Baru-baru ini sedang rame
org membiarakn Ustat H*r*r yg ngamuk dg menginjak operator sound system
dg lututnya. Bagaimna islam menilai hal ini? masalahnya, ada beberapa
org yg justru menyudutkan para ustat, gara-gara kasus itu.
Rekaman videonya bisa dilihat di: http://www.youtube.com/watch?v=Nzyhs6Sp6zc
Mohon pencerahannya.
Jawab:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengingatkan akan berharganya ulama,
إِنَّ اللَّهَ لاَ يَقْبِضُ العِلْمَ
انْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنَ العِبَادِ، وَلَكِنْ يَقْبِضُ العِلْمَ
بِقَبْضِ العُلَمَاءِ، حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ عَالِمًا اتَّخَذَ
النَّاسُ رُءُوسًا جُهَّالًا، فَسُئِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ،
فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا
Sesungguhnya Allah tidaklah mencabut ilmu dari para hamba-Nya sekali
cabut. Namun Dia mencabut ilmu dengan mewafatkan para ulama. Sehingga
ketika tidak tersisa ulama, masyarakat akan menobatkan orang-orang bodoh
(sebagai tokoh), merekapun ditanya masalah agama, lalu tokoh itu
memberi fatwa tanpa ilmu. Mereka sesat dan menyesatkan. (HR. Bukhari
100, Muslim 2673, dan yang lainnya)
Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu mengatakan,
سيأتي بعدكم زمان قليل علماؤه كثير خطباؤه
Akan datang berbagai zaman
setelah kalian (generasi sahabat), ulamannya sedikit, namun yang pinter
ngomong banyak. (Fadhlu Ilmi Salaf ala Khalaf, Ibnu Rajab, hlm. 5)
Umumnya masyarakat kita,
masih menjadikan standar kompetensi dan keilmuan seseorang terhadap
masalah agama, diukur dari kemampuan mereka dalam menyampaikan ceramah.
Orang yang bisa ceramah bagus, menarik, lucu, digemari ibu-ibu, bisa
mendadak jadi ustad, sekalipun dia seorang artis. Cukup wajahnya
dipermak, tambah celak, pakaian serba putih, bisa manggung ke
mana-mana.Hingga untuk pemilihan kelayakan ustad, harus diadakan audisi
dai se-indonesia.
Inilah, bukti kebenaran sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas dan keterangan sahabat Ibnu Masud radhiyallahu ‘anhu. Standar ulama bukan lagi ilmunya, kemampuannya dalam berpidato.
Karena itulah, kami
senantiasa menyarankan kepada kaum muslimin untuk tidak bosan-bosannya
belajar, mengkaji sumber agama islam, al-Quran dan sunah, sesuai
pemahaman para sahabat. Jadikan pemahaman sahabat sebagai standar,
karena mereka adalah para murid Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dari kasus ’ustat ngamuk’
yang anda sampaikan, ada beberapa catatan yang perlu kita perhatikan,
agar kita bisa menyimpulkan dengan bijak,
Pertama, bahwa siapapun
manusia, dia tidak lepas dari dosa dan maksiat. Sekalipun dia ustad,
kyai, tokoh agama, atau bahkan habib sekalipun, mereka tidak akan lepas
dari dosa dan kesalahan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menegaskan,
كُلُّ ابْنِ آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ
Semua manusia, sering berbuat dosa. Dan sebaik-sebaik orang yang berbuat dosa, adalah mereka yang banyak bertaubat. (HR. Ahmad 13049, Turmudzi 2499, Ibnu Majah 4251, dan dihasankan al-Albani).
Oleh karena itu, jika kita
pernah mendengar bahwa ada tingkatan manusia yang dia mencapai derajat
maksum (suci dari dosa), padahal dia bukan nabi, ada kedudukan kiyai
yang maksum, atau habib itu maksum, semua ini adalah klaim 100% dusta.
Hadis ini juga memberikan pelajaran bagi kita bahwa manusia sangat
butuh untuk banyak bertaubat, karena saking banyaknya dosa yang dia
lakukan.
Dulu kita sempat dikejutkan
dengan kasus habib cabul, penjahat kelamin. Ketika dia diperkarakan, dia
beralasan bahwa ketika itu dia berada dalam fase kasyaf, yang kemudian
diwujudkan dengan melakukan tindak kriminal sodomi.
Baru-baru ini ada salah satu
ustad yang sering nongol di TV, yang mengejar-ngejar salah satu
jamaahnya untuk berzina atas nama nikah mutah. Padahal sang ibu muda ini
sudah bersuami dan sang ustad juga sudah beristri. Dia menggunakan nama
mut’ah, untuk mengelak dari tuduhan selingkuh.
Kita berlindung dari mereka para penista agama yang berkedok dengan label habib atau ustad.
Kedua, bahwa islam berlepas
diri semua tindakan kriminal dan kedzaliman yang dilakukan oleh kaum
muslimin. Agama tidak disalahkan, karena tindakan kriminal yang
dilakukan penganutnya.
Dulu ketika Timothy McVeigh
melakukan pengeboman di Gedung Federal Alfred, Oklahoma City, tidak kita
jumpai ada orang yang menyudutkan agama. Timothy ketika itu beragama
Katolik. Dan tidak pernah kita dengar ada orang yang menyalahkan Paus
vatikan, gara-gara ulah penganutnya.
Adanya kaum muslimin yang
melakukan pengeboman dan tindak teroris, atau tindak kriminal lainnya,
atau bahkan ustad yang menginjak kepala orang, atau habib yang menjadi
penjahat kelamin, islam berlepas diri dari perbuatan mereka. Karena
islam tidak pernah mengajarkan perbuatan itu, dan tidak pula menanamkan
prinsip itu kepada masyarakatnya.
Ketiga, bahwa model pakaian, sama sekali tidak mewakili ketaqwaan.
Tidak semua orang yang memakai jubah adalah muslim yang baik. Tidak
pula yang keliling memakai surban, layak disebut ulama. karena semua ini
permak luar yang bisa dilakukan dalam sekejap.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللهَ لَا يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ، وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ
Sesungguhnya Allah tidaklah melihat penampilan kalian, atau harta kalian. Namun Allah melihat hati kalian dan amal kalian. (HR. Muslim 2564 & Ibnu Majah 4143).
Itulah standar yang benar
dalam menentukan tingkat keshalehan seseorang; hati dan amal
perbuatannya. Mengingat ’hatinya’ tidak mungkin kita lihat, maka standar
bagi kita dalam menilai baik dan buruknya orang lain kembali kepada
amalnya. Kita perhatikan kesesuaian amal perbuatannya dengan ajaran
al-Quran dan sunah. Sekalipun penampilannya biasa saja.
Seorang ulama menasehatkan,
الحق لا يعرف بالرجال، اعرف الحق تعرف رجاله
Kebenaran tidak dikenali
melaluli orang yang mengatakannya. Pahamilah kebenaran, sehingga anda
akan memahami siapa tokoh kebenaran.
Jangan karena semata yang berpendapat itu habib kemudian kita nilai pasti benar. Karena standar kebenaran bukan manusia.
Sekali lagi, terus belajar
dan belajar agama dengan benar. Gunakan pemahaman sahabat sebagai
standar, karena merekalah yang paling paham dengan ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Allahu a’lam
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina KonsultasiSyariah.com)
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer