Segala puji bagi Allah yang menjadikan malam dan siang silih berganti ,sebagai pelajaran (‘ibrah) bagi orang yang ingin mengambil pelajaran atau orang yang ingin bersyukur.
Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
وَهُوَ الَّذِي جَعَلَ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ خِلْفَةً لِمَنْ أَرَادَ أَنْ يَذَّكَّرَ أَوْ أَرَادَ شُكُورًا
Dan Dia (pula) yang
menjadikan malam dan siang silih berganti bagi orang yang ingin
mengambil pelajaran atau orang yang ingin bersyukur. (QS. Al-Furqaan: 62).
Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada suri teladan kita, Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, hamba-Nya yang paling bersyukur dan utusan-Nya yang mengajarkan kepada umatnya bagaimana bersyukur dengan sebaik-baiknya, amma ba’du,
Di dalam berjalannya
waktu,silih bergantinya hari dan berlalunya bulan dan tahun, terdapat
pelajaran yang berharga bagi orang yang mau merenungkannya.
Tidak ada satu tahunpun
berlalu dan tidak pula satu bulanpun menyingkir, melainkan dia menutup
lembaran-lembaran peristiwanya saat itu, pergi dan tidak kembali. Jika
baik amal insan pada masa tersebut, maka baik pula balasannya. Namun
jika buruk, penyesalanlah yang mengikutinya!
Bukanlah
inti masalah ada pada : “kapan sebuah bulan telah usai dan kapan ia
mulai menjelang”,akan tetapi yang menjadi inti masalah adalah “dengan apa kita dahulu mengisi bulan-bulan yang telah berlalu itu” dan “bagaimana kita akan hiasi bulan-bulan yang akan datang”
Sehingga ia senantiasa berada dalam dua bentuk tafakkur : tafakkur hisab dan tafakkur isti’daad!
Tafakkur (berpikir) yang pertama, yaitu tafakkur hisab (intropeksi). Dia
memikirkan dan menghitung-hitung amalannya di tahun yang telah
silam,lalu dia teringat (tadzakkur) akan dosa-dosanya,hingga hatinya
menyesal,lisannyapun beristighfar,memohon ampun kepada Rabbnya.
Tafakkur yang kedua, yaitu tafakkur isti’daad (persiapan). Dia
mempersiapkan keta’atan pada hari-harinya yang menjelang,sembari
memohon pertolongan kepada Tuhannya,agar bisa mempersembahkan ibadah
yang terindah kepada Sang Penciptanya,terdorong mengamalkan prinsip
hidupnya yang terdapat dalam Ayat :
{إياك نعبد وإياك نستعين }
“Hanya kepada-Mu lah, kami beribadah dan hanya kepada-Mu lah kami menyembah”.
Mengenal Bulan Haram
Tugas kita sebagai hamba Allah Ta’ala adalah menghamba, menyembah dan beribadah hanya kepada-Nya saja serta tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Allah Ta’ala menyebutkan tugas kita ini dalam sebuah firman-Nya,
{وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ}
“Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku saja”. (QS. Adz-Dzaariyaat:56).
Simaklah perintah Allah berikut ini,
{وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّىٰ يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ}
“Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu sesuatu yang diyakini (ajal)”.(QS. Al-Hijr: 99).
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menyebutkan bulan-bulan Haram ini dalam firman-Nya :
{إِنَّ عِدَّةَ
الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْراً فِي كِتَابِ اللَّهِ
يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ
الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ}
“Sesungguhnya
bilangan bulan disisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan
Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, diantaranya ada empat
bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kalian
menganiaya diri kalian di dalamnya.” (QS. At Taubah: 36).
Di dalam ayat yang mulia ini, Allah Ta’ala telah menjelaskan pada kita bahwasanya jumlah bulan dalam setahun berjumlah dua belas bulan. Dan diantara dua belas bulan tersebut ada empat bulan yang dinyatakan oleh Allah Ta’ala sebagai bulan-bulan haram.
Syaikh Abdur Rahman As-Sa’di rahimahullah menafsirkan ayat di atas,
“Allah Ta’ala berfirman :
{إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ}
“Sesungguhnya bilangan bulan disisi Allah”, maksudnya: di dalam ketetapan dan taqdir-Nya,
{اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا}
“ialah dua belas bulan”, yaitu bulan-bulan yang sudah dikenal tersebut,
{فِي كِتَابِ اللَّهِ}
“dalam ketetapan Allah ”, maksudnya adalah di dalam hukum- kauni-Nya (taqdir)
{يَوْمَ خَلَقَ السموات وَالْأَرْضَ}
“di waktu Dia menciptakan langit dan bumi” dan memperjalankan malam serta siangnya, menetapkan waktu-waktunya, lalu membagi-baginya dalam dua belas bulan ini
{مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ}
“diantaranya ada empat bulan haram” yaitu
: Rajab fard, Dzul Qo’dah, Dzul Hijjah, Al-Muharram. (Empat bulan ini)
dinamakan “bulan Haram” karena kemuliaannya yang lebih dan dilarangnya
melakukan perang di dalamnya.
{فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ}
“maka janganlah kalian menganiaya diri kalian di dalamnya”
Kemungkinan
(pertama): Maknanya adalah kata ganti “nya” (disini) kembali kepada dua
belas bulan dan Allah Ta’ala telah menjelaskan bahwa Dia menjadikan dua
belas bulan tersebut sebagai sesuatu yang bernilai bagi hamba-hamba-Nya,
( mereka tertuntut) untuk memakmurkannya dengan ketaatan, bersyukur
kepada Allah Ta’ala atas anugerah-Nya tersebut dan atas kemanfa’atannya
untuk kemaslahatan hamba. Maka jagalah diri kalian dari menganiaya diri
kalian di dua belas bulan-bulan tersebut!
Kemungkinan (kedua)
: Maknanya adalah kata ganti “nya” (disini) kembali kepada empat bulan
Haram, dan ini berarti larangan bagi mereka untuk berbuat aniaya
(zhalim) di dalam empat bulan Haram tersebut secara khusus, karena
kemuliaan empat bulan tersebut lebih tinggi dan karena kezhaliman yang
dilakukan di dalam empat bulan tersebut lebih berat (pelanggarannya)
dibandingkan dengan (jika kezhaliman tersebut) dilakukan pada
bulan-bulan selainnya. Diiringi dengan larangan berbuat aniaya (zhalim)
di setiap waktu.
Dan termasuk kedalam
larangan berbuat aniaya (zhalim) itu adalah larangan berperang di empat
bulan Haram tersebut, (ini) menurut pendapat orang yang mengatakan bahwa
perang di bulan-bulan Haram itu tidaklah dihapus pengharamannya, karena
mengamalkan dalil-dalil umum yang menunjukkan pengharaman perang di
dalam bulan-bulan Haram tersebut.” (Taisiril Karimir Rahman, hal. 372-373).
(Bersambung, insya Allah)
***
Penulis: Ust. Sa’id Abu Ukasyah
Artikel Muslim.or.id
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer