Sesama aliran sesat tampaknya saling dukung mendukung. Hingga walaupun berbagai ormas Islam bahkan MUI menolak adanya deklarasi wadah aliran sesat syi’ah bernama MUHSIN (Majelis Ukhuwah Sunni-Syi’ah Indonesia) ternyata nekat diselenggarakan dan juga aliran sesat LDII hadir.
Deklarasi kelahiran Muhsin (Majelis Ukhuwah Sunni—Syiah Indonesia) dilangsungkan di Masjid Akbar Kemayoran, Jakarta, Jumat (20/5 2011), setelah gagal karena ditolak oleh berbagai pihak ketika akan mendeklarasikannya di Masjid Istiqlal bulan lalu.
Penamaan Sunni-Syiah itu sendiri telah diprotes MUI, karena jelas syi’ah itu beda prinsip dalam aqidah dengan sunni (Ahlus Sunnah). Sehingga DMI (Dewan Masjid Indonesia) yang bekerjasama dengan Ijabi (Ikatan Jamaah Ahlul Bait) wadah aliran sesat syi’ah mendirikan apa yang disebut MUHSIN (Majelis Ukhuwah Sunni—Syiah Indonesia) itu tidak bisa mewakili Sunni. Tapi itu hanya DMI dan Ijabi, menurut Amidhan dari MUI bernada protes keras.
Vivanews memberitakan, Deklarasi Sunni-Syiah Indonesia ini digagas Pengurus Pusat Dewan Masjid Indonesia yang diwakili oleh Ketua Departemen Kepemudaan dan Remaja, Daud Poliradja. Sementara, dari kalangan Syiah digagas Pengurus Pusat  Ikatan Jamaah Ahlulbait Indonesia (Ijabi).
Deklarasi dibacakan sebelum shalat Jum’at oleh Ketua Dewan Syuro Ijabi, Jalaluddin Rakhmat; Ketua Departemen Kepemudaan dan Remaja DMI, Daud Poliraja, dan Ketua Ijabi, Furqan Bukhari. Dewan Ketahanan Nasional sendiri merupakan lembaga yang langsung diketuai Presiden SBY.
Mediaindonesia.com memberitakan, Deklarasi itu dihadiri oleh Lembaga Macan Kemayoran (LMK), Aliansi Masyarakat Peduli Bangsa (AMPB), Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII). Dihadiri pula oleh Staf Ahli Bidang Ideologi dan Konstitusi Kemenko Polhukam Laksma TNI Christina M Rantetana, Sekretaris Jendral Dewan Ketahanan Nasional Manahan Daulay, dan Duta Besar Republik Islam Iran Mahmoud Farazandeh.
Sementara Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Djoko Suyanto dan beberapa perwakilan lembaga Islam dan organisasi masyarakat seperti MUI, FPI dan FBR, tidak tampak hadir, padahal mereka sudah diundang. “Kami tidak tahu mengapa tidak hadir, tapi kami sudah mengirimkan undangannya,”kata Daud.
” Pihak Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga kami undang tetapi menolak untuk hadir,” kata Ketua Dewan Syura IJABI Jalaludin Rakhmat di sela pendeklarasian.
Berbagai pihak dikhabarkan telah menolak deklarasi itu ketika akan dilangsungkan di Masjid Istiqlal bulan lalu. DMI tidak pernah terdengar mengaku dirinya Syi’ah, sebagaimana jarang terdengar pula apa kegiatannya, kecuali di antaranya semacam menarik-narik orang untuk kepentingan tertentu. Misalnya di masa Orde Baru, DMI akan menyelenggarakan apa yang disebut saat itu sebagai kebulatan tekat, yakni semacam “sumpah” politik yang berisi dukungan kepada partai penguasa yang sedang jaya yaitu Golkar. Namun khabarnya acara kebulatan tekat nasional itu gagal total, karena Menteri Agama saat itu konon tidak mengizinkannya, padahal di antara undangan dari luar Jawa sudah ada yang hadir. Khabar berikutnya, setelah acara kebulatan tekat nasional itu gagal, lalu di antara pengurus DMI jatuh sakit.
Sementara itu sabili.co.id memberitakan, MUHSIN juga akan merencanakan deklarasi di seluruh Indonesia.
Kalau nanti benar dilaksanakan, berarti DMI tidak mau peduli kepada penderitaan Ummat Islam Sunni yang didhalimi di negeri syi’ah di Iran. Para ulama Sunni dibunuhi, masjid-masjidnya dihancurkan, bahkan madrasah Sunni juga tidak dibolehkan. Sampai sekarang Ummat Islam Sunni tidak punya masjid di Teheran ibukota Iran. Konon kalau berjum’atan mereka harus ke kedutaan-kedutaan Negara-negara Islam di Teheran. Dan kalau mengadakan shalat Jum’at di rumah maka bisa digerebeg.
Sedangkan syi’ah itu bencinya terhadap Islam lebih besar dibandingkan orang kafir . Contohnya di Taheran Iran tidak ada lagi satu pun masjid Sunni (Ahlus Sunnah), Syaikh Taskhiri ulamanya orang-orang Syi’ah ketika ditanya wartawan di Afrika Utara bagaimana kalau dibangun masjid Sunni di Taheran? Ia menjawab kalau saat ini belum saatnya. Malah saat sebuah rumah menyelenggarakan Shalat Jum’at berjamaah malah digrebeg. Kemudian pemerintah Syi’ah di Iran itu membunuhi para ulama Sunni dan menghancurkan masjid-masjid Sunni. Padahal di London dan negeri-negeri kafir lainnya saja masjid boleh didirikan.
Di antaranya seperti berita ini:
Negeri Syi’ah Iran lebih kejam terhadap Islam dibanding negeri-negeri kafir
Perlu diketahui, sikap Iran terhadap Islam (Sunni) lebih kejam dibanding sikap negeri-negeri kafir sekalipun. Hingga di Iran terutama ibukotanya, Teheran, tidak ada masjid Islam (Sunni). Hingga Ummat Islam (Sunni) bila berjum’atan maka ke kedutaan-kedutaan Negara-negara Timur Tengah di Teheran. Tidak ada pula Madrasah Islam (Sunni). Karena semuanya sudah dihancurkan. Para ulama Sunni pun sudah disembelihi atau dibunuhi. (Lihat Ma’satu Ahlis Sunnah fi Iran, oleh Abu Sulaiman Abdul Munim bin Mahmud Al-Balusy, diindonesiakan dengan judul Kedholiman Syi’ah terhadap Ahlus Sunnah di Iran, LPPI, Jakarta, 1420H/ 1999).
Di Iran tidak ada pula anggota parlemen dari Islam (Sunni) apalagi menteri. Padahal dari Yahudi diberi prioritas jadi anggota parlemen, punya tempat-tempat ibadah (sinagog) dan sekolah-sekolah Yahudi di Iran.
Ulama Syiah terkemuka Iran, Taskhiri, pernah ditanya wartawan di satu negeri di Afrika Utara, apakah tidak boleh di Iran didirikan Masjid Islam Sunni. Pertanyaan itu dijawab, sampai sekarang belum saatnya.

(nahimunkar.com, Israel Bantu Iran karena Berlaku Kejam terhadap Islam

Aparat Iran Segel Tempat Ibadah Kaum Sunni di Teheran dan Menahan Imam

10:44 pm
Pemerintah Iran menyerbu tempat ibadah kaum Muslim Sunni di Teheran pada hari Ahad lalu (6/2), di mana mereka menyegel rumah dan menangkap Imam masjid, Syaikh Ubaidullah Musa Zadih.
Kaum Sunni di Iran tidak diizinkan untuk membangun sebuah masjid di Teheran, mereka telah berusaha untuk mendapatkan izin untuk membangun sebuah masjid di ibukota Iran, tetapi upaya mereka selalu sia-sia dan gagal, sehingga kaum Sunni di Iran menawarkan sholat lima waktu termasuk shalat Jumat dengan menggunakan beberapa rumah, tapi sayangnya, aparat keamanan pada hari Ahad pagi lalu menggerebek sebuah rumah di mana jamaah kaum Sunni sedang shalat, setelah penyegelan itu mereka menahan imam yang merupakan pemimpin agama dari kaum Sunni di wilayah itu.
Aparat keamanan juga mengancam warga Sunni di dua rumah lain untuk ditangkap dan menyegel tempat ibadah mereka jika mereka tidak berhenti melaksanakan shalat di tempat itu, meskipun kaum Sunni dan administrasi dari Komunitas Sunni Iran berkumpul di tempat-tempat tertentu hanya untuk sholat lima waktu dan shalat Jumat, karena itu merupakan hak dasar setiap individu yang harus diberikan kepada setiap orang; jamaah kaum Sunni Iran tidak pernah mengambil bagian dalam aksi menentang pemerintah.
Patut dicatat bahwa kaum Sunni di Teheran tidak memiliki masjid sendiri, meskipun mereka adalah bagian besar dari penduduk ibukota, dan telah dikenal luas bahwa “Teheran” adalah satu-satunya ibukota di dunia di mana masjid untuk kaum Sunni tidak ada.
Tidak ada yang bisa membayangkan bahwa suatu rezim yang membawa judul “Republik Islam” dan klaim untuk “persatuan” di antara sekte Muslim malah melarang dan menghentikan para pengikut sekte Muslim terbesar di dunia dari melakukan sholat berjamaah di ibukota Teheran.(fq/sunninews)
Eramuslim, Selasa, 08/02/2011 13:57 WIB/ nahimunkar.com 10:44 pm
Perlu diketahui, LPPI (Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam) di Jakarta, sebelum tahun 2000 telah menerbitkan buku tentang ratusan ulama yang dibantai di Iran zaman kekuasaan Khumeini, dan masjid-masjid Ahlis Sunnah yang dihancurkan di Iran. Daftar nama para Ulama Sunni yang dibantai dan masjid-masjid Sunni yang dihancurkan itupun dicantumkan dengan jelas disertai riwayat singkatnya. (Lihat Ma’satu Ahlis Sunnah fi Iran, oleh Abu Sulaiman Abdul Munim bin Mahmud Al-Balusy, diindonesiakan dengan judul Kedholiman Syi’ah terhadap Ahlus Sunnah di Iran, LPPI, Jakarta, 1420H/ 1999).
Sebegitu ganasnya kebengisan Syi’ah di Iran terhadap para Ulama Sunni, Masjid-masjid Sunni; bahkan maraji’ (buku-buku rujukan/ referensi) Sunni pun dibersihkan alias dimusnahkan. Namun anehnya di Indonesia, perguruan tinggi Islam (negeri) dan Muhammadiyah justru menerima denganwelcome terhadap referensi dari Iran, bahkan Iran telah memiliki 12 Iranian Corner di perguruan-perguruan tinggi Islam (negeri) dan Muhammadiyah di Indonesia. Perpustakaan-perpustakan Iran di perguruan tinggi Islam di Indonesia yang berjumlah 12 temnpat itu alhamdulillah telah dimusnahkan oleh Allah Ta’ala yang satu Iranian Corner yaitu di UMJ (Universitas Muhammadiyah Jakarta) ketika terkena musibah jebolnya tanggul Situ Gintung di Cierendeu Tangerang Banten, Jum’at shubuh, 1 Rabi’ul Akhir 1430H/ 27 Maret 2009.

Patut diingat, bahwa Islam masuk ke Parsi Iran tahun 16 Hijriyah itu Ahlus Sunnah (bukan Syi’ah). Kini Ahlus Sunnah di Iran 20 juta orang tersebar di sana sini (dari jumlah keseluruhan penduduk Iran72.903.921 – tahun 2009 menurut Sumber: Bank Dunia, Indikator Pembangungan Dunia). Namun kini di Teheran sama sekali tidak ada satupun masjid Ahlus Sunnah (karena sudah dihancurkan semua oleh penguasa Syi’ah Iran) dari penduduk (keseluruhan di Teheran) 15 juta jiwa. Padahal di Teheran ada sekitar 15 gereja untuk Nasrani dan 7 sinagog untuk Yahudi dan lainnya untuk pengikut Zoroaster. (nahimunkar.com, Warga Iran Bakar Al-Quran dan Unggah Aksinya ke YouTube, 9:30 pm , http://www.nahimunkar.com/warga-iran-bakar-al-quran-dan-unggah-aksinya-ke-youtube/#more-4686

Permusuhan Syi’ah yang sangat ganas terhadap Sunni itulah yang mestinya perlu disosialisasikan oleh Dewan Masjid Indonesia (DMI), bukan malah kerjasama dengan aliran sesat Syi’ah yang memusuhi Islam, menghancurkan masjid-masjid, membunuhi para ulama Sunni, dan menangkapi yang masih hidup yang shalat berjama’ah di mushalla sekalipun.
Oleh karena itu wajar protes dari MUI seperti berita-berita berikut ini.
MUI: Sunni dan Syi’ah Beda Prinsip Aqidah, Tak Bisa Digabungkan
JAKARTA (voa-islam.com) – Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengkritik penggabungan Islam dengan sekte Syi’ah dalam Majelis Ukhuwah Sunni-Syi’ah Indonesia (MUHSIN), yang diprakarsai Dewan Masjid Indonesia (DMI) dan Ikatan Jamaah Ahlulbait Indonesia (IJABI).
Menurut MUI, IJABI jelas mewakili aliran Syi’ah, sedangkan DMI tidak bisa disebut mewakili umat Islam Ahlussunnah Waljama’ah (Sunni). “Karena tidak semua Dewan Masjid itu mewakili Sunni. Sebaiknya deklarasi ini bukan gabungan organisasi tapi sekadar kerjasama dua organisasi,” kata Ketua MUI, KH Amidhan, Jumat (20/5/2011).
Amidhan menegaskan, dari segi ajaran, antara Islam (Sunni) dan Syi’ah itu sangat berbeda. Sedikit penjelasan dari Amidhan, Syi’ah hanya menganggap ada lima Imam atau khalifah yang juga Ahlulbait atau keluarga Rasul. Lima orang itu yakni, pasangan Ali bin Abi Thalib dan Fatimah (putri Rasul), Al Hasan dan Husein (anak dari Fatimah-Ali), dan Nabi Muhammad. “Jadi, Syiah itu hanya mengakui hadits-hadits yang diriwayatkan oleh lima Ahlulbait ini,” jelas Amidhan.
Sedangkan, Islam Ahlussunah Waljamaah (Sunni) menganggap Ahlulbait itu tidak hanya lima sosok tadi. Tapi semua orang atau kelompok yang taat dan melaksanakan ajaran Rasul dan para shahabat. “Tidak dibatasi hanya yang lima tadi (pada ajaran Syiah),” ujar dia. Pengikut Sunni mengakui empat khalifah yakni Abu Bakar, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib. Tapi, Syiah tidak mengakui itu.
MUI mengimbau agar Majelis Ukhuwah Sunni-Syi’ah Indonesia (MUHSIN) yang digagas DMI dan IJABI diganti bukan dalam bentuk penggabungan Sunni dan Syi’ah. Sebaiknya diubah menjadi deklarasi kerjasama antara Dewan Masjid dan Jamaah Ahlulbait Indonesia.
Sebulan sebelumnya, jelas Amidhan, deklarasi Majelis Ukhuwah Sunni-Syi’ah Indonesia akan digelar di Masjid Istiqlal, tapi ditolak. “Pengelola Masjid Istiqlal sendiri tidak mau mengakomodasi hal-hal yang masih menjadi masalah. Jadi saya kira, bila ada penolakan itu wajar. Karena masjid ini milik Allah dan untuk semua,” kata dia.  [taz/viva]
Voaislam, Jum’at, 20 May 2011
***
FPI Tidak Hadiri Deklarasi Sunni-Syiah, MUI Nyatakan Syiah Di Luar Islam
Deklarasi Majelis Ukhuwah Sunni-Syiah Indonesia atau MUHSIN, yang diprakarsai Dewan Masjid Indonesia dan Jamaah Ahlulbait Indonesia yang mewakili aliran Syiah, menuai kecaman dari MUI.
KH. Amidhan selaku ketua MUI menolak bila Dewan Masjid Indonesia disebut sebagai pihak yang mewakili Sunni.
“Karena, tidak semua Dewan Masjid itu mewakili Sunni. Sebaiknya deklarasi ini bukan gabungan organisasi tapi sekadar kerjasama dua organisasi,” kata Ketua MUI Amidhan, hari ini.
Sementara anggota Pengurus Pusat DMI, Daud Poliradja, menyebut majelis itu didirikan atas latar belakang banyaknya perpecahan yang mengatasnamakan agama di Indonesia, padahal semua agama mengajarkan kebaikan dan bahwa perbedaan bukanlah penghalang untuk hidup rukun.
“Umat beragama saling menjelekkan agamanya, sedangkan kita hidup di Indonesia yang berasaskan Pancasila,” sambung Daud.
Selain dihadiri Jalaluddin Rahmat dan Daud Poliradja, deklarasi MUHSIN itu dihadiri pula Duta Besar Iran untuk Indonesia Mahmoud Farazandeh dan Pembantu Deputi Bidang Politik Nasional Sekretariat Jenderal Dewan Ketahanan Nasional, Brigjen (Pol) Manahan Daulay.
Sementara Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Djoko Suyanto dan beberapa perwakilan lembaga Islam dan organisasi masyarakat seperti MUI, FPI dan FBR, tidak tampak hadir, padahal mereka sudah diundang.
“Kami tidak tahu mengapa tidak hadir, tapi kami sudah mengirimkan undangannya,”kata Daud.
Salah satu dari lima poin deklarasi MUHSIN menyebutklan, “memendam dalam-dalam warisan perpecahan dan permusuhan di antara kaum mukmin.”
Fatwa MUI Tentang Syiah
Sebelum polemik tentang Syiah muncul, MUI sudah memberi fatwa tentang Syiah. Dalam Rapat Kerja Nasional bulan Jumadil Akhir 1404 H/Maret 1984 merekomendasikan tentang faham Syi’ ah sebagai berikut :
Faham Syi’ah sebagai salah satu faham yang terdapat dalam dunia Islam mempunyai perbedaan-perbedaan pokok dengan mazhab Sunni (Ahlus Sunnah Wal Jamm’ah) yang dianut oleh Umat Islam Indonesia. Perbedaan itu diantaranya :
§ Syi’ah menolak hadis yang tidak diriwayatkan oleh Ahlu Bait, sedangkan ahlu Sunnah wal Jama’ah tidak membeda-bedakan asalkan hadits itu memenuhi syarat ilmu mustalah hadis.
§ Syi’ah memandang “Imam” itu ma ’sum (orang suci), sedangkan Ahlus Sunnah wal Jama’ah memandangnya sebagai manusia biasa yang tidak luput dari kekhilafan (kesalahan).
§ Syi’ah tidak mengakui Ijma’ tanpa adanya “Imam”, sedangkan Ahlus Sunnah wal Jama’ ah mengakui Ijma’ tanpa mensyaratkan ikut sertanya “Imam”.
§ Syi’ah memandang bahwa menegakkan kepemimpinan/Pemerintahan (imamah) adalah termasuk rukun agama, sedangkan Sunni (Ahlus Sunnah wal Jama’ah) memandang dari segi kemaslahatan umum dengan tujuan keimamahan adalah untuk menjamin dan melindungi da’wah dan kepentingan ummat.
§ Syi’ah pada umumnya tidak mengakui kekhalifahan Abu Bakar as-Siddiq, Umar Ibnul Khatab, dan Usman bin Affan, sedangkan Ahlus Sunnah wal Jama’ah mengakui keempat Khulafa’ Rasyidin (Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali bin Abi Thalib).
§ Mengingat perbedaan-perbedaan pokok antara Syi’ah dan Ahlus Sunnah wal Jama’ah seperti tersebut di atas, terutama mengenai perbedaan tentang “Imamah” (Pemerintahan)”,
Dalam keputusan itu, MUI juga menghimbau kepada ummat Islam Indonesia yang berfaham Ahlus Sunnah wal Jama’ah agar meningkatkan kewaspadaan terhadap kemungkinan masuknya faham yang didasarkan atas ajaran Syi’ah. (pz/ant/vn/mui)
Eramuslim, Jumat, 20/05/2011 19:50 WIB
(nahimunkar.com)


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

0 Komentar:

Post a Comment

Copyright © 2020.Junedi Ubaidilllah. Powered by Blogger.

Jumlah Pengunjung

Blog Archive

Anda Pengunjung Online

Followers