Pertanyaan:
Apakah ketika seorang makmum bangkit dari ruku’ dia harus mengucapkan “Sami’allahu liman hamidah”?
Jawaban:
Ini merupakan perkara yang diperselisihkan oleh para ulama. Di antara mereka ada yang berpendapat wajib mengucapkannya, dan ada yang berpendapat sebaliknya. Adapun pendapat kami, makmum beserta imam wajib membaca “sami’allahu liman hamidah”.
Ada sebuah risalah yang ditulis oleh Al-Hafizh As-Suyuthi yang membahas masalah ini secara khusus. Dalam risalah tersebut dia menguatkan pendapat Imam Asy-Syafi’i dengan mengatakan bahwa makmum harus menggabungkan antara tahmid (ucapan “rabbana walakal hamdu“) dan tasmi’ (ucapan “sami’allhu limah hamidah“).
Kami memandang bahwa inilah yang terkuat, karena dua sebab:
Pertama, keumuman sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
صَلُّوْا كَمَا رَأَيْتُمُوْنِي أُصَلِّي
“Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihatku shalat.”
Tidak diragukan lagi bahwa para sahabat meniru cara shalat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau menjadi imam. Maka, makna perkataan beliau, “Sebagaimana kalian melihatku shalat,” yaitu sebagaimana kalian melihatku shalat mengimami kalian, karena yang bisa disaksikan oleh para sahabat adalah shalatnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika menjadi imam.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menggabungkan dua perkara yaitu mengucapkan “sami’allahu liman hamidah” ketika bangkit dari rukuk, dan mengucapkan “Rabbana wa lakal hamdu” ketika telah berdiri sempurna dalam i’tidal.
Kedua, ketika bangkit dari rukuk terdapat suatu wirid (bacaan), dan ketika telah berdiri sempurna dalam i’tidal terdapat pula wirid yang lain. Maka, jika dikatakan bahwa makmum cukup mengucapkan tahmid (ucapan “Rabbana wa lakal hamdu“) maka pertanyaan yang muncul adalah “kapan ia mengucapkan tahmid tersebut?”
Jika ia mengucapkan tahmid tersebut ketika bangkit dari rukuk, berarti dia telah meletakkan suatu bacaan bukan pada tempatnya, dan berarti ia tidak mengikuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya,
صَلُّوْا كَمَا رَأَيْتُمُوْنِي أُصَلِّي
“Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihatku shalat.”
Adapun jika ia mengucapkan tahmid dalam keadaan berdiri dan ia tidak mengucapkan apa-apa tatkala bangkit dari (ruku’) berarti ia telah mengikuti sunnah pada bacaan yang kedua tetapi mengabaikan bacaan yang lain yaitu bacaan ketika bangkit dari rukuk (سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ), dan tidak ada yang membolehkan untuk meninggalkan sunnah ini. Selain itu, di dalam shalat tidak ada satu rukun pun yang tidak berisi zikir.
Adapun hadits yang mengatakan,
إِذَا قَالَ اْلإِمَامُ سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ فَقُوْلُوْا رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ
“Jika imam berkata, ‘Sami’allahu liman hamidah,’ maka katakanlah, ’Rabbana wa lakal hamdu.’”
Ini bukan berarti bahwa makmum tidak boleh mengucapkan “sami’allahu liman hamidah”, karena ini seperti perkataan beliau dalam hadits yang lain,
إِذَا قَالَ غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلاَ الضَّآلِّيْنَ فَقُوْلُوْا آمِيْن
“Jika imam berkata, ‘Ghairil magdhuubi’ alaihim waladh dhallin,’ maka katakanlah, ’Amin.’”
Hadits ini tidak berarti bahwa imam tidak mengucapkan “amin”. Kami menyimpulkan dari hadits ini bahwa disyariatkan bagi makmum untuk mengucapkan “amin”, dan kami tidak menyimpulkan bahwa imam tidak dianjurkan membaca “amin”, karena hal ini tidak terdapat dalam hadits di atas. Bahkan, terdapat hadits lain yang menjelaskan bahwa imam itu juga membaca “amin”, yaitu dalam Shahihain dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا أَمَّنَ اْلإِمَامُ فَأَمِّنُوْا
“Jika imam membaca ‘amin’ maka aminkanlah.”
Demikian juga dalam sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam,
إِذَا قَالَ اْلإِمَامُ سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ فَقُوْلُوْا رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ
“Jika imam membaca ‘sami’allahu liman hamidah,’ maka bacalah, ‘Rabbana walakal hamdu.’”
Dari sini tidak bisa disimpulkan bahwa makmum tidak perlu mengucapkan “sami’allahu liman hamidah” sebab kesimpulan seperti ini tidak terkandung dalam hadits tersebut.
Sumber: Fatwa-Fatwa Syekh Nashiruddin Al-Albani, Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Media Hidayah, 1425 H — 2004 M.
Dengan beberapa pengubahan tata bahasa oleh redaksi www.konsultasisyariah.com)
Apakah ketika seorang makmum bangkit dari ruku’ dia harus mengucapkan “Sami’allahu liman hamidah”?
Jawaban:
Ini merupakan perkara yang diperselisihkan oleh para ulama. Di antara mereka ada yang berpendapat wajib mengucapkannya, dan ada yang berpendapat sebaliknya. Adapun pendapat kami, makmum beserta imam wajib membaca “sami’allahu liman hamidah”.
Ada sebuah risalah yang ditulis oleh Al-Hafizh As-Suyuthi yang membahas masalah ini secara khusus. Dalam risalah tersebut dia menguatkan pendapat Imam Asy-Syafi’i dengan mengatakan bahwa makmum harus menggabungkan antara tahmid (ucapan “rabbana walakal hamdu“) dan tasmi’ (ucapan “sami’allhu limah hamidah“).
Kami memandang bahwa inilah yang terkuat, karena dua sebab:
Pertama, keumuman sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
صَلُّوْا كَمَا رَأَيْتُمُوْنِي أُصَلِّي
“Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihatku shalat.”
Tidak diragukan lagi bahwa para sahabat meniru cara shalat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau menjadi imam. Maka, makna perkataan beliau, “Sebagaimana kalian melihatku shalat,” yaitu sebagaimana kalian melihatku shalat mengimami kalian, karena yang bisa disaksikan oleh para sahabat adalah shalatnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika menjadi imam.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menggabungkan dua perkara yaitu mengucapkan “sami’allahu liman hamidah” ketika bangkit dari rukuk, dan mengucapkan “Rabbana wa lakal hamdu” ketika telah berdiri sempurna dalam i’tidal.
Kedua, ketika bangkit dari rukuk terdapat suatu wirid (bacaan), dan ketika telah berdiri sempurna dalam i’tidal terdapat pula wirid yang lain. Maka, jika dikatakan bahwa makmum cukup mengucapkan tahmid (ucapan “Rabbana wa lakal hamdu“) maka pertanyaan yang muncul adalah “kapan ia mengucapkan tahmid tersebut?”
Jika ia mengucapkan tahmid tersebut ketika bangkit dari rukuk, berarti dia telah meletakkan suatu bacaan bukan pada tempatnya, dan berarti ia tidak mengikuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya,
صَلُّوْا كَمَا رَأَيْتُمُوْنِي أُصَلِّي
“Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihatku shalat.”
Adapun jika ia mengucapkan tahmid dalam keadaan berdiri dan ia tidak mengucapkan apa-apa tatkala bangkit dari (ruku’) berarti ia telah mengikuti sunnah pada bacaan yang kedua tetapi mengabaikan bacaan yang lain yaitu bacaan ketika bangkit dari rukuk (سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ), dan tidak ada yang membolehkan untuk meninggalkan sunnah ini. Selain itu, di dalam shalat tidak ada satu rukun pun yang tidak berisi zikir.
Adapun hadits yang mengatakan,
إِذَا قَالَ اْلإِمَامُ سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ فَقُوْلُوْا رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ
“Jika imam berkata, ‘Sami’allahu liman hamidah,’ maka katakanlah, ’Rabbana wa lakal hamdu.’”
Ini bukan berarti bahwa makmum tidak boleh mengucapkan “sami’allahu liman hamidah”, karena ini seperti perkataan beliau dalam hadits yang lain,
إِذَا قَالَ غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلاَ الضَّآلِّيْنَ فَقُوْلُوْا آمِيْن
“Jika imam berkata, ‘Ghairil magdhuubi’ alaihim waladh dhallin,’ maka katakanlah, ’Amin.’”
Hadits ini tidak berarti bahwa imam tidak mengucapkan “amin”. Kami menyimpulkan dari hadits ini bahwa disyariatkan bagi makmum untuk mengucapkan “amin”, dan kami tidak menyimpulkan bahwa imam tidak dianjurkan membaca “amin”, karena hal ini tidak terdapat dalam hadits di atas. Bahkan, terdapat hadits lain yang menjelaskan bahwa imam itu juga membaca “amin”, yaitu dalam Shahihain dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا أَمَّنَ اْلإِمَامُ فَأَمِّنُوْا
“Jika imam membaca ‘amin’ maka aminkanlah.”
Demikian juga dalam sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam,
إِذَا قَالَ اْلإِمَامُ سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ فَقُوْلُوْا رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ
“Jika imam membaca ‘sami’allahu liman hamidah,’ maka bacalah, ‘Rabbana walakal hamdu.’”
Dari sini tidak bisa disimpulkan bahwa makmum tidak perlu mengucapkan “sami’allahu liman hamidah” sebab kesimpulan seperti ini tidak terkandung dalam hadits tersebut.
Sumber: Fatwa-Fatwa Syekh Nashiruddin Al-Albani, Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Media Hidayah, 1425 H — 2004 M.
Dengan beberapa pengubahan tata bahasa oleh redaksi www.konsultasisyariah.com)
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer