Pertanyaan :
Assalamualaikum. Saya mau tanya ketika terjadi erupsi gunung kelud,banyak diantara rumah yang diliputi debu vulkanik. Termasuk rumah saya. Suatu saat turun hujan, lantas, debu yang ada diatas genteng berubah menjadi lumpur dan masuk kedalam rumah karena adanya genteng rumah yang bocor. Sebagian dari air/ lumpur tersebut masuk dan mencampuri air sumur kami. Hasilnya ketika kami menggunakan air tersebut, warnanya menjadi keruh dan tidak jernih. Pertanyaannya, apakah air tersebut bisa secara hukum digunakan untuk berwudhu dan mandi? dan apakah air tersebut aman untuk digunakan, mengingat adanya
campuran dari debu Vulkanik yang ada di dalam air tersebut?
Dari: Ridhwan (mrp….@gmail.com)
 Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,
Terdapat kaidah dalam ilmu fiqh yang disebutkan ulama:
الأَصْلُ فِي الأَشْيَاءِ الطَّهَارَةُ
“Hukum asal segala sesuatu adalah suci”
Kaidah ini berdasarkan firman Allah:
هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا
“Dia-lah Dzat yang menciptakan segala sesuatu yang ada di bumi untuk kalian” (Qs. al-Baqarah: 29)
Abdurrahman as-Sa`di ketika menafsirkan ayat ini, beliau mengatakan:
”Dia menciptakan untuk kalian segala sesuatu yang ada di bumi, sebagai karena berbuat baik dan memberi rahmat, untuk dimanfaatkan, dinikamti, dan diambil pelajaran. Pada kandungan ayat yang mulia ini terdapat dalil bahwa hukum asal segala sesuatu adalah suci. Karena ayat ini disampaikan dalam konteks memaparkan kenikmatan…”

[Abdurrahman as-Sa`di, Taisir al-Karim ar-Rahman: al-Baqarah: 29]
Berdasarkan kaidah ini, maka hukum asal abu vulkanik adalah suci. Bahkan meskipun berbau. Karena semata-mata ada baunya, tidak menyebabkan benda itu berstatus najis.
 Air yang Bercampur Abu Vulkanik
Karena abu vulkanik termasuk benda suci, maka hinggap dimanapun abu ini, tidak mempengaruhi status benda suci lainnya. Sehingga air yang tercampur abu vulkanik tetap suci.
Pertanyaannya, apakah air ini mensucikan?
Maksudnya, apakah air yang tercampur abu vulkanik ini bisa digunakan untuk wudhu atau mandi junub?
Dalam madzhab Syafiiyah, air dibagi menjadi empat,
1. Air suci dan mensucikan. Makna ‘mensucikan’ artinya bisa digunakan untuk menghilangkan hadats besar atau kecil, seperti mandi atau wudhu.
2. Air suci suci, namun makruh jika digunakan untuk bersuci. Dihukumi makruh untuk bersuci, artinya masih sah digunakan untuk mandi atau wudhu, namun hukumnya makruh.
3. Air suci dan tidak mensucikan. Berstatus ‘suci’ artinya jika terkena badan, tidak wajib dicuci. ’Tidak mensucikan’ artinya tidak boleh digunakan untuk wudhu atau mandi, karena air ini tidak mampu mensucikan.
4. Air najis, itulah air yang tidak boleh digunakan untuk bersuci dan jika terkena baju, wajib dicuci.
(al-Fiqh al-Manhaji ‘ala Madzhab as-Syafii, Dr. Musthofa Dib Bagha, 1/31 – 33)

Kita akan fokuskan pada pembahasan ‘Air suci dan tidak mensucikan’
Dalam madzhab Syafii, air yang suci dan tidak mensucikan ada dua:
Pertama, air bekas bersuci orang lain (air musta’mal) yang jumlahnya sedikit.
Kedua, air suci yang tercampur benda suci lainnya yang berasal dari luar, yang tidak mungkin dipisahkan, yang menyebabkan berubah bau, rasa, dan warnanya, sehingga tidak lagi bisa disebut sebagai air, atau namanya berubah menjadi yang lain.
Dalam al-Fiqh al-Manhaji dijelaskan salah satu jenis air suci yang tidak mensucikan,
الماء المطلق الذي خالطه شيء من الطاهرات التي يستغني عنها الماء عادة والتي لا يمكن فصلها عنه بعد المخالطة، فتغير بحيث لم يعد يطلق عليه أسم الماء المطلق: كالشاي والعرقسوس…. وكونه غير مطهر لأنه أصبح لا يسمى ماء في هذه الحالة والشارع اشترط التطهر بالماء
Air yang bercampur dengan benda najis yang bukan unsur air (berasal dari luar), tidak mungkin dipisahkan setelah tercampur, hingga berubah bau, rasa, dan warnanya, dimana tidak lagi bisa disebut sebagai air, seperti teh atau minuman mint…. Air ini tidak mensucikan, karena air dengan campuran semacam ini, tidak dinamakan air. Sementara syariat mempersyaratkan bersuci harus menggunakan air. (al-Fiqh al-Manhaji ‘ala Madzhab as-Syafii, Dr. Musthofa Dib Bagha, 1/33).
Apabila kita perinci, air suci yang kemasukan benda lain, bisa berstatus tidak mensucikan, jika terpenuhi beberapa kriteria berikut,
1. Benda yang masuk merupakan datang dari luar. Jika benda itu datang dari dalam air sendiri, seperti lumut atau ganggang, maka tidak berpengaruh
2. Benda yang adalah benda suci. Jika yang masuk benda najis, maka air menjadi najis
3. Tidak mungkin dipisahkan. Jika memungkinkan dipisahkan, misalnya batu, maka tidak mempengaruhi
4. Menyebabkan berubah minimal salah satu sifatnya: bau, rasa, atau warnanya.
5. Namanya telah berubah, tidak lagi disebut air, misalnya teh, kopi, santan, dst. Dan inilah alasan pokok, mengapa air yang tercampur itu, tidak boleh digunakan untuk bersuci.
Seperti yang kita tahu, air yang bercampur abu vulkanik memenuhi semua kriteria di atas, KECUALI nomor 5. Karena air yang bercampur abu vulkanik nama ‘air’ tidak hilang. Artinya, kita tetap menyebutnya air, bukan teh vulkanik atau kopi vulkanik atau jus abu vulkanik. Kita tetap menyebutnya, air abu vulkanik. Sehingga statusnya tetap bisa digunakan untuk bersuci.
Allahu a’lam
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina KonsultasiSyariah.com)


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

0 Komentar:

Post a Comment

Copyright © 2020.Junedi Ubaidilllah. Powered by Blogger.

Jumlah Pengunjung

Blog Archive

Anda Pengunjung Online

Followers