Oleh
Syaikh Bakar Abu Zaid
http://almanhaj.or.id/content/3059/slash/0


Laki-laki dan perempuan, menurut kodrat, syari’at, indra dan akal,
jelas-jelas berbeda. Baik secara fisik, nilai-nilai maupun ketetapan
syari’at untuk masing-masingnya.

Mengapa? Sebab Allah Azza wa Jalla telah menciptakan jenis manusia
menjadi dua jenis, laki-laki dan perempuan.

وَأَنَّهُ خَلَقَ الزَّوْجَيْنِ الذَّكَرَ وَاْلأُنثَى

Dan bahwasanya Dialah (Allah) yang menciptakan berpasang-pasangan
laki-laki dan perempuan. [An Najm : 45].

Keduanya sama-sama berhak menghuni dunia, tetapi menurut kekhususan
masing-masing.

Keduanya sama-sama berhak meramaikan bumi dengan peribadatan kepada
Allah Subhanahu wa Ta'ala. Dalam hal ini, secara umum tidak ada
perbedaan antara laki-laki dan wanita. Tentang tauhid, aqidah, iman,
Islam, pahala dan siksa. Begitu pula tentang hak dan kewajiban
syari’at secara umum.

وَمَاخَلَقْتُ الْجِنَّ وَاْلإِنسَ إِلاَّلِيَعْبُدُونِ

Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
menyembahKu. [Adz Dzariyat : 56].

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ
فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً

Barangsiapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun
perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan
kepadanya kehidupan yang baik. [An Nahl : 97].

Akan tetapi, Allah Azza wa Jalla juga telah menetapkan takdir bahwa
laki-laki tidak sama dengan perempuan. Mulai dari bentuk fisik,
gerak-gerik sampai sifat-sifatnya.

Dalam diri laki-laki ada pembawaan kekuatan fisik yang lebih sempurna.
Sementara pada diri perempuan tidak sekuat laki-laki. Sebab perempuan
harus mengalami haid, hamil, melahirkan, menyusui, mengurusi anak yang
disusuinya dan melakukan pendidikan bagi lahirnya generasi masa depan.

Itulah, mengapa wanita dicipta dari tulang rusuk Adam Alaihissallam.
Jadi wanita adalah bagian dari laki-laki, pengikut laki-laki dan
merupakan nikmat bagi laki-laki.

Sementara laki-laki mendapat kepercayaan mengurus kebutuhan wanita,
menjaga dan memberikan nafkah kepadanya dan kepada keturunannya.

Perbedaan secara fisik ini berakibat pada perbedaan kemampuan, baik
fisik, akal, pemikiran, perasaan, kemauan, pekerjaan maupun daya
kerjanya.

Dari perbedaan dalam banyak hal di atas, melahirkan sejumlah besar
konsekuensi hukum syari’at bagi keduanya. Dengan hikmah Allah Yang
Maha Mengetahui, ada beberapa perbedaan hukum berkaitan dengan tugas
dan kewajiban bagi laki-laki dan wanita. Masing-masing disesuaikan
dengan keadaannya. Sehingga hidup menjadi sempurna, utuh dan
masing-masing dapat melaksanakan tugasnya.

Secara khusus Allah Subhanahu wa Ta'ala memberikan tugas kepada
laki-laki dengan beberapa hukum yang sesuai dengan fisiknya, ototnya,
kemampuannya, daya kerjanya, kesabarannya, keuletannya dan kekuatan
kerjanya di luar rumah untuk mencari nafkah bagi orang yang ada di
dalam rumah.

Sedangkan kepada wanita, Allah Azza wa Jalla memberikan tugas-tugas
khusus yang sesuai dengan fisik, kemampuan, keahlian, daya kerja dan
daya tahan tubuhnya yang lebih lemah. Allah Subhanahu wa Ta'ala juga
memberikan sejumlah pekerjaan kepada wanita untuk menyelesaikan
urusan-urusan di dalam rumah serta mendidik generasi masa depan yang
ada di rumahnya.

Itulah kehendak kauniyah (ketetapan takdir) Allah dalam hal penciptaan
dan pemberian anugerah terhadap laki-laki dan perempuan. Dari sana,
kemudian Allah menetapkan kehendak syar’iyah (ketetapan syari’at)-Nya
bagi masing-masing. Maka, bertemulah dua kehendak Allah tersebut bagi
kemaslahatan hamba, keramaian dunia, dan teraturnya kehidupan individu
manusia, rumah, jama’ah serta masyarakat.

Berikut ini adalah beberapa contoh hukum yang dikhususkan bagi masing-masing.

Contoh, hukum yang dikhususkan bagi laki-laki, di antaranya: laki-laki
adalah pemimpin bagi rumahnya. Dia bertanggung jawab memelihara,
menjaga dan mengontrol kehormatan rumah tangganya. Dia harus mencegah
dan memberikan perlindungan agar tidak terjadi kehinaan serta
kerusakan dalam rumah tangganya. Disamping bertanggung jawab mencari
mata pencaharian untuk menafkahi semua penghuni rumahnya.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.

الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَآءِ بِمَا فَضَّلَ اللهُ بَعْضَهُمْ
عَلَى بَعْضٍ وَبِمَآأَنفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ فَالصَّالِحَاتُ
قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللهُ

Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah
telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang
lain(wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan
sebahagian dari harta mereka. Sebab itu, maka wanita yang shalih,
ialah yang ta'at kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya
tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). [An Nisa’ :
34].

Bisa diperhatikan bagaimana al Qur’an al karim menggunakan bahasa
“tahta (dibawah)” ketika mengukuhkan kepemimpinan laki-laki.
FirmanNya.

ضَرَبَ اللهُ مَثَلاً لِلَّذِينَ كَفَرُوا امْرَأَتَ نُوحٍ وَامْرَأَتَ
لُوطٍ كَانَتَا تَحْتَ عَبْدَيْنِ مِنْ عِبَادِنَا صَالِحَيْنِ

Allah membuat isteri Nuh dan isteri Luth sebagai perumpamaan bagi
orang-orang kafir. Keduanya berada di bawah (kendali) dua orang hamba
yang shalih di antara hamba-hamba Kami. [At Tahrim : 10].

Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala, “Tahta (berada di bawah kendali)”
merupakan maklumat, bahwa kedua orang perempuan (isteri Nuh dan Luth)
itu tidak memiliki kekuasaan apa-apa terhadap suami masing-masing.
Kekuasaan justeru hanya ada di tangan suami terhadap isteri
masing-masing. Maka, selamanya wanita tidak bisa disetarakan dengan
laki-laki, apalagi berada di atasnya.

Contoh lain. Bahwa kenabian atau kerasulan tidak pernah ada, kecuali
pada laki-laki. Allah Azza wa Jalla berfirman.

وَمَآأَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ إِلاَّرِجَالاً نُّوحِي إِلَيْهِم مِّنْ
أَهْلِ الْقُرَى

Kami tidak mengutus sebelum kamu, melainkan orang laki-laki yang kami
berikan wahyu kepadanya di antara penduduk negeri. [Yusuf : 109].

Para Ahli tafsir menerangkan ayat di atas : Allah tidak pernah
mengutus seorangpun nabi perempuan, malaikat, jin atau orang badui.

Contoh lain lagi. Bahwa perwalian umum atau kuasa perwalian umum,
seperti dalam pengadilan, surat-surat kuasa dan semua perwalian
lainnya seperti wali nikah, tidak boleh terjadi kecuali bagi
laki-laki.

Laki-laki juga diberi kekhususan dalam banyak persoalan ibadah yang
tidak diberikan kepada wanita. Misalnya, kewajiban berjihad, shalat
jum’at, shalat jama’ah, adzan, iqamah dan lain-lain. Urusan thalak
juga berada di tangan laki-laki, bukan di tangan perempuan. Demikian
pula, anak-anakpun dinasabkan kepada bapaknya, bukan kepada ibunya.

Laki-laki memiliki kelipatan ganda dibanding wanita dalam hal waris,
diyat (pidana ganti rugi), persaksian, pemerdekaan budak dan aqiqah.

Hukum-hukum khusus bagi laki-laki yang disebutkan di atas maupun
hukum-hukum khusus lainnya, sebagaimana dimaksudkan dengan firman
Allah Subhanahu wa Ta'ala.

وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ وَاللهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada
isterinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. [Al Baqarah :
228].

Sedangkan hukum-hukum yang khusus dikenakan kepada wanita cukup
banyak. Tersusun dalam bab-bab ibadah, mu’amalah, pernikahan beserta
kaitan-kaitannya, peradilan dan lain-lain. Itu semua sudah diketahui
jelas dalam Al Qur’an, Sunnah serta kitab-kitab fiqh. Bahkan banyak
yang dibukukan secara tersendiri, semenjak dahulu hingga kini. Di
antaranya berkaitan dengan hukum hijab (tutup aurat) dan dengan
pemeliharaan terhadap kehormatannya.

Hukum-hukum yang dikhususkan oleh Allah bagi masing-masing laki-laki
dan perempuan ini memberikan beberapa kesimpulan. Di antaranya tiga
hal berikut :

Pertama : Wajib mengimani dan menerima perbedaan-perbedaan yang ada
antara laki-laki dan perempuan, baik secara fisik, nilai-nilai maupun
ketetapan-ketetapan syari’at bagi masing-masing. Semua pihak harus
rela menerima ketetapan takdir dan ketetapan syari’at yang ditentukan
untuk masing-masing. Dan harus meyakini, bahwa perbedaan-perbedaan ini
merupakan inti keadilan itu sendiri. Di dalamnya terdapat keteraturan
hidup masyarakat manusia.

Kedua : Seorang muslim atau muslimah tidak boleh mengangan-angankan
(irihati terhadap) kekhususan yang ada pada pihak lain. Karena bila
demikian berarti ia murka terhadap takdir Allah, dan tidak rela
terhadap ketentuan hukum serta syari’atNya.

Mestinya ia justeru memohon karunia Allah. Sebab, hal ini merupakan
adab syari’at yang dapat menghilangkan hasad dan membersihkan jiwa
wanita mukminah. Juga untuk menghiasi pribadinya dengan sikap ridha
menerima takdir dan ketentuan Allah Azza wa Jalla. Allah Subhanahu wa
Ta'ala berfirman.

وَلاَ تَتَمَنَّوْا مَافَضَّلَ اللهُ بِهِ بَعْضَكُمْ عَلَى بَعْضٍ
لِلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِّمَّا اكْتَسَبُوا وَلِلنِّسَآءِ نَصِيبٌ مِّمَّا
اكْتَسَبْنَ وَسْئَلُوا اللهَ مِن فَضْلِهِ إِنَّ اللهَ كَانَ بِكُلِّ
شَيْءٍ عَلِيمًا

Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah
kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain.
(Karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka
usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka
usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karuniaNya.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. [An Nisa’ : 32].

Sebab turunnya ayat ini sebagaimana diriwayatkan oleh Mujahid. Dia
mengatakan, bahwa Ummu Salamah berkata, ”Wahai Rasulullah, apakah kaum
laki-laki berperang, sedangkan kami tidak berperang? Kamipun hanya
memperoleh warisan separuh dari kaum laki-laki?” Maka turunlah ayat di
atas.

وَلاَ تَتَمَنَّوْا مَافَضَّلَ اللهُ….

Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan
Allah...[Diriwayatkan oleh Ath Thabari, Imam Ahmad, Hakim dan
lain-lain].

Abu Ja’far Ath Thabari rahimahullah mengatakan,“Maksud Allah Azza wa
Jalla dalam ayat di atas, "‘janganlah kamu iri hati terhadap apa yang
dikaruniakan Allah kepada sebagian kamu lebih banyak dari sebagian
yang lain". Disebutkan, bahwa ayat itu turun berkaitan dengan wanita
yang menginginkan kedudukan laki-laki, dan menginginkan apa yang
diperoleh laki-laki. Maka, Allah melarang hamba-hambaNya agar jangan
berangan-angan dengan hal-hal yang batil. Sebab angan-angan semacam
itu akan mengakibatkan pelakunya dengki dan melampaui batas, tanpa
alasan yang benar.”

Ketiga : Jika angan-angan (iri hati) ini saja dilarang -berdasarkan
nash AlQur’an- apalagi mengingkari adanya perbedaan-perbedaan antara
laki-laki dan perempuan. Kemudian menyerukan agar perbedaan-perbedaan
itu dibuang, menuntut persamaan dan mendakwahkannya atas nama
persamaan hak antara laki-laki dan wanita.

Tentu, ini merupakan pandangan atheisme. Sebab, di dalamnya terdapat
penentangan terhadap kehendak Allah, baik kehendak kauniyah (ketetapan
takdir) maupun kehendak syar’iyah (ketetapan syari’atNya), berkaitan
dengan perbedaan-perbedaan antara keduanya, secara fisik maupun
nilai-nilai. Berarti juga membuang ajaran Islam perihal nash-nash
syari’atnya yang qath’i tentang perbedaan-perbedaan itu.

Bila saja persamaan ini terjadi dalam semua sisi hukum, padahal secara
fisik maupun kemampuan berbeda, berarti terjadi keterbalikan fitrah.
Tentu hal tersebut merupakan kedhaliman itu sendiri, baik bagi yang
memiliki kelebihan maupun yang lemah. Bahkan, merupakan kedhaliman
bagi kehidupan masyarakat secara umum. Sebab, berarti menghambat
perolehan hasil lebih bagi yang memiliki kemampuan lebih. Sebaliknya,
akan sangat memberatkan bagi yang lemah, di luar batas kemampuannya.

Kedhaliman semacam itu tidak pernah akan terjadi walaupun hanya
seberat biji sawi, dalam syari’at Allah Yang Maha Bijaksana.

Dengan demikian wanita dalam naungan hukum-hukum Allah yang luar biasa
indah ini, sesungguhnya terjamin keibuannya, wewenangnya mengatur
urusan rumah tangganya dan keleluasaannya membangun generasi umat
mendatang di dalam rumahnya.

Mengapa akal para emansipator itu demikian dangkal pemikirannya.
Seperti katak dalam tempurung saja. Tidak mengerti luas dan indahnya
seluk-beluk syari’at Islam. Allahu al musta’an.

(Diringkas dengan bahasa bebas oleh redaksi dari Hirasah Al Fadhilah,
Syeikh Bakar Abu Zaid, bagian : Al Ashlu Al Awwalu)

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 09/Tahun VI/1423H/2002M
Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi
Km. 8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 08121533647, 08157579296]

Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

0 Komentar:

Post a Comment

Copyright © 2020.Junedi Ubaidilllah. Powered by Blogger.

Jumlah Pengunjung

Blog Archive

Anda Pengunjung Online

Followers