no. 244).
Mereka beranggapan, jika air bekas wudhu yang masih menempel di
anggota badan dikeringkan, maka mereka tidak bisa mendapatkan keutamaan
dibersihkan dari dosa (kesalahan) bersamaan dengan tetesan air wudhu
yang terakhir. Benarkah anggapan semacam ini?
Berkenaan dengan masalah ini, terdapat perselisihan pendapat di
kalangan para ulama tentang makruh-nya mengeringkan anggota badan
setelah berwudhu. [1]
Pendapat pertama menyatakan bahwa hukumnya makruh. Para ulama
yang berpendapat seperti ini berdalil dengan hadits yang diriwayatkan
oleh Maimunah radhiyallahu ‘anha ketika menggambarkan tata cara mandi wajib (mandi janabah) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dalam hadits tersebut Maimunah radhiyallahu ‘anha mengatakan,
ثُمَّ أَتَيْتُهُ بِالْمِنْدِيلِ فَرَدَّهُ
“Kemudian aku ambilkan kain untuk beliau, namun beliau menolaknya” (Muttafaq ‘alaihi. Lafadz hadits ini milik Muslim no. 317).
Pendapat kedua menyatakan bahwa hukumnya mubah (boleh), baik
setelah berwudhu atau setelah mandi. Para ulama yang berpendapat seperti
ini berdalil dengan hadits yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata,
كَانَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خِرْقَةٌ يُنَشِّفُ بِهَا بَعْدَ الوُضُوءِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki kain yang beliau gunakan untuk mengeringkan anggota badan setelah berwudhu” (HR.
At-Tirmidzi no. 53, dan beliau mendha’ifkan hadits ini. Namun yang
lebih tepat, hadits ini memiliki penguat sehingga dinilai hasan oleh
Al-Albani dalam Shahihul Jami’ hadits no. 4706).
Juga hadits yang diriwayatkan oleh Salman Al-Farisi radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
تَوَضَّأَ، فَقَلَبَ جُبَّةَ صُوفٍ كَانَتْ عَلَيْهِ، فَمَسَحَ بِهَا
وَجْهَهُ
“Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berwudhu,
kemudian membalik jubah wol beliau dan mengusap wajahnya dengannya
(bagian dalam jubahnya, pen.)” (HR. Ibnu Majah no. 468 dengan sanad yang hasan).
Para ulama yang membolehkan berargumentasi bahwa hadits Maimunah radhiyallahu ‘anha di
atas tidak bisa digunakan sebagai dasar makruhnya mengeringkan anggota
badan setelah berwudhu atau mandi. Hal ini karena penolakan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
tersebut mengandung banyak kemungkinan, misalnya karena kainnya yang
kotor (tidak bersih), atau beliau tidak ingin kain tersebut basah
terkena air, atau alasan-alasan lainnya. Selain itu, hadits Maimunah radhiyallahu ‘anha ini justru mengisyaratkan bahwa di antara kebiasaan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah
beliau biasa mengeringkan anggota badan setelah berwudhu sehingga
Maimunah pun menyiapkan kain untuk beliau. Isyarat ini dikuatkan oleh
hadits ‘Asiyah radhiyallahu ‘anha yang menyatakan bahwa beliau memiliki kain khusus yang biasa beliau gunakan untuk menyeka air setelah berwudhu. [2]
Kesimpulannya, pendapat yang lebih kuat adalah bahwa mengeringkan
atau menyeka anggota badan setelah berwudhu hukumnya boleh (mubah) dan
tidak makruh.
Syaikh Abu Malik mengatakan,”Boleh mengeringkan anggota badan
setelah berwudhu karena tidak adanya dalil yang melarang hal tersebut,
sehingga hukum asalnya adalah mubah.” [3]
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang
mengabarkan tentang keutamaan berwudhu dalam hadits riwayat Muslim di
atas sehingga beliau adalah orang yang paling paham dalam masalah ini
dan paling paham bagaimanakah cara meraih keutamaannya. Oleh karena itu,
antara terhapusnya dosa bersamaan dengan tetesan air wudhu yang terahir
dengan mengeringkan anggota badan setelah berwudhu, tidaklah saling
bertentangan. Wallahu a’lam.
Selesai disusun di pagi hari, Masjid Nasuha ISR Rotterdam, 2 Rabiul Awwal 1436
Penulis: dr. M. Saifudin Hakim, MSc.
Catatan kaki:
[1] Lihat Shifat Wudhu’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, karya Fahd bin Abdurrahman Ad-Dausri, hal. 42-43.
[2] Lihat Shahih Fiqh Sunnah 1/127.
[3] Shahih Fiqh Sunnah 1/126.
Penulis: M. Saifudin Hakim
Artikel Muslim.Or.Id
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer